Senin, 13 April 2009

CERITA PENDEK KARYA SISWA-SISWI KELAS X.8 0809

BLOG dibuat dengan maksud merupakan media pembelajaran kelas X.8 0809 dalam berkarya sastra. Siswa-siswi diberi peluang berkreasi sebagai perwujudan apresiasi serta kreativitasnya. Karya mereka merupakan tindak lanjut proses pembelajaran setelah di kelas secara langsung dibimbing berapresiasi dan berkreasi ke arah cerita pendek. Semuanya memerlukan kesabaran dan ketekunan membina.

Patut dihargai ternyata sikap apresiasi dan kreasi mereka amat baik. Mereka penuh semangat mengapresiasi serta berkreasi, meski kadang penuh umpatan dan keluhan. Mungkin saja hal itu mereka rasakan sebagai beban berat, namun sejarah secara konkret akan membuktikan perkembangan proses mereka belajar ke arah lebih baik. Hasilnya akan terasa di kemudian hari.

Karya yang ada di sini patut dihargai dan diapresiasi.Terima kasih.

64 komentar:

Yonathan mengatakan...

Topik : Kebobrokan moral
Karya : Yonathan Kurniawan Hasan / 43




Sesal yang terlambat


Suatu saat ada sebuah keluarga yang hidup serba kemewahan. Sang ayah adalah seorang direktur sebuah perusahaan terkemuka yang bergerak di bidang industri sedangkan ibunya juga seorang pengusaha sukses yang bergerak di bidang berlian. Mereka mempunyai dua anak laki – laki. Anak yang pertama bernama Rudi yang duduk di bangku SMA, sementara yang satu lagi bernama Rendi . Rendi sendiri masih duduk di kelas 2 SMP. Rudi adalah salah satu murid yang sangat malas dan sering melawan guru, tetapi sang adik ternyata adalah seorang murid terpandai disekolahnya.
Sehari – hari keluarga ini sangat kurang harmonis karena orang tua dari Rudi dan Rendi ini sibuk dengan pekerjaan mereka masing –masing sehingga Rudi dan Rendi kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tua mereka. Keluarga ini intensitas pertemuan antara anak dan orang tua sangat kurang sekali. Setiap pagi sehabis sarapan ayahnya selalu terburu – buru sedangkan ibunya juga sibuk sehingga Rudi dan Rendi diantar oleh sopir yang bernama tono.
Suatu pagi setelah sarapan Rudi dan Rendi diantar oleh Pak Tono ke sekolah. Sesampainya di sekolah Rudi dan Rendi berpisah karena berbeda gedung. Saat Rudi masuk kelas ada seorang temannya menegur Rudi,”Rud, kamu sudah kerjakan tugas ekonomi belum?”. Lalu Rudi menjawab sambil tertawa, “ hahaha... ngapain kerjai tugas yang nggak perlu itu”. Kemudian Rudi pun duduk di tempat duduknya. Padahal jam pelajaran pertama adalah pelajaran ekonomi. Beberapa menit kemudian bel sekolah berbunyi, lalu datanglah sang guru dan berkata “ Kumpulkan tugasnya sekarang”.
Setelah murid – murid yang lain sudah mengumpulkan tugas ternyata Rudi bersikap sangat santai saja dan tidak merasa cemas. Kemudian Sang guru bertanya kepada Rudi,”Rudi, mana tugasmu?”. “saya lupa mengerjakannya pak”, jawab Rudi. Setelah itu Rudi pun di hukum dengan berjemur di lapangan sambil memberi hormat kepada tiang bendera. Beberapa jam kemudian bel pulang pun berbunyi, semua murid – murid pun keluar dari kelas mereka masing – masing termasuk Rudi dan Rendi, tetapi Rudi menyuruh Rendi untuk pulang sendiri dengan alasan ada kerja kelompok sepulang sekolah. Lalu Pak tono menjemput Rendi di gerbang sekolah, sementara Rudi ternyata pergi dengan teman – temanya dan nongkrong di sebuah kafe dekat sekolah.
Di sebuah kafe ternyata Rudi tidak makan atau minum tetapi bersama teman – temannya merokok. Hal ini terjadi sudah berlangsung beberapa bulan sebagai akibat pergaulan yang kurang baik dan terlalu bebas. Setiap pulang sekolah hampir setiap hari Rudi nongkrong bersama teman temanya sambil merokok. Sementara adiknya Rendi sangat menghargai waktu dengan kegiatan – kegiatan yang bermanfaat seperti mengerjakan tugas, mengikuti bimbingan belajar, kerja kelompok, dll. Menjelang matahari tenggelam Rudi pun pulang dengan diantar oleh teman – temanya. Sesampainya di rumah Rudi langsung menuju ke kamarnya, sesampainya di kamar terlihat keadaan kamarnya yang sangat berantakan sembari melempar tas di tempat tidur lalu tidur. Beberapa jam kemudian Rudi bangun dari tidurnya dan langsung menuju ke kamar mandi untuk mandi.
Sementara di lain tempat ayahnya sibuk dengan pekerjaannya hingga lupa untuk makan siang. Menjelang malam tiba, Rudi dan Rendi menikmati makan malam sendiri tanpa ditemani ayah dan ibunya. Mereka sangat terlihat lesu akibat dari kesibukkan kedua orang tuanya. Sehabis makan malam Rudi menonton tv di ruang tamu sementara Rendi sibuk mengerjakan tugas sekolahnya. Bebearapa saat kemudian waktu menunjukan pukul 23.00 WIB lalu Rendi pun sudah selesai mengerjakan tugas sekolahnya sementara Rudi masih menonton tv. Akhirnya Rendi menghampiri kakaknya dan berkata, “ Kak, ini sudah malam saatnya untuk tidur bukannya nonton tv!”. Lalu Rudi pun menjawab, “Sudah kamu tidur sana kakak masih mau nonton”. Sembari Rudi menjawab Rendi pun menuju ke kamar tidurnya. Sesampainya di kamar Rendi langsung menuju ke tempat tidurnya, sebelum tidur Rendi biasanya berdoa terlebih dahulu.
Beberapa saat kemudian terdengar suara bunyi mobil, ternyata ayah dan ibunya Rudi pulang. Lalu ayahnya mengetuk pintu, “tok…tok…tok Rudi “. Akan tetapi Rudi tidak menghiraukan ketukan dari ayahnya karena dia merasa kesal terhadap ayah dan ibunya yang selalu pulang malam. Akhirnya pembantu yang bekerja di rumah mereka membukakan pintu. “Mana Rudi dan Rendinya, Bi?”, Tanya sang majikan kepada pembantunya. Lalu si pembantu yang bernama iyem ini menjawab,”Rendi sudah tidur sementara Rudi masih menonton tv di ruang tamu, bu”. Sang Ayah langsung menghampiri Rudi dan terlihat sangat marah terhadap sikap Rudi.” Rudi, ini sudah jam berapa?”,Tanya sang ayah. “bentar lagi yah ini tanggung filmnya”, jawab Rudi. Sesaat Rudi menjawab sang ayah tampak sangat marah lalu ia mematikan tv. Akan tetapi Rudi menolak dan menghidupkannya lagi, tanpa pikir panjang ayahnya langsung menampar Rudi. Hal itu membuat Rudi terdiam dan sangat kesal terhadap ayahnya, lalu Rudi pun menuju ke kamarnya dengan raut muka yang kesal.
Keesokan paginya sebelum pergi ke sekolah keluarga ini sarapan terlebih dahulu. Tampak di meja makan hanya Rendi dan orangtuanya sementara Rudi tidak tampak. Lalu Sang ayah menyuruh Rendi untuk memanggil Rudi, sesampainya didepan pintu kamar Rudi. Rendi pun berkata, “ kak, ayo sarapan itu sudah ditunggu ayah dan ibu”.“ iya sebentar lagi”, sahut Rudi. Setelah itu Rendi pun kembali menuju ke meja makan, sesampainya di meja makan sang ayah bertanya,”Ren, mana kakakmu?”. “katanya sebentar lagi yah.” Beberapa menit kemudian setelah ditunggu Rudi pun belum menuju ke meja makan sehingga ayah dan ibunya memutuskan untuk pergi bekerja tanpa mempedulikan Rudi. Sesaat setelah ayah dan ibunya pergi Rudi akhirnya menuju ke meja makan, ketika di meja makan hanya ada Rendi sementara ayah dan ibunya telah berangkat kerja. Lalu Rudi pun semakin kesal terhadap kedua orang tuanya yang tampak tidak mempedulikannya sehingga Rudi memutuskan tidak sarapan dan langsung pergi ke sekolah bersama adiknya.
Sesampainya di sekolah ia menuju ke kelasnya, sesaat sampai di kelas temanya yang bernama Boby menegur Rudi, “Bro, kenapa muka mu tampak kesal?”. “iya saya sangat kesal dan marah terhadap orangtua saya karena tidak mempedulikan anaknya.”, jawab Rudi. “Oh, biasa lah orang tua itu selalu mementingkan kepentingan mereka dan bersikap egois.”, sahut boby. Lalu setelah pembicaraan itu boby mengajak Rudi untuk bersenang – senang sepulang sekolah nanti. Setelah menunggu beberapa jam akhirnya bel berbunyi yang menandai usainya kegiatan belajar. Akhirnya pun Boby dan Rudi langsung menuju ke sebuah diskotik. “Bob, ngapain kita di sini?”, tanya Rudi. “tenang saja, kita akan bersenang – senang sepuasanya di sini.”, jawab Boby kepada Rudi. Lalu Boby memperkenalkan seorang temanya yang ternyata adalah seorang bandar narokoba kepada Rudi. Kemudian sang bandar narkoba ini bertanya kepada Rudi, “mau obat yang bisa membuatmu mimpi dan dapat menghilangkan rasa frustasimu nggak?.”lalu seakan terpengaruh oleh perkataan bandar narokoba ini akhirnya Rudi mau mencobanya. Setelah kejadian itu hampir setiap hari Rudi pergi ke diskotik itu dan membeli obat- obatan terlarang.
Pada awalnya Rudi hanya mencoba obat – obatan yang berbentuk pil tetapi setelah beberapa kali mencobanya akhirnya Rudi pun ketagihan dan ingin memakai obat – obatan yang tingkatnya lebih tinggi yaitu sabu – sabu. Lalu ia menghubungi sang bandar untuk bertransaksi, setelah menentukan tempatnya akhirnya Rudi pergi menuju sebuah kafe yang tidak jauh dari tempat biasa ia nongkrong. Sesampainya di kafe tersebut Rudi akhirnya bertemu dengan bandar narkoba tersebut. Sang Bandar berkata,”bos ini barangnya kualitas terbaik”, sembari memberinya kepada Rudi. Setelah melakukan transaksi Rudi menuju ke rumahnya yang kebetulan lagi sepi. Ketika ia sampai di rumahnya ia langsung menuju ke kamarnya secara diam – diam karena takut ketahuan oleh pembantunya. Tanpa tunggu waktu lagi Rudi menghisap sabu – sabu tersebut hingga ia terbawa mimpi.
Semenjak peristiwa itu Rudi semakin ketagihan dan suatu saat ia ingin membelinya tetapi uang nya sudah habis sehingga munculnya niat jahat untuk mencuri uang dan perhiasan kedua orangtunya untuk membeli obat terlarang tersebut. Lalu suatu ketika ia ingin mencuri uang di kamar ayah dan ibunya, tetapi pada saat itu pembantunya sedang menyapu dan mengepel di kamar kedua orangtuanya. Akhirnya ia menunggu sampai si pembantunya ini selesai menyapu. Beberapa saat setelah menunggu akhirnya si pembantu itu selesai menyapu, tanpa pikir panjang ia pelan – pelan masuk ke kamar dan mengobrak – abrik isi kamar. Setelah beberapa saat mencari akhirnya ia mendapatkan uang yang jumlahnya cukup banyak. Rudi berpikir bahwa pembantunya yang akan dicurigai oleh kedua orangtuanya.
Beberapa jam kemudian ayah Rudi pulang ke rumah untuk istirahat. Ketika ia sampai di dalam kamarnya, ia heran karena keadaan lacinya yang sudah terbuka. Dan ketika ia tahu bahwa isi nya yang berupa uang dan perhiasannya lenyap ia langsung memanggil sang pembantu. “Bi, sini kamu!”, teriaknya. “ada apa Tuan?”, tanya sang pembantu. “Siapa yang terakhir masuk ke dalam kamar saya dan mengambil uang didalam laci?”, tanya sang majikan. Sambil terlihat cemas dan kebingungan si pembantu menjawab,”ya memang saya yang terakhir masuk tetapi saya tidak pernah mengambil uang tuan”.Sesaat itu sang majikan langsung memecat sang pembantu yang tidak bersalah itu, sehingga si pembantu ini terlihat sedih dan sangat heran.
Keesokan harinya ayahnya Rudi memasang cctv untuk mengetahui siapa yang telah mengambil uangnya. Tiba – tiba Rudi mengulangi perbuatanya yang mencuri uang dan perhiasan milik kedua orang tuanya. Kali ini ia tampak bebas memantau situasi kamar orang tuanya. Setelah itu ia langsung masuk ke dalam kamar dan mengambil uang dan perhiasan untuk membeli sabu – sabu lagi.Lalu sesaat ia mengambil uang yang ada di dalam kamar ia pun menuju ke sebuah tempat untuk bertemu dengan sang bandar narkoba untuk membeli sabu – sabu.
Sementara itu kebetulan ibunya ingin pulang kerumah untuk mengambil berkas map yang diperlukan. Ketika ia masuk kedalam kamar dan ingin mencari map tersebut ia terkejut karena keadaan laci penyimpanan uang dan perhiasanya terbuka dan ternyata sudah tidak ada lagi isi nya. Sehingga ia kebingungan dan akhirnya memutuskan untuk menghubungi suaminya yang sedang berada dikantor.”Hallo, ada apa bu?”, tanya sang suami. Sambil terburu – buru sang istri menjawab, “ uang yang ada di laci penyimpanan hilang yah”. “Apa?”,tanya sang suami.”iya yah soalnya saat ibu masuk ke dalam kamar ternyata keadaan laci sudah terbuka dan ketika saya melihat uang nya sudah hilang”, jawabnya. Setelah mendengar itu akhirnya ayahnya Rudi pulang ke rumah untuk memeriksa cctv yang telah di pasang untuk mengetahui siapa yang selama ini mengambil uangnya.
Lalu beberapa saat kemudian sang ayah sampai di rumah dan langsung menuju ke kamarnya. Sementara itu di tempat lain Rudi sedang menikmati sabu – sabu yang di beli tapi tiba – tiba saat Rudi memakai obat terlarang tersebut ia mengalami kejang – kejang dan mulutnya mengeluarkan busa. Lalu setelah ayahnya tahu bahwa anaknya sendiri yang telah mengambil uangnya, ia langsung memanggil Rendy untuk menyuruhnya memanggilkan Rudi. Sesaat Rendi di depan kamar Rudi ia mengetuk pintu dan berkata,”Kak Rudi, kakak di panggil ayah”. Akan tetapi setelah menunggu lama pintu pun belum terbuka sehingga membuat Rendi memanggil ayahnya untuk segera ke kamar Rudi. Saat sang ayah telah tiba di depan kamarnya Rudi, ia pun tanpa pikir panjang langsung mendobrak pintu, ia bersama istri dan anaknya Si Rendi sangat terkejut saat melihat Rudi telah terkapar dengan tangan memegang sebungkus sabu – sabu.
Akhirnya mereka pun langsung membawa Rudi ke rumah sakit. Sesampainya di Rumah sakit Rudi segera di masukan ke UGD untuk di periksa oleh dokter. Setelah beberapa saat menunggu akhrinya sang dokter menemuinya ayahnya Rudi sambil berkata,” Pak, maaf kami telah berjuang menyelamatkan nyawa anak bapak akan tetapi nyawa anak bapak tidak dapat di selamatkan karena mengalami overdosis.”. Sesaat setelah mendengar hal itu ayah, ibunya, dan Rendi terlihat sangat terpukul dan menangis di depan jenasah Rudi. Sang ayah tidak mengetahui bahwa selama ini anaknya adalah seorang pemakai narkoba, sementara itu ibunya terlihat sangat lemas dan tak mengira bahwa anaknya akan meninggal secara tragis seperti ini. Akhirnya ayah dan ibunya menyadari bahwa selama ini mereka telah sibuk sendiri tanpa memikirkan dan mempedulikan keadaan anaknya. Mereka sangat menyesal sekali atas kejadian ini.
Semenjak peristiwa itu mereka sangat mempedulikan dan memperhatikan Rendi agar tidak jatuh dalam jerat narkoba dan pergaulan bebas. Setiap hari mereka menyempatkan untuk pulang sejenak memperhatikan Rendi. Ayah dan ibunya Rendi pun menginginkan agar kelak nanti Rendi menjadi orang yang berguna. Akhirnya keluarga ini menjadi keluarga yang harmonis, saling mempedulikan dan saling menyadari bahwa kehidupan ini tidak hanya mencari uang saja tetapi harus diperhatikan kebersamaan dan kebahagiaan dalam suatu kehidupan.

Andre HP mengatakan...

Tema : Cinta Monyet Remaja
Karya : Andre Hasiholan P.
Kelas : X.8 / o2


Mereka Bilang Aku Gendut


Aku tidak tahu apa salahku. Aku merasa belakangan ini dietku sudah cukup ketat dan juga sudah cukup teratur. Tapi kenapa sang pipi ini tetep juga melar. Semua orang mau mencubiti pipiku yang tembem. Membuatku merasa kesal dan semakin kesal saja dengan pipiku ini. Apa salahku sehingga aku gendut seperti ini. Apa mungkin ada keturunan gen dari ayah dan ibuku? Tidak… Mereka tidak bertubuh gendut sepertiku. Jadi mengapa aku gendut?
Pada awalnya aku memang tidak menganggap kalau bertubuh gendut itu menjadi tidak bagus bagiku. Tapi, setelah dipikir-pikir nasibku ini benar-benar malang. Aku ingat betul ketika aku masih kecil. Kira-kira saat umurku lima tahun. Saudara-saudaraku yang datang dari jauh ke rumahku untuk liburan dan mereka semua langsung tertawa bahagia ketika melihat wajahku. Bukannya apa-apa dan kenapa-kenapa. Mereka seperti dapat mainan baru. Mainan apa? Apalagi kalau bukan pipiku yang menggemaskan ini. Dicubit pipi kiri, dicubit pipi kanan. Mereka memang seneng-seneng saja. Ketawa ketiwi. Mereka tidak tahu apa bahwa yang mempunyai pipi ini merasakan sebuah derita lahir dan batin. Perih di pipi dan juga dapat pula perih di hati. Sampai akhirnya akupun menangis…
Karena dua derita itu. Aku menangis kencang sekali. Biasa, namanya juga anak-anak, kalu menangis tidak tanggung-tanggung, sulit berhentinya. Kalau aku sudah mulai menangis, mereka baru mau untuk berhenti. Mengganti cubitan menjadi elusan-elusan lembut di pipi kiri dan juga pipi kananku. "Cup cup anak manis jangan menangis." Langsung saja tangisanku berhenti. Karena kejadian itu berlangsung tahun kemudian juga. Maka aku menjadi sangat benci dengan keadaan ku dan pipiku yang gendut ini.
Aku pun mulai beranjak dewasa dan aku berusaha untuk tidak cengeng lagi. Walaupun aku anak cewek yang katanya perasaannya sensitif, tapi aku nggak mau diomong kalau aku ini anak yang cengeng. Tapi walaupun aku sudah berusaha untuk menjadi anak yang tidak cengeng, masih saja aku tidak dapat menahan rasa sedihku karena sering diganggu oleh anak-anak lain. Aku kira pipiku akan kempis apabila sudah masuk SD. Bukannya tambah kempis, tapi malah tembem kayak bakpao. Dan SMP pun tidak ada perubahan yang berarti dari pipiku ini. Tetap saja seperti bakpao.Aku semakin sering diganggu dan diejek-ejek oleh teman sekelas. Bahkan satu sekolah pun mengenalku.
Tetapi, yang paling parah ialah sewaktu aku masuk SMA, aku ingat sekali kalau ada temanku yang bernama Rudi. Anak yang menurut pandanganku termasuk paling badung dan menjengkelkan sekali di sekolahku ini. Memang secara umum anaknya baik, tidak merokok, menaati peraturan sekolah bahkan Pancasila dan UUD’45, tidak pernah membolos, lumayan pintar dan berprestasi pula. Lalu mengapa aku menyebut dia anak paling badung dan menjengkelkan di sekolahku? Yang membuat aku menyebut dia seperti itu karena dia paling suka mencubiti pipiku yang seperti bakpao ini. Aku melamun sedikit saja langsung dicubitnya. Aku lengah sedikit dicubit lagi pipiku. Mana cubitannya dilakukannya rutin. Setiap hari dia mencubiti pipiku. Sehari tiga kali dia mencubiti pipiku. Sebelum mulai pelajaran, saat istirahat, dan saat pulang sekolah (Seperti minum obat dari dokter 3 kali sehari). Pokoknya sangat sering dia mencubiti pipiku ini. Sakitnya juga tidak main-main. Dia mencubiti pipiku dengan sangat kuat..
Aku sangat menanti kelulusan dari SMA ku ini dengan harapan kalau aku masuk Universitas nantinya tidak akan ada lagi yang mengejek dan mencubiti pipiku seperti yang dilakukan oleh Rudi teman SMA ku. Aku sudah berencana untuk masuk Universitas yang cukup ternama dan kabarnya tidak akan ada yang mau menuju Universitas yang sama sepertiku, maka dari itulah aku menjatuhkan pilihanku ke Universitas itu. Aku sudah membayangkan ketika aku masuk kuliah pengalaman-pengalaman memilukan bagiku dan pipiku itu akan segera berakhir. Apalagi kan aku berhasil masuk ke Universitas yang cukup ternama. Ehem… ehem… Aku yakin sekali kalau anak yang masuk ke Universitas ini pasti pintar-pintar, baik-baik, dan alim-alim. Akhirnya hari yang kutunggu-tunggu dating juga dan hasilnya sangat baik, aku lulus dengan nilai yang sangat memuaskan.
Uuuh tapi kenyataan memang tak pernah seindah impian. Teman-teman di Universitas ini juga masih saja suka meleledeki aku gendut. Masih juga ada yang jahil-jahil dan ingin mencuri-curi untuk mencubit pipiku. Tapi, karena aku super-protective sama pipiku. Jadinya mereka agak segan untuk mencubit pipiku. Maklumlah, soalnya aku sudah beri larangan keras bagi siapapun, termasuk sahabat-sahabat dekatku untuk mencubiti pipiku ini. Mengagumi pipiku boleh tapi tidak boleh menyentuh, apalagi mencubit. Dilarang keras untuk mencubiti pipiku. Verboden. Tiba-tiba…
Buk!
"Adaw… "
"Pagi Gina," sapa si Yanti dari belakang dengan senyumnya yang cerah dan ceria itu. Tanpa rasa bersalah atau berdosa sedikitpun Yanti memukul kepalaku dengan buku.
"Duh… duh.. aduuuh…"
"Kenapa, aku mukul terlalu keras yah?"
"Masih nanya lagi. Ya pasti sakit. Mana mukulnya pakek buku tebel banget lagi. Sakit sekali."
"Maaf … Maaf. Habis kamu juga yang pagi-pagi cerah seperti ini sudah melamun.. Lagi memikirkan siapa itu? Si Uhuy, ya…"
"Apa sih? Pagi-pagi sudah ngejek. Tadi juga dipukul pakek buku. Jahat banget, sih. "
"Hehe… Tapi bener, kan? Kalau kamu lagi mikirin Si Uhuy itu, kan? "
"Ketawa-ketawa lagi. Mengesalkan sekali. Kita putus hubungan, deh, Yan. Aku nggak mau lagi sahabatan lagi sama kamu. "
"Ya ampun. Gitu aja marah. Sensitif banget kamu hari ini. Aku kan cuma becanda. "
"Hehe… Aku juga hanya becanda. Mana mungkin aku mau kehilangan sahabat yang gila kayak kamu. "
"Ya. Dia malah balas ngejek. Tapi kan aku ngga salah ngomong, kan yang kamu lamunin tadi itu Si Uhuy. "
"Idiiih… Maaf, ya. Nggak ada istilah uhuy-uhuyan dalam kamus aku. Sebenernya Si Uhuy yang dimaksud tak lain dan tak bukan adalah Moris, seorang cowok yang juga sejurusan denganku di jurusan Teknologi Komputer. Sebenarnya dia hanya seorang lelaki yang biasa-biasa saja. Benar-benar biasa. Semuanya biasa. Rambut biasa, mata biasa, wajah biasa, senyum biasa, pintarnya juga biasa, dibilang pintar sekali tidak, dibilang bodoh juga tidak. Cuma satu yang luar biasa… Dia tuh garing banget, tapi itulah daya tarik dari Mori situ. Kadang-kadang, aku juga suka sempat kesal dibuatnya, tapi tidak sekesal saat diganggu sama Rudi. Dan di lain sisi dia bisa mengerti aku apa adanya. Jadi hati ini tidak bisa kesal lama-lama dengan Moris. Rasa kesal itu terbang lalu hilang entah kemana. Jadi luluh kalau dia sudah mulai tunjukin perhatian dia.
Belakangan ini si Moris itu memang lagi dekat sama aku. Tidak tahu mengapa kami bisa dekat dan aku juga tidak tahu kapan kami mulai dekat seperti itu dan apa yang bisa membuat kami dekat begitu. Sehingga mulailah beredar kabar-kabar tidak sedap di kalangan mahasiswa. Isu-isu dan gosip yang tak jelas dari mana asal mulanya. Parah sekali. Masak aku digosipkan seperti itu. Padahal aku benar-benar tidak ada hubungan apa-apa dengan Moris. Tidak ada apa-apa dan kenapa-kenapa. Aku dan Moris hanya teman biasa. Tapi walaupun aku sudah mengelak dan berkata tidak dengan pembicaraan mahasiswa di tempatku kuliah, kekuatan gosip sudah lebih kuat daripada omongan dariku. Maka dari itulah Moris mendapat titel Si Uhuy.
Kata teman-temanku sebutan Si Uhuy itu adalah sebutan bagi orang yang sedang melakukan PDKT, Apa benar dia sedang melakukan PDKT denganku? Menurutku nggak. Mana aku tahu. Kalau memang benar dia sedang melakukan pendekatan sama aku pasti tidak sepenuhnya benar. Coba saja lihat tingkah lakunya. Cara bergaul dia denganku sama dengan teman cewek dia lainnya. Kadang-kadang sih dia juga rada-rada usil. Ah. Memang itu sifat laki-laki. Untung dia nggak usilin aku dengan pipiku yang lucu, imut, menggemaskan ini. Narsis dikit nggak apa-apa lah Kalau dia juga ganggu aku dengan pipiku bisa hancur berkeping-keing persahabatan yang aku bangun dengannya selama ini.
Tapi aku toh cuek-cuek aja ah. Dia toh juga sering cuek ama aku. Memang sih kalua dia lagi perhatian, dia bisa perhatian banget sama aku, tapi kalau lagi cuek dia bisa menjadi cuek banget sama aku. Aku juga bingung dengan yang dibilang oleh teman-temanku kalau dia itu suka sama aku. Kalau di sinetron remaja masa kini sih dibilang lagi jatuh cinta, falling in love. Ya, kalau memang benar kalau dia suka sama aku jadi kenapa. Tidak apa-apa kan? Soalnya, sebenarnya aku juga ada rasa simpatik sama dia yang sifatnya baik, ramah, perhatian. Ya, walaupun dia memang sedikit garing. Tapi tidak apa-apalah. Yang penting dia tidak pernah mengejek aku dengan sebutan gendut dan tidak suka mencubit pipiku ini. Suatu ketika dia mengajak aku untuk makan siang bersama dia. Ya, tidak apa-apalah. Hemat uang makan. Sekaligus bisa pinjam catatan dia, masalahnya aku ketiduran kemarin. Lagi banyak pikiran. Hehe… Kayak orang penting aja lagi banyak pikiran.
Hari ini aku tidak ada kelas jadi dia menjemputku di rumahku. Kami duduk, diam, tenang, sambil mendengarkan musik yang ada di tmapat makan itu. Suasananya nyaman sekali. Sebelum kami sempat memesan makanan, Moris membuka pembicaraan lebih awal…
"Gina, aku tahu pipi kamu tembem. "
"Grrrr. Apaan sih? Memangnya kenapa kalo pipiku tembem? Emang kenapa ngomong kayak gitu."
Aku benar-benar kesal. Aku piker dia bisa mengertikan aku. Ternyata dia juga ikut-ikutan bilang kalau aku gendut. Kenapa mesti ada satu orang lagi yang mengungkapkan fakta kalau aku gendut itu kepadaku. Dan orang itu Moris pula. Hancur sudah kataku persahabatan kita.
"Banyak orang memang yang bilang kalau pipiku ini tembem dan tidak begitu bagus kan kalau cewek itu berbadan gendut. "
"Memang banyak orang bilang kalau tubuh gendut dan pipi tembem itu nggak terlalu bagus buat perempuan."
"Iya. Memang aku jelek! "
"Tapi…"
"Tapi apa?! Seruku dengan sewot.
Waktu dia bilang seperti itu rasanya aku mau marah-marah dan langsung meninggalkan dia dan tempat itu. Lalu naik taksi dan pulang ke rumah. Dan aku nggak mau kenal sama dia. Ternyata dia sama aja kayak temanku yang lain. Aku benar-benar kesal dibuatnya. Tapi…
"Uups… Kamu marah, ya, Gin? " Tanya Moris dengan muka memelas dan memeprihatinkan dan membuat luluh hatiku. Melihatnya mukanya hatiku mulai adem ayem.
"Nggak… Cuma agak sensi aja. Memang kenapa, sih kamu tadi ngomong kayak tadi? "
"Emmm… Emmm…"
"Emmm… Emmm kenapa sih? Jangan buat penasaran dong. Cepetan mau ngomong apa? "
"Gini, Gin. Sebenarnya ada yang mau aku ngomongin sama kamu. Ini Penting banget. " kata Moris sambil menundukkan wajahnya entah karena malu ataupun takut… Ataukah sungkan?


Deg…!


Jantugku berdegup kencang. Dan makin lama dia diam dan diam, jantungku berdegup semakin kencang. Aku tidak tahu perasaan aneh apa yang sedang bergejolak di dalam hatiku.


Dag…Dig…Dug…


Kenapa ini dengan diriku? Apa yang sedang terjadi di dalam diriku? Apakah mugkin Moris yang membuat jantungku berdegup semakin kencang dan kencang. Perasaan aneh apa ini yang sedang terjadi denganku. Aaaaaaaaaaa mana mungkin! Darahku berdesir makin kencang, dan darah naik ke kepalaku. Aku benar-benar tidak karuan.
Ia mulai melanjutkan kata-katanya… Masih dengan terbata-bata dia menyusun kata per kata.
"Aku… aku…"
"Aku apa? "
"Aku… Boleh nggak, Gin? "
Pikiranku makin melayang tidak karuan. Sampai-sampai aku lupa kalau kami ke sini untuk makan siang. Saat dia mau mengatakannya…
"Gin, aku…"
"Ini pesanannya, mas, mbak. "
Aduh… Kenapa sih pelayannya nganterin makanannya waktu dia mau ngomong sesuatu. Membuatku semakin penasaran saja. Jadi pembicaraan itu terpotong.
"Ya udah, Gin. Kita makan aja dulu."
"Ya."
Aaaaaaa. Padahal aku benar-benar penasaran. Nasi goreng spesial yang aku pesan pun menjadi tidak spesial. Rasa penasaran itu sudah membuat peruku benar-benar kenyang. Baru kali ini aku tidak menikmati makanan kesukaanku. Padahal biasanya aku dengan lahap menghabiskan makanan kesukaanku ini. Tapi tidak saat ini. Rasa penasaran itu memenuhi pikiranku. Aku ingin sesegera mungkin mendengarkan apa yang ingin dia katakana padaku.
"Nah, Gin. Kita sambung pembicaraan kita yang keputus gara-gara makan tadi."
"Oh. Oke. "
Aku berusaha untuk menjaga sikapku sewajar mungkin dan bicara sesantai mungkin.
"Gin… Sebenarnya aku itu…"
Mulai lagi rasa penasaranku itu. Pikiranku mulai melayang-layang lagi. Aku mulai berpikir apakah mungkin dia mau mengatakan hal itu kepadaku. Apakah benar gosip yang beredar di antara para mahasiswa selama ini. Apakah benar kalau Moris memang benar-benar suka denganku. Moris dengan sikapnya seperti ternyata selama ini diam-diam dia… Aaaaaaa. Wajahku langsung memerah memikirkan hal itu. Aku benar-benar malu saat itu. Apakah mungkin dia akan mengatakan hal itu kepadaku? Tolongla Moris, katakanlah dengan cepat. Ya, pasti dia akan mengatakan hal itu kepadaku.

.
.
.
.
.
.

"Gin, sebenarnya aku suka sama kamu. Kamu tuh anaknya baik, periang, lucu, dan selama ini aku tuh udah suka sama kamu. Aku selalu pengen deket sama kamu. Kalau deket sama kamu rasanya aku tu damai, seneng, dan selalu pengen perhatian sama kamu. "
Aku diam. Aku terkejut. Aku pun sangat senang. Rasanya aku ingin sekali untuk teriak saat itu. Aaaaaaaaa. Hatiku bergemuruh seperti deburan ombak. Hatiku seperti padang bunga yang sedang mekar saat musim semi. Aku sebenarnya suka juga sama dia.
"Gin… Gin…"
"Aduh… Apa, sih Moris?"
"Moris apaan? Ini Yanti. Bangun, dong, bangun!!! Kelas udah selesai, nih. Untung aja dosen killer itu nggak merhatiin kalau ada muridnya yang lagi enak-enak tidur mimpiin Si Uhuy."
"Ih. Apaan sih?"
"Mau ngeles lagi. Tadi aja waktu bangun langsung ngomongin Si Uhuy. Udahlah nggak usah ngeles lagi. "
Oh. Ternyata tadi itu cuma mimpi. Waktu kelas dimulai aku langsung terlelap dan mimpi tentang Moris. Aduh. Malunya aku sekaligus kecewa juga sih. Aku langsung cerita semua mimpiku kepada Yanti, sahabatku. Untunglah hanya Yanti yag tahu tentang mimpi itu dan juga perasaanku ini.
"Yan, kamu diem-diem aja, ya."
"Ok… Ok… Tenang aja. Rahasia kamu aman sama aku. Aku kunci pakek gembok deh mulutku."
Huh. Biarkan sajalah mimpi itu. Mungkin tidak akan pernah terjadi. Mimpi tetaplah mimpi. Apakah mungkin menjadi kenyataan? Aku tidak akan berhenti berharap agar itu terjadi. Sikapnya kepadaku tidak ada yang berubah, tetap baik dan perhatian kepadaku. Dia juga tidak pernah mengajakku makan siang seperti di mimpiku. Dia juga tidak pernah bilang aku gendut atau apapun. Dan dia tidak pernah mengatakan kalau dia suka sama aku. Walaupun mereka bilang aku gendut, apakah salah aku suka sama dia. Walaupun dia tidak akan pernah mengatakan suka padaku, biarlah. Aku akan tetap menjaga rahasia itu di dalam hati dan aku hanya akan menjadi pengagum rahasia saja. Gendut bukanlah halangan untukku untuk menyukai seseorang.

Darmawit Saputra mengatakan...

Nama : Darmawit Saputra
Kelas : X.8
Tema : Cinta Monyet Remaja

Kesedihan yang berlalu

Percintaan saat ini sudah tidak asing lagi bagi kalangan remaja, jika dilihat hampir seluruh remaja saat ini sudah mengetahui rasanya percintaan itu. Tapi di cerita ini percintaan bukanlah hal yang selalu menyenangkan melainkan bisa juga menjadi sesuatu yang menyedihkan bagi diri kita.
Suatu saat aku yang bernama Darma, duduk di kelas 1 SMA Swasta di Palembang mempunyai teman 1 kelasku yang amat akrab denganku, namanya Frank, Frank Rianto lengkapnya. Dia berasal dari SMP yang berbeda denganku. Tidak hanya Frank, tetapi aku juga 1 kelas dengan teman se-SMP ku dulu, namanya Budianto yang sering disapa Budi. Kami tentu kaget dan senang karena tidak menyangka kami dapat satu kelas di SMA ini. Pada awal pelajaran tahun ini, tentunya lain dari SMP dulu dimana kita lebih enjoy serta lebih banyak bermain, tetapi tidak di SMA, aku pun merasa kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan pelajaran-pelajaran di SMA ini.
Setiap jam istirahat aku, Frank, Budi terus kumpul bareng di depan kelas atau terkadang di dalam kelas, kami selalu membahas sesuatu yang membuat kami tertawa ataupun yang lainnya, di suatu kali saat istirahat, Frank bercerita denganku mengenai cewek kelas kami. Ya... namanya remaja Selalu membicarakan soal cewek atau pun sebaliknya. “Hei Dar, kamu tau kan cewek yang dikelas kita itu?”, Ujar Franky, “Hmm.. siapa Frank?”, tanyaku. Kemudian Frank menunjukkan jari telunjuknya ke seorang cewek yang sedang duduk di dalam kelas kami. “Ooo.. Dewi ya?”, tanyaku sambil mengejek dia. Frank hanya diam tanpa kata-kata lalu terlihat muka dia yang sedikit merah akibat ia malu untuk menjawabnya. “Tenang, aku bakal bantuin kamu untuk dapetin dia..tenang aja!”, kataku. Lalu tiba-tiba Budi datang. “Apa sich yang kalian omongin?? Kok gak diajak aku nya??”, tanya Budi. “Ooo.. gak kok Bud, kami Cuma ngomongin soal latihan Kimia tadi, soalnya kami tahu kalau kamu kan pasti bisa Kimia jadi kami gak ngajak kamu.. maaf ya!”, Elakku. “Ah... aku kan juga manusia biasa Dar...hehe”, Jawabnya. Lalu bel tanda masuk berbunyi sehingga kami kembali untuk belajar.
Sepulang sekolah aku dan Frank langsung menghampiri Dewi yang hendak pulang barusan, “Hai..kamu Dewi kan??”, Tanya Frank, “iya..kenapa ya Frank?”, Jawabnya.
Lalu Frank mengulurkan tangannya untuk mengajak kenalan, “Kenalkan, aku Frank! Salam kenal”, Ujarnya. Dewi langsung menjabat tangan dari Frank sambil tersenyum lalu ia pamit untuk pulang. Frank yang sangat senang langsung meloncat kegirangan. “Tuh kan, aku berhasil kenalan sama dia..besok aku mau tanya no HP dia deh”, Ujarnya. Aku hanya bisa tersenyum melihat temanku sangat bahagia saat ini. Lalu kami pulang ke rumah masing-masing.
Keesokkan harinya Frank menanyakkan kepada Dewi berapa nomor HP Dewi dan aku lihat dia berhasil lagi mendapatkan nomor HP dari gadis cantik itu. Sungguh aku hanya bisa bengong melihat kesuksesan dia sejauh ini. Dan mulai hari itu, yang aku tahu Frank selalu SMS maupun telepon Dewi sering sekali hingga larut malam pun pernah. Suatu hari aku sangat terkejut setelah mengetahui kalau Budi pun juga suka sama Dewi, dia juga melakukkan hal yang sama yaitu SMS dan telpon dengan Dewi tetapi tidak setiap hari karena Budi orangnya suka belajar. Hingga aku pun berpikir bagaimana jika mereka berdua saling mengetahui bahwa mereka menyukai seseorang yang sama? Dan.. apa yang akan mereka lakukkan jika sudah mengetahui itu? Tanpa berpikir panjang, aku pun langsung bertindak cepat dengan meminta nomor Hp Dewi dengan alasan untuk mudah kontak untuk membahas PR atau Ulangan yang berlangsung, dan dia pun percaya.
Di malam hari itu, aku langsung menghubungi Dewi melalui SMS karena aku tergolong orang yang malas kalau disuruh menelepon seseorang. Aku bertanya dengan Dewi apakah betul mereka berdua sering kontak dengan dia, alangkah kagetnya aku karena Dewi menjawab mereka sering kontak dengannya dan terkadang Dewi bingung memilih kontak lebih lama dengan siapa. Tiba-tiba Dewi pun bertanya denganku apa yang sebenarnya terjadi, aku terdiam lalu menjawab “ahh..gak ada apa-apa kok, aku cuma mastiin aja kalau yang mereka bilang padaku itu benar.gitu”. Lalu ia percaya dan kami mengakhiri kontak kami.
Keesokan harinya, aku mengumpulkan Frank dan Budi di depan kantin sekolah dan aku bertanya pada mereka “hei aku mau tanya..bener kalian sering kontak dengan Dewi?”, mereka langsung kaget satu sama lain dan Frank berbicara pada Budi “Hei Bud, bener kamu juga kontak ama Dewi?”. Budi hanya menganggukkan kepalanya. Agar tidak menjadi konflik, aku pun langsung berkata, “Ya sudah, gimana kalau kalian bersaing dalam 3 hari ini, lalu ntar kalau sudah 3 hari aku yang tanya Dewi siapa yang dia pilih..gimana? Setuju gak kalian?”. Akhirnya mereka semua setuju lalu bubar, aku sendiri bingung kenapa aku bisa ngomong seperti itu padahal jika salah satu dari mereka gagal pasti akan sakit hati.
3 hari kemudian, aku sigap menghampiri Dewi saat pulang sekolah dan memintanya untuk meluangkan waktu sekitar 10 menit saja dan dia setuju. “Wi, aku Cuma mau tanya nih, kalau disuruh milih, kamu lebih milih Frank atau Budi yang mau kamu jadiin pacar?”,tanyaku. Dewi sentak diam lalu menunjukkan raut muka yang bingung. Mungkin ia bingung karena jika ia memilih Frank yang tidak terlalu pintar tetapi hidupnya serba kecukupan atau Budi yang tergolong pintar tetapi hidupnya sederhana. Dan sekitar 2 menit ia diam, lalu ia bilang “Aku...me..memilih....” dan aku langsung menjawab “siapa?”. Dan dengan suara yang kecil ia menjawab, “Budi!”. Aku langsung diam dan menepuk pundaknya sambil berkata,”Keputusan kamu sudah bagus, jika itu yang kamu inginkan untuk mejalin hubungan ini..aku sangat menghargainya karena mereka berdua adalah teman dekatku”. Ia diam dan tersenyum lalu kami berdua pulang. Keesokkan harinya aku kembali mengumpulkan mereka berdua di depan kantin. “Bagaimana Dar, siapa yang dia pilih?”,tanya Frank. “Ia siapa Dar?”,tanya Budi juga. Lalu aku langsung menjawab dengan tegas, “aku akan memberitahu siapa yang dia pilih tetapi ingat! Tiada yang bermusuhan atau menyimpan rasa dendam dalam diri kalian, setuju?”. Mereka berdua menganggukan kepala mereka. Dan sedikit berat hari aku menjawab “Budi yang dipilih Dewi!”. Frank langsung menjawab pernyataanku itu “Bohong kamu Dar, gak mungkin dia memilih Budi yang bener dong!”,marah Frank. “Beneran deh..aku gak bohong sama kalian masa aku tega bohongin teman dekat aku sendiri, percaya deh!”,jawabku. Tiba-tiba Frank langsung tertunduk lesu tanpa kata-kata dan ia pamit untuk kembali ke kelas duluan. Tapi lain halnya dengan Budi yang kegirangan dan langsung cepat kembali ke kelas dan menghampiri Dewi yang kebetulan sedang duduk di meja makan kantin. “Dewi..kamu milih aku ya??ya udah kita pacaran aja yuk?”,minta Budi pada Dewi. Dewi yang sambil tersenyum pun menganggukan kepalanya dan aku meninggalkan mereka berdua yang baru resmi berpacaran saat itu, namun perhatianku terpusat pada Frank yang tanpaknya murung di kelas. Aku menghampirinya sambil berkata,” Frank, kamu ingat kan yang aku bilang tadi? Gak ada rasa dendam!”. Frank langsung menjawab,”Ya..aku tau dan aku mengerti”. Aku tersenyum dan kembali ke tempat dudukku.
Sejak saat itu, Dewi dan Budi selalu pergi berdua kemanapun mereka pergi. Budi yang membawa motor ke sekolah selalu mengantarkan Dewi pulang dan menjemputnya jika ingin pergi ke sekolah. Aku sangat iri pada mereka yang terlihat begitu mesra setiap hari tapi tiada kata iri, aku hanya ingin fokus untuk naik kelas dan meraih prestasi yang baik, kalau urusan jodoh tidak perlu dipikirkan karena seperti kata orang “Jodoh gak kemana-mana” pasti anda juga setuju kan? Dibalik semua itu Frank yang menjalani hari-harinya sejak saat itu dengan rasa tanpa semangat dalam dirinya, ia jarang menemui aku kalau istirahat dan kalau pulang sekolah dia pasti langsung pulang ke sekolah atau nongkrong di warnet dulu. 5 hari kemudian, Frank tidak masuk sekolah dan tanpa keterangan entah apakah ia sakit atau ia bolos sekolah, aku tidak tahu pasti. Sepulang sekolah aku mampir ke rumah Frank, orang tuanya mengaku kalau Frank tadi pagi pergi ke sekolah dan kaget kalau anaknya tidak masuk sekolah. Aku telpon tidak diangkat dan SMS tidak dibalas, aku bingung dalam hatiku apa yang sebenarnya terjadi. 3 hari sudah Frank tidak pulang ke rumahnya dan tidak datang ke sekolah. Orang tuanya datang ke sekolah dan meminta tolong pihak sekolah untuk mencari Frank. Aku dan Budi langsung mencari mereka setiap pulang sekolah entah ke warnet atau tempat tongkrongan para remaja di Palembang ini, tapi tidak ada. Malamnya Frank ada SMS kalau ia ada di hotel dan tidak ingin diganggu siapa pun termasuk orang tuanya dan ia meminta agar orang tuanya tidak cemas karena ia bisa menjaga dirinya dengan baik.
2 hari kemudian Frank masuk ke sekolah dan sungguh tak dapat dipercaya saat jam pelajaran ke-3 Frank pingsan saat pelajaran Biologi, dan aku dan budi mengangkatnya ke UKS. Melihat kondisinya tidak memungkinkan, orang tuanya langsung membawanya ke Rumah Sakit terdekat. Sudah 3 hari Frank belum siuman dari koma nya dan dokter bilang kalau penyakit darah tinggi dia kambuh, aku baru tahu kalau Frank punya penyakit darah tinggi. Lalu sore harinya Frank masuk ke kondisi kritis dan orang tuanya menangis dan khawatir kalau anaknya kenapa-kenapa. Aku, Budi, dan Dewi pun berdoa agar tidak terjadi apa-apa pada Frank, sekitar 2 jam dokter menanganinya dokter itu keluar, kami langsung menghampiri dokter itu, “bagaimana kondisi anak saya dok?”,tanya ibunya. Agak lama Dokter tersebut menjawab sambil menghembuskan nafas panjangnya, “Maaf, anak ibu tidak dapat kami tolong”. Sontak kami kaget dan menangis karena tidak sanggup menghadapi kejadian yang begitu tiba-tiba ini. Kami langsung masuk dan melihat wajah Frank yang terakhir kalinya dan Dewi menangis tiada henti sampai ke pemakaman Frank pun Dewi terus menangis. Lalu Dewi bilang, “Frank...sebenarnya aku suka sama kamu..maafkan aku Frank..kalau aku tidak jujur”, sambil tersedu-sedu. Lalu aku menepuk pundak Dewi sambil berkata, “Frank pasti senang karena kamu udah jujur sekarang, jadi kamu juga harus merelakan kepergian dia, biarkan dia tenang di sana”. Dewi tidak menjawab tapi masih terus menangis, Budi pun demikian.
Lalu setelah ditinggal pergi Frank, kelas menjadi dalam suasana hening. Dan perasaanku Frank terus bersama kelas kami tapi hanya kami tidak bisa melihatnya namun bisa kami rasakan. Kami tidak akan pernah melupakkan bagaimana suasana kelas saat ada Frank dan bagaimana ia membuat suasana kelas menjadi ribut dan kocak karena lelucon yang dibuatnya saat tidak ada guru di kelas. Aku pun masih mengingat kejadian-kejadian itu sambil berkata dalam hatiku,“Andai kamu masih ada Frank, pasti aku amat bahagia melihat kamu dan Dewi bisa bersama”. Kesedihan yang berlalu terus mewarnai kelas kami hingga saat ini dan merupakan memorian dalam diri kami masing-masing. Maka beginilah rasanya cinta di kalangan remaja saat ini jika kamu merasa mencintai seseorang, nyatakanlah, jangan kau simpan dalam hatimu karena jika kamu tidak jujur, kamu akan menyesal nanti bila saat ia tidak ada lagi baru kamu jujur kepadanya dan menyatakan perasaanmu kepadanya yang akan membuatmu larut dalam kesedihan yang berlalu.

yuni marlina mengatakan...

Topik : Cinta monyet remaja
Karya : Yuni Marlina / 45

Musuhku, Cintaku

Namaku adalah Mandy Richard. Aku berbeda dengan cewek-cewek yang ada di sekolahku. Aku terkenal dengan sebutan cewek tomboy. Aku suka bermain basket dan berkelahi dengan cowok di sekolahku. Semua guru di sekolahku pun tahu tingkah laku ku tapi, aku juga punya sisi baik yaitu aku sering membantu orang-orang miskin atau yang tidak mampu.
Sepulang sekolah sekitar pukul 12.50, aku dan teman-temanku bermain basket.
“ Mulai dong main basketnya… aku udah nggak sabar lagi nih!”, ujar Dydi nama panggilan Mandy.
“ Sabar dong, Dy. Kita kan harus tunggu geng nya Joe.”, bantah Miko.
“ Lelet banget sih geng nya Joe…pasti Joe lagi PDKT dengan cewek-cewek di kelasnya.”, cetus Mandy.
“ Itu kamu tahu alasannya. Tunggu aja lah. Seluruh sekolah ini udah tahu siapa Joe Alexander. Dia kan terkenal dengan sebutan cowok playboy.”, jawab Bella dengan santai.
Sepuluh menit kemudian, Joe dan geng nya datang dengan muka tanpa dosa.
“ Udah lama nunggunya?? Sorry ya tadi kami ada kerja kelompok.”, jawab Joe dengan muka cool.
“ Ya iya la, masak ya iya dong. Duren aja di belah bukan di bedong.”, cetus Mandy dengan nada yang agak sewot.
“ Eh Joe, kamu tahu nggak kami ini udah nunggu kamu dari pulang sekolah.”, jawab Mita.
“ Kamu nggak ingat hari ini kita ada latihan basket??”, tanya Miko dengan serius.
“ Ingat koq tapi gimana yah aku kan banyak meeting dengan klien.”, jawab Joe dengan muka sok cool.
“ Ya udah nggak usah banyak ngomong lagi deh, langsung main aja. Tangan aku udah gatal nih mau main basket.”, jawab Mandy nggak sabar.
“ Eh tunggu sebentar, bagaimana kalau kita taruhan siapa yang kalah harus traktik bakso. Gimana mau nggak?”, tanya Joe dengan penasaran.
“ Siapa takut?”, jawab Mandy dengan berani.
Pertandingan pun dimulai. Mandy dan Joe pun saling mengejar skor untuk tim nya. Waktu pun tinggal 5 menit lagi, tetapi skor Mandy di bawah skor Joe yaitu 28-30.
“ Eh teman-teman kita nggak boleh kalah dari tim nya Joe. Kita harus menang. SEMANGAT!”, jawab Mandy dengan lantang.
“ Kita udah capek Dy. Stamina cewek kan nggak sama dengan cowok. Pasti kita kalah lah.”, cetus Mita dengan lesu.
“ Koq kalian begitu sih, nggak dukung tim kita sendiri.”, jawab Mandy dengan nada marah.
“ Bukan begitu Dy. Tapi emang kenyataannya kan kalau tim nya Joe selalu menang dari kita.”, jawab Mita.
“ Koq kalian malah berantem sih. Kita tuh harus kompak untuk melawan tim nya Joe. Kalian mau menang nggak?”, tanya Miko.
“ Kami nggak berantem koq. Kami kan hanya tukar pendapat.”, jawab Mandy dan Mita dengan muka sok imute.
“ Eh kalian udah selesai bacotnya? Waktu kita ini udah tinggal 3 menit lagi nih.”, tanya Joe dengan serius.
Pertandingan pun dimulai lagi, pada detik-detik terakhir suatu kecelakaan pun terjadi.
“ Awas! Awas! Mandy Richard lagi beraksi nih!”, dengan yakinnya Mandy membawa bola.
“ GUBRAK! Aduh sakit nih..”, ngeluh Mandy.
Dan secara bersama, pertandingan basket antara Joe dan Mandy pun selesai. Dan yang memenangkan pertandingan ini adalah Joe Alexander.
“ Makanya Mandy kalau nggak bisa bawa bola, jangan sok bisa deh. Akhirnya kamu sendiri kan yang celaka.”, cetus Joe.
“ Iya kamu Dy. Udah di bilangi kalau kita tuh udah pasti kalah deh.”, tambah Mita dengan cepat.
“ Aku ingin tim kita yang menang. Masak tim nya Joe terus sih yang menang. Mau di pasang dimana muka aku nih?”, jawab Mandy dengan kesakitan.
“ Bakso, bakso….bakso, bakso….”, sorak tim Joe dengan lantang.
Karena kecelakaan itu, Mandy tidak dapat berjalan. Tiba-tiba, Joe menggendong Mandy untuk duduk di kantin. Mandy pun merasa tegang dan senang.
“ Eh, gila. Aku nggak nyangka Joe orang nya baik juga. Padahal aku kan sering ngejek dan berkelahi dengan dia.”, tanya Mandy dalam hati.
“ Kamu pasti mikir ternyata aku orangnya baik juga kan?”, tanya Joe dengan percaya diri.
“ Tapi kalau dilihat-lihat Joe ini emang ganteng sih. Pantesan banyak cewek yang suka dengan dia.”, pikir Mandy dalam hati.
“ Eh, kamu tuh jangan suka lihat muka orang deh. Semua orang tuh udah tahu kalau aku ini ganteng.”, jawab Joe dengan percaya diri.
“ Hebat banget kamu bisa tahu pikiran aku. Jangan-jangan kamu saudaraan ya sama Romi Rafael.”, tanya Mandy dengan bingung.
“ Nggak mungkin lah. Kamu ini ada-ada aja deh.”, jawab Joe dengan santai.
“ Tapi, tebakan kamu koq bisa betul sih?”, tanya Mandy dengan penasaran.
“ Aku kan cuman tebak-tebak aja. Syukur deh kalau tebakan aku tuh betul.”, dengan sombong Joe menjawab.
Teman Mandy dan teman Joe akhirnya udah memesan bakso. Joe dan Mandy pun mulai nyaman satu sama lain. Setelah sampai di rumah, Mandy pun curhat dengan teman-temannya.
“ Teman-teman, kalian ngerasa aneh nggak sih dengan sikap Joe?”, tanya Mandy.
“ Aneh gimana?” Mita balik Tanya.
“ Nggak, aku ngerasa dia tuh koq baik banget ya dengan aku. Padahal kan aku sering ngejek dia.”, jawab Mandy dengan penasaran.
“ Baru tahu kamu. Dia itu orangnya emang baik. Dia itu luarnya aja sok cool dan sombong. Padahal dia itu sering banget bantu orang yang miskin.”, jawab Miko dengan santai.
“ Koq kalian nggak pernah ngomong sih dengan aku?”, tanya Mandy dengan kesal.
“ Kamu sendiri nggak pernah tanya dengan kami. Tiap kali kami obrolin tentang Joe, kamu pasti marah-marah.”, cetus Mita.
“ Eh, tapi kenapa sih Dy kamu tiba-tiba Tanya tentang Joe. Jangan-jangan kamu suka lagi dengan Joe Alexander?”, tanya Miko dengan heran.
“ Nggak koq. Kalian ini sembarangan aja deh.”, jawab Mandy dengan gugup.
“ Oh…kirain kamu suka.”, jawab Mita dan Miko dengan tertawa.
Ternyata, Mandy sudah mulai suka sama Joe. Perasaan Joe pun ternyata sama dengan Mandy. Joe ingin menyatakan cintanya tapi Joe masih ragu-ragu dengan perasaan dia. Waktu di kantin.
“ Itu Mandy dan teman-temannya.”, seru Marix.
“ Kalau dilihat-lihat Mandy orangnya cantik juga ya. Cuman dia itu tomboy aja.”, jawab Nathan.
“ Joe, tiap kali kamu lihat Mandy pasti kamu senyum-senyum sendiri?”, tanya Marix.
“ Jangan-jangan kamu suka lagi sama Mandy. Jujur aja la Joe.”, tanya Nathan dengan penasaran.
“ Nggak koq. Kalian ini sembarangan aja.”, jawab Joe dengan bingung.
Hari Minggu sekitar pukul 11.00, Joe mengajak Mandy untuk ngomong sesuatu tetapi hanya berdua saja. Mandy pun menerima ajakan dari Joe.
“ Sorry ya Joe aku terlambat. Udah lama ya tunggunya?”, tanya Mandy dengan rasa bersalah.
“ Nggak koq. Aku juga baru datang.”, jawab Joe dengan malu-malu.
“ Oh ya Joe, kamu mau ngomong apa?”, tanya Mandy dengan penasaran.
“ Aku mau bilang sebenarnya aku suka sama kamu. Semenjak peristiwa kecelakaan waktu itu, aku udah mulai suka sama kamu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?”, tanya Joe dengan gugup.
“ Ehm..aku..aku nggak…”, jawab Mandy dengan gelisah.
“ Nggak…nggak apa Dy? Jangan buat aku penasaran dong.”, tanya Joe dengan tampang mendesak.
“ Aku nggak bisa nolak permintaan kamu itu. Aku mau jadi pacar kamu.”, jawab Mandy dengan malu-malu.
Akhirnya, mereka berdua resmi menjadi sepasang kekasih. Joe dan Mandy memberitahukan kabar gembira ini kepada teman-temannya. Teman-temannya pun juga sangat senang mendengar berita ini.
“ Cie…cie….yang lagi jatuh cinta.”, seru Mita dengan tertawa.
“ Selamat ya, Dy. Akhirnya kamu bisa juga dapat cowok.”, jawab Miko dengan leluconnya.
“ Apaan sih kalian ini. Kalian pikir aku ini lesby ya nggak bisa dapat cowok.”, bantah Mandy sambil cemberut.
“ Nggak koq. Kami hanya bercanda. Kami akan senang kalau teman kami juga senang.”, jawab Miko.
“ Iya, kita kan sahabat dari kecil jadi kita harus mendukung satu sama lain.”, seru Mita dengan lantang.
“ Makasih ya teman-teman. Kalian emang sahabat karibku.”, jawab Mandy dengan memegang tangan mereka.
1 tahun 5 bulan telah mereka lewati sebagai sepasang kekasih. Tiba-tiba sikap Joe berubah 1800 kepada Mandy.
“ Joe, kamu kenapa sih marah-marah terus sama aku? Emangnya aku salah apa sama kamu?”, tanya Mandy dengan marah.
“ Selama kita pacaran, sifat tomboy kamu itu nggak pernah berubah. Aku itu bosan dengan tingkah laku kamu yang seperti cowok.”, jawab Joe dengan emosi.
“ Emang salah kalau aku sifatnya seperti cowok? Kenapa kamu mau sama aku?”, tanya Mandy dengan marah.
“ Salah besar. Aku pikir nanti kamu bisa berubah menjadi cewek yang feminim tetapi sampai sekarang kamu tidak ada perubahan.”, cetus Joe.
Tiba-tiba datang seorang wanita cantik berambut panjang, kulitnya putih dan tinggi. Cewek itu bernama Nathasya yang merupakan pacar Joe Alexander.
“ Hai, Joe. Ngapain kamu dengan cewek itu?”, cetus Nathasya dengan jutek.
“ Kamu lihatkan Dy, dia lebih cantik dan feminim dari kamu. Tipe cewek seperti Nathasya inilah yang aku cari. Bukan seperti kamu.”, cetus Joe dengan merangkul Nathasya.
“ Joe, sebenarnya cewek itu siapa kamu sih? Koq kamu ngerangkul dia sih?”, tanya Mandy penasaran.
“ Nathasya ini adalah cewek yang aku idamankan dari dulu.”, jawab Joe dengan santai.
Mandy pun merasa sedih atas perbuatan Joe kepada dia. Teman-teman Mandy pun tidak bisa berbuat apa-apa, karena Mandy melarang kami untuk ikut campur urusan dia dan Joe.
Waktu di kantin, Mandy dan teman-temannya melihat Joe lagi berduaan dengan Nathasya.
“ Dy, lihat tuh cowok kamu lagi berdua dengan nenek lampir itu?”, seru Mita.
“ Udah nggak usah urusin mereka la. Aku udah pusing dan nggak mau tahu lagi tentang mereka.”, jawab Mandy dengan lesu.
“ Tapi kamu nggak boleh begitu dong. Kamu harus selesaii urusan kamu sama Joe.”, bantah Mita.
“ Iya Dy. Kalau kamu nggak ngambil keputusan mereka pasti tambah senang.”, seru Miko.
Pada saat di rumah, Mandy berpikir apakah ia harus putus dengan Joe atau dia harus membiarkan Joe berpacaran dengan Nathasya. Mandy merasa Joe lebih senang bila dekat dengan Nathasya. Jadi, keputusan Mandy adalah…..
“ Joe, aku mau ngomong sesuatu sama kamu. PENTING!”, cetus Mandy.
“ Ngomong apaan sih?”, tanya Joe kesal.
“ Lebih baik…kita putus aja deh!”, jawab Mandy lesu.
“ Oh, jadi kamu mau kita putus. Pasti kamu udah punya pacar baru kan?”, tanya Joe marah.
“ Aku belum punya pacar baru. Aku cuman…”, jawab Mandy.
“ Ah udah lah, kalau kamu mau putus, putus aja. Aku juga nggak takut kalau putus dengan kamu.”, cetus Joe judes.
Karena cinta monyet antara Mandy dan Joe berakhir, akhirnya Mandy memutuskan untuk meneruskan sekolahnya di luar negri.
Dan dua tahun kemudian, Mandy kembali ke kota asalnya untuk memberi kejutan kepada teman-temannya.
“ Wah, lihat cewek itu siapa ya?”, tanya Mita.
“ Iya, cantik banget ya. Kulitnya putih, berambut panjang, tinggi, feminism lagi.”, jawab Miko sambil melotot.
“ Hey, guys. Lama ya udah nggak ketemu?”, sapa Mandy.
“ Kamu siapa ya? Kami nggak kenal sama kamu.”, tanya Mita.
“ Loh, koq nggak kenal sama aku sih. Aku Mandy Richard teman kalian.”, jawab Mandy heran.
“ Kamu Mandy? Teman kami yang dari SD itu? Yang paling tomboy di sekolah?”, tanya Miko heran.
“ Iya... Teman yang ku sayang.”, jawab Mandy kesal.
“ Gila Dy, kamu cantik banget. Kamu berubah 1800 .”, shock Miko.
“ Kamu jauh lebih cantik dari Nathasya.”, seru Mita.
Nama Nathasya membuat Mandy kesal dan tiba-tiba di kantin sekolah mereka dulu ada gengnya Joe.
“ Eh, Joe. Kabarnya hari ini Mandy pulang dari luar negri. Katanya sih mau kesini.”, seru Marix.
“ Kamu tahu dari siapa?”, tanya Joe penasaran.
“ Wah, udah dua tahun nggak lihat cewek tomboy itu. Ada berubah nggak ya Mandy?”, tanya Nathan bingung.
“ Eh, Joe. Cewek itu siapa ya? Koq cantik banget. Nathasya aja kalah.”, tanya Nathan.
“ Loh koq cewek itu nyamperin Mita sama Miko sih?”, tanya Joe heran.
“ Jangan-jangan itu Mandy. Mukanya aja mirip sama Mandy.”, jawab Marix terkejut.
“ Iya… Iya itu Mandy. Gila cantik banget sekarang dia.”, seru Nathan dengan melihat Mandy.
“ Kita sampirin yuk.”, jawab Marix.
“ Nggak ah…nggak mungkin lah itu Mandy. Dia nggak mungkin sefeminim itu?”, heran Joe.
“ Aku yakin itu Mandy. Kamu lihat aja mereka akrab banget. Nggak mungkin kan kalau cewek itu teman baru nya Mita sama Miko.”, seru Marix.
“ Udah kamu ikut kami aja. Nanti kamu nyesel loh nggak bisa lihat Mandy. Jangan-jangan kamu masih suka ya dengan dia?”, tanya Nathan tertawa.
“ Enak aja. Nggak mungkin lah aku suka sama dia. Aku kan udah punya Nathasya.”, jawab Joe gugup.
Gengnya Joe pun akhirnya menghampiri tempat duduk Mandy, Mita dan Miko. di hati Joe yang paling dalam, ternyata dia masih suka sama Mandy.
“ Hey, Mita sama Miko. Apa kabar?”, Marix basa-basi.
“ Kamu Mandy kan? Kan dulu kamu itu tomboy, suka main basket, dan berkelahi sama Joe?”, tanya Nathan heran.
“ Iya. Aku Mandy Richard. Teman kalian dulu.”, jawab Mandy dengan santai.
Kemudian, gengnya Joe duduk bareng dengan gengnya Mandy. Joe pun duduk di sebelah Mandy. Mereka berdua pun terasa canggung.
“ Eh, kalian berdua koq diam aja sih? Ngomong dong.”, tanya Miko.
“ Dy, apa kabar? Hari ini kamu benar-benar cantik.”, tanya Joe dengan terpesona.
“ Aku baik-baik aja. Bagaimana hubungan kamu sama Nathasya?”, tanya Mandy sewot.
“ Hubungan aku sama Nathasya baik-baik aja koq.”, santai Joe.
“ Eh, teman-teman aku pulang dulu ya. Ada urusan di rumah.”, cetus Mandy sambil berdiri.
“ Tapi, Dy…”, teriak teman-temannya.
Teman-teman Mandy dan Joe pun merasa kalau mereka berdua masih saling suka. Teman-teman Joe tidak suka dengan Nathasya. Jadi, mereka memutuskan untuk mendekatkan Mandy dan Joe sebagai sepasang kekasih.
“ Dy, pergi nonton yuk?”, tanya Mita.
“ Nggak ah. Aku lagi malas nih.”, jawab Mandy dengan lesu.
“ Ayo lah Dy. Masak kamu nggak mau pergi bareng kami lagi sih?”, cetus Mita.
“ Iya deh, aku pergi.”, seru Mandy.
Tiba di bioskop, Mandy melihat disana sudah ada Joe dan teman-temannya.
“ Dy, akhirnya kamu datang juga.”, seru Joe.
Iya, Dy. Joe udah dari tadi nungguin kamu. Dia pikir kamu nggak mau pergi.” Jawab Nathan.
“ Eh, kenapa ada mereka disini. Kalian nggak bilang kalau mereka juga ikut nonton?”, tanya Mandy dengan teman-temannya.
“ Sorry Dy. Bukan kami nggak mau bilang. Tapi kalau kami bilang Joe ikut, kamu pasti nggak mau ikut.”, cetus Miko.
Ya udah sekali ini aja, aku ikut. Lain kali jangan harap aku ikut.” Bantah Mandy.
Mandy dan Joe pun akhirnya sering pergi berdua. Nathasya pun mengetahui hubungan Mandy dan Joe. Nathasya pun menghampiri Mandy ke rumahnya.
“ Eh, kamu apa-apaan ngajak cowok aku pergi?”, cetus Nathasya.
“ Nggak Nat, kamu salah paham.”, jawab Mandy dengan santai.
“ Udah deh. Kamu ini ya nggak usah rebut cowok aku deh. Kami ini udah mau tunangan.”, bantah Nathasya.
“ Eh, Nat. Jaga ya mulut kamu. Aku ini nggak ada maksud untuk ngerebut cowok kamu. Aku juga nggak akan mengganggu pertunangan kalian.”, jawab Mandy dengan marah.
Keesokan harinya, Mandy mengajak Joe dan Nathasya untuk bertemu. Mandy ingin memperjelas masalah antara mereka bertiga.
“ Ngapain kamu ajak kami? Mau ngomong apa kamu?”, tanya Nathasya heran.
“ Iya, Dy. Ada apa? Serius banget sih.”, tanya Joe bingung.
“ Aku cuman mau bilang kalau aku nggak pengen kalian putus atau batal pertunangan gara-gara kedatangan aku. Aku senang koq kalau kalian mau tunangan.”, jawab Mandy dengan sabar.
“ Bukannya kamu masih suka sama Joe?”, cetus Nathasya.
“ Nat, aku suka Joe dalam arti suka sebatas teman nggak lebih. Aku juga udah punya tunangan di luar negri.”, jawab Mandy tertawa.
“ Sorry ya udah nuduh kamu yang nggak benar.”, seru Nathasya.
“ Nggak apa-apa lagi. Kita kan teman.”, seru Mandy dengan leluconnya.
Dan akhirnya, Joe dan Nathasya pun bertunangan. Mandy pun kembali ke luar negri untuk melanjutkan sekolahnya. Dan mereka bertiga pun hidup bahagia bersama pasangan mereka masing-masing.

Keterangan :

Pelaku utama :
1. Mandy sebagai Aku
2. Joe sebagai mantan pacar Mandy, playboy, dan calon tunangan Nathasya
3. Nathasya sebagai calon tunangan Joe

Pelaku sampingan :
1. Mita sebagai temannya Mandy sejak SD
2. Miko sebagai temannya Mandy sejak SD
3. Marix sebagai teman akrabnya Joe
4. Nathan sebagai teman akrabnya Joe

cerpen kelas x.8 mengatakan...

Tetesan Haru Penuh Kasih

Aku Tersentak dalam kegemerlapan malam di Kota Jakarta. Penuh dengan hiru-pikuk seluruh kegiatan yang ada disana. Malam itu adalah malam minggu. Aku dan temanku pergi ke suatu tempat yang begitu asing untukku. Pada saat memasuki ruangan itu, aku begitu pusing melihat lampu-lampu berkelap kelip menyambut kedatanganku. Lalu aku duduk di sofa. Tak berapa lama kemudian, temanku memanggilku “Ren, kita turu yuk !” aku sempat bingung dalam hati “Turun?turun kemana?? Yang ku lihat di sini tidak ada tangga”
“ Hei ayo kita turun! Ayo kita bersenang-senang!” lalu Ia menunjuk orang-orang yang ada di depaaan kami.
“ Enggak ah, aku tidak bisa!” kataku
“ coba saja asyik kok”
Lalu setelah Ia berhasil membujukku, aku mengikutinya turun ke lantai dansa. Semua orang menumpahkan kebahagiaan dan keceriaannya disini. Awalnya aku tidak begitu suka dengan kondisi disini, tetapi lama-kelamaan aku mulai menyesuaikan diri dengan keadaan yang ad disekitarku. Beberapa menit kemudiaan, seorang laki-laki kurus ceking dating enghal\mpiriku, dan ia berkenalan denganku lalu menjabat tanganku. Ketika Ia menjabat tanganku, serasa ada jarum yang menusuk di telapak tanganku. Awalnya aku merasa biasa saja, tapi sesaat kemudian aku menemukan secarik kertas yang bertuliskan “ Selamat bergabung di HA Club “ aku merasa bingung apa itu HA Cli\ub, lalu aku bertanya kepada temanku
“ Sar, apa itu HA Club?”
“ Apa? HA Club? Kamu dapat dari mana kata itu?”
“ Tadi ada yang menjabat tanganku. Setelah itu dia pergi lalu aku menemukan secarik kertas ini di telapak tanganku.”
Ia membaca tulisan di kertas itu., aku sempat terkejut ketika ia tiba-tiba menjerit
“ Pergi kamu dari sini !! jangan pernah dekati aku lagi! Kamu pembawa penyakit kotor, kamu kotor !”
“ Apa yang kamau katakan Sar?”
“ Kamu…..mengidap penyakit Aids, dan sekarang kamu pergi, pergiiiiiiiiii….!”
Aku meraung dalam hati, aku seperti berada di lantai tujuh dan terhempas ke lantai paling bawah yang dipenuhi api yang berkobar-kobar dan menyala-nyala, lalu aku masuk ke dalamnya.”Tidaaaaaaaaak.” Tanpa sadar aku meneriakkan kata itu di tengah keramaian ini, spontan saja semua orang melihat ke arahku, dan selang beberapa detik seorang satpam langsung mendorongku keluar dari tempat itu.
Aku terjatuh di depan tempat yang menghancurkan aku. Saat itu, aku begitu galau, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. Llu aku memutuskan untuk berlari sekencang-kencangnya di tengah kegemerlapan Kota Jakarta ini sampai aku berada didepan suatu tepat yang menenteramkan jiwaku. Dengan perlahan-lahan, aku memasuki ruangan di situ dan mengammbil posisi duduk untuk berdoa didepan Yesus Kristus.
“ Ya Tuhan, mengapa engkau mengujiku dengan cobaan yang tidak dapat ku jalani? Mengapa engkau menjauhkan aku dari satu-satunya teman yang ku milikki? Mengapa engkau memberikan aku penyakit kotor yang sama sekali bukan karena ulahku? Mengapa Tuhan? Mengapa??”
“ Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang umatnya tidak dapat jalani, dan Tuhan tidak akan memberi cobaan tanpa memberi hikah dari cobaan itu,. Kmu bias berkerja disini sebagai pelayan jika kamu mau. Apa kamu bersedia?”
Dengan mata yang berbinar-binar aku berkata “ Tentu saja mau Romo. Saya sangat bersedia.” Lalu aku mengucapkan terima kasih kepada Romo itu dan enanyakan siapa namanya “ Boleh saya tahu siapa nama Romo?”
“ Panggil saja saya Romo Fridus.”
Pada hari ini, untuk pertama kalinya aku akan berkerja di gereja itu. Aku begitu bersemangat menjalani hari ini. Aku bergegas untuk mandi dan memakai baju serapi-rapinya. Lalu aku berjalan keluar Gang rumahku. Diluar Gang rumahku, aku bertemu dengan Sarah. Ketika Ia melihatuku, ia langsung berlari secepat mungkin menghindar dariku, melihatku seperti setan. Hatiku terasa perih sekali. Aku merasa tersuduti ditengah keramaian ini. Aku berjalan lurus menuju gereja tempat aku berkerja sambil berlinangan air mata.
Ketika aku sampai ke Gereja, aku mendengar lirih suara orang yang sedang berdoa.
“ Tuhan, ampunkanlah segala dosaku, atas segala perbuatan keji yang ku perbuat, aku berjanji akan bertaubat dari segala perbuatan hina yang telah ku perbuat. Tuhan aku memohon kepadamu datangkanlah seorang malaikat yang dapat membimbingku menuju jalan yang benar.”
Ia terkejut ketika melihayku telah berdiri di sampingnya.
“ Kmu siapa?” katanya
“ Aku pelayan di gereja ini, maaf tadi aku tidak sengaja mendengar doamu.” Llu aku menyodorkan tanganku “ Namaku Iren, nama kamu siapa?” Ia menjabat tanganku “ Aku Vino” katanya “ Kamu sudah berada di sini sejak kapan?”
“ Aku baru saja disini, tapi aku sudah mendengar doamu dari tadi”
“ berarti kamu sudah mendengar bagaimana pekejaanku yang sadis itu?”
“ Tidak aku hanya mendengar kamu menyebutkan perbuatan yang keji dan hina.” Aku menutup mulutku “ Maaf sku tidak bermaksud untuk menyinggung perasaanmu.”
“ Tidak apa-apa, mungkin sudah seharusnya aku mempercayai rahasia ini kepada orang lain., dan membuka diri untuk orang lain.” Ia berhenti sejenak
“ aku sudah sangat keji kepada orang-orang yang sangat tidak berdaya, aku dan teman-temanku telah merampas seluruh harta yang mereka miliki dan melukai fisik mereka. Sampai pada suatu hari, aku dan teman-temanku pergi merampok ke daerah Pondok Indah, disana kami merampok sebanyak-banyaknya karena orang yang punya rumah sedang tidak ada. Akan tetapi kami salah. Ada seorang satpam yang melihat kami dan menantang kami berkelahi. Maka dari sanalah aku dan teman-temanku tidak sengaja membunuh satpam itu dengan sadisnya. Lalu kami menembunyikan mayatnya dan segera berlari meninggalkan tempat itu. Sejak itulah kami mulai di cari oleh polisi, walaupun tidak ada saksi yang melihatnya. Maka hal itulah yang memberatkan tugas polisi. Kamu mau kan menjaga rahasia ini? Aku mohon jangan beritahu siapa-siapa tentang hal ini. “
“kamu tenang saja, aku bukan tipe orang yang suka membuka rahasia orang lain, mmm…. Mungkin cerita kita hampir sama cuma aku lebih parah karena ceritaku menyangkut kematian diriku sendiri.”
“tentang apa?” Dia bertanya
“kalau aku mengidap penyakit kotor, apakah kamu masih mau berteman dengan aku?”
“maksud kamu?”
Aku menghela nafas sejenak, sebelum menceritkan kepadanya apa yang telah aku alami “aku terkena penyakit HIV/AIDS.”
“apa? Bagaimana bisa?”
Aku ceritakan semua hal yang terjadi padaku sewaktu didiskotik itu.
“memang pada jaman sekaran ini, banyak orang yang tidak ingin dia menderita sendirian. Akhirnya, mereka menjahili orang-orang yang terkena penyakit yang sama dengan mereka.”
“apa kamu tidak jijik melihatku?”
“kenapa harus jijik? Kamu itu manusia, lagian itu juga bukan karena ulah kamu, kamu9 mengidap penyakit itu. Walaupun itu ulah kamu juga, aku tetap akan berteman dengan kamu karena orang yang terkena penyakit itu secara sengaja atau tidak tetap harus ditemani dan bukan dimusuhi. Karena kita bisa memberikan semangat hidup kepada orang itu. “
Aku sungguh kagum dengan Vino karena ia sungguh bijak mengatasi suatu masalah. Apakah karena ia sudah bertobat?
“terima kasih Vino.”
“terima kasih untuk apa?”
“terima kasih karena kamu mau berteman denganku.”
“aku juga berterima kasih karena kamu sudah mau mendengar ceritaku.”
Lalu kami saling melempar seulas senyuman
“nanti mau aku antar pulang?”
“ehm… boleh,” kataku
“aku tunggu disini yah!!!!!”
Aku hanya mengangguk sambil pergi untuk bekerja.
Akhirnya tugas-tugasku seleai juga. Lalu aku beranjak pergi menuju tempat Vino menunggu.
“hai,” aku menyapanya
“hai juga, mau pulang sekarang atau kita makan dulu?”
“langsung pulang saja, soalya aku mau memasak di rumah, nanti kamu cobain masakanku yah!”
“enak tidak?”
“pasti, soalnya aku koki handal di seluruh Indonesia!”
Lalu kami beranjak pergi menuju rumahku. Di jalan, kami tertawa- tawa sampai pada gang rumahku. Aku begitu terkejut karena orang-orang mengepung aku dan Vino, sambil meneriakkan.
“pergi kamu dari sini, kamu kotor.”
Mereka melempari aku dan Vino dengan sampah.
“tolong jelaskan ada apa ini?” kataku
“kamu itu kotor, kamu tidak pantas berada di kampung ini” kata salah seorang ibu yang berkoak-koak.
Kotor? Apa maksudnya karena aku mengidap penyakid AIDS? Samar-samar aku melihat Sarah dari kejauhan. Sarah, ya pasti semua ini adalah ulahnya.
“bukan salah dia, terkena penyakit itu.”
“apa? Bukan salah dia katamu, jelas-jelas dia itu adalah pelacur, untung saja dia tidak hamil. Mungkin kalau dia hamil, akan merusak citra baik kampung ini.”
Citra baik? Apa aku tidak salah dengar? Jelas- jelas ibu-ibu di sini tukang gosip dan bapak-bapaknya tukang judi.
Mereka masih melempari kami, tetapi aku merasa ada yang berbeda. Aku merasa terlindungi, aku merasa didekapan….. dekapan Vino.
“tolong beri dia waktu, besok pagi dia sudah meninggalkan kampung ini.” Ujar Vino
“baiklah, kami akan memberi dia waktu sampai besok pagi. Tetapi, bila dia besok tak kunjung pergi maka tamatlah riwayatnya!” ujar bapak itu
Semua orang pergi meninggalkanku termasuk Sarah.
“terima kasih.” Kataku pada Vino
“tidak apa-apa. Bukannya sesama teman harus saling tolong-menolong. Oh ya, besok pagi aku tunggu kamu di depan gang.”
“kamu mau mencarikan tempat untukku?”
“ya, rumah di sebelah rumahku dikontrakkan.”
“ oh ya? Terima kasih. Apakah kamu mau masuk dulu?”
“tidak usah, lagian aku harus pulang.”
“tapi. Tadi kamu janji untuk mencicipi masakanku.”
“lain kali saja, soalnya aku baru ingat ada pekerjaan yang harus kuselesaikan.”
Aku memasuki rumah.
“ aku beruntung punya teman seperti Vino.”
Keesokan harinya, aku mulai berkemas-kemas memasukan semua barang yang diperlukan. Aku begitu sedih dengan kehidupanku sekarang ini yang begitu hancur. Kenapa Tuhan tidak mengambil nyawaku saja? Selesai berkemas-kemas, aku mengunci pintu rumah ini, dan menyerahkan kuncinya ke pemilik kontrakan.
Aku baru ingat kalau hari ini adalah hari paskah. Aku berniat untuk kegereja pagi ini dan merayakan paskah di gereja.
Sesampainya di depan gang sayup-sayup aku mendengar orang yang sedang beradu mulut.
“aku tidak mau mengikuti jejak kalian lagi, aku tidak mau ikut kalian.”
“kamu harus ikut kami, kamu tinggal pilih ikut kami atau mati?”
“lebih baik aku ma….!”
Aku segera berdiri didepan Vino dan….. peluru itu menancap di dadaku.
“iren…. Iren…..!”
Vino mengguncang-guncang tubuhku sambil menyebut namaku. Aku merasa da…. Da ku se…. sak…. Se…. kali…
“te… ri…. Ma… ka… sih…”
Kata terakhirku untuk Vino
Vino
Pada pemakaman itu, tidak banyak juga orang yang mengunjunginya, bahkan ibunya pun tidak mengetahui bahwa Iren telah meninggal dunia. Akan tetapi, rintihan hujan dan burung-burung pun berkicauan mengiringi kepergian Iren. Setelah pemakaman ini, aku berjanji akan menyerahkan diriku sendiri kepolisi.

cerpen kelas x.8 mengatakan...

Tetesan Haru Penuh Kasih

Aku Tersentak dalam kegemerlapan malam di Kota Jakarta. Penuh dengan hiru-pikuk seluruh kegiatan yang ada disana. Malam itu adalah malam minggu. Aku dan temanku pergi ke suatu tempat yang begitu asing untukku. Pada saat memasuki ruangan itu, aku begitu pusing melihat lampu-lampu berkelap kelip menyambut kedatanganku. Lalu aku duduk di sofa. Tak berapa lama kemudian, temanku memanggilku “Ren, kita turu yuk !” aku sempat bingung dalam hati “Turun?turun kemana?? Yang ku lihat di sini tidak ada tangga”
“ Hei ayo kita turun! Ayo kita bersenang-senang!” lalu Ia menunjuk orang-orang yang ada di depaaan kami.
“ Enggak ah, aku tidak bisa!” kataku
“ coba saja asyik kok”
Lalu setelah Ia berhasil membujukku, aku mengikutinya turun ke lantai dansa. Semua orang menumpahkan kebahagiaan dan keceriaannya disini. Awalnya aku tidak begitu suka dengan kondisi disini, tetapi lama-kelamaan aku mulai menyesuaikan diri dengan keadaan yang ad disekitarku. Beberapa menit kemudiaan, seorang laki-laki kurus ceking dating enghal\mpiriku, dan ia berkenalan denganku lalu menjabat tanganku. Ketika Ia menjabat tanganku, serasa ada jarum yang menusuk di telapak tanganku. Awalnya aku merasa biasa saja, tapi sesaat kemudian aku menemukan secarik kertas yang bertuliskan “ Selamat bergabung di HA Club “ aku merasa bingung apa itu HA Cli\ub, lalu aku bertanya kepada temanku
“ Sar, apa itu HA Club?”
“ Apa? HA Club? Kamu dapat dari mana kata itu?”
“ Tadi ada yang menjabat tanganku. Setelah itu dia pergi lalu aku menemukan secarik kertas ini di telapak tanganku.”
Ia membaca tulisan di kertas itu., aku sempat terkejut ketika ia tiba-tiba menjerit
“ Pergi kamu dari sini !! jangan pernah dekati aku lagi! Kamu pembawa penyakit kotor, kamu kotor !”
“ Apa yang kamau katakan Sar?”
“ Kamu…..mengidap penyakit Aids, dan sekarang kamu pergi, pergiiiiiiiiii….!”
Aku meraung dalam hati, aku seperti berada di lantai tujuh dan terhempas ke lantai paling bawah yang dipenuhi api yang berkobar-kobar dan menyala-nyala, lalu aku masuk ke dalamnya.”Tidaaaaaaaaak.” Tanpa sadar aku meneriakkan kata itu di tengah keramaian ini, spontan saja semua orang melihat ke arahku, dan selang beberapa detik seorang satpam langsung mendorongku keluar dari tempat itu.
Aku terjatuh di depan tempat yang menghancurkan aku. Saat itu, aku begitu galau, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. Llu aku memutuskan untuk berlari sekencang-kencangnya di tengah kegemerlapan Kota Jakarta ini sampai aku berada didepan suatu tepat yang menenteramkan jiwaku. Dengan perlahan-lahan, aku memasuki ruangan di situ dan mengammbil posisi duduk untuk berdoa didepan Yesus Kristus.
“ Ya Tuhan, mengapa engkau mengujiku dengan cobaan yang tidak dapat ku jalani? Mengapa engkau menjauhkan aku dari satu-satunya teman yang ku milikki? Mengapa engkau memberikan aku penyakit kotor yang sama sekali bukan karena ulahku? Mengapa Tuhan? Mengapa??”
“ Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang umatnya tidak dapat jalani, dan Tuhan tidak akan memberi cobaan tanpa memberi hikah dari cobaan itu,. Kmu bias berkerja disini sebagai pelayan jika kamu mau. Apa kamu bersedia?”
Dengan mata yang berbinar-binar aku berkata “ Tentu saja mau Romo. Saya sangat bersedia.” Lalu aku mengucapkan terima kasih kepada Romo itu dan enanyakan siapa namanya “ Boleh saya tahu siapa nama Romo?”
“ Panggil saja saya Romo Fridus.”
Pada hari ini, untuk pertama kalinya aku akan berkerja di gereja itu. Aku begitu bersemangat menjalani hari ini. Aku bergegas untuk mandi dan memakai baju serapi-rapinya. Lalu aku berjalan keluar Gang rumahku. Diluar Gang rumahku, aku bertemu dengan Sarah. Ketika Ia melihatuku, ia langsung berlari secepat mungkin menghindar dariku, melihatku seperti setan. Hatiku terasa perih sekali. Aku merasa tersuduti ditengah keramaian ini. Aku berjalan lurus menuju gereja tempat aku berkerja sambil berlinangan air mata.
Ketika aku sampai ke Gereja, aku mendengar lirih suara orang yang sedang berdoa.
“ Tuhan, ampunkanlah segala dosaku, atas segala perbuatan keji yang ku perbuat, aku berjanji akan bertaubat dari segala perbuatan hina yang telah ku perbuat. Tuhan aku memohon kepadamu datangkanlah seorang malaikat yang dapat membimbingku menuju jalan yang benar.”
Ia terkejut ketika melihayku telah berdiri di sampingnya.
“ Kmu siapa?” katanya
“ Aku pelayan di gereja ini, maaf tadi aku tidak sengaja mendengar doamu.” Llu aku menyodorkan tanganku “ Namaku Iren, nama kamu siapa?” Ia menjabat tanganku “ Aku Vino” katanya “ Kamu sudah berada di sini sejak kapan?”
“ Aku baru saja disini, tapi aku sudah mendengar doamu dari tadi”
“ berarti kamu sudah mendengar bagaimana pekejaanku yang sadis itu?”
“ Tidak aku hanya mendengar kamu menyebutkan perbuatan yang keji dan hina.” Aku menutup mulutku “ Maaf sku tidak bermaksud untuk menyinggung perasaanmu.”
“ Tidak apa-apa, mungkin sudah seharusnya aku mempercayai rahasia ini kepada orang lain., dan membuka diri untuk orang lain.” Ia berhenti sejenak
“ aku sudah sangat keji kepada orang-orang yang sangat tidak berdaya, aku dan teman-temanku telah merampas seluruh harta yang mereka miliki dan melukai fisik mereka. Sampai pada suatu hari, aku dan teman-temanku pergi merampok ke daerah Pondok Indah, disana kami merampok sebanyak-banyaknya karena orang yang punya rumah sedang tidak ada. Akan tetapi kami salah. Ada seorang satpam yang melihat kami dan menantang kami berkelahi. Maka dari sanalah aku dan teman-temanku tidak sengaja membunuh satpam itu dengan sadisnya. Lalu kami menembunyikan mayatnya dan segera berlari meninggalkan tempat itu. Sejak itulah kami mulai di cari oleh polisi, walaupun tidak ada saksi yang melihatnya. Maka hal itulah yang memberatkan tugas polisi. Kamu mau kan menjaga rahasia ini? Aku mohon jangan beritahu siapa-siapa tentang hal ini. “
“kamu tenang saja, aku bukan tipe orang yang suka membuka rahasia orang lain, mmm…. Mungkin cerita kita hampir sama cuma aku lebih parah karena ceritaku menyangkut kematian diriku sendiri.”
“tentang apa?” Dia bertanya
“kalau aku mengidap penyakit kotor, apakah kamu masih mau berteman dengan aku?”
“maksud kamu?”
Aku menghela nafas sejenak, sebelum menceritkan kepadanya apa yang telah aku alami “aku terkena penyakit HIV/AIDS.”
“apa? Bagaimana bisa?”
Aku ceritakan semua hal yang terjadi padaku sewaktu didiskotik itu.
“memang pada jaman sekaran ini, banyak orang yang tidak ingin dia menderita sendirian. Akhirnya, mereka menjahili orang-orang yang terkena penyakit yang sama dengan mereka.”
“apa kamu tidak jijik melihatku?”
“kenapa harus jijik? Kamu itu manusia, lagian itu juga bukan karena ulah kamu, kamu9 mengidap penyakit itu. Walaupun itu ulah kamu juga, aku tetap akan berteman dengan kamu karena orang yang terkena penyakit itu secara sengaja atau tidak tetap harus ditemani dan bukan dimusuhi. Karena kita bisa memberikan semangat hidup kepada orang itu. “
Aku sungguh kagum dengan Vino karena ia sungguh bijak mengatasi suatu masalah. Apakah karena ia sudah bertobat?
“terima kasih Vino.”
“terima kasih untuk apa?”
“terima kasih karena kamu mau berteman denganku.”
“aku juga berterima kasih karena kamu sudah mau mendengar ceritaku.”
Lalu kami saling melempar seulas senyuman
“nanti mau aku antar pulang?”
“ehm… boleh,” kataku
“aku tunggu disini yah!!!!!”
Aku hanya mengangguk sambil pergi untuk bekerja.
Akhirnya tugas-tugasku seleai juga. Lalu aku beranjak pergi menuju tempat Vino menunggu.
“hai,” aku menyapanya
“hai juga, mau pulang sekarang atau kita makan dulu?”
“langsung pulang saja, soalya aku mau memasak di rumah, nanti kamu cobain masakanku yah!”
“enak tidak?”
“pasti, soalnya aku koki handal di seluruh Indonesia!”
Lalu kami beranjak pergi menuju rumahku. Di jalan, kami tertawa- tawa sampai pada gang rumahku. Aku begitu terkejut karena orang-orang mengepung aku dan Vino, sambil meneriakkan.
“pergi kamu dari sini, kamu kotor.”
Mereka melempari aku dan Vino dengan sampah.
“tolong jelaskan ada apa ini?” kataku
“kamu itu kotor, kamu tidak pantas berada di kampung ini” kata salah seorang ibu yang berkoak-koak.
Kotor? Apa maksudnya karena aku mengidap penyakid AIDS? Samar-samar aku melihat Sarah dari kejauhan. Sarah, ya pasti semua ini adalah ulahnya.
“bukan salah dia, terkena penyakit itu.”
“apa? Bukan salah dia katamu, jelas-jelas dia itu adalah pelacur, untung saja dia tidak hamil. Mungkin kalau dia hamil, akan merusak citra baik kampung ini.”
Citra baik? Apa aku tidak salah dengar? Jelas- jelas ibu-ibu di sini tukang gosip dan bapak-bapaknya tukang judi.
Mereka masih melempari kami, tetapi aku merasa ada yang berbeda. Aku merasa terlindungi, aku merasa didekapan….. dekapan Vino.
“tolong beri dia waktu, besok pagi dia sudah meninggalkan kampung ini.” Ujar Vino
“baiklah, kami akan memberi dia waktu sampai besok pagi. Tetapi, bila dia besok tak kunjung pergi maka tamatlah riwayatnya!” ujar bapak itu
Semua orang pergi meninggalkanku termasuk Sarah.
“terima kasih.” Kataku pada Vino
“tidak apa-apa. Bukannya sesama teman harus saling tolong-menolong. Oh ya, besok pagi aku tunggu kamu di depan gang.”
“kamu mau mencarikan tempat untukku?”
“ya, rumah di sebelah rumahku dikontrakkan.”
“ oh ya? Terima kasih. Apakah kamu mau masuk dulu?”
“tidak usah, lagian aku harus pulang.”
“tapi. Tadi kamu janji untuk mencicipi masakanku.”
“lain kali saja, soalnya aku baru ingat ada pekerjaan yang harus kuselesaikan.”
Aku memasuki rumah.
“ aku beruntung punya teman seperti Vino.”
Keesokan harinya, aku mulai berkemas-kemas memasukan semua barang yang diperlukan. Aku begitu sedih dengan kehidupanku sekarang ini yang begitu hancur. Kenapa Tuhan tidak mengambil nyawaku saja? Selesai berkemas-kemas, aku mengunci pintu rumah ini, dan menyerahkan kuncinya ke pemilik kontrakan.
Aku baru ingat kalau hari ini adalah hari paskah. Aku berniat untuk kegereja pagi ini dan merayakan paskah di gereja.
Sesampainya di depan gang sayup-sayup aku mendengar orang yang sedang beradu mulut.
“aku tidak mau mengikuti jejak kalian lagi, aku tidak mau ikut kalian.”
“kamu harus ikut kami, kamu tinggal pilih ikut kami atau mati?”
“lebih baik aku ma….!”
Aku segera berdiri didepan Vino dan….. peluru itu menancap di dadaku.
“iren…. Iren…..!”
Vino mengguncang-guncang tubuhku sambil menyebut namaku. Aku merasa da…. Da ku se…. sak…. Se…. kali…
“te… ri…. Ma… ka… sih…”
Kata terakhirku untuk Vino
Vino
Pada pemakaman itu, tidak banyak juga orang yang mengunjunginya, bahkan ibunya pun tidak mengetahui bahwa Iren telah meninggal dunia. Akan tetapi, rintihan hujan dan burung-burung pun berkicauan mengiringi kepergian Iren. Setelah pemakaman ini, aku berjanji akan menyerahkan diriku sendiri kepolisi.

cerpen kelas x.8 mengatakan...

Tetesan Haru Penuh Kasih

Aku Tersentak dalam kegemerlapan malam di Kota Jakarta. Penuh dengan hiru-pikuk seluruh kegiatan yang ada disana. Malam itu adalah malam minggu. Aku dan temanku pergi ke suatu tempat yang begitu asing untukku. Pada saat memasuki ruangan itu, aku begitu pusing melihat lampu-lampu berkelap kelip menyambut kedatanganku. Lalu aku duduk di sofa. Tak berapa lama kemudian, temanku memanggilku “Ren, kita turu yuk !” aku sempat bingung dalam hati “Turun?turun kemana?? Yang ku lihat di sini tidak ada tangga”
“ Hei ayo kita turun! Ayo kita bersenang-senang!” lalu Ia menunjuk orang-orang yang ada di depaaan kami.
“ Enggak ah, aku tidak bisa!” kataku
“ coba saja asyik kok”
Lalu setelah Ia berhasil membujukku, aku mengikutinya turun ke lantai dansa. Semua orang menumpahkan kebahagiaan dan keceriaannya disini. Awalnya aku tidak begitu suka dengan kondisi disini, tetapi lama-kelamaan aku mulai menyesuaikan diri dengan keadaan yang ad disekitarku. Beberapa menit kemudiaan, seorang laki-laki kurus ceking dating enghal\mpiriku, dan ia berkenalan denganku lalu menjabat tanganku. Ketika Ia menjabat tanganku, serasa ada jarum yang menusuk di telapak tanganku. Awalnya aku merasa biasa saja, tapi sesaat kemudian aku menemukan secarik kertas yang bertuliskan “ Selamat bergabung di HA Club “ aku merasa bingung apa itu HA Cli\ub, lalu aku bertanya kepada temanku
“ Sar, apa itu HA Club?”
“ Apa? HA Club? Kamu dapat dari mana kata itu?”
“ Tadi ada yang menjabat tanganku. Setelah itu dia pergi lalu aku menemukan secarik kertas ini di telapak tanganku.”
Ia membaca tulisan di kertas itu., aku sempat terkejut ketika ia tiba-tiba menjerit
“ Pergi kamu dari sini !! jangan pernah dekati aku lagi! Kamu pembawa penyakit kotor, kamu kotor !”
“ Apa yang kamau katakan Sar?”
“ Kamu…..mengidap penyakit Aids, dan sekarang kamu pergi, pergiiiiiiiiii….!”
Aku meraung dalam hati, aku seperti berada di lantai tujuh dan terhempas ke lantai paling bawah yang dipenuhi api yang berkobar-kobar dan menyala-nyala, lalu aku masuk ke dalamnya.”Tidaaaaaaaaak.” Tanpa sadar aku meneriakkan kata itu di tengah keramaian ini, spontan saja semua orang melihat ke arahku, dan selang beberapa detik seorang satpam langsung mendorongku keluar dari tempat itu.
Aku terjatuh di depan tempat yang menghancurkan aku. Saat itu, aku begitu galau, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. Llu aku memutuskan untuk berlari sekencang-kencangnya di tengah kegemerlapan Kota Jakarta ini sampai aku berada didepan suatu tepat yang menenteramkan jiwaku. Dengan perlahan-lahan, aku memasuki ruangan di situ dan mengammbil posisi duduk untuk berdoa didepan Yesus Kristus.
“ Ya Tuhan, mengapa engkau mengujiku dengan cobaan yang tidak dapat ku jalani? Mengapa engkau menjauhkan aku dari satu-satunya teman yang ku milikki? Mengapa engkau memberikan aku penyakit kotor yang sama sekali bukan karena ulahku? Mengapa Tuhan? Mengapa??”
“ Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang umatnya tidak dapat jalani, dan Tuhan tidak akan memberi cobaan tanpa memberi hikah dari cobaan itu,. Kmu bias berkerja disini sebagai pelayan jika kamu mau. Apa kamu bersedia?”
Dengan mata yang berbinar-binar aku berkata “ Tentu saja mau Romo. Saya sangat bersedia.” Lalu aku mengucapkan terima kasih kepada Romo itu dan enanyakan siapa namanya “ Boleh saya tahu siapa nama Romo?”
“ Panggil saja saya Romo Fridus.”
Pada hari ini, untuk pertama kalinya aku akan berkerja di gereja itu. Aku begitu bersemangat menjalani hari ini. Aku bergegas untuk mandi dan memakai baju serapi-rapinya. Lalu aku berjalan keluar Gang rumahku. Diluar Gang rumahku, aku bertemu dengan Sarah. Ketika Ia melihatuku, ia langsung berlari secepat mungkin menghindar dariku, melihatku seperti setan. Hatiku terasa perih sekali. Aku merasa tersuduti ditengah keramaian ini. Aku berjalan lurus menuju gereja tempat aku berkerja sambil berlinangan air mata.
Ketika aku sampai ke Gereja, aku mendengar lirih suara orang yang sedang berdoa.
“ Tuhan, ampunkanlah segala dosaku, atas segala perbuatan keji yang ku perbuat, aku berjanji akan bertaubat dari segala perbuatan hina yang telah ku perbuat. Tuhan aku memohon kepadamu datangkanlah seorang malaikat yang dapat membimbingku menuju jalan yang benar.”
Ia terkejut ketika melihayku telah berdiri di sampingnya.
“ Kmu siapa?” katanya
“ Aku pelayan di gereja ini, maaf tadi aku tidak sengaja mendengar doamu.” Llu aku menyodorkan tanganku “ Namaku Iren, nama kamu siapa?” Ia menjabat tanganku “ Aku Vino” katanya “ Kamu sudah berada di sini sejak kapan?”
“ Aku baru saja disini, tapi aku sudah mendengar doamu dari tadi”
“ berarti kamu sudah mendengar bagaimana pekejaanku yang sadis itu?”
“ Tidak aku hanya mendengar kamu menyebutkan perbuatan yang keji dan hina.” Aku menutup mulutku “ Maaf sku tidak bermaksud untuk menyinggung perasaanmu.”
“ Tidak apa-apa, mungkin sudah seharusnya aku mempercayai rahasia ini kepada orang lain., dan membuka diri untuk orang lain.” Ia berhenti sejenak
“ aku sudah sangat keji kepada orang-orang yang sangat tidak berdaya, aku dan teman-temanku telah merampas seluruh harta yang mereka miliki dan melukai fisik mereka. Sampai pada suatu hari, aku dan teman-temanku pergi merampok ke daerah Pondok Indah, disana kami merampok sebanyak-banyaknya karena orang yang punya rumah sedang tidak ada. Akan tetapi kami salah. Ada seorang satpam yang melihat kami dan menantang kami berkelahi. Maka dari sanalah aku dan teman-temanku tidak sengaja membunuh satpam itu dengan sadisnya. Lalu kami menembunyikan mayatnya dan segera berlari meninggalkan tempat itu. Sejak itulah kami mulai di cari oleh polisi, walaupun tidak ada saksi yang melihatnya. Maka hal itulah yang memberatkan tugas polisi. Kamu mau kan menjaga rahasia ini? Aku mohon jangan beritahu siapa-siapa tentang hal ini. “
“kamu tenang saja, aku bukan tipe orang yang suka membuka rahasia orang lain, mmm…. Mungkin cerita kita hampir sama cuma aku lebih parah karena ceritaku menyangkut kematian diriku sendiri.”
“tentang apa?” Dia bertanya
“kalau aku mengidap penyakit kotor, apakah kamu masih mau berteman dengan aku?”
“maksud kamu?”
Aku menghela nafas sejenak, sebelum menceritkan kepadanya apa yang telah aku alami “aku terkena penyakit HIV/AIDS.”
“apa? Bagaimana bisa?”
Aku ceritakan semua hal yang terjadi padaku sewaktu didiskotik itu.
“memang pada jaman sekaran ini, banyak orang yang tidak ingin dia menderita sendirian. Akhirnya, mereka menjahili orang-orang yang terkena penyakit yang sama dengan mereka.”
“apa kamu tidak jijik melihatku?”
“kenapa harus jijik? Kamu itu manusia, lagian itu juga bukan karena ulah kamu, kamu9 mengidap penyakit itu. Walaupun itu ulah kamu juga, aku tetap akan berteman dengan kamu karena orang yang terkena penyakit itu secara sengaja atau tidak tetap harus ditemani dan bukan dimusuhi. Karena kita bisa memberikan semangat hidup kepada orang itu. “
Aku sungguh kagum dengan Vino karena ia sungguh bijak mengatasi suatu masalah. Apakah karena ia sudah bertobat?
“terima kasih Vino.”
“terima kasih untuk apa?”
“terima kasih karena kamu mau berteman denganku.”
“aku juga berterima kasih karena kamu sudah mau mendengar ceritaku.”
Lalu kami saling melempar seulas senyuman
“nanti mau aku antar pulang?”
“ehm… boleh,” kataku
“aku tunggu disini yah!!!!!”
Aku hanya mengangguk sambil pergi untuk bekerja.
Akhirnya tugas-tugasku seleai juga. Lalu aku beranjak pergi menuju tempat Vino menunggu.
“hai,” aku menyapanya
“hai juga, mau pulang sekarang atau kita makan dulu?”
“langsung pulang saja, soalya aku mau memasak di rumah, nanti kamu cobain masakanku yah!”
“enak tidak?”
“pasti, soalnya aku koki handal di seluruh Indonesia!”
Lalu kami beranjak pergi menuju rumahku. Di jalan, kami tertawa- tawa sampai pada gang rumahku. Aku begitu terkejut karena orang-orang mengepung aku dan Vino, sambil meneriakkan.
“pergi kamu dari sini, kamu kotor.”
Mereka melempari aku dan Vino dengan sampah.
“tolong jelaskan ada apa ini?” kataku
“kamu itu kotor, kamu tidak pantas berada di kampung ini” kata salah seorang ibu yang berkoak-koak.
Kotor? Apa maksudnya karena aku mengidap penyakid AIDS? Samar-samar aku melihat Sarah dari kejauhan. Sarah, ya pasti semua ini adalah ulahnya.
“bukan salah dia, terkena penyakit itu.”
“apa? Bukan salah dia katamu, jelas-jelas dia itu adalah pelacur, untung saja dia tidak hamil. Mungkin kalau dia hamil, akan merusak citra baik kampung ini.”
Citra baik? Apa aku tidak salah dengar? Jelas- jelas ibu-ibu di sini tukang gosip dan bapak-bapaknya tukang judi.
Mereka masih melempari kami, tetapi aku merasa ada yang berbeda. Aku merasa terlindungi, aku merasa didekapan….. dekapan Vino.
“tolong beri dia waktu, besok pagi dia sudah meninggalkan kampung ini.” Ujar Vino
“baiklah, kami akan memberi dia waktu sampai besok pagi. Tetapi, bila dia besok tak kunjung pergi maka tamatlah riwayatnya!” ujar bapak itu
Semua orang pergi meninggalkanku termasuk Sarah.
“terima kasih.” Kataku pada Vino
“tidak apa-apa. Bukannya sesama teman harus saling tolong-menolong. Oh ya, besok pagi aku tunggu kamu di depan gang.”
“kamu mau mencarikan tempat untukku?”
“ya, rumah di sebelah rumahku dikontrakkan.”
“ oh ya? Terima kasih. Apakah kamu mau masuk dulu?”
“tidak usah, lagian aku harus pulang.”
“tapi. Tadi kamu janji untuk mencicipi masakanku.”
“lain kali saja, soalnya aku baru ingat ada pekerjaan yang harus kuselesaikan.”
Aku memasuki rumah.
“ aku beruntung punya teman seperti Vino.”
Keesokan harinya, aku mulai berkemas-kemas memasukan semua barang yang diperlukan. Aku begitu sedih dengan kehidupanku sekarang ini yang begitu hancur. Kenapa Tuhan tidak mengambil nyawaku saja? Selesai berkemas-kemas, aku mengunci pintu rumah ini, dan menyerahkan kuncinya ke pemilik kontrakan.
Aku baru ingat kalau hari ini adalah hari paskah. Aku berniat untuk kegereja pagi ini dan merayakan paskah di gereja.
Sesampainya di depan gang sayup-sayup aku mendengar orang yang sedang beradu mulut.
“aku tidak mau mengikuti jejak kalian lagi, aku tidak mau ikut kalian.”
“kamu harus ikut kami, kamu tinggal pilih ikut kami atau mati?”
“lebih baik aku ma….!”
Aku segera berdiri didepan Vino dan….. peluru itu menancap di dadaku.
“iren…. Iren…..!”
Vino mengguncang-guncang tubuhku sambil menyebut namaku. Aku merasa da…. Da ku se…. sak…. Se…. kali…
“te… ri…. Ma… ka… sih…”
Kata terakhirku untuk Vino
Vino
Pada pemakaman itu, tidak banyak juga orang yang mengunjunginya, bahkan ibunya pun tidak mengetahui bahwa Iren telah meninggal dunia. Akan tetapi, rintihan hujan dan burung-burung pun berkicauan mengiringi kepergian Iren. Setelah pemakaman ini, aku berjanji akan menyerahkan diriku sendiri kepolisi.

cerpen kelas x.8 mengatakan...

Topik : Kepedulian sosial
Karya : Siti Amira Anggraini / 39

Tetesan Haru Penuh Kasih

Aku Tersentak dalam kegemerlapan malam di Kota Jakarta. Penuh dengan hiru-pikuk seluruh kegiatan yang ada disana. Malam itu adalah malam minggu. Aku dan temanku pergi ke suatu tempat yang begitu asing untukku. Pada saat memasuki ruangan itu, aku begitu pusing melihat lampu-lampu berkelap kelip menyambut kedatanganku. Lalu aku duduk di sofa. Tak berapa lama kemudian, temanku memanggilku “Ren, kita turu yuk !” aku sempat bingung dalam hati “Turun?turun kemana?? Yang ku lihat di sini tidak ada tangga”
“ Hei ayo kita turun! Ayo kita bersenang-senang!” lalu Ia menunjuk orang-orang yang ada di depaaan kami.
“ Enggak ah, aku tidak bisa!” kataku
“ coba saja asyik kok”
Lalu setelah Ia berhasil membujukku, aku mengikutinya turun ke lantai dansa. Semua orang menumpahkan kebahagiaan dan keceriaannya disini. Awalnya aku tidak begitu suka dengan kondisi disini, tetapi lama-kelamaan aku mulai menyesuaikan diri dengan keadaan yang ad disekitarku. Beberapa menit kemudiaan, seorang laki-laki kurus ceking dating enghal\mpiriku, dan ia berkenalan denganku lalu menjabat tanganku. Ketika Ia menjabat tanganku, serasa ada jarum yang menusuk di telapak tanganku. Awalnya aku merasa biasa saja, tapi sesaat kemudian aku menemukan secarik kertas yang bertuliskan “ Selamat bergabung di HA Club “ aku merasa bingung apa itu HA Cli\ub, lalu aku bertanya kepada temanku
“ Sar, apa itu HA Club?”
“ Apa? HA Club? Kamu dapat dari mana kata itu?”
“ Tadi ada yang menjabat tanganku. Setelah itu dia pergi lalu aku menemukan secarik kertas ini di telapak tanganku.”
Ia membaca tulisan di kertas itu., aku sempat terkejut ketika ia tiba-tiba menjerit
“ Pergi kamu dari sini !! jangan pernah dekati aku lagi! Kamu pembawa penyakit kotor, kamu kotor !”
“ Apa yang kamau katakan Sar?”
“ Kamu…..mengidap penyakit Aids, dan sekarang kamu pergi, pergiiiiiiiiii….!”
Aku meraung dalam hati, aku seperti berada di lantai tujuh dan terhempas ke lantai paling bawah yang dipenuhi api yang berkobar-kobar dan menyala-nyala, lalu aku masuk ke dalamnya.”Tidaaaaaaaaak.” Tanpa sadar aku meneriakkan kata itu di tengah keramaian ini, spontan saja semua orang melihat ke arahku, dan selang beberapa detik seorang satpam langsung mendorongku keluar dari tempat itu.
Aku terjatuh di depan tempat yang menghancurkan aku. Saat itu, aku begitu galau, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. Llu aku memutuskan untuk berlari sekencang-kencangnya di tengah kegemerlapan Kota Jakarta ini sampai aku berada didepan suatu tepat yang menenteramkan jiwaku. Dengan perlahan-lahan, aku memasuki ruangan di situ dan mengammbil posisi duduk untuk berdoa didepan Yesus Kristus.
“ Ya Tuhan, mengapa engkau mengujiku dengan cobaan yang tidak dapat ku jalani? Mengapa engkau menjauhkan aku dari satu-satunya teman yang ku milikki? Mengapa engkau memberikan aku penyakit kotor yang sama sekali bukan karena ulahku? Mengapa Tuhan? Mengapa??”
“ Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang umatnya tidak dapat jalani, dan Tuhan tidak akan memberi cobaan tanpa memberi hikah dari cobaan itu,. Kmu bias berkerja disini sebagai pelayan jika kamu mau. Apa kamu bersedia?”
Dengan mata yang berbinar-binar aku berkata “ Tentu saja mau Romo. Saya sangat bersedia.” Lalu aku mengucapkan terima kasih kepada Romo itu dan enanyakan siapa namanya “ Boleh saya tahu siapa nama Romo?”
“ Panggil saja saya Romo Fridus.”
Pada hari ini, untuk pertama kalinya aku akan berkerja di gereja itu. Aku begitu bersemangat menjalani hari ini. Aku bergegas untuk mandi dan memakai baju serapi-rapinya. Lalu aku berjalan keluar Gang rumahku. Diluar Gang rumahku, aku bertemu dengan Sarah. Ketika Ia melihatuku, ia langsung berlari secepat mungkin menghindar dariku, melihatku seperti setan. Hatiku terasa perih sekali. Aku merasa tersuduti ditengah keramaian ini. Aku berjalan lurus menuju gereja tempat aku berkerja sambil berlinangan air mata.
Ketika aku sampai ke Gereja, aku mendengar lirih suara orang yang sedang berdoa.
“ Tuhan, ampunkanlah segala dosaku, atas segala perbuatan keji yang ku perbuat, aku berjanji akan bertaubat dari segala perbuatan hina yang telah ku perbuat. Tuhan aku memohon kepadamu datangkanlah seorang malaikat yang dapat membimbingku menuju jalan yang benar.”
Ia terkejut ketika melihayku telah berdiri di sampingnya.
“ Kmu siapa?” katanya
“ Aku pelayan di gereja ini, maaf tadi aku tidak sengaja mendengar doamu.” Llu aku menyodorkan tanganku “ Namaku Iren, nama kamu siapa?” Ia menjabat tanganku “ Aku Vino” katanya “ Kamu sudah berada di sini sejak kapan?”
“ Aku baru saja disini, tapi aku sudah mendengar doamu dari tadi”
“ berarti kamu sudah mendengar bagaimana pekejaanku yang sadis itu?”
“ Tidak aku hanya mendengar kamu menyebutkan perbuatan yang keji dan hina.” Aku menutup mulutku “ Maaf sku tidak bermaksud untuk menyinggung perasaanmu.”
“ Tidak apa-apa, mungkin sudah seharusnya aku mempercayai rahasia ini kepada orang lain., dan membuka diri untuk orang lain.” Ia berhenti sejenak
“ aku sudah sangat keji kepada orang-orang yang sangat tidak berdaya, aku dan teman-temanku telah merampas seluruh harta yang mereka miliki dan melukai fisik mereka. Sampai pada suatu hari, aku dan teman-temanku pergi merampok ke daerah Pondok Indah, disana kami merampok sebanyak-banyaknya karena orang yang punya rumah sedang tidak ada. Akan tetapi kami salah. Ada seorang satpam yang melihat kami dan menantang kami berkelahi. Maka dari sanalah aku dan teman-temanku tidak sengaja membunuh satpam itu dengan sadisnya. Lalu kami menembunyikan mayatnya dan segera berlari meninggalkan tempat itu. Sejak itulah kami mulai di cari oleh polisi, walaupun tidak ada saksi yang melihatnya. Maka hal itulah yang memberatkan tugas polisi. Kamu mau kan menjaga rahasia ini? Aku mohon jangan beritahu siapa-siapa tentang hal ini. “
“kamu tenang saja, aku bukan tipe orang yang suka membuka rahasia orang lain, mmm…. Mungkin cerita kita hampir sama cuma aku lebih parah karena ceritaku menyangkut kematian diriku sendiri.”
“tentang apa?” Dia bertanya
“kalau aku mengidap penyakit kotor, apakah kamu masih mau berteman dengan aku?”
“maksud kamu?”
Aku menghela nafas sejenak, sebelum menceritkan kepadanya apa yang telah aku alami “aku terkena penyakit HIV/AIDS.”
“apa? Bagaimana bisa?”
Aku ceritakan semua hal yang terjadi padaku sewaktu didiskotik itu.
“memang pada jaman sekaran ini, banyak orang yang tidak ingin dia menderita sendirian. Akhirnya, mereka menjahili orang-orang yang terkena penyakit yang sama dengan mereka.”
“apa kamu tidak jijik melihatku?”
“kenapa harus jijik? Kamu itu manusia, lagian itu juga bukan karena ulah kamu, kamu9 mengidap penyakit itu. Walaupun itu ulah kamu juga, aku tetap akan berteman dengan kamu karena orang yang terkena penyakit itu secara sengaja atau tidak tetap harus ditemani dan bukan dimusuhi. Karena kita bisa memberikan semangat hidup kepada orang itu. “
Aku sungguh kagum dengan Vino karena ia sungguh bijak mengatasi suatu masalah. Apakah karena ia sudah bertobat?
“terima kasih Vino.”
“terima kasih untuk apa?”
“terima kasih karena kamu mau berteman denganku.”
“aku juga berterima kasih karena kamu sudah mau mendengar ceritaku.”
Lalu kami saling melempar seulas senyuman
“nanti mau aku antar pulang?”
“ehm… boleh,” kataku
“aku tunggu disini yah!!!!!”
Aku hanya mengangguk sambil pergi untuk bekerja.
Akhirnya tugas-tugasku seleai juga. Lalu aku beranjak pergi menuju tempat Vino menunggu.
“hai,” aku menyapanya
“hai juga, mau pulang sekarang atau kita makan dulu?”
“langsung pulang saja, soalya aku mau memasak di rumah, nanti kamu cobain masakanku yah!”
“enak tidak?”
“pasti, soalnya aku koki handal di seluruh Indonesia!”
Lalu kami beranjak pergi menuju rumahku. Di jalan, kami tertawa- tawa sampai pada gang rumahku. Aku begitu terkejut karena orang-orang mengepung aku dan Vino, sambil meneriakkan.
“pergi kamu dari sini, kamu kotor.”
Mereka melempari aku dan Vino dengan sampah.
“tolong jelaskan ada apa ini?” kataku
“kamu itu kotor, kamu tidak pantas berada di kampung ini” kata salah seorang ibu yang berkoak-koak.
Kotor? Apa maksudnya karena aku mengidap penyakid AIDS? Samar-samar aku melihat Sarah dari kejauhan. Sarah, ya pasti semua ini adalah ulahnya.
“bukan salah dia, terkena penyakit itu.”
“apa? Bukan salah dia katamu, jelas-jelas dia itu adalah pelacur, untung saja dia tidak hamil. Mungkin kalau dia hamil, akan merusak citra baik kampung ini.”
Citra baik? Apa aku tidak salah dengar? Jelas- jelas ibu-ibu di sini tukang gosip dan bapak-bapaknya tukang judi.
Mereka masih melempari kami, tetapi aku merasa ada yang berbeda. Aku merasa terlindungi, aku merasa didekapan….. dekapan Vino.
“tolong beri dia waktu, besok pagi dia sudah meninggalkan kampung ini.” Ujar Vino
“baiklah, kami akan memberi dia waktu sampai besok pagi. Tetapi, bila dia besok tak kunjung pergi maka tamatlah riwayatnya!” ujar bapak itu
Semua orang pergi meninggalkanku termasuk Sarah.
“terima kasih.” Kataku pada Vino
“tidak apa-apa. Bukannya sesama teman harus saling tolong-menolong. Oh ya, besok pagi aku tunggu kamu di depan gang.”
“kamu mau mencarikan tempat untukku?”
“ya, rumah di sebelah rumahku dikontrakkan.”
“ oh ya? Terima kasih. Apakah kamu mau masuk dulu?”
“tidak usah, lagian aku harus pulang.”
“tapi. Tadi kamu janji untuk mencicipi masakanku.”
“lain kali saja, soalnya aku baru ingat ada pekerjaan yang harus kuselesaikan.”
Aku memasuki rumah.
“ aku beruntung punya teman seperti Vino.”
Keesokan harinya, aku mulai berkemas-kemas memasukan semua barang yang diperlukan. Aku begitu sedih dengan kehidupanku sekarang ini yang begitu hancur. Kenapa Tuhan tidak mengambil nyawaku saja? Selesai berkemas-kemas, aku mengunci pintu rumah ini, dan menyerahkan kuncinya ke pemilik kontrakan.
Aku baru ingat kalau hari ini adalah hari paskah. Aku berniat untuk kegereja pagi ini dan merayakan paskah di gereja.
Sesampainya di depan gang sayup-sayup aku mendengar orang yang sedang beradu mulut.
“aku tidak mau mengikuti jejak kalian lagi, aku tidak mau ikut kalian.”
“kamu harus ikut kami, kamu tinggal pilih ikut kami atau mati?”
“lebih baik aku ma….!”
Aku segera berdiri didepan Vino dan….. peluru itu menancap di dadaku.
“iren…. Iren…..!”
Vino mengguncang-guncang tubuhku sambil menyebut namaku. Aku merasa da…. Da ku se…. sak…. Se…. kali…
“te… ri…. Ma… ka… sih…”
Kata terakhirku untuk Vino
Vino
Pada pemakaman itu, tidak banyak juga orang yang mengunjunginya, bahkan ibunya pun tidak mengetahui bahwa Iren telah meninggal dunia. Akan tetapi, rintihan hujan dan burung-burung pun berkicauan mengiringi kepergian Iren. Setelah pemakaman ini, aku berjanji akan menyerahkan diriku sendiri kepolisi.

Widiyana Wijaya mengatakan...

Topik : Cinta monyet remaja
Karya : Widiyana Wijaya
Kelas : x8/ 42

Hatiku Slalu Dia

Suasana pagi hari yang amat cerah.Hari ini adalah hari kebahagiaanku dan teman-temanku.Aku seneng banget karena aku dan teman-temanku lulus 100% dari SD Vexone....Sekarang aku sudah kelas satu SMP ,seneng banget rasanya.Aku pikir saat SMP ini aku boleh bebas di sekolah, seperti bebas dalam memilih tempat duduk,dan lain-lain.Gak tahunya, sama saja duduk di kelas diatur lagi.Yang menambah kesalku lagi adalah aku dapat kelas yang sangat luar biasa, luar biasa nakalnya.Kesal sekali rasanya.Mana lagi aku gak sekelas sama sahabat aku.
Di kelas itu aku bertemu dengan orang-orang baru dari SD lain yang tak ku kenal.
HuH….bete banget.But…ada satu yang bikin aku seneng, ada cowok manisnya.Dy berbadan cukup tinggi , sedikit berisi , dan Cool banget.TaPi gosipnya dia tuh seorang cowok yang PLAYBOY.
cape deh….Gak banget….hohohoho, secara cari cowok buat have fun sama nyaman bukan buat disakitin mulu.Hmm… sudahlah, aku lupain aja dia….
Kurang lebih dua minggu telah berlalu, setelah dirasakan kelasku enak juga, anak-anaknya juga nakal seru.
Suatu pagi, saat aku lagi duduk-duduk sambil mengobrol dengan teman-temanku.Marsha temanku dari SD menariku dari tengah-tengah obrolanku bersama teman-teman yang lain.Dan dia berkata,“tahu gak ? ada kakak kelas tiga kita yang ganteng , keren lagi, aku baru saja liat dia”.
Ketika Marsha selesai berbicara , kebetulan sekali si cowok yang dimaksud itu lewat.
Awalnya aku masih gak srek banget sama tuh cowok….Abisnya mukanya jutek banget, pendiem lagi, dan keliatan sombong…
Tapi ,suatu ketika aku liat dia lagi tanding basket…aku ngerasa ada yang beda.Tuh cowok beda banget sama yang laen.Terus aku mau usaha deh supaya bisa kenal sama dia….
Aku cari nomor hp dia tanpa jaga image lagi. Aku cari info tentang dia, ya… gitu-gitu deh…Lalu aku dapetin nomor hp dia….tapi ternyata SALAH!!!!!!!! Bete banget…huh….gak taunya itu nomor temen cowok keren itu, ternyata aku dikerjain. NGEselin banget tau…..!Samapi-sampai rasanya aku gak mau ke sekolah lagi karena malu.Soalnya selama dua bulan ini aku smsan dengan teman si cowok keren itu. Aku hampir saja putus asa.
But ,saat itu dewi fortUNA lagi berpihak sama aku .Teman sekelasku yang satu ekskul basket dengan cowok keren itu ngasih tahu nomor hpnya.
Huei……………SENENg banget aku….taPi aku takut buat SMS dia, karena muka dia tuh jutek banget kalo di sekolah dan aku juga takut kalau nanti aku dibilang agresif.
HMM, aku beraniin sajalah apalagi dapat suport dari sahabat aku.
Ketika hari Minggu, pas juga hujan lagi turun aku sms dia untuk pertama kalinya ,hujan tuh saksi firST message aku buat dia.Eh,ternyata di balesnya, aku seneng banget.Awalnya sih seperti mukanya yang jutek tapi setelah dua mingguan smsan dia baik banget, ternyata dan ternyata aslinya dia itu baik banget, asyik, gak sombong, anaknya gaul banget lagi.Seneng banget aku bisa kenal sama dia.Sukur-sukur bisa jadian sama dia ,”venus” panggilan cowok keren itu, hohohohoho….gak ada salahnya kan berharap.Tapi hati aku sih sudah bersyukur jadi sahabatnya.Hehehe…
Semangat banget aku ke sekolah, Happy banget rasanya.Hidup aku tuh kayak di pelangi….liat kemana-mana banyak warna-warna cerah.Hwe, happy banget….liat dia selalu semangat.Gak kebayang deh rasanya gimana.Rasanya aku benci hari minggu karena gak bisa ketemu dy…
Kalo ketemu dia kan hati aku berbunga-bunga terus.Hehehehe…Lebay ya aku…ini lah orang kalo lagi jatuh cinta.Tapi gak bisa dibilang cinta juga sih.Aku kan masih kecil, pasti ini Cuma cinta-cinta monyet aja, cintanya anak kecil.
Semakin hari aku semakin deket aja sama dia.Di tambah lagi prestasi aku meningkat banget .Tiap malem saat aku belajar dia yang selalu kasih aku semangat.Duh…senengnya gak kebayang deh.
Aku gak tau apa yang terjadi….
Setelah beberapa bulan aku tau kalau sahabat aku sendiri “Marsha” JADIAN sama Cowo keren itu ”Venus”.
Aku gak percaya tapi itu faktanya.Aku gak bisa terima dan aku tak mengerti kenapa itu semua bisa terjadi.Aku menjauh dari mereka berdua untuk sementara. Meskipun mereka berulang kali meminta maaf .Aku sedih banget, padahal mereka berdua tahu perasaanku apalagi sahabat aku itu dan sakitnya lagi yang berbuat ini mereka berdua yang adalah orang terpenting juga dalam hidupku selain keluargaku.Aku sama sekali gak nyangka.
Hancur banget Hati aku…
Gak tau mau gimana lagi, aku nangis seharian gak bisa berhenti. Karena aku ngerasa baru kali ini aku sayang banget sama seorang cowok.Dan cowok itu sudah jadian sama sahabat aku sendiri.
Aku sadar aku gak sempurna aku gak lebih pandai dari Marsha aku juga gak lebih cantik dari Marsha, tapi apa gak boleh orang gak sempurna itu bahagia?
Kalo gak boleh kenapa?????semua orang kan berhak bahagia.
Semenjak itu, aku jauh dari sahabatku.Tidak sedekat dulu lagi.Tapi aku sudah menerima semuanya meskipun aku tak tahu alasan sebenarnya mengapa mereka begitu.Aku maafin mereka karena di dalam hati kecilku rasa sayang aku ke mereka ngalahin rasa kesal aku ke mereka.
Hari-hari berjalan seperti biasa tapi tidak sebiasa dulu.Kemudian tak terasa, Si Venus sudah mau kelulusan dia mau SMA ke Kanada.Jauh banget…sedih , itulah perasaanku saat ini….Apalagi pas harihah dia pergi.SedihHHH….banget.Saat aku ke sekolah juga sedih , ketika ngelewati depan ruang kurikulum karena biasanya aku duduk-duduk di sana dengan dia , aku liat dia lagi makan bakso favoritnya saat istirahat ,dia lagi latihan basket, pokoknya ngerasa kehilangan banget aku.
Tapi meskipun jauh kami tetep berteman baik.Setiap mau pulang ke Indonesia dia slalu ngabarin aku.Kadang-kadang dia gak bilang mau pulang .E…tiba-tiba nelfon.Seneng banget meskipun gak ada di hatinya, deket aja udah seneng banget.
Sayang ….dua tahun berlalu dia udah jadi Venus yang baru.Dia sudah berubah.Kami udah jarang banget komunikasi.Tapi gak tau kenapa perasaan aku gak berubah-ubah.Aku selalu sayang sama dia dan slalu nunggu dia.Tapi terkadang aku masih bingung sayang aku ke dia ini apakah hanya sebatas sahabat ataukah sayang yang lain?
Tapi sekarang aku akan coba untuk melakukan sesuatu hal yang dapat melupakan Venus .Yaitu menyibukan diri.
Sebenarnya aku masih berharap suatu saat aku bisa bertemu Venus lagi.Dia masih baik sama aku.Aku tuh sebenernya kangen banget sama dia.Foto aja gak puas bagi aku.Aku pengen banget ngomong sama dia.Duduk di deket dia, natap dia .Tapi itu Cuma perandaian karena itu gak mungkin.Yang aku denger sich desember ini dia pulang.Tapi pulangnya ke Jakarta bukan ke Bandung tempat tinggal dia.Sedih banget aku.YA udalah aku jalani aja hidup ini seperti biasa.
Sekarang aku udah kelas satu SMA.Papa aku memasukan aku SMA di Paris, awalnya aku tidak mau karena menurut aku, Paris jauh sekali.Tapi setelah dipikir-pikir, di sana aku bisa lupain semua kenangan tentang venus di Bandung .
Sebelum keberangkatanku, aku pergi ke SMPku Vexone.Di sana aku melihat-lihat semuanya , ruang kurikulum, kantin , lapangan basket, dan lain-lain.Karena nanti aku tak tahu kapan aku bisa pulang.
Hari-hari aku jalani lagi dengan perasaan yang baru.Aku mencoba untuk melupakan Venus.Aku ke Paris bersama Marsha, kebetulan dia juga memilih paris untuk melanjutkan SMA.Kami berteman dengan awal yang baru.Tidak melihat ke masa lalu lagi.Lagian Marsha dan Venus sudah tidak jadian lagi, dan sekarang Marsha sudah pacaran lagi dengan Bily teman sekelasnya dulu saat di Indonesia.
Suatu hari ketika aku dan Marsha sudah beberapa bulan di Paris aku mendapat kabar dari temanku di Indonesia kalau dia melihat Venus di Bandung .Dan temanku itu tahu nomor Venus di Indonesia.
Setelah mendapat kabar itu, aku langsung menghubungi nomor Venus.Dan ternyata nomor itu beneran nomor Venus yang angkat Venus lagi.Aku memang kecewa sama Venus yang selama ini nyuekin aku setelah dia sekolah di Kanada tapi aku gak bisa ngilangin kangen aku sama dia.
Aku ngobrol sama dia beberapa jam, denger suara dia, denger candaan dia lagi.Rasanya aku gak mau tutup telfon itu.Selamanya aku pengen bicara sama dia.Dalam pembicaraan itu, aku sama sekali gak ngebahas kenapa selama ini dia gak pernah ngehubungi aku lagi.
Walau hatiku penasaran sih.Tapi aku gak mau ngerusak pembicaraan kami.
Saat itu aku ingin sekali bilang sama dia , Venus …aku kangen kamu.Selama ini aku mikirin kamu…
Setelah beberapa jam kemudian, pembicaraan kami usai tapi tidak berakhir di telfon.Usai telfonan kami smsan.Seneng banget rasanya .
Kami banyak cerita tentang semuanya.Aku beri tahu dia kalau aku sekarang sudah SMA tapi SMA nya di Paris .Kami berbagi pengalaman dan cerita.Dia pesan sama aku, aku harus jaga diri baik-baik di Paris gak boleh aneh-aneh dan aku harus belajar yang rajin.Pesen itu mengingatkan aku sama Venus yang dulu.Venus saat SMP bukan Venus saat kelas tiga SMA ini.Berhari-hari kami smsan tiap malam.Senang banget bisa ngelepas kangen sama dia.
Seminggu berlalu, sayang dia harus kembali ke Kanada.Dan seperti biasa kalau sudah berada di Kanada dia seperti telah melupakan aku.Hanya beberapa email aku saja yang dibalasnya.Selebihnya dia acuhkan aku.Sedih sih , tapi aku ngeyakini diri aku buat slalu semangat.Aku harus sabar nunggu dia.Siapa tahu dia seperti itu di Kanada karena dia sibuk buat ujian , kan sekarang dia sudah kelas tiga.
Sebulan berlalu Venus sama sekali tidak membalas email dari aku.Padahal meskipun tidak sering membalas email dari aku, setidaknya ada satu atau dua yang dibalasnya.Tapi kali ini sama sekali tidak dibalasnya.Kali ini aku dan Venus benar-benar hilang komunikasi.
Sudah empat bulan berlalu, tak terasa sebentar lagi aku kelas dua SMA .Hubungan Marsha dan Bily pun masih awet-awet saja.Mereka berdua juga terlihat serasi .Terkadang aku iri melihat Marsha.Karena selama di Paris dia tidak hanya dikunjungi oleh keluarganya tetapi juga dikunjungi oleh Bily.Sedangkan aku hanya dikunjungi oleh keluarga.Senang sih senang tetapi aku juga ingin seperti Marsha yang selalu mendapatkan perhatian yang lebih dari pacarnya.Bahagia sekali jadi Marsha.Andai suatu saat aku bisa seperti Marsha yang bisa bersama dengan orang yang dia sukai .
Liburan telah tiba , aku dan Marsha sudah naik kelas dua. Senang menyambut liburan ini, karena saat liburan ini aku dan Marsha akan pulang ke Indonesia dan pergi ke Bandung .Kami bisa bertemu dengan keluarga , teman-teman, dan melihat sekolah kami yang dulu.Rasanya tidak sabar sekali untuk tiba di Indonesia.
Ketika siang itu , setelah pembagian nilai kenaikan .Kami berdua langsung beres-beres untuk besok pulang ke Indonesia.Malamnya , aku dan Marsha pergi makan malam untuk merayakan kenaikan kami.Setelah itu , aku dan Marsha pergi berbelanja.Kami membeli oleh-oleh untuk keluarga dan teman-teman.Senang sekali rasanya , karena sudah hampir setahun kami tidak pulang ke Indonesia.
Hari kepulangan kami pun tiba , pesawat kami meluncur ke Jakarta .Setelah beberapa jam kemudian, Kami tiba di Jakarta di sana ada keluarga kami dan beberapa teman-teman kami yang menunggu dengan wajah yang bahagia.Kami semua berpelukan dan bertegur sapa.Lalu kami pulang ke Bandung .
Keesokan harinya, aku dan semua teman-temanku di Bandung membuat rencana untuk pergi ke puncak selama beberapa hari.Kami akan pergi berlibur bersama.Kami akan senang-senang bersama.Setelah membuat rencana tersebut, kami pergi untuk membeli keperluan besok.Karena kami akan ke puncak besok.Seru sekali rasanya.Tak sabar menunggu besok.
Malam harinya sebelum besok hendak ke puncak, aku beres-beres semua keperluan.Dan ketika semua siap aku letakan di atas tempat tidurku.Aku melirik ke arah laptopku , kemudian aku buka dan berharap ada email yang masuk dari Venus.Tapi harapan itu hanya harapan semata .Padahal aku begitu berharap .
Meskipun aku senang menyambut liburan kali ini tapi ada sesuatu hal yang selalu mengganggu pikiranku yaitu Venus yang hilang tanpa kabar.
Aku kecewa padanya , padahal dulu dia bilang padaku kalau dia akan selalu menjadi kakak yang baik untukku dan akan selalu menemani aku.Tapi nyatanya sekarang dia pergi menghilang entah kemana.
Pikiran itu mengusikku hingga aku tertidur.
Kemudian matahari pun mulai terbit, pertanda hari yang baru telah datang.Aku segera beranjak dari tempat tidur dan mandi .Karena teman-temanku sudah menunggu di luar untuk pergi ke puncak.Hahaha…ternyata aku kesiangan .
Setelah tiba di puncak, aku dan teman-temanku menikmati udara segar di sana.Sungguh segar dan bersih udaranya.Selain udaranya yang bersih , pemandangan di sana juga bagus-bagus.Aku dan teman-temanku mengeluarkan gayanya masing-masing dan berfoto.Senang sekali perasaanku saat ini, setidaknya aku dapat melupakan dulu tentang Venus.
Usai foto-foto, kami semua masuk ke vila kepunyaan salah satu temanku.Kami beres-beres untuk nanti malam.Kami menyuci peralatan yang akan digunakan untuk memanggang, menyuci bahan makanan yang akan dimasak.
Malam pun tiba di halaman depan vila kami, kami duduk-duduk di sana sambil memanggang ikan dan membakar jagung.Kami juga bercanda gurau.Sangat seru suasana malam ini .Tapi andai hatiku pun begitu.Karena di hati kecilku masih memikirkan Venus.Aku kangen banget sama dia yang hilang tanpa kabar.
Ketika teman-temanku asyik mengobrol dan membakar jagung sedangkan aku sedikit melamun, terlihat bintang jatuh.Kami pun mengucapkan masing-masing permohonan kami.
Permohonanku adalah Tuhan yang kuingin saat ini adalah melihat Venus lagi dan berharap saat aku melihat Venus ,Venus masih ingat denganku dan dia tersenyum padaku.Itu saja sudah cukup bagiku Tuhan…Semoga Engkau mengabulkan permohonanku ini.
Malam pun terlewatkan begitu juga dengan hari-hari selanjutnya .Terlewatkan dengan cukup menyenangkan.Tiba saatnya kami semua pulang ke rumah masing-masing.Setibanya di Bandung, aku membaringkan tubuhku di tempat tidur dan sejenak aku berpikir untuk mengunjungi Vexone.
Lalu aku beranjak dan pergi ke Vexone, di sana aku melihat lagi semua kenangan tentang Venus dan berjalan lagi ke halaman tengah untuk melihat kantin.Lalu pandanganku teralih ke pohon besar yang tua, dan di bawahnya terlihat seorang pemuda berkursi roda dan sedang ditemani oleh seorang wanita yang bisa dibilang mungkin ibunya.Setelah aku sedikit mendekat, ternyata pemuda itu adalah Venus.
Tangisku tak tertahan melihat kondisi Venus saat ini, dia begitu kurus seperti ada sebuah penyakit yang sedang menggerogotinya.Venus berbalik dan melihatku dia tersenyum padaku dan dia menyapaku,”hai…”
Aku tak dapat berkata apa-apa lagi dan ibunya menjelaskan apa yang sedang terjadi pada Venus.Dan ternyata Venus selama ini menderita penyakit leukimia .Venus baru tahu penyakitnya itu setelah dia berada beberapa bulan di Kanada .Di sana dia terus mengikuti beberapa macam terapi, tapi hasilnya hanya bisa menambah sedikit umur Venus dan venus tetap tidak bisa sembuh lagi.
Mendengar itu aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.Aku merasa sangat bersalah telah merasa kecewa padanya dan selama ini telah menganggap dia berubah lalu melupakan aku.Padahal dia sedang menderita dengan penyakitnya.Maafkan aku…
Venus hanya tersenyum sejak pertemuan kami tadi, Aku sangat sedih melihat Venus yang begitu menderita dengan penyakitnya itu.Andai aku bisa menggantikan rasa sakit itu.Aku tak bisa melihat venus begitu menderita , aku tak bisa melihat orang yang aku sayang menderita.
Semenjak hari itu , aku bertekad untuk selalu menemani Venus .Venus juga sedang berobat di Indonesia , karena dia bilang di sisa hidupnya dia hanya ingin bersama orang-orang yang dia sayang.
Di hari-hari Venus yang telah divonis dokter tinggal sebentar lagi itu aku memastikan bahwa hari-hari itu terisi dengan kebahagiaan.Aku selalu menemaninya terapi dan berusaha agar dia selalu tersenyum.
Tiga hari berlalu, aku pulang sebentar untuk mengganti pakaianku dan akan kembali lagi ke rumah sakit.Sesampainya di rumah, aku mendapat kabar bahwa Venus kritis .Aku segera kembali ke rumah sakit .
Aku melihat Venus dikelilingi oleh orang-orang yang dia sayang , tapi sayang saat itu Venus telah tiada.Aku terlambat …Aku tidak bisa lagi bicara dengannya dan aku juga tidak tau apa isi hatinya.Aku tak dapat menangis lagi dan aku hanya terdiam.
Aku hanya diam sampai pemakaman Venus.
Seusai pemakaman Venus , sahabat Venus memberiku selembar kertas .Lalu kubaca kertas itu .
Die…
Bagi aku kamu adalah adek yang paling baek
Sekarang aku akan pergi jauh
Jaga diri baek-baek ya
Seneng bisa kenal kamu
Aku menangis dan berusaha menegarkan diri.Lalu aku pergi dan kembali ke Paris dan melupakan semua mimpi buruk ini.Aku memulai semuanya dengan awal yang baru.Aku tahu Venus Cuma menganggap aku sebagai adeknya tapi di hatiku selalu ada Venus aku tak mau melupakannya hanya penderitaannya yang aku lupakan karena itu menyakitkan .

desi wandi mengatakan...

PERSAHABATAN VS CINTA
Karya : Desi Wandi Florencia
Kelas : X.8/11
Tema :Cinta monyet remaja
Masa remaja adalah masa di mana anak-anak mulai beranjak dewasa dan mulai mencari jati diri mereka dengan menjalin persahabatan dengan teman-teman yang bisa mereka percaya. Tidak mudah untuk mencari seorang sahabat yang setia pada kita dan dapat menjaga rahasia kita. Sahabat adalah tempat kita membagi suka dan duka serta cerita yang menjadi rahasia kita sekalipun atau bisa juga disebut tempat curhat kita. Sedangkan teman hanyalah sebagai tempat kita untuk bertukar pikiran, tidak untuk menceritakan hal-hal yang sifatnya rahasia. Karena itu, kita harus dapat memilih sahabat dengan cermat. Tidak selamanya persahabatan itu berjalan mulus, terkadang persahabatan bisa retak hanya karena cinta.
Sewaktu SMP, saya berusaha untuk mencari teman sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara akhirnya saya mendapatkan seorang teman yang asyik untuk diajak bicara, tetapi sayangnya ia tidak bisa menjaga rahasia sehingga ia hanya bisa aku jadikan teman. Teman pertamaku laki-laki, ia berambut hitam, matanya lebar, tinggi, postur tubuh ideal, berkacamata, berkumis tipis, suka humor dan sikapnya yang paling aku senangi adalah ia bersikap dewasa dan mau bertanggung jawab. Temanku itu bernama Vandy. Setelah bertemu dengan Vandy, akupun terus mencari teman lain yang enak diajak bicara seperti Vandy. Setelah satu semester berjalan, akhirnya aku bertemu dengan Jessica, ternyata ia pun enak diajak bicara dan bisa menjaga rahasia. Setelah cukup lama aku mengenalnya, aku pun akrab dengannya. Aku tak menyangka ternyata aku bisa menemukan sahabat sebaik dia.
Pada suatu hari, kelas kami kedatangan murid baru yang bernama Aldi. Serentak teman-teman sekelasku termasuk aku dan Jessica, terkagum-kagum melihat wajahnya yang begitu tampan, matanya sipit, kulitnya putih, postur tubuh tegap, dan pintar. Karena aku dan Jessica duduk sebangku, ia pun berbicara padaku.
“Eh, Desi, cowok itu ganteng banget udah itu pintar lagi. Aduh… belum pernah aku bertemu dengan cowok sesempurna dia.”
“Eh, bukan kamu aja yang baru lihat, aku juga baru pertama kali bertemu cowok yang sepintar dan setampan dia. Aduh… jadi pengen deh!”
“Hus! Kalau ngomong itu dipikir. Maksud kamu pengen apa?”
“Ye… pikiran kamu tuh yang harus dibersihin, jorok banget sih pikirannya! Ya, maksudnya pengen kenalan gitu sama dia, kan lumayan bisa sambil belajar gitu sama dia.”
“Wah, bener juga tuh. Ide kamu bagus banget! Dapet cowok cakep t’rus bisa nambah pintar juga. Wah, wah, wah, kamu emang paling pinter kalau udah ketemu yang cakep-cakep.”
“Iya dong, siapa dulu, Desi… hehe… becanda deh”
Seisi kelas masih riuh karena mereka masih membicarakan Aldi, murid baru itu. Sentak ibu guru marah karena kelasnya begitu berisik seperti di pasar dan ibu guru memukul meja dengan keras.
“DIAM!!!”
“Sudah, cukup. Bicaranya dilanjutkan nanti waktu istirahat, silahkan kalian bicara sepuasnya, kalian mau jungkir balik, teriak, itu terserah kalian yang penting sekarang adalah waktunya kita untuk belajar!”
“Aldi, sekarang kamu duduk di sebelah Vandy.”
“Baik, Bu.” ujar Aldi lembut
Suara Aldi yang begitu halus semakin membuat teman-teman wanita di kelasku kagum padanya. Selama pelajaran berlangsung, aku tidak konsentrasi karena aku masih sangat penasaran dengan sosok Aldi yang begitu polos dan ramah.
“Kring…kring…” Bel istirahat berbunyi, akupun langsung menarik tangan Jessica dan mengajaknya mengikuti Aldi.
“Hei! Kita mau ke mana nih???”
“Aduh… udah deh, ikut aku aja, nanti kamu juga tahu kita mau ke mana.”
Sesampainya di kantin, aku langsung mengajak Jessica ke tempat Aldi.
“Ya ampun… cuma ke kantin doank. Kalau mau ke kantin, ya ngomong aja gak usah pake narik-narik tangan aku begitu napa?”
“Aduh… aku ngajak kamu ke kantin bukan untuk makan seperti biasa. Tapi aku mau ngajak kamu kenalan sama Aldi, kamu mau nggak? Kalau nggak, ya udah, aku pergi sendirian aja.”
“Eh…eh… tunggu! Iya, iya, aku mau. Yuk, kita ke sana sekarang.”
Serentak kami pun segera beranjak dari tempat duduk kami dan segera menghampiri Aldi. Sesampainya di tempat Aldi.
“Mmm… Hai Aldi.” aku memulai pembicaraan dengan gugup.
“Hai. Kalian ini siapa ya?”
“A…a… aku Desi.” aku mengulurkan tangan dan bersalaman dengannya.
“Aku… aku… Jessica.” ujar Jessica tak mau ketinggalan.
“Ooo… Oya, ngomong-ngomong ada perlu apa ya kalian ke sini?”
“Nggak ada apa-apa kok, kami cuma mau kenalan aja sama kamu. Boleh kan?”
“Ooo… boleh-boleh. Ayo duduk.”
Aku dan Jessica pun duduk. Aku tak tahu kenapa, tapi jantungku berdegup kencang sekali saat aku bersalaman dengan Aldi. Aku bertanya pada diriku sendiri apakah aku sedang jatuh cinta? Aku melamun sejenak dan tak berapa lama kemudian Aldi memanggilku, tentu saja aku terkejut dan tersadar dari lamunanku tadi.
“Mmm… ngomong-ngomong kalian ini teman sekelasku ya?”
“Iya.” jawab kami serempak.
“Wah,wah,wah, kalian kompak banget ya.”
“Iya kami sudah lama bersahabat. Ya jadinya, gitu deh.”
“Ooo… kalian ini sahabat ya. Pantesan aja kompak gitu, nggak heran deh kalau kalian kompak gitu.”
“Oya, kalau boleh tau kamu dari mana dan kenapa pindah ke Palembang?”
“Aku dari Bandung. Aku pindah ke sini karena orangtuaku pindah kerja ke sini. Ya, jadinnya aku harus ikut mereka pindah ke sini.”
“Ooo… jadi kamu sudah sering pindah-pindah sekolah dong? Pasti kamu sudah sering pacaran kan? Ya, secara, kamu itu ganteng, ramah, udah itu pinter lagi.”
“Hus! Kamu itu kebiasaan deh, kalau ngomong suka nggak dipikirin dulu. Kan kasihan Aldi, gimana kalau dia tersinggung?”
“Nggak apa-apa kok, Jes.”
“Tuh, Aldi aja nggak marah. Kok kamu yang sewot, sih.”
“Iya,iya, bener kok apa kata Desi. Aku memang sudah sering pacaran tapi, paling lama cuma sebulan karena aku harus pindah lagi dengan orangtuaku ke kota lain.”
“Ya, wajar sih, kalau banyak yang suka sama kamu, secara kamu itu udah cakep, pinter pula. Jarang loh, ada cowok kayak kamu. Bisa dibilang kamu itu satu dari seribu cowok yang ada, itu cuma kamu yang perfect kayak gini.”
“Ah, kamu ini bisa aja, Des.”
“Loh, itu kan fakta aku nggak ngarang. Benerkan, Jes?”
“Iya, bener kok, Di. Kami ngomong sesuai kenyataan yang kami lihat sekarang.”
Tak lama kemudian, bel masuk pun berdering. Dengan terpaksa kami harus menghentikan pembicaraan kami dengan Aldi dan beranjak dari kantin menuju ke kelas. Di kelas aku sama sekali tidak bisa konsentrasi, setiap aku melihat wajah Aldi jantungku terus berdegup kencang. Aku tidak tahu kenapa yang pasti aku selalu merasa bergetar setiap melihat wajah Aldi yang begitu tampan. Sepulang sekolah, seperti biasa aku pulang dengan Jessica. Di perjalanan Jessica curhat padaku.
“Des, tau nggak sih. Aku tuh suka banget sama Aldi, aku sebenarnya pengen ngomong ini sama Aldi, cuma aku nggak berani ungkapinnya.”
Aku terdiam sejenak, sedih dan senang bercampur di hatiku. Aku senang karena Jessica sudah bisa melupakan masa lalunya, tapi aku juga sedih dan bingung karena aku merasa sudah mengkhianati sahabatku sendiri karena jauh di lubuk hatiku aku juga suka sama Aldi. Jadi aku berkeputusan untuk tidak menceritakan ini kepada Jessica, aku takut nanti ia terpukul mendengar kata-kataku.
“Des, kamu dengerin aku nggak sih?”
“Eh, iya aku denger kok. Ya, udah kamu ngomong aja sama Aldi nggak usah malu-malu, ntar aku bantuin deh. Apa perlu aku yang ngomong sama Aldi.”
“Eh, jangan, jangan. Tapi aku masih butuh waktu untuk mikirin semua itu, aku nggak mau kejadian dulu terjadi lagi sama aku.”
“Ya, itu sih terserah kamu. Aku pasti dukung apa aja yang kamu lakuin, selama itu bener dan bisa buat kamu seneng.”
“Makasih ya, kamu udah mau ngertiin aku.”
“Ya, itulah gunanya sahabat, ya nggak?”
“Iya, iya, kamu tuh memang sahabat aku yang paling baik.”
Tidak terasa kami pun sudah tiba di rumah kami masing-masing. Sesampainya di rumah aku langsung ke kamar dan mengunci pintu kamarku. Aku terus merenungi kata-kata Jessica tadi, kalau dilihat dari matanya, sepertinya ia benar-benar suka sama Aldi. Aku jadi tak tega melihatnya, aku tak mau mengkhianati kepercayaannya selama ini kepadaku.
Esok harinya, aku pergi ke sekolah pagi-pagi. Aku segera menemui Aldi dan mengatakan apa yang dikatakan Jessica kemarin kepadaku. Aldi cukup terkejut karena ia baru kenal sama Jessica. Sepulang sekolah, aku pulang sama Jessica, sentak aku terkejut karena ada yang menarik tanganku dan aku lebih terkejut lagi ketika aku melihat ternyata yang menarik tanganku adalah Aldi. Aku takut Jessica akan marah padaku melihat aku sama Aldi. Aldi membawa aku ke taman belakang sekolah. Aku marah pada Aldi karena ia menarik-narik tanganku ke taman tanpa alasan yang jelas. Aldi berusaha menenangkanku agar aku tidak marah-marah lagi, setelah aku diam sejenak Aldi pun mulai bicara.
“Des, aku tau kamu nggak mau persahabatan kamu sama Jessica putus cuma gara-gara aku. Tapi aku minta maaf sebelumnya, aku ngelakuin ini sebelum semuanya terlambat dan kita semua menyesal nantinya.”
“Udah deh, Di. Nggak usah bertele-tele to the point aja deh, aku nggak mau lama-lama di sini sama kamu berdua. Aku takut nanti Jessica marah dan mikir yang macem-macem tentang kita.”
“Ok, kalau gitu aku langsung aja. Aku ngajak kamu ke sini karena aku mau ngomong sama kamu, kalau sebenernya aku…”
“Kalau kamu sebenernya apa? Tunggu, tapi jangan sampe kamu ngomong kalau kamu suka sama kamu.”
“Tapi emang itu yang pengen aku omongin ke kamu, kalau aku suka sama kamu. Makanya aku ngomong sama kamu sebelum Jessica mencintai aku lebih jauh lagi.”
“Di, asal kamu tau aja ya, aku tu nggak mau buat Jessica kecewa lagi karena ia sudah pernah patah hati. Dan aku nggak mau dia patah hati lagi dan itu gara-gara aku, sahabatnya sendiri. Nggak, aku nggak bisa, aku nggak bisa nerima kamu.”
“Aku nggak minta jawaban kamu sekarang, tapi kamu boleh mikir dulu. Mungkin nanti kamu berubah pikiran dan mau nerima aku jadi pacar kamu.”
Aku pun langsung pergi meninggalkan Aldi sendirian di taman dan aku langsung mengajak Jessica pulang. Di perjalanan Jessica bertanya padaku soal Aldi tapi aku tidak menjawab karena aku tidak sanggup menceritakan ini padanya. Sepanjang perjalanan pulang, aku dan Jessica hanya diam. Dan sesampainya di rumah, aku kembali merenung apakah aku harus menerima Aldi untuk mengenalnya lebih jauh apakah ia pantas untuk Jessica atau tidak.
Di lain sisi, di rumah Jessica, Vandy datang ke rumahnya. Ternyata Vandy itu orangnya jahat, ia sengaja menceritakan yang tidak-tidak kepada Jessica.
“Halo, Jes. Lagi sibuk ya, maaf ya kalau aku gangguin kamu.”
“Ooo… nggak kok, Van. Aku lagi nggak sibuk, ada apa ya? Tumben kamu ke sini, biasanya ke rumah Desi.”
“Ya, nggak apa-apa kan kalau sekali-sekali aku mau ke rumah kamu emangnya ngggak boleh ya? Kalau nggak boleh, ya udah aku pulang lagi aja deh.”
“Eh, eh, jangan, boleh kok, aku kan cuma becanda aja. Jangan ditanggepin serius ya. Emangnya kamu mau ngomong apa sih?”
“Ini, aku mau ngomong soal Desi sama Aldi. Tapi kamu jangan marah ya.”
“Emangnya ada apa sama Desi dan Aldi?”
“Nggak ada apa-apa sih sebenarnya, cuma ya itu. Aduh… gimana ya? Aku nggak enak ngomongnya nanti kamu marahan sama Desi lagi gara-gara aku ceritain ini sama kamu.”
“Udah aku nggak apa-apa. Aku nggak akan marah deh sama Desi. Udah cepetan ceritain.”
“Ya udah deh kalau kamu maksa, tapi janji ya jangan bilang kalau aku yang cerita sama kamu.”
“Iya, iya, udah, cepetan ah, bikin orang penasaran aja.”
“Ya, jadi gini. Sebenernya Aldi itu udah nembak Desi tadi.”
“Maksud kamu???”
“Ya, iya, Aldi udah nembak Desi tadi waktu pulang sekolah. Emangnya dia nggak cerita sama kamu? Wah kelewatan banget tuh si Desi, sampai-sampai dia nggak cerita soal ini ke kamu. Padahal dia kan tau kalau kamu itu juga suka sama Aldi.”
“Kurang ajar, Desi udah khianatin kepercayaan aku ke dia selama ini. Aku nggak nyangka kalau Desi bisa kayak gitu sama aku. Aku nggak bisa nerima ini, aku harus tanyain ini ke dia. Aku mau liat gimana reaksi dia waktu aku tanyain ini sama dia besok.”
Vandy tersenyum jahat karena ia sudah berhasil membuat Jessica marah sama Desi, dengan mengadu domba mereka. Setelah berhasil, Vandy segera pamit pulang ke rumah.
“Ya udah, kalau gitu aku pulang dulu ya, Jes. Aku ke sini cuma mau kasih tau kamu itu aja kok nggak ada yang lain.”
“Oh, iya, makasih ya, Van. Kamu udah mau kasih tau aku, aku janji sama kamu aku nggak akan ngomong ke siapa-siapa kalau aku tau ini semua dari kamu. Sekali lagi makasih ya.”
“Sama-sama, Jes. Aku lakuin ini semata-mata nggak pengen ngeliat kamu patah hati lagi karena sahabat kamu sendiri yang udah kamu percaya selama ini.”
Vandy pun pulang ke rumah dengan bahagia karena rencananya untuk menghancurkan persahabatan aku dengan Jessica sudah berhasil.
Esok harinya, pagi-pagi sekali Aldi menelponku dan menyuruhku datang ke sekolah lebih pagi dari biasanya. Aku pun mengiyakannya karena aku sudah berniat untuk membantu Jessica dan aku lakuin ini semata-mata bukan karena cinta, tetapi karena ingin membantu sahabatku. Sesampainya di sekolah, Aldi langsung menarik tanganku dan mengajak aku ke taman belakang sekolah untuk menunggu jawabanku atas pertanyaannya kemarin.
“Gimana, Des? Udah dapet jawabannya? Jadi kamu mau nggak jadi pacar aku?”
“Ya, aku mau jadi pacar kamu.”
“Kamu serius???”
“Ya, aku serius. Tapi aku minta sama kamu jangan sampai hubungan kita ini ketauan sama Jessica. Kamu ngerti kan maksud aku?”
“Iya, iya, aku nggak akan ngebocorin hubungan kita ini ke siapa-siapa yang pasti aku seneng banget bisa jadian sama kamu. Makasih ya kamu udah mau nerima aku, aku piker kamu bakalan nolak aku.”
“Tadinya aku memang mau nolak kamu, tapi karna ada satu hal aku nerima kamu. Jadi kamu jangan terlalu banyak berharap padaku.”
“Maksud kamu apa?”
“Udah nggak usah dipikirin. Mendingan sekarang kamu ke kelas duluan, sebelum ada yang ngeliat kita berdua di sini dan satu lagi kita pacaran lewat sms aja ya.”
“Iya udah, terserah kamu aja deh. Pokoknya apa aja yang kamu bilang pasti aku turutin kok. Ya udah, kalau gitu aku ke kelas duluan ya, nanti kamu susul.”
“Ya udah cepetan sana, nanti ada yang liat lagi kan jadi ribet nantinya.”
Setelah Aldi sampai di kelas, aku ngerasa nggak nyaman ngelakuin ini semua karena aku harus sembunyi-sembunyi. Tapi, aku sudah berniat buat bantuin Jessica supaya ia bisa mendapatkan pasangan yang cocok dan baik untuknya supaya ia tidak sakit hati untuk yang kedua kalinya. Aku tak mau berlama-lama di taman takut nanti kalau ada yang liat justru curiga nanti sama aku. Aku pun segera ke kelas dan menemui Jessica, tapi aku heran ia tak seperti biasanya. Ia memandangku sinis, sepertinya ia sedang marah padaku tapi kenapa? Apa dia sudah tau hubunganku sama Aldi? Tapi kalau dia tau, siapa yang kasih tau dia tentang semua ini?
Selama jam pelajaran aku dan Jessica tidak berbicara apa-apa sejak pagi tadi. Dan pada waktu istirahat, Jessica mengajakku ke kantin. Sesampainya di kantin, ia marah-marah padaku dan aku melihat air matanya menetes di pipinya.
“Des, kalau kamu memang sahabat aku. Aku minta kamu jujur sama aku.”
“Jujur? Memangnya aku pernah bohongin kamu apa?”
“Aku minta kamu jawab yang jujur. Apa bener kemarin Aldi nembak kamu?”
“Siapa yang bilang sama kamu? Orang itu pasti pengen hancurin hubungan kita. Aku akan jawab pertanyaan kamu, tapi kamu juga harus jawab dengan jujur siapa yang kasih tau kamu soal ini?”
“Siapa yang kasih tau aku, itu nggak penting. Yang penting kamu jawab pertanyaan aku apa bener Aldi udah nembak kamu kemarin? Pantesan aja kemarin waktu aku tanya ke kamu soal Aldi kamu diem aja. Kamu takut kan kalau nanti aku tau hubungan kamu sama Aldi jadi nggak leluasa. Iya kan?”
“Iya, itu semua memang bener. Tapi kamu nggak tau kan, kalau aku lakuin ini semua untuk bantuin kamu? Aku nggak ada maksud lain, aku sama sekali nggak mau buat kamu…”
“Cukup!!! Aku nggak mau lagi dengerin penjelasan ataupun pembelaan diri dari kamu. Yang pasti sekarang, aku udah tau kalau kamu sudah khianatin kepercayaan aku ke kamu selama ini. Dan aku minta sama kamu, jangan pernah temuin aku lagi. Dan mulai sekarang hubungan persahabatan kita cukup di sini!”
“Tunggu dulu, Jes. Dengerin aku dulu, Jes.”
“Pergi!!! Tinggalin aku sendiri.”
Aku pun pergi dengan perasaan kecewa karena Jessica tidak mau mendengarkan alasanku mengapa aku melakukan ini semua. Padahal niat aku baik mau bentuin dia, tapi dia justru salah paham tentang hubungan aku sama Aldi. Aku pun segera menemui Aldi pada waktu istirahat dan bicara sama dia agar dia juga nggak salah paham denganku karena aku udah nerima dia dan aku juga nggak mau di terlalu banyak berharap padaku.
“Di, aku mau ngomong sama kamu.”
“Kamu mau ngomong apa sih? Kok kayaknya serius banget sih? Santai aja.”
“Di, aku serius!! Ini bukan waktunya untuk bercanda! Jujur aku nggak nyaman kalau aku harus pacaran sembunyi-sembunyi gini, aku tuh nggak suka. Cuma aku terpaksa ngelakuin ini karena aku nggak mau kalau…”
“Kamu nggak mau apa, Des?”
“Udahlah, itu nggak penting. Oh, ya ngomong-ngomong boleh nggak aku tau facebook kamu, kan aku pacar kamu. Ya, aku cuma mau tau aja, selain itu juga kita kan jadi bisa online setiap saat kapan aja kita mau. Nggak harus sms-an aja kan bosen juga kalau cuma sms terus tiap hari, kan nggak asyik. Boleh nggak?”
Aku berusaha membujuk Aldi supaya ia mau memberitahukan facebooknya padaku. Karena aku mau liat apa aja isi koment yang ada di facebook dia, apa bener dia itu tipe cowok yang setia dan pantas buat Jessica. Meskipun dia masih marah padaku, tapi aku akan tetap bantuin dia supaya dia nggak salah pilih lagi dan bisa bahagia dengan Aldi jika memang Aldi cocok untuk dia.
“Iya deh, ntar aku sms kamu alamat facebook aku. Tapi jangan kasih tau siapa-siapa ya.”
“Emangnya kenapa?”
“Nggak apa-apa kok, aku cuma takut orang lain buat koment yang macem-macem ke aku. Pokoknya kamu jangan kasih tau siapa-siapa ya.”
“Iya, iya, aku nggak akan kasih tau siapa-siapa. Tapi kamu jangan lupa, kasih tau aku ya.”
“Ok deh.”
Saat aku sedang ngobrol berdua dengan Aldi ternyata, Vandy dan Jessica sedang liat aku berdua sama Aldi. Dan Vandy kembali melancarkan rencananya dengan bicara yang aneh-aneh tentang aku dan Aldi pada Jessica. Dan sialnya aku tidak tahu tentang semua itu.
“Eh, Jes. Kamu tau nggak kalau Aldi sama Desi itu udah jadian.”
“Ah, yang bener kamu. Jangan ngarang donk. Apa jangan-jangan kamu cuma mau manas-manasin aku aja. Supaya aku marah sama Desi, gitu!”
“Ya, nggak mungkinlah, Jes. Aku nggak setega itu, aku cuma nggak mau kamu dibohongin sama sahabat kamu sendiri.”
“Wah, kalau gitu ini sudah kelewatan banget. Dia berani ngerebut cowok yang padahal dia tau kalau sahabatnya itu juga suka sama cowok itu. Kurang ajar dia!”
Vandy semakin senang karena ia sudah berhasil buat Jessica makin marah sama Desi. Sepulang sekolah, aku langsung ke kamar dan membuka alamat yang sudah dikirim sama Aldi. Dan waktu aku baca semua koment yang ada, ternyata Aldi bukan cowok baik-baik. Ia hanya mempermainkan hati wanita. Dan yang paling aku nggak terima, ternyata dia pacaran sama cewek hanya just for fun.
“Aku nggak bisa terima semua ini, aku harus ngomong sama Jessica sebelum Aldi nembak Jessica dan buat Jessica sakit hati lagi. Ya, aku harus ngomong sama dia hari ini juga.”
Aku pun segera menelpon Jessica dan minta dia untuk datang ke tempat biasa kami sering ketemuan untuk curhat. Pertamanya sih, aku takut kalau Jessica justru marah dan nggak mau ketemu sama aku dan untugnya Jessica mau ketemu sama aku dan ngomong sama aku. Ini kesempatan bagus buat aku untuk ngembaliin kepercayaan Jessica sama aku. Setelah beberapa jam aku menunggu Jessica datang, akhirnya dia muncul juga dan aku langsung menyuruhnya duduk.
“Ada perlu apa, kamu minta ketemuan sama aku? Mau minta maaf kalau kamu udah khianatin aku. Percuma! Aku nggak percaya lagi sama omongan kamu!”
“Aku nggak mau minta maaf. Tapi aku ke sini mau ngomong, kalau sebenernya aku pacaran sama Aldi itu buat bantuin kamu supaya kamu nggak salah pilih orang lagi untuk jadi pacar kamu. Karena dari awal aku udah curiga sama dia kalau sebenernya, dia itu nggak pernah serius pacaran sama cewek, dia pacaran cuma just for fun doank, nggak lebih.”
“Kamu pasti mau buat aku nggak suka sama Aldi dan kamu bisa dengan leluasa pacaran dengan Aldi. Iya kan? Des, sampai kapan kamu harus gini terus? Ngadu domba aku dengan Aldi.”
“Aku itu cuma mau yang terbaik buat kamu. Itu aja kok. Aku nggak ada maksud lain. Kamu mau percaya atau nggak itu terserah kamu, yang penting aku udah ngingetin kamu. Jadi, kalau ada apa-apa jangan salahin aku.”
“Kalau kamu memang mau yang terbaik buat aku, kamu harus putus sama Aldi besok!”
“Ok, aku akan buktiin itu di depan mata kamu dan kamu boleh jadian sama Aldi sesudah aku mutusin dia di depan mata aku besok!”
Aku takut sekali Jessica patah hati lagi gara-gara Aldi. Esoknya aku mutusin Aldi dan Jessica langsung nembak Aldi dan sialnya Aldi langsung nerima. Hatiku makin gelisah, memang seminggu pertama tidak ada apa-apa dan tidak ada tanda-tanda kalau Aldi mau mutusin Jessica. Tapi setelah kurang lebih dua bulan mereka pacaran, hal yang paling aku takutkan pun terjadi. Aldi mutusin Jessica gitu aja.
“Di, emangnya aku salah apa sama kamu? Kenapa kamu putusin aku? Kenapa?’
“Kamu nggak ada salah sama aku, Jes. Aku cuma udah bosan aja pacaran sama kamu, aku pengen cari cewek lain yang lebih cantik dan aggresif daripada kamu.”
“Kamu bener-bener keterlaluan ya, Di. Kamu dengan mudahnya mutusin aku tanpa tau gimana perasaan aku!”
“Itu urusan kamu. Peduli amat aku sama kamu.”
Esoknya Jessica datang ke rumahku dan meminta maaf padaku.
“Des, maafin aku ya. Aku udah nggak percaya sama kamu, coba kalau dari dulu aku percaya sama kamu. Pasti semua ini nggak akan terjadi.”
“Udahlah semuanya udah kejadian, mau diapain lagi? Yang penting sekarang kamu bisa tau kalau kita itu nggak boleh nuduh orang sembarangan tanpa bukti. Apa lagi itu sahabat kamu sendiri, orang yang paling kamu percaya.”
“Iya, maafin aku, aku udah nyia-nyiain persahabatan kita selama ini. Kamu memang sahabat aku yang paling baik dan paling bisa aku percaya.”
“Iya. Dan satu hal lagi yang harus kamu tau. Sahabat itu nggak akan pernah khianatin kamu sedetik pun. Ia akan selalu setia dan bisa memberi kepercayaan sama kamu.”
“Iya, kamu bener, Des. Dan aku juga mau jujur sama kamu. Sebenernya aku itu nggak marah cuma ya gara-gara si Vandy terus-terusan manas-manasin aku, ya jadinya aku kebawa emosi dan marah-marah sama kamu. Sekali lagi maafin aku ya, Des.”
“Iya, aku udah maafin kamu kok dari kemarin. Yang penting sekarang kita bisa temenan lagi, sahabatan lagi kayak dulu. Dan inget, jangan mutusin persahabatan gitu aja cuma gara-gara cinta.”
“Iya. Pasti, aku janji.”
Akhirnya Jessica sadar bahwa persahabatan itu lebih penting daripada cinta. Dan kita harus selalu mempercayai sahabat kita karena ia nggak akan pernah khianatin kepercayaan yang udah kita kasih ke dia. Persahabatan sejati sangat susah untuk dijalin, jadi peliharalah persahabatan itu dengan baik jangan sampai kalian kehilangan sahabat terbaik kalian. Sahabat terbaik kita adalah diri kita sendiri, jika kita bisa mempercayai diri kita sendiri, mudah-mudahan kita bisa menjalin persahabatan sejati.
-THE END-

Siti berkata.... mengatakan...

Topik : kebobrokan moral
Karya : Siti Amira Anggraini / 39

Kertas putih di dalam tinta hitam


Hatiku begitu riang hari ini. Ulanganku mendapatkan nilai yang memuaskan. Hari ini aku begitu bersemangat pulang ke rumah karena aku yakin kalau orang tuaku pasti senang sekali dengan hasil yang ku peroleh saat ini. Sambil tersenyum-senyum sendiri ketika membawa mobilku ternyata aku sudah memasuki komplek rumahku.
Orang-orang banyak yang bilang aku ini orng yang beruntung di dunia ini, karena selain bermodalkan otak yang cerdas, aku juga termasuk orang yang kaya. Tunggudulu aku memasukkan mobilku ke garasi dulu ya! Ehm...oh, ya rumahku ini banyak orang yang bilang seperti istana, karena rumahku ini dibuat dengan mewah, dan bercat putih, mirip seperti Istana Kerjaan Inggris. Selain itu juga, aku mempunyai Taman bunga yang begitu luas karena aku memang menyukai bunga.
Dengan begitu riang aku membuka pintu rumahku, tetapi.....
” Papa main wanita lagi ya?”
” Tidak ma.”
” Sudahlah tidak perlu menyangkal lagi. Ini buktinya jas papa bau parfum perempuan dan kemeja papa ada lipstiknya.”
” Ya, memang aku main wanita lagi. Aku tidak suka lagi denganmu. Apa yang bisa kau lakukan selama ini untukku? Kau hanya bisa pulang pagi, rapat, arisan, belanja, dan belanja, dan semuanya itu tidak ada untungnya bagiku, malahan kamu hanya menghambur-hamburkan uangku saja.”
” Apa uangmu? Ingat mas, perusahaan yang kamu naungi itu perusahaan milik orang tuaku. Jika kau tidak menjadi suamiku, kamu sekarang menjadi gelandangan diluar sana. Tetapi, benar juga apa kata pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya. ”
” Apa maksudmu?”
” Ibunya saja perempuan tidak benar sama saja seperti anaknya yang suka main wanita.”
Papa mengepalkan tangannya dan ingin memukul mama. Sebelum itu aku menghentikannya dengan...
” Stooooooop”
” Kedua orang tuaku begitu terkejut melihatku yang sudah sendari tadi berdiri disini, menyaksikkan pertengkaran diantara mereka.
Lalu aku berjalan keluar, dan menyalakan mobil. Aku berniat untuk membahagiakan orang tuaku, tetapi kedua orang tuakulah yang membuat aku kecewa kepada mereka. Ketika aku sampai ke rumah tujuanku....
” Bi, Dikanya ada?”
” Eh, nan Dita, ada non ada, silahkan masuk non!”
Diaka ya, Dika adalah pacarku. Kami sudah menjalin hbungn sekitar dua tahun. Memang disinilah tempatku mencurahakan seluruh isi hatiku. Dika adalah orang yang baik, perhatian, pengertian, dan juga dewasa, tidak terkecuali tampan. Maklumlah Dika adalah model, dan juga Dika begitu perhatian kepadaku. Nah, itu dia yang bernama Dika
” Ada apa?”
” Aku mau cerita denganmu.”
” Tentang orang tuamu lagi?”
” Iya.”
” Ada apa lagi sayang?”
” Ya biasa papa dan mamaku terus-terusan bertengkar, malahan hari ini papa mau memukul mama. Aku mau tanya sama kamu., apa sih yang harus aku lakukan lagi untuk mereka? Aku sudah belajar mati-matian, berusaha membut mereka bangga dengan apa yang aku perbuat. Tapi mereka, apa yang bisa mereka lakukan untukku? Mereka hanya bisa bertengkar, bertengkar, dan bertengkar terus setiap hari. Aku letih, aku capai kalau terus-terusan begini. Aku merasa ingin berlari sejauh-jauhnya meninggalkan mereka pergi.”
” Kamu tidak boleh begitu, walau bagaimanapun juga mereka adalah orang tuamu. Tidak sepantasnya kalau kamu berbicara seperti itu. Mungkin saja sekarang mereka sedang bingung mencari kamu.Malahan, kalau kamu begini kamu bakal memperkeruh suasana, dan pertengkaran mereka semakin menjadi-jadi. Sudahlah berikan mereka kesempatan untuk merubah sikap mereka. Mungkin saja sat ini mereka belum sadar.”
” Ttapi, sampai kapan? Sampai kapan mereka bisa sadar? Apa tunggu aku meninggal baru mereka sadar.”
” sssssh....Kamu jangan bilang seperti itu. Aku juga tidak rela kalau kamu meninggal. Kamu tahu kan betapa syang dan cintanya ku kepadamu.”
” Maafin aku ya sayang.”
” Iya aku maafin, tapi sebagai tanda permintaan maafmu ke aku, kamu harus pulang ke rumah ya?”
” Iya, iya kalau begitu, aku pulang dulu ya sekarang. Da sayang!”
Llu aku beranjak pergi meninggalkan rumah Dika. Dika, Dika memang kamu paling bisa membujukku untuk melakukan sesuatu.
Lalu setibanya aku di rumah
” Sayang, kamu kemana saja? Mama khawatir sekali kalau kamu nanti kenapa-napa.’
Aku hanya mengabaikan parkataan mama dan berlenggang berjalan menuju kamarku. Hri sudah larut malam, dan mataku sudah tidak bisa terbuka lagi. Lalu selesai aku mandi, aku langsung tidur dan menyelimutkan selimut ke sekujur tubuhku.
Keesokkan hainya, seperti biasanya aku sudah bergegas untuk mandi, dan selesainya aku langsung sarapan pagi.
” Non sarapannya sudah siap!”
” Iya, iya tunggu sebentar bi.”
Selesainya aku mengenakan seluruh atribut sekolahku lalu bergegas untuk turun.
Sesampainya aku di meja makan suasana hening menyelimuti suasan keluargaku. Suasan yang kaku antara mama dan papa membuat aku muak dengan kedua orang tuaku. Merka bagaikan api yang berkobar-kobar, dan mempertahankan gengsi untuk saling minta maaf. Aku berpikir kalau lama-lama aku disini membuat aku bertambah muak dengan kedua orang tuaku. Llu aku beranjak pergi dan memutuskan untuk makan di kantin sekolah saja.
” Dita kamu mau kemana?” Ujar papa
” Aku mau makan ke katin sekolah saja.”
Lalu aku berjalan keluar dan menyalakan mobilku. Di jalan aku tak menyangka kalau kemacetan sungguh panjang sekali. ” kruyuk kruyuk kruyuk ” bunyi perutku. Akulapar sekali, mana disini tidak ada orang yang juaklan makanan lagi.
Setelah 15 menit kemudian, kemacetan pun berlalu. Aku melaju dengan kecepatan tinggi untuk bisa sampai ke sekolah karena waktu sudah menunjukkan pukul 06:50. Sepertinya, hari ni keberuntungan berpihak kepadaku, karena setibanya di sekolah, dentingan bel pun berbunyi. Aku berlari kencang untuk menuju ke kelas, umtumg saja guru yang kejam itu belum masuk. Klau sudah masuk, bisa-bisa aku dicincang-cincang. Sama guru itu.
” Pagi anak-anak”
” Pagi, bu.’
“ Sampai dimana pelajaran kita kemarin?”
“ Trgonometri bu” kata salah seorang temanku
Sebelum Ibu Anna melanjutkan pelajarannya, guru kelas kami, Ibu Shinya mengetuk pintu, dan berbicara dengan Ibu Anna. Tk berapa lama kemudian
“ Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Silahkan masuka Vina!”
Muncullah sesosok perempuan dengan gya rambut seperti anak laki-laki, dan dengan gaya pakaian seperti anak berandalan.
” Ayo Vina silahkan kamu perkenalkan diri!”
” Nama sya Vina Bagaskoro, panggil saja saya Vina. Saya pindahan dari SMAN 2. Senang bisa berkenalan dengan kalian.”
” Eh Vina, kamu kenapa pindah dari sekolah kamu yang lama? Apa karena kamu ketahuan memakai narkoba?”
” Hush.. Bagus, kamu itu tidak boleh seperti itu. Vina ini kan anak baru, seharusnya kamu berlaku sopan kepadanya. Ayo sekarang kamu minya maaf dengan Vina.”
” Iya deh bu, eh Vina aku minta maf ya, anggap saja ini hadiah penyambutan kedatanganu dari kami sekelas. ”
” Ya sudah, jangan dimasukkan ke hati ya Vian omongsn Bagus tadi.”
” Iya bu, tidak apa-apa. Saya juga biasa menanggapi perkataan orang yang sembarangan seperti itu.”
’ Eh Vin, aku kan sudah minta maaf denganmu, Kenapa kamu sekarang malah mengejekku?”
” Sudah, sudah, sudah. Vina sekarang kamu duduk di.....ya, di bangku Andita.”
Apa? Di bangkuku? Berarti anak berandalan ini sekarang duduk denganku? Oh Tuhan, mimpi apa aku semalam, sampai-sampai hari ini aku harus kena sial dengan dudduk sebangku dengan pwerempuan berandalan ini. Ya ampun dia sekarang sedang menuju tempat dudukku lagi, dan yah dia akhirnya duduk 1 bamgku denganku.
” Nmaku Vina” Ia menyodorkan tangannya kepadaku.
” eh, iya namaku Andita, panggil saja Dita.”
” Baiklah anak-anak, ayo sekarang kita lanjutkan pelajaran kita.”
Ya, akhirnya pelajaran pun dimulai lagi. Selama bu Anna menjelaskan tetang humus-rumus aku sibuk mencoret-coret yertas. Kalu mau tahu, aku baru kali initidak memperhatikan pelajaran. Padahal pelajaran matematika ini adalah pelajaran kesukaanku.
” Hei, kamu lagi ngapain?”
” Mau tahu aja kamu.”
Ia merebut kertasku, dan tertawa-tawa sambil mengejek gambaranku.
” Vina” Tnpa sengaja kau berteiak sambil menyebutkannama Vina. Langsung saja semua mata tertuju padaku dan Vina, terutama mata tajam bu Anna yang seperti mau menerkam aku dan Vina saja.
” Andita, Vina sekarng kalian keluar dari sini dan tidak usah mengrti sampai pelajaran ibu selesai. Mengerti kalian.”
” Mengerti bu, ” Kataku
Lalu kami beranjak pergi meninggalkan kelas.
” Gara-gara kamu, aku jadi kena hukum.”
” Luh, kenapa karena aku? Kamu sendiri kan yang berteriak-teriak.”
” Udah-udah daripada kita berantem disini, lebih baik kita ke kantin saja. Mau tidak?”
’ Tidak. Apa kamu sudah gila? Ini kan masih jam pelajaran, nanti kalau ketahuan guru gimana?? Bisa-bisa kita berdua kena skors.”
” Ya udah kalau kamu tidak au, lebih bauk aku sendiri saja. Aku ucapin selamat bermurung-murung ria saja ya.”
Aku berpikir tidak enak juga ya kalau di sini aku sendirian saja.
” Eh, tunggu.”
Aku berlari menyusulnya, dan mengikutinya untuk pergi ke kantin. Sesampainya ku di kantin
” Kamu mau makan apa?”
” Nasi goreng saja soalnya aku dari tadi pagi belum makan.”
” Minum?”
” sepertinya es jeruk saja.”
Tak berapa lama makana dan minumanku datang.
” Nih makanan dan minuman kmu.”
” Terima kasih.”
Setelah selesai makan
” Sekarang kau cerita kepadaku kenapa tadi kamu terlihat murung sekali?”
” Aku ada masalah dengan keluargaku.”
” Apa?”
Lalu aku ceritakan semua masalah yang terjadi kepadaku.
” ya sudah daripada kamu murung terus-menerus, lebih baik nanti kamu ikut aku saja sewaktu istirahat.”
” Keman?”
” Nnti kamu juga akn taku.”
Tak berapa lama kami mengobrol bel istirahat pun berbunyi.
” Ayo ikut aku.”
” Kemana?”
” Ayo ikut saja.”
Aku pun mengikuti kemana kakinya melangkah. Sebenarnya jalan yang kami lewati sedari tadi jalan menuju ke kelas. Sesampainya kami di kelas, Vina mengambil Tasku dan tas dia.
” Vin, kita mau minggat ya?”
” Iya, ayo cepetan!”
“ Tidak, aku tidak mau ikut kamu. Nanti kalau kita ketahuan guru kita bisa kena skors atau mungkin bisa dikeluarin.”
Ia terdiam, dan memandangku dengan tatapan tajam ke arahku.
” Baiklah aku akan ikut denganmu.’
Setelah itu kami mengendap-endap keluar dari gerbang sekolah lewat pintu belakang sekolah.
” Vin, bagaiman akita busa keluar?apa? kamu mau memanjat?”
Vina memanjat dinding sekolah dengan dibantu tangga yang ada di dekat dinding sekolah.
” Ayo cepetan!” sambil mengilurkan tangannya kepadaku.
” banti kalau rokku sobek bagaimana?”
Matanya pun melotot lagi kepadaku
” Iya, iya”
Lalu aku menaiki tangga itu, sesampinya di tangga teratas
” Hey kalian” kata seorang satpam yang memergoki kami.
” ayo cepat.”
Aku langsung melompat dari dinding sekolah.
” Hmpir sja kita tertangkap. Memangnya, kita mau kemana?”
” Ikut aku saja nanti kamu pasti bakalan senang.”
Pada hari ini aku begitu merasakan kebebasan yang menyejukan otakku, dan membebaskan aku dari sejuta masalah dalam hidupku.
” ayo kita masuk!”
Waw, tempatnya gelap sekali dan lampu berkelap-kelip menyabut kedatangan kami.
” Ayo ikut aku!”
Vina menarik tanganku, dan mengajakku ke suatu ruangan. Di sana aku melihat orang-orang yang sedang merokok, minum alkohol, dan memakai...memakai narkoba.
Lalu Vina datang menghampiriku, dan menyodorkanku segelas minuman bir.
” Ayo, cobain, setelah kamu meminum ini pasti stres kamu bakaln hilang.”
Benar saja setelah aku meminumnya, semua masalahku terasa hilang, dan aku pun ketagihan untuk meminumnya lagi.
Setelah beralpa lama kemudia Vina menawarkan aku sebungkus benda seperti serbuk obat.
” Nih, cobain!”
” Apa ini?”
” Setelah kamu mengisap ini, kamu akn menjadi orang yang bahagia sedunia.”
Setelah aku mengisapnya, aku..aku semakin ketagihan untuk mencobanya lagi dan lagi. Sampai akhirnya
” Vi..na to.. long a.. ku”
Mataku samar-samar melihat Vina yang sudah terbaring kaku.
Setelah aku begitu lama terbaring
” aku dimana?”
Samar-samar aku melihat kedua orang tuaku
” kamu di rumah sakit sayang.” kata papaku
” kenapa ku bisa ada disini?”
“ polisi yang membawamu ke sini dan menghubungi mama.”
“ Vina? Vina mana?”
Kedua orang tuaku terdiam.
“ Vina meninggal.” Ujar papaku
Ya, Tuhan apa yang terjadi? Teman yang baru saja kau kenal itu telah meninggal.
“ Sudahlah sayang, yng lalu biarlah berlalu, Sekarang lebih baik kamu menata hidupmu kembali.”
Smabil berlinangan air mata, mataku melihat seluruh ruangan itu, dan mataku berhenti pada
“ Bunga dari siapa ini ma?”
“ Itu bunga dari Dika.”
“ Sekarang Dikanya kemana ma?”
’ Diaka sekarang sedang mempersiapakan acara tunangannya.”
” Apa? Tunangan?? Dika mau tunangan dengan siapa ma?”
” katanya dengan orang yang cantk dan pintar.”
” Siapa ma?”
” kamu, ya kamu. Setelah mama pikir-pikir Dika itu cocok ekali dengan kamu. Apalagi dia sudah menyadarkan mama dan papa, sehingga bisa berbaikan seperti ini.”
Setalah acara tunangan itu, aku begitu bahagia memiliki keluarga yang haronis, dan tidak lupa tunangan yang begitu menyayangi aku.

Siti berkata.... mengatakan...

Topik : Kepedulian sosial
Karya : Siti Amira Anggraini / 39


Tetesan Haru Penuh Kasih

Aku Tersentak dalam kegemerlapan malam di Kota Jakarta. Penuh dengan hiru-pikuk seluruh kegiatan yang ada disana. Malam itu adalah malam minggu. Aku dan temanku pergi ke suatu tempat yang begitu asing untukku. Pada saat memasuki ruangan itu, aku begitu pusing melihat lampu-lampu berkelap kelip menyambut kedatanganku. Lalu aku duduk di sofa. Tak berapa lama kemudian, temanku memanggilku “Ren, kita turu yuk !” aku sempat bingung dalam hati “Turun?turun kemana?? Yang ku lihat di sini tidak ada tangga”
“ Hei ayo kita turun! Ayo kita bersenang-senang!” lalu Ia menunjuk orang-orang yang ada di depaaan kami.
“ Enggak ah, aku tidak bisa!” kataku
“ coba saja asyik kok”
Lalu setelah Ia berhasil membujukku, aku mengikutinya turun ke lantai dansa. Semua orang menumpahkan kebahagiaan dan keceriaannya disini. Awalnya aku tidak begitu suka dengan kondisi disini, tetapi lama-kelamaan aku mulai menyesuaikan diri dengan keadaan yang ad disekitarku. Beberapa menit kemudiaan, seorang laki-laki kurus ceking dating enghal\mpiriku, dan ia berkenalan denganku lalu menjabat tanganku. Ketika Ia menjabat tanganku, serasa ada jarum yang menusuk di telapak tanganku. Awalnya aku merasa biasa saja, tapi sesaat kemudian aku menemukan secarik kertas yang bertuliskan “ Selamat bergabung di HA Club “ aku merasa bingung apa itu HA Cli\ub, lalu aku bertanya kepada temanku
“ Sar, apa itu HA Club?”
“ Apa? HA Club? Kamu dapat dari mana kata itu?”
“ Tadi ada yang menjabat tanganku. Setelah itu dia pergi lalu aku menemukan secarik kertas ini di telapak tanganku.”
Ia membaca tulisan di kertas itu., aku sempat terkejut ketika ia tiba-tiba menjerit
“ Pergi kamu dari sini !! jangan pernah dekati aku lagi! Kamu pembawa penyakit kotor, kamu kotor !”
“ Apa yang kamau katakan Sar?”
“ Kamu…..mengidap penyakit Aids, dan sekarang kamu pergi, pergiiiiiiiiii….!”
Aku meraung dalam hati, aku seperti berada di lantai tujuh dan terhempas ke lantai paling bawah yang dipenuhi api yang berkobar-kobar dan menyala-nyala, lalu aku masuk ke dalamnya.”Tidaaaaaaaaak.” Tanpa sadar aku meneriakkan kata itu di tengah keramaian ini, spontan saja semua orang melihat ke arahku, dan selang beberapa detik seorang satpam langsung mendorongku keluar dari tempat itu.
Aku terjatuh di depan tempat yang menghancurkan aku. Saat itu, aku begitu galau, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. Llu aku memutuskan untuk berlari sekencang-kencangnya di tengah kegemerlapan Kota Jakarta ini sampai aku berada didepan suatu tepat yang menenteramkan jiwaku. Dengan perlahan-lahan, aku memasuki ruangan di situ dan mengammbil posisi duduk untuk berdoa didepan Yesus Kristus.
“ Ya Tuhan, mengapa engkau mengujiku dengan cobaan yang tidak dapat ku jalani? Mengapa engkau menjauhkan aku dari satu-satunya teman yang ku milikki? Mengapa engkau memberikan aku penyakit kotor yang sama sekali bukan karena ulahku? Mengapa Tuhan? Mengapa??”
“ Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang umatnya tidak dapat jalani, dan Tuhan tidak akan memberi cobaan tanpa memberi hikah dari cobaan itu,. Kmu bias berkerja disini sebagai pelayan jika kamu mau. Apa kamu bersedia?”
Dengan mata yang berbinar-binar aku berkata “ Tentu saja mau Romo. Saya sangat bersedia.” Lalu aku mengucapkan terima kasih kepada Romo itu dan enanyakan siapa namanya “ Boleh saya tahu siapa nama Romo?”
“ Panggil saja saya Romo Fridus.”
Pada hari ini, untuk pertama kalinya aku akan berkerja di gereja itu. Aku begitu bersemangat menjalani hari ini. Aku bergegas untuk mandi dan memakai baju serapi-rapinya. Lalu aku berjalan keluar Gang rumahku. Diluar Gang rumahku, aku bertemu dengan Sarah. Ketika Ia melihatuku, ia langsung berlari secepat mungkin menghindar dariku, melihatku seperti setan. Hatiku terasa perih sekali. Aku merasa tersuduti ditengah keramaian ini. Aku berjalan lurus menuju gereja tempat aku berkerja sambil berlinangan air mata.
Ketika aku sampai ke Gereja, aku mendengar lirih suara orang yang sedang berdoa.
“ Tuhan, ampunkanlah segala dosaku, atas segala perbuatan keji yang ku perbuat, aku berjanji akan bertaubat dari segala perbuatan hina yang telah ku perbuat. Tuhan aku memohon kepadamu datangkanlah seorang malaikat yang dapat membimbingku menuju jalan yang benar.”
Ia terkejut ketika melihayku telah berdiri di sampingnya.
“ Kmu siapa?” katanya
“ Aku pelayan di gereja ini, maaf tadi aku tidak sengaja mendengar doamu.” Llu aku menyodorkan tanganku “ Namaku Iren, nama kamu siapa?” Ia menjabat tanganku “ Aku Vino” katanya “ Kamu sudah berada di sini sejak kapan?”
“ Aku baru saja disini, tapi aku sudah mendengar doamu dari tadi”
“ berarti kamu sudah mendengar bagaimana pekejaanku yang sadis itu?”
“ Tidak aku hanya mendengar kamu menyebutkan perbuatan yang keji dan hina.” Aku menutup mulutku “ Maaf sku tidak bermaksud untuk menyinggung perasaanmu.”
“ Tidak apa-apa, mungkin sudah seharusnya aku mempercayai rahasia ini kepada orang lain., dan membuka diri untuk orang lain.” Ia berhenti sejenak
“ aku sudah sangat keji kepada orang-orang yang sangat tidak berdaya, aku dan teman-temanku telah merampas seluruh harta yang mereka miliki dan melukai fisik mereka. Sampai pada suatu hari, aku dan teman-temanku pergi merampok ke daerah Pondok Indah, disana kami merampok sebanyak-banyaknya karena orang yang punya rumah sedang tidak ada. Akan tetapi kami salah. Ada seorang satpam yang melihat kami dan menantang kami berkelahi. Maka dari sanalah aku dan teman-temanku tidak sengaja membunuh satpam itu dengan sadisnya. Lalu kami menembunyikan mayatnya dan segera berlari meninggalkan tempat itu. Sejak itulah kami mulai di cari oleh polisi, walaupun tidak ada saksi yang melihatnya. Maka hal itulah yang memberatkan tugas polisi. Kamu mau kan menjaga rahasia ini? Aku mohon jangan beritahu siapa-siapa tentang hal ini. “
“kamu tenang saja, aku bukan tipe orang yang suka membuka rahasia orang lain, mmm…. Mungkin cerita kita hampir sama cuma aku lebih parah karena ceritaku menyangkut kematian diriku sendiri.”
“tentang apa?” Dia bertanya
“kalau aku mengidap penyakit kotor, apakah kamu masih mau berteman dengan aku?”
“maksud kamu?”
Aku menghela nafas sejenak, sebelum menceritkan kepadanya apa yang telah aku alami “aku terkena penyakit HIV/AIDS.”
“apa? Bagaimana bisa?”
Aku ceritakan semua hal yang terjadi padaku sewaktu didiskotik itu.
“memang pada jaman sekaran ini, banyak orang yang tidak ingin dia menderita sendirian. Akhirnya, mereka menjahili orang-orang yang terkena penyakit yang sama dengan mereka.”
“apa kamu tidak jijik melihatku?”
“kenapa harus jijik? Kamu itu manusia, lagian itu juga bukan karena ulah kamu, kamu9 mengidap penyakit itu. Walaupun itu ulah kamu juga, aku tetap akan berteman dengan kamu karena orang yang terkena penyakit itu secara sengaja atau tidak tetap harus ditemani dan bukan dimusuhi. Karena kita bisa memberikan semangat hidup kepada orang itu. “
Aku sungguh kagum dengan Vino karena ia sungguh bijak mengatasi suatu masalah. Apakah karena ia sudah bertobat?
“terima kasih Vino.”
“terima kasih untuk apa?”
“terima kasih karena kamu mau berteman denganku.”
“aku juga berterima kasih karena kamu sudah mau mendengar ceritaku.”
Lalu kami saling melempar seulas senyuman
“nanti mau aku antar pulang?”
“ehm… boleh,” kataku
“aku tunggu disini yah!!!!!”
Aku hanya mengangguk sambil pergi untuk bekerja.
Akhirnya tugas-tugasku seleai juga. Lalu aku beranjak pergi menuju tempat Vino menunggu.
“hai,” aku menyapanya
“hai juga, mau pulang sekarang atau kita makan dulu?”
“langsung pulang saja, soalya aku mau memasak di rumah, nanti kamu cobain masakanku yah!”
“enak tidak?”
“pasti, soalnya aku koki handal di seluruh Indonesia!”
Lalu kami beranjak pergi menuju rumahku. Di jalan, kami tertawa- tawa sampai pada gang rumahku. Aku begitu terkejut karena orang-orang mengepung aku dan Vino, sambil meneriakkan.
“pergi kamu dari sini, kamu kotor.”
Mereka melempari aku dan Vino dengan sampah.
“tolong jelaskan ada apa ini?” kataku
“kamu itu kotor, kamu tidak pantas berada di kampung ini” kata salah seorang ibu yang berkoak-koak.
Kotor? Apa maksudnya karena aku mengidap penyakid AIDS? Samar-samar aku melihat Sarah dari kejauhan. Sarah, ya pasti semua ini adalah ulahnya.
“bukan salah dia, terkena penyakit itu.”
“apa? Bukan salah dia katamu, jelas-jelas dia itu adalah pelacur, untung saja dia tidak hamil. Mungkin kalau dia hamil, akan merusak citra baik kampung ini.”
Citra baik? Apa aku tidak salah dengar? Jelas- jelas ibu-ibu di sini tukang gosip dan bapak-bapaknya tukang judi.
Mereka masih melempari kami, tetapi aku merasa ada yang berbeda. Aku merasa terlindungi, aku merasa didekapan….. dekapan Vino.
“tolong beri dia waktu, besok pagi dia sudah meninggalkan kampung ini.” Ujar Vino
“baiklah, kami akan memberi dia waktu sampai besok pagi. Tetapi, bila dia besok tak kunjung pergi maka tamatlah riwayatnya!” ujar bapak itu
Semua orang pergi meninggalkanku termasuk Sarah.
“terima kasih.” Kataku pada Vino
“tidak apa-apa. Bukannya sesama teman harus saling tolong-menolong. Oh ya, besok pagi aku tunggu kamu di depan gang.”
“kamu mau mencarikan tempat untukku?”
“ya, rumah di sebelah rumahku dikontrakkan.”
“ oh ya? Terima kasih. Apakah kamu mau masuk dulu?”
“tidak usah, lagian aku harus pulang.”
“tapi. Tadi kamu janji untuk mencicipi masakanku.”
“lain kali saja, soalnya aku baru ingat ada pekerjaan yang harus kuselesaikan.”
Aku memasuki rumah.
“ aku beruntung punya teman seperti Vino.”
Keesokan harinya, aku mulai berkemas-kemas memasukan semua barang yang diperlukan. Aku begitu sedih dengan kehidupanku sekarang ini yang begitu hancur. Kenapa Tuhan tidak mengambil nyawaku saja? Selesai berkemas-kemas, aku mengunci pintu rumah ini, dan menyerahkan kuncinya ke pemilik kontrakan.
Aku baru ingat kalau hari ini adalah hari paskah. Aku berniat untuk kegereja pagi ini dan merayakan paskah di gereja.
Sesampainya di depan gang sayup-sayup aku mendengar orang yang sedang beradu mulut.
“aku tidak mau mengikuti jejak kalian lagi, aku tidak mau ikut kalian.”
“kamu harus ikut kami, kamu tinggal pilih ikut kami atau mati?”
“lebih baik aku ma….!”
Aku segera berdiri didepan Vino dan….. peluru itu menancap di dadaku.
“iren…. Iren…..!”
Vino mengguncang-guncang tubuhku sambil menyebut namaku. Aku merasa da…. Da ku se…. sak…. Se…. kali…
“te… ri…. Ma… ka… sih…”
Kata terakhirku untuk Vino
Vino
Pada pemakaman itu, tidak banyak juga orang yang mengunjunginya, bahkan ibunya pun tidak mengetahui bahwa Iren telah meninggal dunia. Akan tetapi, rintihan hujan dan burung-burung pun berkicauan mengiringi kepergian Iren. Setelah pemakaman ini, aku berjanji akan menyerahkan diriku sendiri kepolisi.

Anonim mengatakan...

Nama : Franky Tenggana
Kelas : X.8
Absen : 17
Tema : Cinta monyet remaja

Misteri Kutukan Cinta

Aku seorang cowok yang boleh dibilang preman, sekarang aku duduk di bangku SMA swasta. Aku termasuk pemalas karena bila sedang pelajaran apapun di kelas, aku jarang memperhatikan apa yang guru tersebut jelaskan. Namaku Frank. Di kelasku memang menjadi kelas yang amat ribut sehingga banyak guru-guru yang tidak senang dengan kelas kami, mengapa tidak.. bukan aku saja yang menjadi preman tetapi teman-teman sekelasku pun begitu, antara lain Erick, Buduk, Tino, Yudi, dan Darma. Maka tidak heran dengan kehadiran 6 orang preman dalam satu kelas akan menjadi kelas bencana.
Cerita dimulai saat hari itu. Di hari itu Yudi dan Darma pergi ke perpustakaan sekolah untuk membaca buku-buku karena mereka adalah murid terajin dari kami ber-enam. Darma yang tidak sengaja menemukan sebuah buku tua di rak buku paling belakang karena biasanya buku yang ada di rak belakang perpustakaan itu adalah buku-buku tua yang sudah tidak laku dibaca. Darma melihat buku itu dengan cermat sehingga membuat Yudi yang sedang bingung mencari buku yang diinginkannya penasaran. “Hei Darma, tujuan kira sekarang mencari buku yang digunakan untuk bahan diskusi kita nanti bukan buku tua seperti itu!”, kata Yudi. Namun Darma tidak menghiraukan perkataan Yudi itu karena ia begitu asyik membaca buku tua itu. Yudi yang marah karena perkataannya tidak didengar langsung menghampiri Darma sambil berkata, “Hei! Kamu dengar kan? Waktu kita gak bisa kita habiskan untuk...”. Belum selesai dengan perkataan Yudi, Darma langsung memotongnya. “Diam! Kalau kamu banyak omong, keluar aja! Kalau penasaran liat sini”. Yudi yang memang dari tadi penasaran langsung duduk disebelah Darma dan ikut membaca. Buku itu sekitar 50 sampai 60 halaman dan sudah kotor dan berdebu. Darma yang ingin tahu pendapat Yudi langsung berkata, “Bagaimana? Hebat kan buku ini? Aku yakin kamu tahu maksudku!”. Yudi langsung tersenyum sambil berkata, “Kamu bener-bener cerdas!”. Mereka berdua segera meminjam buku itu dan keluar menuju teman-teman mereka tanpa mengingat lagi tujuan mereka yang sebenarnya.
Sesampainya di pojok sekolah, Aku, Erick, Tino, dan Buduk sedang asyik menikmati puntung rokok kami, tetapi kenikmatan itu berhenti ketika Yudi dan Darma datang menghampiri kami dengan wajah mereka yang begitu senang. “Ada apa kalian ini? Begitu senangnya seperti orang gila aja!”, segak Erick. Darma yang menunjukkan dan membuka buku itu ke hadapan teman-temannya sambil berkata, “Diam aja lu! Lihat aja ini! Baru omong”. Kami segera membuang sisa rokok kami ke lantai dan duduk lesehan di lantai sekolah itu sambil membaca buku tua itu. Buku itu berjudul “Kutukan Cinta”. Setelah sekitar 10 menit kami membaca, Erick langsung menunjukkan raut wajah penuh ide yang cemerlang sambil berkata, “Aku punya ide!”. Lalu kami berbisik dalam satu lingkaran kecil untuk mendengarkan ide Erick yang cemerlang itu dan kami menuju ke kelas. Di kelas, kami ber-enam menghampiri seorang gadis cantik bergigi kawat yang bernama Elizabeth yang biasa disapa Eli. “Eli, kami punya rencana nih.. kamu mau ikutan gak?”, Tanyaku. Eli yang sedikit heran langsung menjawab, “Ah..biasanya kalian gak pernah ngajak aku, kok tumben sih? Lalu kami langsung menjelaskan sambil menunjukkan buku itu kepada Eli. Kami menawarkan suatu perlombaan untuk mendapatkan hari Eli saat liburan sekolah nanti dengan siasat yang ada dibuku itu. Eli pun berkata sambil ketakutan “Eh..aku takut nanti terjadi apa-apa denganku seperti yang ada dibuku itu”. “Tenang aja Eli, aku akan menjaga kamu kok”, Jawab Erick sambil membelai rambut gadis itu. Eli yang polos langsung masuk ke perangkap kami dan menyetujuinya.
Liburan sekolah pun dimulai, Hari pertama kami memutuskan untuk berkumpul di restoran agar pergi liburannya bersama-sama. Aku, Erick, Buduk, Darma, Yudi, dan Eli sudah siap di restoran itu. Tiba-tiba Tino datang sambil berlari dengan wajah penuh keringat sambil berkata, “Gila! Gua sebenarnya gak boleh oleh nyokap gue jadi gua kabur deh!”. “Wah gila lo...nekat amat jadi preman..hahahaha”, Ejekku sambil tertawa. Sekitar satu jam kemudian kami berangkat ke bandara untuk pergi ke sebuah Pulau yang disebut di buku tua itu sebagai syarat pertama melaksanakan percobaan itu. Pulau itu disebut-sebut sebagai Pulau Kutukan yang terletak disekitar Kepualuan Seribu. Hanya butuh waktu 45 menit saja, kami sampai ke bandara di Jakarta lalu kami melanjutkan perjalanan dengan Bus untuk sampai ke Villa Den Haag di Pulau itu. Ternyata tidak cukup dengan bus, kami pun harus menaikki kapal untuk sampai ke Pulau itu karena terletak di tengah-tengah lautan luas. Di perjalanan menuju ke Pulau itu, seorang kakek tua sekitar umur 60 tahun berkata, “Kalian anak-anak muda, berhati-hati lah jika sudah sampai di Pulau itu, itulah pesan saya untuk kalian”. Kami semua diam dan Tino dan Yudi ketakutan mendengar kata-kata kakek itu. Tidak lama kemudian kami sampai ke Pulau itu, dan kami langsung menuju ke Villa Den Haag yang merupakan Villa zaman Belanda dahulu. Seorang bapak-bapak menyambut kami saat kami tiba di Villa itu. “Selamat datang di Villa Den Haag! Perkenalkan namaku Henry, silahkan masuk!”, kata bapak itu sambil mengantar kami ke kamar yang sudah disiapkannya dan memprekenalkan kamar-kamar yang ada di sana. Setelah selesai dia memperkenalkannya, kami diajak berkumpul ke ruang makan Villa itu. “Kalian boleh menikmati fasilitas yang ada di sini, tapi ingat! Kalian jangan macam-macam tingkah lakunya..mengerti?”, kata Henry. Kami semua mengangguk dan menuju kamar kami masing-masing. Di kamar 1, aku, Buduk, dan Darma. Di kamar 2, Tino, Yudi, dan Erick. Sedangkan Eli tidur di kamar 3 sendirian.
Hari pertama liburan terasa sangat menyenangkan, pagi hari kami semua diajak pak Henry untuk berenang di Kolam renang di belakang Villa itu. Namun sesuatu yang aneh mulai terjadi, menurut buku kutukan cinta itu, jika yang membaca sudah mulai melihat penampakkan yang aneh, maka kutukan itu sudah dimulai. Kutukan itu berisi orang-orang yang ingin memperebutkan seseorang yang mereka inginkan tetapi harus sama. Sehingga tujuannya akan ada tersisa 1 orang yang akan mendapat orang yang diinginkan mereka, dengan kata lain, kami ber-enam bersaing untuk mendapatkan Eli dan salah satu dari kami akan slamat dari kutukan-kutukan yang akan datang pada kami ber-enam. Pertama Tino, saat ia sedang asyik berenang, ia memasukkan kepalanya ke dalam kolam itu untuk melihat betapa luasnya kolam itu, namun tiba-tiba Tino melihat sesosok orang dengan wajah hancur dan penuh dengan darah mendatangi dirinya, lalu Tino langsung keluar dan naik ke pinggiran kolam dan terlihat pucat. “Ada apa Tino?”, tanyaku. Tino melambaikan tangannya agar kami mendekat dengannya. Setelah kami semua berkumpul dia bercertia bahwa ia menemui sesosok pria yang bermuka hancur dan berdarah. Kami semua terdiam dan ketakutan, dan Buduk berkata, “Berarti kita sudah mulai masuk ke kutukan itu!”. Tino yang ketakutan mulai mendiam diri sejak saat itu. Malam hari saat kami semua tidur, Tino keluar dari kamar 2 untuk berjalan ke arah kolam renang itu karena ia tidak bisa tidur nyenyak. Pagi harinya Yudi dan Erick memanggil kami semua untuk mencari Tino yang sejak mereka bangun sudah tidak ada di tempat tidurnya. Dan pada akhirnya mereka semua histeris melihat mayat Tino yang sudah mengapung di tengah kolam dengan muka yang tercabik-cabik. Aku ketakutan dan langsung menutupi mata Eli yang juga sempat melihat mayat Tino. Lalu kami memakamkan mayat Tino diujung Pulau itu. Ini membuat kami semua histeris dan harus bersiap menghadapi kutukan itu kapanpun. Di hari itu juga Buduk yang sedang menonton televisi di kamarnya merasakan kalau ada seseorang yang sedang mengawasinya daritadi sehingga membuat ia ketakutan. Ia bergegas mematikan televisi itu dan hendak keluar namun pintu itu terasa berat untuk dibuka sehingga ia sempat merintih ketakutan, lalu ia mencoba memberanikan diri melihat ke belakangnya, betapa terkejutnya ia melihat sesosok pria yang dengan muka hancurnya sudah tepat didepan mukanya dan langsung membeset leher nya. Teriakan histeris dari Buduk langsung didengar oleh kami yang sedang duduk-duduk di ruang tengah dan menuju kamar Buduk, pintunya sangat sulit untuk dibuka sehingga aku dan Darma mendobrak pintu itu. Alangkah naas nya melihat Buduk yang sudah terbaring tidak bernyawa di depan pintu kamarnya dengan leher yang dilumuri dengan darahnya sendiri. Darma berteriak hingga loncat keluar dari kamar itu dan membawa Eli menjauh dari situ. Sedangkan Henry dan Erick membantuku untuk membawa mayat Buduk ke belakang Villa. Sesampainya di belakang Villa, kami membersihkan tubuh Buduk yang penuh dengan darah. Eli yang terus menangis terus dibujuk oleh Darma untuk merelakan kepergian Buduk. “Kalau begini jadinya, aku gak akan ikut dalam kutukan ini Rick, aku takut!”, kataku sambil menangis. “Aku juga, lo kira gua gak takut apa..selanjutnya masih ada yang akan terkena kutukan ini dan salah satu dari kita akan selamat serta mendapatkan Eli!”, jawab Erick sambil marah. Yudi yang kembali untuk melihat Buduk berkata, “Aku mendingan pulang duluan deh..aku gak kuat kalau gini jadinya!”. “Gak bisa! Kita harus tetap lanjutin kutukan ini dan aku yakin akulah yang akan selamat dari kutukan ini!”, ujar Erick. Kami diam karena kami tahu kalau Erick memang yang terkuat diantara kami. Setelah itu mayat Buduk pun dimakamkan disamping makam Toni.
Malam harinya kami semua tidur dalam 1 kamar yang besar yang tadinya kamar Eli, kami tidur berdekatan untuk saling menjaga dan malam itu dilewati tanpa kejadian apapun. Pagi harinya pak Henry mengajak kami untuk lari keliling komplek Villa di sana, aku lihat tidak ada siapapun di sana kecuali pak Henry dan kami yang tinggal di Villa itu. Setelah puas kami lari keliling untuk berolahraga, pak Henry dan Darma mandi di permandian air hangat dengan suasana di Jepang. Aku, Erick, Yudi, dan Eli hanya kembali ke ruang makan untuk sarapan pagi. Sudah 3 jam kami tidak melihat kehadiran pak Henry dan Darma yang tidak mungkin mandi selama 3 jam karena paling lama juga 1,5 jam sudah selesai dan puas. Aku dan Yudi datang ke pemandian itu untuk memanggil mereka agar sarapan pagi, tapi hal itu batal kami lakukkan karena kami melihat pak Henry dan Darma sudah tidak bernyawa sambil mengapung di pemandian itu, Aku langsung memanggil Erick dan Eli agar datang melihatnya sendiri, lagi-lagi Eli menangis karena orang yang dikaguminya Darma sudah tidak bernyawa lagi, aku pun tertunduk lesu melihat sahabatku tidak akan bersama kami lagi. Lalu kami memakamkan mayat mereka di dekat pemakaman Tino dan Buduk. Di hari itu kami berencana langsung pulang namun hal itu tertunda karena kapal akan datang besok sore. Sehingga kami harus bermalam 1 hari lagi di Villa itu. “Aku udah gak tahan lagi..aku mau pulang secepatnya!”, ujar Yudi sambil ketakutan. “Kita pasti pulang dengan selamat, aku gak mau kutukan ini memakan korban lagi”, ujarku. Dan kembali malam itu kami tidur bersama dan berharap tidak ada kejadian yang selanjutnya. Pagi harinya Yudi mandi sekitar pukul 06.30 WIB namun hingga pukul 07.15 WIB Yudi belum juga keluar untuk sarapan pagi, aku memanggilnya hingga 3 kali tapi tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi itu. Erick yang punya firasat buruk memintaku untuk membantunya mendobrak pintu kamar mandi itu, ternyata Yudi sudah terlihat gosong. Mungkin airnya menyentuh saklar listrik yang berada di bagian bawah kamar mandi karena di saklar itu terlihat air yang ada di sekitar saklar itu, kami yakin ini bukan kutukan itu melainkan musibah yang mengharuskan Yudi untuk meninggalkan kami semua, Yudi pun kami makamkan di samping makan Darma, sahabatnya. Hari sudah siang kami berniat untuk menunggu kapal di dermaga karena sudah tidak tahan lagi di Villa itu, namun saat aku dan Eli menunggu diluar, Rumah tiba-tiba meledak dan menimbulkan api yang sangat besar di Villa kami, Erick berteriak minta tolong tapi sudah tidak mungkin aku menolongnya karena api sudah sangat besar, itu tidak mungkin api yang disengaja tapi ini kutukan yang terjadi karena api itu hanya menyala di Villa kami sedangkan Villa di dekat kami dan berhimpitan dengan Villa kami tidak terbakar sedikitpun. Erick tidak bersuara lagi dan kami berdua yakin ia pasti sudah tidak selamat kami menjauh dari Villa itu. Aku dan Eli hanya menangis hingga kapal pun datang ke dermaga kami. “Hanya kalian berdua yang selamat? Berterimakasih lah kalian kepada Tuhan karena kalian masih diberi kesempatan hidup!”, kata kakek itu sambil mendayung kapal itu ke daerah halte bus. Kami berdua hanya bisa merenung dan mengingat wajah teman-teman kami yang kami tinggalkan.
Sesampainya di rumah, aku dan Eli langsung menuju ke rumah Yudi, Darma, Erick, Buduk, dan Tino untuk memberitahukan berita duka tersebut. Mereka orang tua dari teman-teman kami sangat histeris tetapi ini lah yang terjadi. Maka pada akhirnya Aku dan Eli resmi berpacaran dan kami akan terus menjaga selamanya. Kutukan cinta itu menjadi misteri untuk selamanya.

desi mengatakan...

Tema:Cinta Monyet Remaja
Karya:Desi Wijaya/12

Senyuman Livi

Teriknya matahari tidak membuat Livi capek untuk bekerja mencari uang.Livi adalah seorang siswi SMA di sekolah swasta yang kualitasnya sangat baik dan bisa disebut sekolah mahal sih.Livi dapat bersekolah disana karena dia mendapatkan sebuah beasiswa.Dia adalah gadis yang pintar dan bekerja keras,keluarganya adalah keluarga yang sederhana.Ayah nya bekerja menjadi guru di sebuah guru SMP dan gajinya pun tak seberapa.Maklum gaji seorang guru tidak terlalu besar,sedangkan ibu Livi membuka warung kecil tepat di samping rumahnya sendiri.Itu pun tambahan pekerjaan agar dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.Livi memiliki satu adik perempuan yang masih duduk di bangku SD.Livi sangat bebeda dengan ank remaja seumuran dia.Seharusnya anak seumur dia harus bisa merasakan indahnya masa-masa remaja seperti menghabiskan waktu bersama teman.Tetapi itu bertolak belakang dengan Livi.Setiap sepulang sekolah Livi selalu bekerja.untuk membantu perekonomian keluarganya.Walaupun sebenarnya orang tuanya mampu membiayai Livi ,tetapi Livi tetap saja tidak ingin membuat orang tuanya susah.Livi memang anak yang baik dan mandiri.penampilan Livi pun tidak seperti anak remaja lainnya dia terlihat sedikit hitam karena dia sering berjemur di bawah teriknya matahari.Rambutnya yang begitu kusam karena sering terkena debu di jalan.dan pakaiannya yang asal pakai saja.
Hanya kaos , celana pendek ,rambut panjang yang dikuncit dan tidak ada perhiasan yang dipakai sama sekali itulah penampilan keseharian Livi.Tepat pukul 1 siang bel sekolah pun berbunyi itu tandanya bahwa Livi sudah pulang sekolah.Dia pun bergegas pulang ke rumahnya yang letaknya tidak terlalu jauh hanya dengan menaiki angkot sekali saja lalu jalan memasuki lorong ,rumah yang bewarna biru dan ukurannya tidak terlalu besar,itulah rumah Livi.Sesampai di rumah nya ,livi langsung bersiap-siap Karena dia akan bekerja .Pekerjaan pertamanya adalah menjadi guru les .Maklumla karena Livi memiliki otak yang cerdas maka dia menggunakan keahliannya untuk menjadi guru les.Disana dia bekerja sampai sore saja.Setelah itu Livi mengajar anak-anak jalanan di bawah jembatan.Biasanya sekolah tersebut sering disebut sekolah sunset.Kenapa dinamai sekolah sunset?Itu karena sekolah itu selalu ada setiap sore.Livi sama sekali tidak mendapat bayaran ,yang dia inginkan hanyalah kesenangan.Itulah Livi ,dia selalu tersenyum dalam bekerja.Yang diajarkan Livi adalah membaca,menulis dan berhitung.Livi mengajar tidak hanya sendiri melainkan dia dibantu ayahnya.Karena ayahnya seorang guru maka ayah Livi membantu.setelah mengajar Livi langsung bekerja di restoran sebagai pelayan.Dia bekerja sampai jam 8 malam.setelah itu dia pulang untuk beristirahat dan belajar.Walaupun sebenarnya anak seumuran Livi tidak wajar untuk bekerja hingga malam tetapi itu semua kemauan nya Livi .Orang tuanya pun dulu sempat melarang Livi untuk bekerja karena orang tuanya sangat kasian melihatnya anaknya bekerja.Livi selalu bekerja dengan semangat dan senyuman.Keesokan harinya seperti biasa tepat pukul setengah 5 Livi bangun dan membantu ibunya untuk menyiapkan sarapan pagi dan membantu membuat makanan yang nantinya akan dijualkan.Itulah keseharian Livi saat pagi-pagi.Setelah selesai membantu ibunya Livi bergegas menyiapkan diri nya untuk bersiap ke sekolah.Livi selalu mengawali hari nya yang baru dengan sebuah senyuman.Tepat pukul 6.20 Livi pergi ke sekolah bersama adiknya dengan menaiki angkot.Livi mengantar adiknya ke sekolah ,karena jarak antara sekolah adiknya dan dia tidak terlalu jauh.Dan tepat pukul 6.50 Livi sampai di sekolah.Sesampainya di sekolah Livi sangat bingung meligat teman-temannya sedang berkumpul.Bukankah hari ini bukan senin kenapa semuanya berkumpul ,ada apa ini?tanya livi pada dirinya sendiri karena kebingungan melihat temannya.Akhirnya untuk menghilangkan rasa penasarannya livi pun bertanya kepada sahabatnya yaitu Sisca.Sisca adalah sahabat Livi sejak SMP.Mereka sudah berteman sejak lama.Sisca adalah anak orang kaya tetapi dia tidak memilih teman dalam bersahabat.
“Sis ada apa ini kenapa semuanya berkumpul?tanya Livi
“Disuruh Pak Kepsek nih,katanya kita disuruh berkumpul buat menyambut anak baru”
“Hah?Cuma karena ada anak baru sungguh aneh sekali.”
“iya ,katanya anak baru itu pindahan dari Ausi ”
“Cuma dari Ausi saja.Kenapa kita harus berkumpul”
“ehm…itu karena cowok itu adalah keluarga Chico.keluarga yang sangat terkenal akan kekayaan dan kesuksesannya”
“hah?Kenapa aku tidak tau ya tentang keluarga tersebut.”jawab livi
“kamu ini aneh Liv…perasaan keluarga itu sangat terkenal”
“ehm…nggak tau ah..”
Tidak berapa lama kemudian ada gerombolan mobil mewah datang ke sekolah.Semua murid kaget dan ingin melihat sosok anak laki-laki yang dibicarakan itu.Tiba-tiba anak laki-laki itu turun sambil pintunya dibuka oleh sopir.Semua orang memandangnya sambil kagum dan membicarakan anak laki-laki itu.Seragam yang digunakan anak laki-laki itu pun sama dengan murud lainnya hanya saja aura dan sikapnya membuat semua murid perempuan bertekuk lutut dihadapannya.Karena dia memang sangat ganteng dan memiliki wibawa.Anak laki-laki itu adalah Christian Marvelino Chico .Tian itulah nama panggilannya,karena namanya lumayan panjang.Tian termasuk cucu pewaris tunggal Perusahaan Chico.Tian adalah anak dari orang kaya dan berdarah biru.Bisa dibilang dia termasuk dalam Keluarga Chico.Siapa yang tidak kenal dengan keluarga Chico.Pasti orang-orang yang mendengarnya tau.keluarga yang sangat kaya.Tian adalah cowok impian wanita,karena dia memiliki segalanya.Disekolah itu Tian tidak hanya sendiri walaupun dia anak baru tetapi dia memiliki teman-teman yang sederajat pula.Dulu Tian pernah tinggal di Indonesia hanya saja saat dia kelas 2 SMP dia harus pindah karena sesuatu hal.Makanya dia memilih sekolah ini karena dia ingin bersekolah besama teman lamanya.Teman lamanya itu adalah Robert,Revan dan Nicolas.Mereka bertiga juga anak orang kaya ,tetapi mereka tidak sekaya Tian.Robert dan Nicolas seumur dengan Tian dan mereka dulu pernah sekelas semasa SMP.Sedangkan Revan adalah adiknya Robert.Yang jelas mereka bersahabat sejak lama.Dengan gembira Robert,Revan dan Nicolas menyambut sahabat lamanya.
“Tian….apa kabar sob?”Tanya Robert sambil memeluk sahabat lamanya
“Baik sob sudah lama sekali kita tidak bertemu”jawab Tian
“Tian…Tian… sekarang makin ganteng saja”puji Nico kepada Tian
“Kamu masih seperti dulu sering memuji saja”jawab Tian sambil tertawa
“Baru masuk sekolah saja semua orang sudah berkumpul.Itu semua memang kamu banget deh..Tian..haha”gurau Revan
“Ini lagi anak kecil..apa kabar van?Apa sudah dapat cewek?..hahaha”Tanya Tian dengan Revan
“Sekarang sih aku kejer cewek..lihat saja nanti”jawab Revan
Dan tiba-tiba Bapak Kepala Sekolah menyalami tangan nya Tian sambil berkata
“Apa kabar Tian,Saya Hendra Kepala Sekolah di sekolah ini .Jika kamu butuh sesuatu tinggal lapor saja kepada saya.Saya akan mengantar anda mengelilingi sekolah ini”Tanya bapak kepala sekolah
“baik pak,tidak perlu repot saya bisa melakukannya sendiri lagi pula ada teman-teman saja juga”
“baik Tian”jawab pak kepala Sekolah
“Oh iya ada satu lagi pak lain kali jika ingin menyambut saya jangan sampai seperti ini”Tanya Tian
“baik Tian,Lain kali saya tidak seperti ini lagi”
“baikla kalau begitu .Bert,Van,Ko ayo pergi”ajak Tian kepada ketiga temannya
“oke .bro”jawab serempak ketiga temannya
Akhirnya Robert,Revan dan Nicolas mengajak Tian berkeliling.Disamping itu Livi sangat tidak peduli dengan anak baru itu.Karena menurut dia anak baru itu hanya anak yang bisa terkenal karena orang tuanya saja tetapi bukan karena dirinya sendiri.Bel Sekolah pun berbunyi itu berarti waktunya masuk ke kelas.Livi dan Sisca masuk ke kelas dan tiba-tiba di dalam kelas Livi semua orang sedang asik bergosip.Karena bingung dengan temannya livi pun bertanya dengan salah satu temannya
“eh lagi omongin apa sih?kok seru banget”Tanya Livi
“loh…kamu nggak tau ya Liv .Kalau anak baru itu bakal masuk ke kelas kita”jawab teman livi
“Loh kok bisa ya”Tanya Livi lagi
ya bisa donk kan kedua temannya ada di kelas kita”Jawab teman Livi
“Uh…kenapa sih harus masuk ke kelas ini..”kata Lvii sambil berbisik
“hah?kamu bilang apa Liv”Tanya teman nya
“ah..nggak apa-apa kok”jawab Livi gugup
Dan tiba-tiba Tian masuk bersama kedua temannya dan didampingi wali kelasnya.Semua murid langsung cepat-cepat duduk di tempat duduk nya masing-masing.Wali kelas menyuruh kedua temannya untuk duduk dan sambil memperkenalkan.
“anak-anak hari ini kita kedatangan anak baru,pasti semuanya sudah tau.kan”Tanya wali kelas
“iya buk”jawab serempak murid-murid kelas
“Iya Tian sekarang kamu bisa memperkenalkan diri”kata ibu kepada Tian
“Selamat pagi teman-teman Nama saya Christian Marvelino Chico.senang berkenalan dengan anda”jawab Tian
“Baiklaa Tian sekarang kamu boleh duduk”jawab Wali kelas
“terima kasih buk”kata Tian
Tian pun duduk dibangku kosong paling belakang ujung kanan dan tepatnya disamping Tian ada Livi.Pelajaran pun dimulai.
Sepulang sekolah Livi kedatangan tamu di rumahnya.Tamunya itu ternyata adalah penasihat keluarga Chico.Livi kebingungan akan kedatangan penasihat itu.Ternyata penasihat keluarga Chico adalah Paman Livi sendiri.Tetapi Livi sama sekali tidak mengenali pamannya karena paman Livi jarang bertenu dengan livi.Maksud dan tujuan paman nya datang karena hal pekerjaan.Livi diminta oleh Papa Chico untuk mengajar adiknya Chico yang bernama Laura.Gajinya pun cukup besar.Tanpa berpikir lagi Livi menerima pekerjaan itu.Paman Livi pun berkata “kamu sudah bisa bekerja besok ,setelah pulang sekolah kamu langsung ke alamat ini”kata paman Livi
“Baik paman,livi pasti datang”jawab livi gembira
“Ok lah kalau begitu.Paman akan menunggu kamu.jangan sampai telat”kata paman Livi
“Ok deh”jawab Livi
Keesokan harinya tepat hari sabtu dimana setiap hari Sabtu murid-murid tidak bersekolah melainkan mengikuto ekstrakuliler.Livi yang sangat menggemari photografi mengikuti ekstrakuliler photografi.Walaupun dia tidak memiliki kamera yang bagus tetapi dia dapat meminjam dari sekolah.Dan tepat pada hari ini Livi mendapat tugas untuk memfoto di lomba basket.Karena Tian memiliki badan yang tinggi maka di memilih basket sebagai ekstrakulilernya.Dan teman-teman Tian pun sama sperti Tian.Dan sahabat Livi,Sisca mengambil ekstrakuliler cheerleaders.
Teapat di gedung olahraga lomaba basket pun dimulai.Lawan nya pun sangat kuat juga.Livi pun mendatangi gedung olahraga dan dia duduk di dekat pemain basket sekolahnya karena dia sebagai photografi maka dia diperbolehkan untuk masuk ke lapangan basket.Saat pertandingan dimulai semua penonton menyoraki sekolah mereka.Tidak lama kemudian saat Tian melempar bola tidak sengaja mengenai kepala Livi.Dan Livi pun pingsan.Semua orang panic termasuk Tian.Dengan cepat Tian mengangkat Livi ke UKS.Beberapa jam kemudian Livi bangun dari pingsannya.
“aduh…kepala aku sakit .Dimana aku sekarang”Tanya Livi sambil memegang kepalanya
“Kamu nggak apa-apa Liv.Sekarang kamu di UKS tadi kamu kena bola basket makanya kamu pingsan”jawab Sisca
“Oh iya aku ingat.Kemana cowok sok hebat itu”Tanya Livi kesal
“Tian maksudnya.Tadi dia yang mengangkat kamu ke UKS.Dia takut sekali dengan kamu”jawab Sisca sambil membela
Dan tiba-tiba Tian bersama temannya datang ke UKS
“kamu nggak apa-apa.Maaf soal tadi”ujar Tian sambil merasa bersalah
“nggak apa-apa”jawab Livi kesal
Livi pun ingin beranjak dari tempat tidurnya,tetapi sahabatnya melarang Livi.Karena Livi keras kepala jadi dia tidak menghiraukan sahabatnya dan meninggalkan semua orang yang berada di UKS.Livi bergegas mengambil barangnya karena dia ingin mengajar adik Tian.Sesampainya di rumah Tian yang besar Livi disambut oleh pamannya.Dan dia pun langsung mengajar dengan wajah yang pucat.Karena Livi tidak mau mengecewakan pamannya maka dia harus mengajar.Adik Tian yang bernama Laura sangat baik dan cantik.Setelah selesai mengajar Livi pun pamit dengan wajah yang pucat.Tetapi pada saat Livi ingin pulang dia bertemu dengan Tian di depan.Tian tidak heran dengan adanya Livi karena dia tau bahwa Livi adalah guru les Laura.Dan Tian pu n berinisiatif untuk mengajak Livi pulang.Tetapi Livi menolak dan berkata
“aku bisa pulang sendiri”kata livi dengan keras
“wajah kamu terlihat pucat lebih baik kamu pulang sama aku”jawab Tian sambil memegang tangan Livi dengan erat dan mengajaknya pulang dengan mobil Tian.
Livi tidak bisa menolak karena genggaman Tian terlalu keras.
“Nah sekarang dimana rumah kamu”Tanya Tian
“aku tidak mau pulang sekarang aku mau mengajar di sekolah senja”jawab Livi ketus
“Hah?bukankah kamu sakit?Lagipula dimana sekolah senja”Tanya Tian sambil bingung
“aku nggak apa-apa.Lebih baik aku mengajar dengan begitu sakit aku akan hilang.Sekolah senja itu ada dibawa jembatan.Cepat antarkan aku.aku sudah telat”kata Livi
Sambil heran Tian langsung mengantarkan Livi.Dalam hati ,Tian berkata “Sungguh hebat dia.Aku saja tidak seperti dia.Cewek yang langka”kata Tian sambil tersenyum.Akhirnya sampai juga di sekolah senja.Livi pun langsung turun dan mengajak Tian untuk turun pula.
“Tian..kamu mau ngeliat sekolah senja nggak.Pasti anak-anak senja senang ada orang baru”ajak Livi
“Boleh..aku juga penasaran dengan sekolah Senja”jawab Tian
Tian dan Livi pun turun.Karena hari ini hari Sabtu maka Ayah Livi tidak datang karena dia ada pekerjaan lain.Sesampainya di sekolah senja Tian sangat heran melihat keadaan sekolah itu dan anak-anak senja.Dalam hati,Tian berkata “Sungguh sedihnya aku melihat anak-anak kecil ini harus bersekolah dengan tidak memakai seragam dan menggunakan peralatan yang serba ada saja.Sekarang aku tau bahwa orang yang seperti aku harus membantu orang-orang sperti mereka”. Tian melihat Livi yang tidak pernah menyerah dalam mengajar.Tian pun membantu tetapi tiba-tiba Livi memegang kepalanya dan seperti ingin pigsan.Tetapi dengan cepat Tian memeluk Livi agar tidak jatuh.Dan tiba-tiba jantung mereka berdua berdetak dengan cepat dan seperti dunia itu milik mereka berdua saja.Mereka berdua pun tiba-tiba berkata dalam hati “apakah ini cinta?”.Setelah kejadian itu mereka berdua jadi sering sekali pulang berdua dan bercanda tawa.Tian pun membantu Livi dalam mengajar.Dan dia pun tau pekerjaan dan kehidupan Libi.Tepat pada tanggal 11 dimana pada tanggal itu mereka bertemu.Tian menembak Livi di Sekolah senja dengan memenuhi ruangan sekolah itu penuh dengan bunga mawar.Dan Tian pun menggenggam 11 tangkai bunga mawar.Tiba-tiba Livi datang bersama sahabatnya Sisca.Tepat di depan pintu sekolah senja mata Livi ditutup .Dan Sisca membantu Livi untuk berjalan dan tepat di depan Tian langkah jalan itu berhenti dan mata Livi dibuka.Livi sangat terkejut dengan semua ini.Dan tiba-tiba Tian menunduk di depan Livid an berkata “Maukah kamu menjadi pacarku”.Dengan cepat Livi pun berkata “Tentu saja”.Dan tepat tanggal 11-11-2009 mereka resmi jadian.Selama 5 bulan menjalan kisah cintanya dengan Tian baik-baik saja.Tapi tiba-tiba hubungan mereka ditentang oleh keluarga Tian.Karena bagi Papanya Tian,Livi hanyalah gadis dari golongan bawah dan tidak cocok dengan Tian.Segala cara dilakukan oleh Papa Tian untuk membuat hubungan Tian dan Livi putus.Tetapi semua cara itu tidak membuat hubungan mereka berdua kandas.Sampai akhirnya Papa Tian rela menghancurkan sekolah senja dan memukuli ayahnya Livi.Livi sangat terkejut mendengar kabat bahwa ayahnya dipukul oleh Papa Tian.Dengan cepat Livi pun pulang dan melihat keadaan ayahnya.Wajah Ayah Livi babak belur dan ayahnya dibantu tetangga dibawa ke rumah sakit.Livi begitu sedih dan kesal kepada keluarga Chico.Dengan muka yang sangat kesal Livi mendatangi rumah Tian.Ternyata Livi sangat tepat datang ke rumah Tian karena mereka semua sedang berkumpul.Dengan kesal Livi mengedor pintu tumah itu.Dan dibuka oleh pamannya.Paman Livi berusaha melarang Livi untuk masuk tetapi Livi berhasil masuk dan dia menemui Papa Tian dan sambil berkata “Apa yang anda lakukan dengan Ayah saya?Kami memang tidak sederajat dengan anda.Tetapi anda lebih rendah karena telah melakukan perbuatan yang kejam.Anda bukan manusia”teriak Livi sambil menangis
“kamu ini kenapa Livi?Tiba-tiba mengatai Papa aku.Kamu tidak sopan”bela Tian
“Kamu masih membela Papa kamu.Asal kamu tau.Papa kamu telah menghancurkan sekolah senja dan memukuli Ayah saya.Apa kamu masih ingin membela Papa kamu yang kejam itu”kata Livi sambil menunjukkan tangannya ke Papa Tian
“Apa? Papa apa benar yang dikatakan Livi”Tanya Tian
“Iya memang benar.Biar dia bisa rasakan bagaimana rasanya menentang saya”jawab papa Tian
“Papa kejam sekali.Ini bukan Papa yang Laura kenal.Apa papa ingat?dulu papa pernah bilang ke Laura bahwa kita harus membantu sesame”Tanya Laura smabil menangis
“Tapi Laura ini semua Papa lakuin untuk nama baik keluarga kita”jawab Papa Tian
“Pa,apa papa ingat kalau Mama juga tidak dari anak orang kaya.Mama juga sama seperti Livi”Tanya MamaTian sambil merangkul tangan Livi.
“kenapa kalian semua memihak kepada dia.Saya ini suami dan Papa kalian”jawab papa Tian
“kamu Itu iblis yang sudah mengambil kebahagiaan orang”teriak Livi sambil lari meninggalkan keluarga Tian
Tetapi Tian berusaha mengejar Livi dan menangkap tangannya Livi dan memeluk Livi . “Maafin aku ya,seharusnya aku membela kamu tadi.Aku tau kamu sedang kacau tapi aku selalu ada untuk kamu”ujar Tian
“Tapi Tian apa sebaiknya kita akhiri hubungan kita.Aku tidak mau sesuatu hal terjadi lagi”Tanya Livi
“nggak sayang.Aku janji nggak akan ad seperti ini lagi.Lebih baik sekarang aku antar kamu pulang ya”jawab Tian
Tian pun mengantar Livi pulang.Disamping hal itu Mama Tian menasehati perlakuan Papa Tian kepada keluarga Livi.Papa Tian pun mengakui kesalahannya dan ingin segera meminta maaf kepada keluarga Livid an anak-anak nya atas kesalahan Papanya.Keesokan harinya dengan inisiatif yang baik Orang tua Tian,Laura dan Tian menjenguk Ayahnya Livi.Disana mereka datang untuk meminta maaf dan mengganti semua kerugian yang dilakukan papa Tian.
“Maafkan saya pak.Karena saya Bapak harus masuk rumah sakit”ujar Papa Tin sambil menangis
“Tidak apa-apa pak.Lupakan saja semuanya.Saya tidak akan menyalahi bapak”kata Ayah Livi
“terima kasih sekali.Livi maafkan Om ya.Sekarang Om merestui hubungan antara kamu dengan anak saya”kata Papa Tian
“iya Om.Livi juga minta maaf karena waktu itu Livi telah berkata yang tidak sopan.”kata Livi sambil memeluk Papa Tian.
Dan akhirnya Livid dan Tian pun dapat menjalin hubungan mereka tanpa tentangan dari orang lain.Dan sekolah senja pun telah diperbaiki.Sekarang keluarga Tian dan keluarga Livi telah bersatu tanpa membedakan status sosial.Livi pun tetap bekerja dengan dibantu pacarnya Tian.

ariyanni mengatakan...

Tema : Cinta Monyet Remaja
Karya: Ariyanni Afriska / 04


antara aku, kau, dan dia


Hari ini tanggal 5 Feb 2008. Aku baru pulang dari retret di Giri Nugraha di kilometer 7. Semua tubuhku serasa mau patah n cape. Sesampainya aku dirumah, aku langsung duduk di sofa n nonton TV tentunya. Hari itu entah mengapa, hati ku begitu gembira. Setelah semua nyawa q terkumpul lagi, aku membantu mama n tante q yang lagi beres-beres untuk Tahun Baru Imlek yang akan berlangsung tanggal 7 Feb 2008. Dan hari itu tinggal 2 hari lagi. Sembari membantu, aku bercerita-cerita kepada mam n tante tentang retret q yang selama 3hari 3malam disana. Bibirku selalu merekah lebar saat bercerita dan diselingi canda tawa dari ku. “ Uh..pokoknya nyesel deh ma..kalo ga ikut retret kemarin..seru nian.. Raso ny pengen lagi.. Haha..” ujar ku.
“ Ring..Ring..”, bunyi ponsel q.. ketika mau q angkat, eh.. ternyata mati. “ Sialan”, desah q. Aku lihat nomor yang menelepon q itu. “ Mmm.. Rasanya aku kenal nomor ini.. Tapi tumben ya dia telepon q?”, tanya q dalam hati. Tak berapa lama, berbunyi kembali. Tapi kali ini bukan telepon, tetapi sms. Ketika hendak aku buka, jantung ku berdebar kencang. Serasa mau copot saja. Ternyata dari Ricaldo, mantan ku waktu aku kelas 2 SMP. “ Cinta bukan?”, isi sms dari Ricaldo. Dengan sepat aku membalas sms tersebut: “ Iy. Ne sp?”, jwb ku pura-pura tidak tahu. Bibir ku melebar terus bak perahu. Aku tersipu malu sendiri. Saat mama atau tante atau adik ku lewat, aku menahan senyuman karena tidak mau melihat mereka bertanya-tanya kepada ku. Setelah beberapa menit kemudian. “ Drrt..drrt..drrt”, getar sms. (aku sengaja tidak membunyikan biar tidak berisik karena mama atau anggota lainnya pasti akan curiga).
“ Ini Ricaldo.. Masa lupa? Ud sampe humz loem?”, isi sms dari ricaldo. “wkwkwk.. Ya ampun. Masih perhatian ajah.” Kata ku dalam hati. Aduh, hati ku makin berbunga-bunga nih. Makin lebar senyum ku.
Aku pun membalas sms ny lagi. “ Iya..Ga lupa kok.. Siapa sih yang lupa? Hehe.. Udh nympe kok daritadi.. Kalo kamu?”, isi sms ku. Jantung ku terus berdebar-debar, senyum ku kian lebar. Entah ap yang akan terjadi sampai aku bisa seperti ini. Tak ad angin, tak ada hujan. Hampir setahun aku putus dari ricaldo. Aku pacaran dengan nya sejak awal masuk kelas 2 SMP (ga awal-awal banget sie, tapi bisa dibilang awal juga. Hehe). Dy memutuskan ku tanpa sebab. Tahu-tahu dy minta putus dari ku. Emang beberapa akhir itu, dy berubah banget, drastis malah.
Jarang berbicara dengan ku lagi, selalu pulang cepat, jarang sms lagi. Entah aku punya salah ap, mungkin dia cemburu atau kesal atau ap lah. Yang pasti aku sudah melupakannya karena sudah lama banget aku pendam dalam-dalam. Karena mengingat itu, sering membuat aku sedih. Mungkin karena melihat dy selalu membuad aku tertawa, hari-hari dilewati dengan senyuman. Tapi, hari itu sudah tak ad lagi. Yah. Aku sadari, kami memang masih SMP. Mungkin kami masih mengalami CINTA MONYET. Aku juga sadar kalau manusia itu pasti suatu saat nanti akan berubah dan dia juga bisa akan meninggalkan aku, dan sebagainya.
Aku dengan Ricaldo berbeda 1 tahun, dy lahir tahun 1993, sedangkan aku 1994. tapi umur itu ga ada pengaruhnya sama sekali. Yah, itu lah cerita singkat tentang cerita lama aku dan Ricaldo. Nama lengkap nya adalah Ricaldo Steven. Bagus kan? Seperti rupawannya yang putih, tinggi, dan lain-lain. “drrt..drrt..” bergetar lagi. Wah. Sms dari ricaldo lagi. Dengan cepat aku membuka nya. “ cin, kamu mau ga jadi pacar ku lagi? Ternyata aku masih sayang sm kamu. Kamu masih sayang jg ga sama aku? Bls. Cpt.” Isi sms dari ricaldo.
Deg.. deg.. jantung ku berdegup cepat. Akankah aku menjawab “iya”, atau “tidak”. Aku masih ragu dengan nya. Tp dalam hati ku yang terdalam, aku masih menyayanginya. Akhirnya aku menjawab iya. Hati ku senang sekali. Berbunga-bunga. Aku terus smsan sm ricaldo. Sesekali dia menelepon. Saat berbicara di telepon, aku menanyakan “ Np kmu ga ngomong langsung aj?”,kata ku. “Tadi ad papa kmu. Jd aku ga berani. Terus aku juga mau pulang, ada urusan gitu dengan robby.” Jawab Rical. “Hm.. tadi itu bukan papa ku. Tp Pak Edo, aku ikut Pak Edo pulang tadi. Soalnya aku ga ada yang anter. Jadi dianter sm Pak He sampe skul. Geto.”balas ku.
Dia terkejut, ternyata itu bukan papa aku. Haha. Kasian banget. Kami berbincang-bincang lama banget, sampe kuping ku panas. Aku juga sambil manja-manjaan. Sudah lama tidak manja-manjaan sama dia. Pokoknya banyak deh. Tapi, saat telepon nya harus ditutup karena mau pergi untuk beli baju dan hape nya ga boleh dibawa. Jadi sedih. Akhirnya aku tutup telepon nya. Dan kau pun siap-siap untuk pergi bersama tante kePIM.
Hari sudah menunjukkan pukul 19.00, sudah lumayan gelap. Tapi aku masih ada di dalam Mall PIM. Satu persatu aku masuki toko baju yang ada disana. Sampai lah aku di sebuah tempat, namanya 61 ( sixty one ). Toko baju yang rata-rata warna naju nya warna hitam dan putih. Disana aku mencari celana untuk di sesuaikan dengan baju yang sudah aku beli.
Huft. Akhirnya sudah ketemu. Kaki ku sudah pegal-pegal rasa nya ingin duduk. Akhirnya akupun sudah sampai rumah. Aku pun melanjutkan kembali aktivitas ku yaitu smsan dengan ricaldo. Karena kami jarang bertemu, apalagi liburan Tahun Baru Imlek jadi masuk kembali kesekolah tanggal 10 Feb. Aku sudah menantikan masuk sekolah kembali, karena aku bisa ketemu kembali dengan ricaldo. Tentu, aku ingin bercerita kepada teman-teman ku.
Tapi masuk sekolah masih lama. Sedangkan aku bisa bertemu dengan teman ku sebelum masuk sekolah. Saat itu aku sudah selesai dengan berkunjung ke semua rumah family-family kami. Jadi, saat nya aku yagn mengunjungi rumah teman-teman ku. Mereka telah berkumpul di rumah monica. Saat aku datang, mereka sedang canda tawa. Tiba-tiba ekspresi mereka diam menatapku. Aku bingung. Ternyata aku tak sadar kalau aku sendiri sedang tertawa kecil, padahal mereka tidak sedang mengajakku tertawa.
Aku masih tertawa kecil. Saat dijalan menuju rumah salah satu teman kami, aku satu becak ( alat transportasi ) dengan mentari. Aku pun mulai bercerita tentang kejadian bahagia yang aku alami saat itu. Dan dia pun hanya bisa tertawa aneh. Bagaimana tidak aneh, aku bercerita sambil tersenyum-senyum. Setelah sampai di rumah teman kami yang bernama putri, kami pun langsung masuk dan menemui mama dan papa atau anggota keluarga dari putrid untuk mengucapkan “GONG XI”.
Setelah itu, aku pun memulai pembicaraan, “Ehmm.. Oi. Aku mau cerita nih. Tentang kenapa aku tadi tersenyum-senyum sendiri. ( sambil melirik mentari sambil tertawa kecil ). Kemarin tanggal 5, aku balikkan lagi dengan ricaldo. Gila ga? Aku aja ga nyangka saat itu.” Kata ku sambil nyengir malu. “Ha? Masa cin? Kok bisa? Kau kan dulu benci sm dio? Aneh nian kau ne!”,kata Putri. Aku tertawa lebar. “ Haha. Itu kan dulu. Tapi, aku tu emang masih sayang sm dio. Huh. Kamu-kamu be dak tau. Hehe. Tapi e, seneng nean. Raso ny pengen masuk sekolah lagi. Tapi kok lm nean.”kata ku sambil mengeluh karena ga kunjung masuk sekolah.
Kami terus berbincang-bincang, tentu nya ada di selingi dengan tawaan. Tak terasa, kami sudah lama disana. Kami pun merasa tidak enakan, jadi kami permisi pulang dan bergegas. Kami mengajak putri untuk ikut bersama kami mengunjungi rumah teman-teman kami yang lain. Akhirnya putri mau, kami pun pergi. Kami mengunjungi rumah dari yang alamat di taman kenten, 14 ilir, dempo. Walaupun Cuma 3 tempat, kami di satu tempat lamanya kira-kira kurang lebih 1-2 jam.
Hari sudah sore, kami pun minta pamit untuk pulang. Akhirnya kamipun pulang kerumah masing-masing. Aku pun menuju rumah ku, yang tidak kecil juga tidak besar. Setelah sampai di rumah, aku langsung duduk. Kepala ku terasa pusing. Akhirnya aku disuruh mandi, setelah itu langsung tidur. Aku pun melakukan nya. Setelah selesai, aku langsung menuju tempat tidur. Sembari guling-guling, aku smsan dengan ricaldo. Rasa kangen menghampiri ku. Setelah puas smsan, aku langsung tertidur dengan lelapnya.
Saat aku bangun, ternyata sudah pagi lagi. Tak terasa sudah tanggal 10. Wah. Aku langsung bangun dan menuju ke kamar mandi. Setelah selesai semuanya, aku langsung mengenakan sepatu dan bersiap menuju sekolah. Saat aku sudah sampai sekolah, berpas-pasan dengan bunyi bel. Dengan cepat aku langsung masuk ke kelas dengan berlari-lari. Akhirnya aku masuk ke kelas dengan cepat sebelum guru masuk. Aku duduk dengan sobat ku, petrea. Didepan ku ada ricaldo yang duduk sebangku dengan ricky. Aku tersenyum saat menatap ricaldo. Karena yang tau kami pacaran itu hanya teman dekat ku. Petrea jg tersenyum melihat kami berdua. “petrea tau ga kalau kita….?”, Tanya rical. “Sudah.. Dk ap-ap kan?”,jawab ku. Dia pun tersenyum. Tapi, dia pindah tempat duduk. Dia duduk paling depan, tetapi tetap saja badan nya mengarah ke aku. Sesekali dia menengok kearah ku.
Aku pun membalas tatapan nya. Teman-teman ku yang lain heran melihat kami. Yang mereka tau, kami sudah putus dan tak pernah bercakap-cakap. Tapi, hari ini kami selalu bertatapan dan sesekali kami berbincang-bincang. Itu membuat tanda Tanya besar bagi mereka. Lalu satu persatu bertanya kepada aku ( mungkin yang lainnya ada yang bertanya kepada rical ). “Iyo. Aku pacaran lagi samo rical. Napo? Hehe.”,kata ku cuek. Mereka pun serentak berkata, “Cieeeeeeeeeee..”. Muka ku pun langsung merah, tersipu malu.
2 bulan hari-hari kami di lewati dengan penuh ceria. Tak terasa sudah mau try out. Entah sejak saat itu aku tidak begitu dekat lagi dengan rical. Perasaan ku sudah mulai tak enak. Rical lebih sering bergabung bersama vio dkk. Dan rical sudah jarang untuk membalas sms ku lagi. Kalau ketemu, kami tak pernah menyapa. Hanya sesekali dia melihat ku. Aku tak bisa membaca ekspresi nya. Kosong.
Teman-teman ku sedih melihat ku yang murung. Mereka selalu menghiburku. Tiba-tiba vio dkk, menghampiri kami ( aku, yohanna, mentari, putri, vira, dll ) di rumah makan yang tak jauh dari sekolah kami. Mereka datang dengan dagu yang dinaikan ke atas berlagak bak artis yang sombong tapi tak laku. Kami dengan tenang menunggu mereka sambil tertawa kecil bersama.
Vio maju duluan dan langsung menarik ku, “Ap maksut kau ck itu?”, Tanya vio. Aku heran. Memang n yak ngapain. “Maksut nya? Aku dk ngerti.” Jawab ku dengan heran. Vio senyum kecil seperti senyum iblis. “Yang waktu itu. Kau ne. Masa sudah lupo. La tuo kau?”, bentak vio. Aku tertegun. Enak saja aku dibentak seperti itu, dikatain pula. “EH! Itu kan salah kau. Sudah tau kalau rical tu cowok aku. Tapi masih nempel-nempel. Padahal kau kan sudah punyo Erick.”kata ku yang sudah mulai manas. Aku menjadi teringat dengan kejadian yang sangat aku benci. Saat les tambahan seusai try out. Aku duduk dengan teman-teman ku. Rical dengan vio dkk.
Saat itu aku merasa kesal. Aku sudah tak tahan. Aku langsung menyindir vio. “Eh. Temen-temen ada orang yang ga tau malu loh. Udah punya cowok, tapi masih deket dengan cowok orang. Ya ampun. Cape deh!”, teriakku. Teman-teman ku tertawa. Setiap hari aku selalu begitu. Sampai akhirnya vio dkk memanas. Dan sampailah puncak ny hari ini.
Vio terdiam. Wajah nya masih merah. Ak juga diam. Memandang lurus jauh tanpa objek yang aku lihat. Aku tak melihat tak ada rical bersama mereka, yang ada hanya ricky dan Erick. Ricky menunggu disamping mereka. Erick menunggu di tempat somay sambil sesekali melirik kesini. “Tapi aku dengan rical tu ada hubungan saudara. Masa kau cak itu nian. Dak boleh ap aku deket dengen saudara aku dewek? Dak mungkin jugo kan aku pacaran samo dio.”,balas vio.
Aku diam. Memang mereka saudara, karena aku sudah diceritakan oleh rical. Tapi segitu dekat kah? Aku dengan saudara-saudara ku saja tidak sedekat itu. “Ya. Tapi waktu itu aku ga bermaksut untuk ngomong kayak gitu. Yo kalo emang aku salah di mato kau, aku minta maaf na.”,kata ku sambil memandang kearah lain karena aku sudah muak dengan muka vio.
Vio tersungging kembali. “Yo sudah kalo cak itu. Kalo emang kau dak bermaksut kek itu. Aku terimo maaf kau”,ujar vio. Akhirnya aku dan vio berdamai. Tapi di balik itu, aku masih kesal. Namun aku pendam, aku ga mau berbuat dosa lagi. Lebih baik aku yang meminta maaf duluan, karena memang pertama itu salah ku. Rombongan vio dkk akhirnya pergi, diikuti oleh Erick dan ricky. Erick dan ricky terlihat seperti bodyguard. “drrt..drrt..”, getar sms dari hape ku. “kita putus” sms dari ricaldo.
Aku shock. Teman-teman ku langsung menghiburku. Aku pun tidak terlalu lama berlarut dalam kesedihan. Try out telah selesai. Tak berapa lama, memasuki UN. Hati ku deg-degan. Aku belajar terus. Hari-hari UN pun telah dilewati. Sekarang memasuki liburan menunggu hasil, lulus atau tidakkah kami. Tetapi liburan ini, terasa membosankan. Sangat membosankan. Waktu berjalan terasa cepat, tibalah hari kelulusan. Orang tua ku datang, begitu pun orang tua dari murid-murid yang ada di SMP Xav 2.
Aku dan teman-teman menunggu di luar dengan cemas. Hati kami berdegap-degup. Lama kami menunggu di luar. Akhirnya satu persatu para orang tua keluar dengan membawa amplop. Tiba saat nya orang tua ku keluar. Lalu mama berkata,”Kmu lulus, tapi ada nilai kamu yang masih pas-pasan. Tapi dak apa-apa lah. Asal kan kamu lulus saja mama sudah senang.”kata mama sambil merangkul ku.
Aku tersenyum. Dalam hati aku berkata,” iya ma. Nih cinta saja sudah senang banget.” Aku pun pulang kerumah dengan gembira. Aku pun bisa tidur dengan tenang. Tetapi ada hari yang aku tunggu-tunggu yaitu perpisahan. Akhirnya hari itu telah tiba. Pesta yang pertama di hadiri oleh para orang tua dan anak-anak nya. Nah, pesta yang kedua hanya anak murid yang hadir. Acara itu adalah acara begadang disekolah. Ada sate, bermain-main dengan kembang api, menghidupkan percon, makan cemilan, cerita-cerita, ada yang tak tahan maka mereka langsung tidur di dalam audiovisual.
Didalam audiovisual, aku melihat ricaldo dengan vio sedang bermesraan. Ake terkejut. Aku masih mengingat ap perkataan vio pada ku waktu itu. Senjata makan tuan. Aku sungguh-sungguh kesal. Lalu aku bercerita kepada teman-temanku. Vio yang tak kebetulan melihatku, dia merasa tidak enakan dan dengan sigap menoleh kearah yang lain. Tak kan ada sayang dan maaf lagi untuk ricaldo. Sejak perpisahan itu, bila aku bertemu dengan vio. Aku cuek bebek dengan ny. Tapi dia menegur dengan tampang yang tak ada dosa. Tapi itu tak masalah untuk ku. Itu adalah masa-masa SMP.
Masa-masa Cinta Monyet saat meranjak Remaja. Lagi pula aku tidak satu SMA dengan vio dkk, namun aku satu SMA dengan ricaldo. Aku tak tahu masa yang akan datang seperti ap. Aku jalan seperti air yang mengalir mengikuti arus.

Lestyana mengatakan...

Topik: Cinta di kalangan remaja
Karya: Lestyana/23

Boyfriend vs Bestfriend

Dulu,saat kami berusia 4 tahun, mama dan papa kami bekerja sama untuk mendirikan suatu perusahaan dan akhirnya berhasil. Karena waktu mereka untuk kami sering tersita oleh kesibukan masing-masing, aku dan Keysha dititipkan pada tanteku yang tinggal di seberang rumahku. Kemudian sekitar 1 bulan kemudian papa Keysha pun membeli sebuah rumah mewah yang tepat berada di sebelah rumahku. Mulai dari saat itu kami mulai akrab dan akhirnya terjalin persahabatan yang begitu akrab. Keysha lebih sering datang kerumahku untuk mengerjakan semua tugas yang diberikan oleh gurunya. Sampai-sampai Keysha sudah kuanggap seperti kakakku sendiri, meski umur kami hanya berbeda 3 bulan.Tapi sifatnya masih seperti anak kecil yang belum mengenal kata dewasa, namun kebalikannya aku sangat dewasa dan memikirkan bagaimana cara membahagiakan kedua orang tuaku. Aku adalah tipe cewek yang lumayan tomboy dan pintar. Hobiku yang utama hanyalah bermain basket. Yah, begitulah hidupku yang tak pernah berhenti berharap agar orang tua kami dapat lebih mencurahkan perhatian mereka kepada kami berdua tentunya.

“Tian....!!!! buruan berangkat nanti kita telat..” Keysha berteriak kepada sahabatnya yang sedang bergegas untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.
“Iya, Key sabar dong...Ma, aku pergi dulu ya...Bye..”sambil menuju ke mobil, wajah mereka terlihat sangat pucat karena jam telah menunjukkan pukul 06.50. Keduanya saling bertatapan seolah-olah saling menyalahkan satu sama lain.

Inilah kisah perjalanan aku dan sahabatku, Keysha dimulai....Seperti biasanya tiada hari tanpa terlambat dan dihukum berdiri di depan kelas. Hal itu sangat lazim bagi kami berdua, kami sudah berteman kurang lebih 12 tahun lamanya. Bisa dibayangkan betapa akrabnya kami sampai-sampai semua yang kita lakukan sama. Tapi semua itu akan menjadi sebuah kenangan yang tak terlupakan.

“Nah kan tian, gara-gara kamu sih kita jadi telat..”ujar Keysha.
“Kamu juga sih lupa bangunin aku pagi tadi, jadinya kita kena hukuman lagi..”
Tiba-tiba datang seorang guru dengan kumis yang lebat, berbadan besar dan seakan-akan mengguncang tubuh kami berdua.

“Kalian ini setiap hari terlambat! Apa kalian tidak malu dengan teman-teman lainnya?” ujar pak Krisno sambil menatap dengan mata yang berapi-api.Kami berdua hanya menunduk dan tidak satu kata pun keluar dari mulut kami.
“Pagi pak Krisno...” ujar sekelompok murid yang tepat lewat di depan kami berdua.
“Anjrit..Itu kan Sienna..Kok dia gak dihukum sih??”tanya keysha kepadaku sambil berbisik.
“Yah wajar kali..Bokap nya kan penyuntik dana terbesar di sekolah kita..” jawabku sambil mengejek. Sienna adalah cewek terpopuler di sekolah kami. Dia merupakan salah satu anggota gank “The Little” yang dikagumi oleh cowok – cowok.
“Hmm...Pagi juga Sienna..Gimana kabar papamu?”
“Baik kok pak, oh ya kata daddy semua persiapan dana untuk pentas seni sudah beres..Besok daddy akan mampir untuk silahturami..”
“Oh..Titip salam ya buat papamu..”ujar Pak Krisno, si penjilat ortu murid
sambil beranjak dari tempatnya. Dan tinggal kami berdua menanti bel pertama berakhir. Saat menunggu hukuman berakhir, tiba-tiba perutku sakit dan aku segera menuju WC terdekat. Keysha yang sendirian pun tiba-tiba terpanah dengan munculnya seorang cowok blasteran yang menghampirinya. Ternyata dia adalah murid pindahan dari Amsterdam,Belanda.
“Brak! Aduh....!Sakit...” teriak Keysha yang pura- pura tejatuh karena menabrak si cowok misterius itu.
“Are you okay?? Maaf ya..Aku gak sengaja..”ujar cowok blasteran tersebut.
“Kayaknya kakiku keseleo deh..Tolong anterin aku ke UKS yah..” jawab Keysha sambil berpura-pura menahan sakit. Dan ketika aku kembali, aku pun kebingungan mencari sahabatku. Lalu, satu menit kemudian bel berakhirnya pelajaran pertama pun berbunyi. Sambil masuk ke kelas, mataku mulai mencari sosok Keysha, tapi di kanan dan kiri kelas tidak kutemukan. Aku pun panik dan mulai berpikir kalau teman terbaikku dipanggil kepala sekolah karena ulahku yang tidak meminta izin untuk pergi ke WC saat hukuman berlangsung. Sejenak aku pun berlari di sepanjang koridor, dan tiba-tiba menabrak seorang cowok yang kukira tiang sekolah.
“Maaf, aku gak sengaja...Permisi..”ujarku sambil tetap belari untuk mencari Keysha. Saat menuju ruang kepala sekolah, aku melihat sosok seseorang yang ada di dalam UKS sekolah yang tampaknya kegirangan sambil meloncat-loncat di atas tempat tidur. Suaranya pun tidak asing lagi bagiku.
“Key...Ngapain kamu ada disini?? Kaki kamu kok diperban??”tanyaku yang penasaran dengan ekspresi Keysha yang tampak berbunga-bunga dan tersipu malu.
“Ti..Aku ada kabar baru.Kamu tahu gak kalau ada murid pindahan dari Belanda yang akan mendaftar menjadi kakak kelas kita. Duh! Senangnya..”katanya dengan riang dan melamun seketika.
“Kamu ini aneh banget sih, jadi apa hubungannya kamu ada disini dengan cowok itu??Atau kamu jangan-jangan....” sambil berusaha menebak apa yang terjadi di antara sahabatnya dengan cowok blasteran itu.
“JOE maksud lo???Iya dong , dia itu ganteng banget and so perfect ti..” tanggapnya sambil mengagung-agungkan nama Joe.
“Jadi elo fall in love ama cowok yang baru aja lo kenal?Gila lo..!” ujar Tian sambil menyadarkan Keysha yang agaknya masih membayangkan Joe yang dianggapnya sebagai si cowok perfect yang penah dikenalnya selama ini.



Keesokan harinya, sepulang sekolah kami berdua memutuskan untuk pergi ke cafe favorit kami. Tak disangka sosok Joe hadir dan mulai memasuki pintu cafe.
“Oh my God, itu kan Joe!”teriak Keysha yang tampak panik sambil merapikan rambutnya dan mulai menatanya dengan pita-pita kecil.Tapi aku tak begitu tertarik dengan sosok cowok bule yang telah memanah hati kecil temanku, aku pun menanggapi Keysha dengan senyuman sambil menyantap kue lezat yang telah kupesan.
“Tian lu apa-apaan sih?Kok dihabisin kuenya?Emm..Tapi gak apa-apa deh bisa aku pesan lagi, tapi kalau Joe kan enggak...”ujar Keysha yang tertawa kecil memandangi Joe dan kawan-kawannya. Kerena teh yang aku pesan habis, aku pun berjalan menuju kasir untuk membayar semua pesanan kami. Sementara Keysha menunggu di mobil. Aku yang berdiri di depan seorang cowok awalnya biasa-biasa saja, tapi kejadian yang tak kusangka tiba-tiba menimpaku. Bajuku basah karena ulah cowok yang gak pernah kukenal menabrakku ku dari belakang.
“Hey, hati-hati dong!Jadi basah nih..!”ujarku dengan nada kesal.
“Ups...Sory aku gak sengaja..Maaf ya, gimana kalau aku traktir kamu sebagai permintaan maafku?”tanya cowok yang tenyata Joe. Akhirnya aku setuju dan bergegas kembali ke rumah untuk mengganti pakaian. Joe yang tampaknya penasaran denganku, tiba-tiba memanggil dan menghentikan langkahku. Karena aku termasuk orang yang cuek dan tidak mudah akrab dengan orang yang baru kukenal, lalu kutinggalkan saja Joe dan teman-temannya. Keysha yang melihatku tampak penasaran dan mulai mengajukan beberapa pertanyaaan.
“Elo kenapa kok marah-marah sih?”
“Gak apa-apa kok...”
“Tapi baju lo kok basah dan baunya kayak kopi sih?”
“Udah deh Keysha aku gak mau cerita sekarang!”
“Ya udah kalo gak mau tapi jangan lupa ya elo masih utang curhat ama gue..”
Aku membalasnya dengan senyuman. Dan mulai menghidupkan mobil.
“Guys, ada yang kenal gak sama tuh cewek?”tanya Joe kepada beberapa teman basketnya.
“Oh Tian maksud lo??”
“Tian?”tanya Joe lagi.
“Iya, dia itu anak basket juga tapi masih adek kelas..”
“Oh,tapi kok rada-rada cuek yah?”
“Emang gitu orangnya, dia itu gak pernah akrab ama cowok yang baru dia kenal, lagian elo kan murid pindahan jadi dia pasti gak kenal ama lu..”jawab salah satu anak basket.



Dua minggu kemudian, aku pun sudah bisa melupakan sosok cowok menyebalkan itu. Tapi jika takdir telah berkata maka tak ada yang bisa mengubahnya, begitulah yang terjadi antara aku dan Joe. Seperti sebuah adegan film, kami pun jadi sering dipertemukan pada saat-saat yang tidak disangka, tanpa Keysha tentunya.
Aku tak sengaja menjatuhkan buku-buku perpustakaan yang tertumpuk di kedua lenganku, lalu datanglah sosok Joe sebagai dewa penolong. Belum lagi saat aku jatuh ke dalam pelukan Joe yang entah darimana datangnya saat aku dijahili oleh teman-temanku. Semua serba kebetulan, tanpa kusadari aku mulai menaruh hati padanya. Yah, mungkin aku termakan oleh kata-kataku sendiri. Tanpa sepengetahuan Keysha, Joe mulai bertemu langsung dan mengobrol denganku. Aku dan dia tampak akrab seperti telah lama kenal satu sama lain. Setelah kejadian itu, Joe menjadi sering mengajakku untuk melakukan aktivitas di luar jam sekolah seperti basket, kebetulan hobi kami sama dan baru-baru ini, Joe juga masuk ke dalam klub basket sekolah kami. Dengan begitu kami lebih banyak dipertemukan oleh segudang aktivitas sekolah.
“Tian, gak disangka ya sekarang kita bisa dekat kayak gini, padahal kan dulu elo sombong and cuek banget sama aku..” kata Joe yang berlogat inggris.
“Iya yah, aku juga gak nyangka, elo yang sempet bikin aku ngambek seharian ternyata gak seburuk yang gue kira..hahaha..”jawabku dengan heran.
“Oh ya sebelum aku bertemu ama lo, aku pernah ditabrak oleh cewek yang mirip kayak lo, tapi aku gak sempet liat wajahnya sih..”
“Hah?Gue juga pernah nabrak cowok yang tinggi dan badannya sebesar lo.Apa mungkin....??”sambil berpikir sejenak.
“Apa mungkin cowok itu gue dan cewek itu kamu?”tebak Joe sambil tertawa.
“Iya yah,memang aneh hidup ini..”jawabku sambil memasang wajah bingung.
“Mungkin kita emang ditakdirin untuk bersama kali ya...hahaha” kata Joe sambil melanjutkan kata-kataku.
“Oh ya gimana kabar Keysha?”
“Baek..Tapi sebenarnya dia gak tahu kalo sekarang aku ama kamu uda temenan.”
“Kok gitu?Padahal dia kan teman akrab lo...”
“Yah gitu lah susah jelasinnya, pokoknya Keysha gak boleh sampai tahu kalo kita berdua sering ngobrol bareng,oke??”terangku pada Joe.

Satu bulan kemudian, Joe yang telah mengenal akrab kami berdua merasa agak risih dengan ulah Keysha dan semua perhatiannya yang terlalu berlebuhan. Sedangkan aku tak bersikap seperti biasanya terhadap Joe saat Keysha berada bersama kami. Joe yang masih agak kebingungan dengan penjelasanku dulu pun sedikit demi sedikit mulai mengerti dengan adanya surat yang dikirimkan Keysha pada Joe .

Dear, Joe.
Joe, selama ini aku tidak bisa membohongi perasaanku padamu.Hari-hari yang kita lewati selama ini telah memberiku banyak kesan. Mulai dari pertama kali kita berjumpa, kamu gak sengaja menabrakku lalu mengobati kakiku yang sedang keseleo dan aku gak bisa menahan perasaanku padamu. I’m fall in love with you from our first sight. Meskipun aku dan kamu tak banyak lalui hari-hari bersama dan memang kita berdua juga memiliki hobi yang berbeda, tapi aku bisa kok memberi kamu perhatian ang lebih dari cewek lain. Aku janji kalau aku akan menyayangi kamu dan mencoba untuk mengenal kamu lebih jauh. Hanya satu kata yang ingin aku ucapkan padamu dan aku rasa itu dapat menggambarkan semua rasa yang ada jauhdi dalam lubuk hatiku. I LOVE YOU, JOE. Aku harap kamu memberikan jawabannya segera.
From : Keysha

Aku pun tidak mengetahui semua rencana Keysha untuk mengirim surat kepada Joe, sebelum akhirnya Joe menceritakan semua hal-hal tentang Keysha dan menunjukkan surat yang ditulis oleh Keysha kepadanya. Sedikit terkejut bercampur rasa bersalah karena telah akrab dengan Joe, aku pun mulai berusaha untuk menjauhi Joe dan seakan kami tak pernah kenal maupun bertemu satu sama lain. Aku pikir dengan apa yang aku lakukan terhadap Joe dapat membuatnya membenciku. Namun aku salah, hari berikutnya Joe pun mulai membalas surat dari Keysha.

Kepada Keysha.
Key, aku tahu selama ini kamu sudah memberiku banyak kebaikan dan kasih sayang yang berlebih tapi itu semua hanya kuanggap semata-mata sebagai ungkapan persahabatan yang kamu berikan kepadaku. Mulai dari pertama kita bertemu, aku tidak menyimpan perasaan apapun padamu. Aku harap kamu mengerti dengan kondisi ku sekarang yang belum bisa menjadikanmu sebagai pacar, namun jangan hanya karena perasaan cintamu, kita bermusuhan, kita masih bisa kok menjadi sahabat yang selalu ada di saat suka maupun duka.
Aku harap kamu mau mengerti...
From : JOE

Keysha yang agaknya shock denganjawaban yang diberikan oleh Joe pun, akhirnya menangis di pelukan sahabat yang dianggapnya paling bisa mengerti dia apa adanya. Rasa bersalah pun semakin muncul di benakku,aku tak bisa menceritakan apa pun yang telah aku lalui bersama Joe dan tentang semua perasaanku padanya. Sakit rasanya hati ini melihat sahabat yang sangat kusayangi terluka oleh cowok yang sangat ia sukai. Dan aku putuskan untuk menemui Joe dan menanyakan alasan mengapa ia menolak Keysha.
“Joe..” panggilku.
“Ada apa tian?Tumben kamu kesini,bukannya kamu ngejauhin aku?”tanya Joe.
“Aku kesini cuma ingin tahu alsan kamu menolak Keysha.”
“Oh itu, kalau kamu tahu alasannya kamu mau ngapain?”
“Aku bingung sama kamu,padahal kan Keysha baik banget dan selalu kasih perhatian lebih ama lo, jadi ini balasan lo?” tanyaku.
“Kamu ingin tahu?Oke alasannya adalah kamu,aku tuh suka sama kamu,aku gak mungkin nerima Keysha, karena kamu yang aku cinta. Puas?”

Aku terdiam dan tak dapat berkata-kata, lalu Joe memelukku. Aku sebenarnya tak dapat memendam perasaan yang sama, tapi demi Keysha apapun akan kukorbankan walaupun itu sangat tak mungkin bagiku. Keysha telah aku anggap sebagai kakakku dan aku tak mungkin melukai hatinya.
“Joe, aku juga cinta sama kamu, tapi gak ada yang mustahil demi Keysha.Maaf Joe, lebih baik kamu nerima Keysha dan berikan dia kesempatan.”
“Jadi kamu mau ngorbanin cintamu demi Keysha?Oke, aku akan lakukan kalau itu yang dapat membuat kamu bahagia, tapi kamu juga harus mendapatkan cowok saat dimana aku akan menembak Keysha di depan anak-anak.” tanggap Joe.
“Tidak,itu tidak mngkin Joe..!”
“Kamu kan yang bilang tidak ada yang tidak mungkin demi Keysha, jadi lakukan itu! Kalau tidak, berarti kamu masih mencintaiku...”jawab Joe.

Tak kusangka Keysha pun melihat kami berdua di taman belakang sekolah. Aku pun segera menjelaskan semuanya, namun Keysha tak mau mendengarkan aku dan langsung pergi meninggalkan aku. Tampaknya dia sangat marah dan salah paham padaku. Lalu aku pun menangis di pelukan Joe, Joe pun berjanji akan menjelaskan kepada Keysha apa yang telah terjadi selama ini di antara kami berdua. Aku percaya pada Joe kalau ia dapat memberikan apa yang aku inginkan.
Akhirnya Joe menemui Keysha untuk menjelaskan semuanya. Dan akhirnya dengan segala pengertiannya, Keysha pun telah memaafkan kami berdua yang telah menyembunyikan segalanya dari dirinya. Aku lega dengan hal tersebut. Akhirnya kami berdua menjalani ikatan cinta yang bisa dibilang sebagai cinta monyet..
Untunglah rasa pengertian seorang sahabat yang sangat mendukungku, membuat aku mengerti arti cinta dan persahabatan yang sesungguhnya.
Kami pun melalui semuanya bertiga, sampai akhirnya Joe mengenalkan seorang cowok yang bernama Edward kepada Keysha. Lengkap sudah rasanya kehidupanku bersama orang-orang yang kusayangi. Sekarang hari-hari sulit telah kulewati dengan pengorbanan, jadi cinta adalah pengorbanan dua orang insan manusia.Kita tak dapat hidu tanpa kasih dari sesama. Sekarang semua berakhir dengan bahagia.

~The End~

Antony mengatakan...

Tema: Kebejatan moral remaja

Penyesalan


Jika anda datang ke kotaku, anda akan melihat sebuah rumah besar, megah dan indah. Rumah itu milik seseorang mafia yang sangat kaya raya dan bahkan paling kaya di kota itu. Selain kaya, orang itu juga sangat dikenal oleh masyarakat dan sangat berpengaruh di pemerintahan kota. Mafia itu memiliki seorang anak perempuan yang bernama Michelle. Michelle ini sangat cantik . Selain itu dia sangat malas, boros dan manja. Selain itu dia juga memiliki kebiasaan berjudi . Ayahnya tentu saja tahu tentang hal ini tetapi dia tak tinggal diam. Pada saat makan malam, ayahnya berkata,” Michelle, kamu harus belajar untuk berhemat.” Michelle menjawab dengan santai,” Papa kan kaya jadi mau pakai duit sebanyak apapun nggak bakal habis. Oh ya pa, beliin mobil baru pa aku udah diejekin ama temen kalo mobil aku udah enggak modis lagi.” Papanya terkejut dan berkata sambil marah,” Apa kamu sudah gila? Papa tiap hari cari duit untuk kamu tetapi kamu berfoya-foya trus minta mobil baru lagi , padahal mobil itu kan baru papa beliin 6 bulan lalu.” Michelle pun langsung pergi meninggalkan meja makan dan berlari ke kamarnya. Tak lama setelah dia masuk, handphone Blackberry-nya berbunyi dan dia segera mengangkatnya,” Halo Franky, Ada apa loe nelpon gue?” Andi pun menjawab,”Gue kangen sama loe, gimana kalo kita ketemuan?” Michelle pun menjawab dengan halus,” Oke, besok abis pulang sekolah aja.” ” Oke la.” jawab Franky dengan halus.
Keesokan harinya di sekolah diadakan ujian fisika, tetapi Michelle tidak belajar padahal dia tahu bahwa akan ada ulangan. Pada saat ulangan, Michelle menyontek dengan cara menulis jawabannya di paha. Tetapi Pak Jimmy pun segera mengetahuinya saat secara tak sengaja Pak Jimmy lewat disampingnya. Pak Jimmy pun langsung mengambil kertas ulangannya. ” Ulanganmu saya beri nilai 0.” kata Pak Jimmy dengan lantang. Michelle pun langsung membalas perkataan Pak Jimmy dengan kasar,” Silakan saja, saya tak takut toh saya pasti naik kelas juga kok. Pelajaran bapak juga tak ada gunanya.” Pak Jimmy pun langsung sedih dan menampar Michele dan berkata,” Baik, Jika mau anda begitu. Tapi ingat, jangan kamu pikir dengan bapak kamu yang berkuasa, kamu bisa seenaknya. Saya akan pastikan anda tidak akan naik kelas.” Michelle membalas dengan lantang,” Oke, aku tak takut. Aku bakal laporin kepada Papa aku biar kamu dipecat dari sekolah ini.” Memang kalau Papanya Michele sangat berpengaruh di sekolah SMA itu bahkan sampai-sampai berani memecat guru. Dan bahkan jika bukan karena papanya pastilah Michelle tidak akan naik kelas dan memiliki rapot yang bagus. Pada saat istirahat, Michelle berkumpul bersama anggota gangnya yang bernama Geng 5 Cewek Centil yang terdiri atas Desy, Helen, Janet dan Widiyana. Michelle cerita,” Sialan, si Jimmy brengsek itu, ulangan fisika gue dapat nilai 0.” Janet pun langsung menjawab,”Emang, dia juga bikin nilai fisika gue jadi merah , kita harus balas dia , gimana kalo kita kempesin ban motornya?” Tentu saja yang lain setuju dan meminta Michelle mentraktir mereka makan di kantin. ” Michelle, traktirin kita yuk!.” ” Ayo, kalian makan apa aja gue bayarin.” Setelah mereka makan, mereka diam-diam pergi ke parkiran motor dan mencari motor Pak Jimmy. ” Temen-temen ini dia motor si Jimmy.” Janet pun langsung membuka tutup ban motor Pak Jimmy dan merusak ban motornya dengan cara merobek karet dalamnya. Mereka pun langsung lari ke kelas. Frenky pun menjemput Michelle dengan mobil BMW Z4 terbaru. ”Sayang, kamu udah nunggu lama ya?” tanya Michelle dengan lembut. Frenky pun membalas dengan lembut,” Ah, enggak lama kok, baru aja aku sampe.” Keduanya pun langsung masuk ke mobil dan pergi ke tempat perjudian yang paling terkenal dan masih milik orangtua Franky. Sesampainya di sana, Franky langsung mengajak Michelle ke meja judi. ” Aduh, dari tadi aku kalah terus nih, trus duit aku jg tinggal dikit nih.” Franky pun langsung menjawab,” Kamu pinjam aja sama orangtua aku berapa aja pasti dipinjemin.” Michelle pun dengan senang meminjam uang banyak sekali dan dalam waktu 4 jam uang tersebut habis. ” Franky, boleh enggak aku pinjam uangnya lagi?”
Franky pun langsung menjawab,” Oke, terserah kamu mau pinjam berapa.” Sampai tengah malam Michelle telah kalah hampir Rp 3 Miliar belum termasuk bunganya.
Michelle pulang ke rumah dan mendapati rumahnya telah disegel polisi dan dengan panik , dia bertanya kepada seorang polisi, ” Apa yang terjadi?” Polisi pun menjawab,” Pemilik rumah ini ditangkap karena melakukan pembunuhan, suap dan melakukan kegiatan yang melanggar hukum.” Michelle pun langsung syok mendengar hal itu. Keesokan harinya di sekolah, teman-temannya mengejek dia dengan sebutan ” anak penjahat”. Selain teman sekelasnya, teman gengnya pun pura-pura tak kenal dengan dia. Setelah pulang, Michelle dipanggil kepala sekolah. ” Ada apa bapak memanggil saya?” ” Apa benar kamu mengempiskan dan merusak ban motor pak Jimmy?” Michelle dalam sekejap berkeringat dingin dan takut. ” Anu, pak bukan saya yang melakukannya.” Pak Kepala Sekolah langsung menanyakan ke Michelle siapakah yang melakukan hal itu dan Michelle menjawab Janet yang melakukannya. ” kalau begitu panggil saudari Janet.” Pak kepala sekolah terlihat sangat marah. Pada akhirnya Michelle yang diskors bukan Janet , karena Helen, Desy dan Widiana menyatakan bahwa bukan Janet pelakunya melainkan Michelle.
Tak lama setelah itu, pengadilan menyatakan bahwa papanya Michelle bersalah dan dihukum mati, selain itu harta, uang dan barang berharga milik Ayahnya disita. Sejak saat itu Michelle pindah ke rumah ibunya yang kecil dan tua.” Ibu terima kasih sudah menerima aku tinggal di sini.” ” Enggak apa-apa, kamu kan anakku.” Belakangan Michelle tidak memiliki teman, kecuali Antony. Antony adalah teman Michelle sejak kecil. Pada saat pulang sekolah, Franky mendatangi Michelle agar dia membayar hutangnya kepada orangtuanya. ”Hei, Michelle , ayo bayar hutangmu.” Michelle terkejut,” Franky tolonglah gue, gue tak punya duit untuk membayar hutang-hutang itu.” Franky pun membalas dengan kata-kata kasar,” Enggak bisa, elo harus bayar, kalo enggak loe bakal gua jadikan pelacur.” Michelle pun sedih dan bingung bagaimana caranya agar dia dapat melunasi hutang-hutangnya sama orangtuanya Franky. Michelle bingung dan segera menceritakan kejadian ini kepada Antony. ” Aduh, gue dapat masalah besar nih.” ” Masalah apa?” Michelle menceritakan masalahnya dan Antony bersedia membantunya. Pada akhirnya hutang Michelle dilunasi oleh orangtua Antony. “ Terima kasih udah bantuin lunasin utang gue.” “ Ah , enggak apa-apa sebagai teman kan udah seharusnya saling membantu.” Tetapi karena masalah ekonomi, akhirnya Michelle berhenti sekolah dan bekerja di sebuah bar yang banyak didatangi oleh pria hidung belang. Tak lama setelah itu Michelle positif hamil dan dia syok. “ Gue hamil , Ton.” “ Hah, bagaimana bisa?’ jawab Antony dengan terkejut. ” Gue enggak tau siapa yang hamilin gue.” ” ya udah, loe abrosi aja.” Michelle pun dengan,” Aborsi? Enggak mau , gue mau besarin anak ini.”
Semenjak saat itu Michelle sadar dan mendidik anaknya agar tidak sombong dan melakukan hal yang merugikan. Serta mengajari agar hidup hemat dan sederhana.

yaya.yosunarto mengatakan...

Ria Puspadewi N.Y.
X8 / 35

Jika bapak kurang jelas membacanya silahkan buka
http://itsnightmare.blogspot.com/2009/04/cerita-pendek.html
Terima kasih

“Hujan di Ujung Senja” “Tujuh kurang sepuluh menit?!”
Aku berteriak, lalu menghambur keseluruh ruangan, bergegas, mencoba memburu waktu. Dengan kalut aku menyambar seragamku, lalu bergegas berlari menuruni tangga. Berusaha menyaingi waktu yang berjalan tanpa berhenti. Aku meneriakan salam pada ayah dan ibuku yang sedang sarapan. Sekilas kudengar ibuku berkata “Hati-hati..”, dengan sigap aku menyambar kunci mobil, dan menghambur kedalam Honda S2000 milikku, dan segera melaju menuju sekolah.
Sekolahku terletak tidak begitu jauh dari rumah, biasanya aku lebih suka berjalan kaki. Tapi tidak hari ini, tidak ketika aku kesiangan. Memang aku tidak suka dibangunkan, tapi ini berbeda. Sesiang ini tidak ada yang membangunkanku. Sungguh terlalu. Apa kata guruku yang galak itu nanti. Pelajaran ke-1 dan ke-2 adalah Matematika, dan kebetulan. Hari ini ada test, dan kebetulan lagi, aku sudah sering terlambat pada jam pelajaran guruku yang satu itu, Bu Ning. Aku menghela nafas dan bergidik membayangkan wajah menakutkannya memelototiku. Jemari tanganku menggenggam setir mobil. Tiba-tiba sebuah motor Kawasaki Ninja 250R berwarna hitam melintas dengan tiba tiba dihadapanku. Reflek kuinjak pedal rem dalam – dalam. Kulihat dia terkejut, dan motornya oleng. Kemudian dia terjatuh,aku menjerit kecil,
“Oh.. Gila!!” gerutuku, benar benar gila.
Dengan kesal aku keluar dari mobil dan membantu pengemudi motor gila itu berdiri. Ia anak SMA, dan ternyata satu sekolah denganku. Sungguh kebetulan yang terlalu aneh. Wajahnya tidak terlihat karena tertutup helm. Aku membantu mendirikan motornya, kulihat tangannya berdarah karena terjatuh.
“Ugh! Tunggu sebentar.” Pintaku.
Aku mengambil saputangan dan air mineral dari dalam mobilku. Sudah pukul 07.15 menit, sudah terlanjur terlambat batinku.
Aku berlari ke arah laki-laki yang duduk dibawah pohon eboni dipinggir jalan, sambil membawa saputangan dan air mineral, aku membersihkan tangannya dengan air, lalu mengikatnya agar darahnya tidak terus-terusan mengalir.
“Nah, sudah selesai..” Ujarku sambil membereskan botol air mineral yang sudah habis itu. Aku melihat dia, tangannya yang sehat memegang helm. Sambil memperhatikan hasil kerjaku.
“Tidak buruk.” Ujarnya sambil tertawa.
Tanggapan pertamaku dengan kata-katanya adalah ‘Apa? Tidak buruk?’ Ya,tentu bagi dia tidak buruk. Tapi bagaimana dengan aku. Aku sudah terlambat untuk kesekian kalinya dalam satu bulan pertamaku bersekolah sebagai murid SMA, tentu akan membuat ibu itu semakin benci padaku.
Tanggapan keduaku, dia tampan. Sungguh, belum pernah aku melihat seseorang dengan bentuk wajah yang begitu sempurna. Begitu indah. Begitu menawan. Begitu mempesona.
“Hei..? Masih hidup?” aku terbangun dari lamunanku dengan melihat dia melambai lambaikan tangan dihadapanku. Memalukan, rasanya seluruh darahku mengalir deras ke wajahku yang panas. Tanpa harus bercermin aku tahu dengan pasti. Wajahku merah padam. Dia terbatuk-batuk untuk menyamarkan tawanya, aku mendengus kesal padanya.
“Apa?!” Bentakku kesal, memalukan sekali aku ini.
“Lucu sekali ekspresimu tadi.” Dia tertawa semakin keras.
“Uhh..” Aku terdiam, harus segera menghilang dari hadapannya. Aku menunduk. Dan teringat sekolah, ya tentu saja, aku harus segera kesekolah.
“Aku sudah terlambat, harus segera kesekolah.” Terangku sambil berjalan ke mobilku. Terdengar dia masih tertawa. Sial!
“Sampai jumpa lain kali, Olivia.” Teriaknya.
Apa? Kenapa dia bisa tahu namaku? Ingin sekali aku berbalik dan bertanya padanya, tapi kubatalkan. Karena aku tahu, jika aku berbalik. Wajahku akan merah lagi. Kemudian aku menyadari bahwa bajuku dilengkapi label nama. Sungguh bodoh.
Aku memasuki mobil dengan gemetaran. Dia sudah menaiki motornya, kali ini dia tidak memakai helm. Nekat sekali dia, pikirku dalam hati. Rambutnya yang hitam dan dibiarkan memanjang menutupi tengkuknya berkibar diterpa angin. Matanya, indah sekali. Sangat dalam. Memandang kedalam matanya membuatku tersesat. Benar benar menawan. Sejalan dengan kepergiannya, aku menyadari satu hal. Satu hal yang ingin aku sangkal. Bahwa untuk pertama kalinya sepanjang hidupku, aku mengerti apa itu cinta pada pandangan pertama.
Aku melompat keluar mobilku sambil memberikan kunci dan selembar uang 20 ribuan kepada Pak Dino, tukang parkir disekolahku. Aku segera berlarian menuju kelas, sambil berharap ada keajaiban yang menolongku keluar dari situasi ini. Aku menarik nafas dalam dalam dua kali sebelum mengetuk pintu kelasku yang sunyi senyap. Seketika seluruh mata didalam kelas memandangku dengan tatapan iba.
“Wow.. Hebat sekali kamu, saya baru tahu kalau sekolah ini memulai pelajaran pukul 07.25” sindir Bu Ning sambil menghampiriku kedepan pintu. Matanya melihat ke jam tangannya yang berwana perak. Aku memutar bola mataku, berharap keberuntungan segera menyelamatkanku.
“Saya tadi kesiangan Bu.” Jawabku jujur sambil menunduk, berharap sikapku bisa menolongku.
“Saya tidak peduli” Potongnya tegas. Jantungku berdegup kencang. Seperti mau melompat dari dalam tubuhku. “Beruntung kamu hari ini mesin fotokopi sekolah kita rusak.” Lanjutnya. Yes! Sorakku dalam hati, untung saja hari ini tidak ulangan.
“Saya minta maaf Bu.” Ucapku penuh nada sesal.
“Ya, saya terima maafmu. Tapi, sekarang hubungi orangtuamu. Dan tunggu saya di BK” Apa?! Keberuntungan kecil datang, tapi masalah besar datang juga! Oh, ini benar benar kacau. Aku menganga menatap Bu Ning yang terlihat murka.
“Maaf Bu, kalau saya boleh mencela.” Sebuah suara indah menyapa.
Tapi aku tak berfikir untuk menoleh ke orang itu, rasanya aku telah membatu. Kulihat Bu Ning sekilas terpana, dan akhirnya Bu Ning berkata dengan penuh lemah lembut, sungguh menjijikan. Terlalu dibuat buat.
“Ya?” Tanyanya sambil tersenyum semanis mungkin. Aku muak melihatnya.
“Saya murid pindahan dan kelas saya disini Bu.” Ucap orang itu, entah mengapa suaranya tak asing ditelingaku. Aku tetap membatu, tak bisa menoleh.
“Ya, tentu. Tapi nak, mengapa kamu terlambat?” Tanya Bu Ning dengan intonasi nada memuakkan. Ini pilih kasih namanya! Orang ini terlambat diperlakukan begitu lembut, tapi tadi orang ini bertanya tentang kelas, apakah ini teman sekelasku yang baru? Berarti dia baru terlambat kali ini. Walau begitu tetap saja, dulu waktu aku pertama kali terlambat tidak ada intonasi selembut ini keluar dari sosok mengerikan Bu Ning. Benar benar terlalu. Gerutuku dalam hati.
“Maaf Bu, tadi saya mengalami kecelakaan kecil dijalan.” Jelasnya.
Apa? Kecelakaan kecil? Apakah dia si pengemudi motor gila itu? Pantas saja suaranya tidak asing. Seketik memori dijalan itu terngiang, dan wajahku memanas lagi. Ahh.. memalukan!
“Wah, kamu baik baik saja?” Tanya Bu Ning penuh perhatian sambil memperlihatkan raut muka cemas. Aku mendengus sebal.
“Ya, saya tidak apa apa Bu, karena saya ditolong dia.” Seketika aku merasa ada tangan yang memegang pundakku. Aku menoleh padanya dengan kesal. Ya, benar sekali, dia atau orang yang ditatap Bu Ning dengan pandangan memuja ini adalah si pengemudi motor gila tadi. Aku menyentakkan pundakku sampai tangannya terjatuh. Menyebalkan, mengapa aku berdebar lagi!
“Oh, dia?” Tanya Bu Ning sambil menatapku dengan tatapan tidak percaya, keningnya berkerut sehingga kedua alisnya bertaut. Kemudian dia memutar wajahnya kembali menghadap si pengemudi motor gila ini.
“Ya sudah, ayo kamu masuk kelas sekarang.”Ajaknya sambil menuntun pengemudi motor itu masuk kelas. Aku? Tega sekali mereka, kejam.
“Maaf Bu, tapi apakah Olivia tidak diperkenankan masuk kelas?” Tanyanya sambil menunjuk kearahku. Apa? Sok baik sekali kamu ini hei pengemudi motor gila! Seketika aku membenci diriku, karena ada setitik kebahagiaan ketika dia menyebutkan namaku.
“Apa? Tidak, dia sudah terlambat berkali kali.” Bantah Bu Ning dengan tegas, namun tetap tidak bisa disembunyikan nada memuja diperkataannya itu.
“Tapi, dia hari ini terlambat karena saya Bu.” Bela pengemudi motor itu. Aku diam saja, masa bodoh, aku tak peduli dengan pengemudi motor yang sok baik serta guru yang memuja pengemudi motor gila ini.
Bu Ning terlihat sangat kesal, dia kemudian berbalik menuju meja guru “Ya sudah masuk kalian berdua” bentaknya. Pengemudi motor ini tersenyum senyum sambil memasuki kelas, aku memasuki kelas dengan tampang masam.

“Wah,wah,wah.. akhirnya terjadi juga.” Sindir Jule.
“Yah, akhirnya kamu mengalaminya sendiri, Puji Tuhan kamu masih normal,sayang.” Canda Ocan sambil tertawa, lalu mengaduh ketika aku memukul kepalanya dengan buku.
“Sudah deh, jangan mengejek saja bisanya. Tahu begini aku tidak akan bercerita sama kalian.” Omelku sambil memasang tampang masam.
Jule dan Ocan adalah teman terbaikku, mereka adalah dua gadis remaja yang enerjik, ramah, cantik dan selalu menjadi idaman setiap teman teman lelaki kami, aku bersahabat dengan mereka sejak masih SMP, dari dulu mereka selalu mencarikan aku jodoh, seperti aku tidak bisa mencari sendiri saja. Bukan, bukan karena aku tidak bisa mencari jodoh, tapi karena aku ini adalah gadis yang tomboy, sulit bagiku berinteraksi dengan hal hal berbau cinta. Walaupun aku tergolong tomboy yang masih wajar, aku masih suka boneka setidaknya, walaupun itu adalah boneka tengkorak dengan merek Nightmare Before Christmas.
“Hahh.. Via, mungkin ini saatnya kamu berubah. Bagaimanapun kamu itu cewek, sama seperti cewek lain, kamu juga butuh cinta.” Ceramah Ocan. Aku menyipitkan mata dan mengerucutkan bibirku.
“Ya, benar sekali, tenang saja, kalau dari tanda tanda yang kamu alami, aku berani bertaruh kamu jatuh cinta.” Sambung Jule, suaranya membelai lembut dua kata terakhir itu. Ugh! Aku benci keadaan ini.
“Eh, saat kamu lihat mata dia, bagaimana perasaanmu?” Ocan bertanya penuh semangat,wajahnya dicondongkan kearahku menuntut jawabanku, didukung oleh Jule yang juga ikut ikutan mencondongkan wajah. Aku tergagap, saat aku membuka mulut hendak protes, bel berbunyi, untunglah. Mereka segera angkat kaki menuju kelas masing masing. Dan aku selamat dari pertanyaan mereka yang membuatku salah tingkah.
Dan ini dia penyebabnya, ucapku dalam hati ketika pengemudi motor gila itu memasuki kelas, kenapa sih aku bisa begitu salah tingkah kalau berada didekatnya. Dia duduk disebelahku, karena memang dikelas ini hanya bangku disebelahku yang kosong, bangku yang nyaman, terletak di belakang ruangan, paling dekat dengan jendela. Kulihat gadis kelasku terpana melihatnya, tak bisa melepaskan mata dari sosok tinggi dan mempesona itu. Aku memandanginya risih, dia sepertinya tidak sadar diperhatikan, aku melihat rambutnya yang sehitam pohon eboni dipotong tipis membingkai wajahnya yang sempurna, ditunjang kedua matanya yang indah. Oh! Aku berdebar lagi. Aku memalingkan wajah ketika kulihat dia sadar aku memperhatikannya. Dia tertawa lagi, giginya berderet sempurna, sungguh bagai jelmaan malaikat. Pantas saja semua gadis dikelasku tadi terpana melihatnya lewat. Ups! Apakah tadi aku memujinya? Bodoh sekali aku ini. Uh! Dia duduk disebelahku sambil mengeluarkan snack dari saku bajunya, dari ujung mataku, aku meliriknya.
“Mau ya?” tanyanya geli sambil mengacungkan choco bar yang digenggamnya. Aku bergidik, dia menangkap basah aku memperhatikannya,aku tidak menghiraukan perkataannya, berusaha menenangkan debar jantungku.
“Hei, kau berhutang padaku.” Protesnya tiba tiba. Aku menoleh untuk melihat pada siapa ia bicara, tapi matanya memandangku lekat lekat, jantungku terasa membeku.
“Berhutang apa?” Protesku segera.
“Berhutang menemaniku menonton film besok malam” ujarnya dengan tatapan menggoda. Bah!
“Ihh.. Mimpi saja terus.” Balasku sambil memutar bola mataku.
“Mimpi bisa jadi kenyataan.” Ucapnya dengan penuh keyakinan. Benar benar penuh percaya diri.
“Huh. Selamat tidur.” Ejekku sambil tertawa sinis.
“Jadi, apakah kamu bersedia?” Tanyanya dengan tatapan memohon. Aku lemah dipandangi seperti itu, oleh siapapun. Biasanya aku benci ditatapi seperti itu, tapi kini berbeda.
“Tidak jika film drama.” Ucapku segera.
“Siap!” Ucapnya reflek sambil menaruh tangan di kepala, membentuk sikap hormat. Aku bersusah payah menahan tawa.
“Tertawa itu sehat.” Balasnya. Dan aku tertawa, nyaman sekali berada disampingnya. Tak sengaja aku melihatnya, dan aku terpana. Saat ini, detik ini, adalah detik dimana dunia berhenti berputar, dimana aku hilang kendali, dan dimana aku berpijak untuk menjalani duniaku yang baru.

4 bulan kemudian
Pengemudi motor gila itu sudah resmi menjadi pacarku sejak 3 minggu lalu. Sulit sekali bagiku untuk mempercayai hal ini, memiliki pacar seperti Jovin. Terlalu sempurna, aku tidak bisa mempercayai hal ini.
“Olee..” Panggilnya dengan suaranya yang halus dan merdu. Sulit bagiku untuk berhenti mengagumi betapa indahnya suara itu.
“Apaa..” Tanyaku, terusik oleh panggilannya, kami sedang berada di padang rumput kecil di bukit belakang sekolah. Hampir setiap hari kami kesini. Karena disinilah tempat favorit kami, tempat yang rindang dan sejuk, bernuansa alam.
“Oleee..” Manja benar dia, dengan gemas aku memandangnya
“Apaa..” Tanyaku sambil menatapnya lekat lekat.
“Besok kamu mau kan?” Tanyanya, aku menghela nafas, dia ingin aku mengenal keluarganya.
“Hmm..” Aku ragu ragu. Tapi kemudian aku mengiyakannya. Dan tawa itu muncul lagi, tawa indah yang membuat setiap orang akan terpana melihatnya.
“Sudah sore nih, sebaiknya kita pulang deh.” Ajakku sambil memperlihatkan jam tanganku. Belum sempat aku berdiri, tiba tiba hujan turun dengan deras.
“Sepertinya langit tidak mengizinkan aku mengantarmu pulang sekarang deh.” Dia terkekeh lagi sambil menyamai langkahku berlari untuk berteduh.
“Aku benci hujan.” Gerutuku sambil menyeka air yang menetes dari rambutku.
“Oh ya? Aku suka sekali hujan.” Jovin berkata sambil memandangi langit. Aku tertegun menatapnya.
“Kenapa?” Tuntutku ingin tahu.
“Tunggu sampai hujan reda, Ole.” Dia tertawa sambil mengacak pelan rambutku yang basah. Akhirnya setelah kurang lebih 20 menit, hujan reda. Aku teringat akan perkataannya tadi dan menuntut penjelasan secara halus.
“Nah, hujan sudah reda.” Pancingku.
“Ya, lihat itu Ole.” Aku melihat dia mengacungkan tangan kearah langit, aku menatap arah telunjuknya, dan aku mengerti yang dimaksudkannya.
“Indah.” Pujiku.
“Tentu, tapi tidak seindah kau.” Dia tertawa lagi, dan wajahku memanas. “Aku menyukai hujan karena, jika tidak ada hujan, kita tidak akan pernah bisa melihat pelangi.” Jelasnya sambil bangkit berdiri. Sulit bagiku untuk tidak kagum dengan kata katanya.
“Nah,sekarang pulang.” Ajaknya sambil membantuku berdiri.

“Ahh.. Aku seperti orang bodoh.” Protesku ketika Ocan dan Jule memaksaku untuk rela dipermak habis habisan.
“Tidak akan ada yang pernah berkata begitu pada hasil karyaku.” Protes Jule. Ya tentu saja, Jule bagaikan seorang makeup artist. Dan Ocan bagaikan seorang perancang busana handal. Aku hanya bisa mendesah ketika mereka memakaikan aku segala macam perlengkapan yang terlalu wanita menurutku.
“Selesaiii!!” Teriak mereka berdua berbarengan. Aku melihat kaca dengan kaget.

“Cantik sekali kamu.” Puji Jovin tanpa melepaskan pandangannya padaku. Aku memutar bola mataku dan segera menaiki motornya.
“Sudahlah, ayo kita berangkat.” Dalihku sambil mengenakan helm.
Aku menghela nafas panjang, gugup, lebih gugup daripada harus menghadapi Bu Ning, bukan karena aku tak percaya dengan penampilanku, tapi lebih pada bagaimana reaksi keluarga Jovin.
“Shh.. Jangan takut.” Bujuk Jovin padaku.
“Iya.” Jawabku, kemudian aku menghela nafas satu kali lagi “Baiklah, dimana keluargamu?” tanyaku.
“Di halaman rumahku. Ayo.” Jovin berjalan sambil menarikku. Aku mengikutinya, sampai aku berada di halaman rumahnya.
Disana ada dua orang, lelaki separuh baya yang terlihat sibuk dengan tanaman tanamannya, dan didekat situ, ada seorang wanita yang sedang sibuk merapikan tanaman hias. Mereka menoleh kearah kami dan terhenti dari kegiatannya.
“Ma, Pa, ini Olivia, yang sering Jovin ceritakan” Jelas Jovin pada kedua orang tuanya. Aku tersenyum dan berusaha tetap tenang, walaupun sebenarnya aku sangat gugup.
“Wah, cantik sekali nak.” Puji ibunya, beliau terlihat sangat.. sulit menemukan kata kata yang tepat selain ‘menawan’. Kini aku mengetahui darimana Jovin mewarisi wajah malaikatnya itu. Walaupun ibu Jovin sudah tua, namun beliau tetap menawan, seperti halnya dengan ayahnya. Senyum ayahnya begitu mirip dengan Jovin, apakah ini adalah keluarga jelmaan dewa? Benar benar hidup yang sempurna.
Tante Bella, dan Om Edward begitu ramah dan baik hati, aku dengan mudah mengakrabkan diri pada mereka. Sehari dirumah Jovin bagaikan cuma beberapa jam.
“Lain kali datang lagi ya Via.” Bujuk Tante Bella ketika aku pamit pulang.
“Ya, sering seringlah main kemari, kami senang Jovin menemukan teman yang tepat.” Ucap Om Edward sambil tertawa, aku malu mendengar Om Edward menekankan nada pada kata ‘teman’.
“Tentu, Tante, Om.” Jawabku sambil berusaha menenangkan debar jantungku.
“Ayo Ole.” Panggil Jovin sambil mengeluarkan motornya dari garasi. Aku memberi senyum pada kedua orang tua Jovin, lalu melompat menaiki motor Jovin.
“Vin, kamu mau kemana sih?” Tanyaku ketika motornya memacu dan berbelok dengan cepat bukan kearah rumahku.
“Shh.. Kamu cukup duduk diam dan manis.” Jawabnya dari balik helm.
Aku terkejut, sungguh. Tempat ini adalah padang rumput dimana aku biasa meluangkan waktuku bersamanya. Dan yang lebih mengagetkan, disana terdapat sebuah pondok kecil, terbuat dari kayu mahoni, dengan satu pintu dan empat jendela.
“Ini buat ulang tahunmu.” Ucapnya penuh nada cinta.
“Apa? Sebuah pondok untuk ulang tahun?” Apa dia sudah gila? Bukan, memang dia adalah tipe orang yang baik hati, namun ini terlalu berlebihan. “Lagipula Vin, ulang tahunku masih satu minggu lagi.” Ucapku, aku memperhatikan setiap sisi pondok itu,menyentuhnya dengan ujung jariku, kayu yang halus dan diukir dengan rapi.
“Memang, aku memperlihatkannya karena aku ingin tahu..” Dia terdiam, wajahnya ditundukkan, aku mendongak untuk melihat wajahnya.
“Ingin tahu apa Vin?” Ucapku penuh tanya. Namun dia tak menjawab pertanyaanku, dia berjalan menuju salah satu semak dan mengambil bunga bunga kecil. Tangannya bergerak dengan terampil membentuk sebuah cincin dari bunga itu. Rasanya aku tak bisa bernafas. Dia tersenyum dan berjalan kesisiku. Dengan penuh percaya diri dia berlutut, kaki kirinya diteluk kebelakang, wajahnya menatapku lekat lekat. Dia mengulurkan tangan, dan aku meletakan jemariku diatas tangannya.
“Apa sih Vin..” Ucapku sambil menggigit bibir, aku bukannya tak tahu apa yang dia lakukan, namun aku terlalu bahagia untuk mengatakannya, walau aku tahu, usiaku masih terlalu muda.
“Aku berharap hari ini, esok dan seterusnya, kita akan selalu bersama.” Ucapnya sambil tersenyum. Dunia ini bagaikan berhenti berputar.
“Bolehkah aku?” Tanyanya sambil menunjukan cincin karangannya yang terbuat dari bunga lilac putih. Aku mendesah dan menganggukan kepala.
“Indah sekali.” Pujiku sambil mengagumi cincin karangannya.
“Suatu hari nanti aku akan memberiikan cincin yang asli, bukan dari karangan bunga.” Ucapnya sambil tersenyum simpul. Aku meninju lengannya satu kali sambil tertawa.
“Ya, suatu hari nanti.” Bisikku penuh kebahagiaan.

Sepanjang hari tidak ada guruku yang mengajar, suasana kelas ricuh, namun aku tidak ikut merasa terganggu, aku mendengarkan lagu sambil membaca buku pengarang favoritku, William Shakespeare. Aku menoleh ke arah Jovin yang terlihat sedang sibuk mengoreskan pena nya di sebuah buku gambar, dengan rasa ingin tahu aku berusaha mengambil buku itu.
“Vin, kamu lagi buat apa sih?” Tanyaku penasaran, sambil menggapai gapai buku gambar itu.
“Ahh.. Ada deh..” Ucapnya sambil tertawa. Mengesalkan, menggemaskan, segera aku mengacak acak rambutnya.
“Aaa! Jangan Olee..” Pintanya, sambil menyebutkan nama panggilan darinya, aku tertawa, mencubit pipinya sekali dan membiarkannya kembali melanjutkan pekerjaannya.
Aku berlari dipadang rumput kami, entah mengapa, padang rumput yang biasanya kecil itu kini terasa begitu luas. Aku berlari dan berlari, sesekali meneriakan nama Jovin sambil terus berlari, entah mengapa perasaanku kalut, sekelilingku gelap, aku berlari hingga akhirnya aku melihat Jovin, berdiri membelakangiku, tubuh sempurnanya bersinar, dan dia melangkah maju, mendekati sosok lain, sosok berjubah hitam. Sosok yang membawa sabit.
“Vin.. Jovin..Berhenti. Jangan kesana.!” Panggilku, namun Jovin tidak berhenti, dia melangkah dengan pasti, ingin aku mengejarnya, namun kedua kakiku terasa berat, aku terduduk dan menangis, Jovin mendengar tangisanku, dan dia seperti ingin menggapaiku, dia berbalik dan menghadap kearahku. Aku mengulurkan tangan padanya. Namun sosok hitam itu menyentakkan tubuh Jovin, hingga Jovin tersungkur. Sosok itu mengayunkan sabitnya, mengarahkannya dengan pasti kekepala Jovin yang terlihat sedih.
“Tidaaakk!!!” Teriakku pilu. “Jangaaann!!!”
Aku terbangun, mimpi rupanya, seluruh tubuhku berkeringat dan terasa lemas. Aku menyeka wajahku, dan ternyata aku juga menangis dalam mimpi. Aku melihat jam dindingku, pukul lima sore. Tapi, mimpi itu begitu nyata, aku tak bisa membayangkan bagaimana kalau.. Bodoh! Dengan segera aku menepis jauh jauh pikiran itu, aku mengambil handphoneku dan mencoba menghubungi Jovin, tapi ada 2 missed call yang tertera dilayar handphoneku. Aku membukanya. Ocan dan Jule rupanya, dalam hati aku bertanya tanya apa yang menyebabkan mereka berdua menelfonku, sebaiknya aku menelfon balik saja, belum sempat aku menekan tombol call, handponeku bergetar,Jule rupanya,segera saja kuangkat.
“Halo?” Suara Jule yang nyaring itu tak biasanya begini, seperti ada nada kesedihan yang mendalam.
“Halo, kenapa Ju?” Tanyaku, Jule terdiam beberapa detik, lalu dia menyahut.
“Jovin, Jovin.. Via..” Ucapnya kalut, dia menangis, aku membeku sedetik, mengingat mimpi itu.
“Kenapa Jovin? Jovin kenapa Ju??” Tuntutku dengan kalut.
“Jovin, kecelakaan. Sekarang dia dirumah sakit Famz. Dia, sekarat Vi..” Suara Jule bergetar.
Aku terhuyung, handphoneku kubuang begitu saja. Tanpa pikir panjang aku berlari kemobilku, melaju dengan kecepatan tidak manusiawi menuju rumah sakit.
“Jovin, dimana dia? Dimana?” Tanyaku tidak sabaran pada Jule dan Ocan yang menungguku di depan rumah sakit.
“Via, tenang dulu, dia ada di ruang ICCU.” Jule menjelaskan sambil memegang bahuku, aku segera berlari menuju ruang ICCU. Aku menemukan sosok malaikatku disana. Malaikat itu terdiam, matanya terbuka, kepalanya diperban, malaikatku berbaring diranjang rumah sakit itu, mulutnya ditutupi alat pembantu pernafasan. Disebelahnya Tante Bella menangis dan Om Edward mengelus pundak Tante Bella, berusaha menenangkannya, lalu mereka menyadari kehadiranku. Tante Bella menghambur kepelukanku.
“Via.. Via..” Tante Bella menangis meraung raung dalam pelukanku.
“Tante, Tante harus tenang, Jovin pasti sembuh Tante.” Aku berusaha menenangkan Tante Bella, walau aku tahu, aku sedang berusaha menenangkan diriku sendiri juga.
“Dia memanggilmu terus, Via.. Dokter bilang sudah tidak ada harapan. Pecahan kaca motornya menancap di paru parunya.” Tante Bella menangis tersedu sedu.
“Sudah, biarkan Via bicara dengan Jovin.” Om Edward menghampiri kami sambil memeluk Tante Bella. Aku segera menghambur kesisi Jovin. Tangisku pecah sekarang.
“Vin, kamu bisa dengar aku kan? Kamu harus berjanji kalau kamu bakalan sehat, kamu harus bertahan, kamu dengar aku kan Vin..” Aku memohon mohon padanya, kulihat dia meneteskan air mata, pandanganku kabur. Aku menangis semakin keras. Kemudian tangannya dengan lembut menyentuh puncak kepalaku. Tangannya hangat, benar benar hangat. Jovin tersenyum, dibalik alat bantu pernafasannya dia masih memperlihatkan senyum yang selalu membuatku jungkir balik itu. Dia mengatakan sesuatu dengan nafas tercekat.
“Vi..a.. a..ku.. sa..yang.. ka..mu.. le..bih.. da..ri.. apa..pun..” Jovin mengelus kepalaku lagi. Aku menangis, tidak! Ini bukan perpisahan!
“Tidak, aku menyayangimu lebih dari apapun, tolong jangan tinggalkan aku.” Aku menangis tersedu sedu. Nafasku tercekal.
Jovin seperti tersedak. Dia terbatuk satu kali, dan aku mendengar alat pengukur detakan jantungnya berbunyi semakin cepat.
“Vin, kamu harus bertahan, kamu harus tetap disini, kamu harus berjanji, berjanjilah padaku Vin, aku takkan mampu hidup tanpamu. Cuma dengan kamu aku menemukan kebahagiaanku, aku tidak akan sanggup bila kamu meninggalkan aku. Vin..kamu dengar aku kan. Kamu harus berjanji. Berjanjilah padaku Vinn..!!” Aku menangis sejadi jadinya, pikiranku kacau, pandanganku buram, aku menempelkan wajahku ketangannya yang hangat. Aku menangis.
“Ja..ngan.. me..na..ngi...s..” Dia menyentuh lekung bawah mataku dengan pelan, tangannya bergetar.
“Jangan pergi..Jangan..” Aku tersedu, aku sudah tak sanggup lagi untuk berkata apa apa.
“Ja..ngan.. se..dih.., de..mi.. a..ku....” Dan kemudian tangan itu terjatuh, tidak lagi mengusap lekung bawah mataku, jantungnya tidak lagi berdetak, nafasnya tidak lagi memburu, bibirnya takkan pernah lagi tersenyum untukku, suaranya takkan pernah lagi memanggil lembut namaku. Malaikatku, telah pergi.
“Pokoknya saya ingin bangku itu tetap kosong selama tahun pelajaran ini!” Tante Bella membentak Kepala Sekolahku, kepergian Jovin begitu mendadak, dan Tante Bella adalah orang yang sangat terpukul oleh kejadian itu, kedua, setelah aku.
“Tapi Bu..” Kepala Sekolahku mencoba menolak.
“Tidak! Anda harus menyetujuinya!” Tante Bella membentak, wajahnya pilu, Tante Bella terlihat sepuluh tahun lebih tua. Begitu rapuh.
“Baiklah, kalau itu memang keinginan Anda.” Bapak Kepala Sekolahku mengalah.
Tante Bella mati matian tidak mengizinkan bangku Jovin diisi orang lain, dia benar benar tidak sanggup menerima kenyataan ini, menerima kenyataan bahwa anak yang dikasihinya dan dicintainya sepenuh hati harus pergi seperti ini. Aku memeluknya, aku tahu kepedihan yang dirasakan Tante Bella, aku merasakannya seperti Tante Bella, kepedihan itu menusuk nusuk jantungku. Meninggalkan pisau berkarat itu didalam jantungku. Tante Bella menangis lagi, sungguh tak tega aku melihatnya.
Ayah dan ibuku sudah kuberitahu berita ini, mereka terkejut, mereka sedih. Namun mereka tidak pernah menunjukannya padaku, karena aku sudah terlalu terpukul dengan kejadian ini.
“Ma, Pa. Hari ini Via akan kerumah Jovin. Tante Bella tadi memintaku datang.” Aku mengucapkan nama itu dengan perih, sulit sekali bagiku untuk tidak merindukannya.
“Ya, jangan pulang malam malam nak. Dan jangan ngebut.” Pinta ayahku.
“Hati hati Via, sayang.” Ibuku menciumku dan mengelus kepalaku.
Aku melangkah memasuki rumah itu, tidak ada keceriaan seperti saat pertama aku melangkahkan kaki disini. Semuanya berubah, semenjak hari itu.
“Via? Tante disini.” Tante Bella memanggilku, aku bukan tak mengetahui darimana asal suara itu, namun semua kenangan itu, berkelebat bagaikan vidio lama. Menggores lukaku yang belum sembuh. Aku melangkahkan kaki menuju kamar itu, kamar Jovin.
“Ya Tante.”
“Sini, duduk.” Panggil Tante Bella sambil menyuruhku duduk disebelahnya.
“Ada apa Tante?” Tanyaku sambil duduk disebelahnya. Ruangan ini berwangi orange blossoms. Bau yang khas sekali dengan Jovin. Aku meringis.
“Sebenarnya, sebelum Jovin pergi, dia menitipkan sesuatu pada Tante, dan dia berpesan agar memberikan barang ini padamu, tepat saat kamu berulang tahun.” Ucap Tante Bella sambil memberikan sebuah bungkusan. Aku membukanya dan menemukan secarik surat, dibawahnya ada cincin bermata safir berwarna biru. Aku membuka surat itu, dan mulai membaca.
Untuk hidupku, kebahagiaanku, dan masa depanku.
Kau tahu, tak pernah aku membayangkan akan bertemu dengan dirimu sebelumnya, aku menyayangimu lebih dari hidupku. Entah mengapa aku ingin sekali menulis surat malam ini. Dan lihatlah cincin yang kuberikan itu, aku ingin kamu memakai cincin ini saat ulang tahunmu. Aku berjanji akan menggantikan cincin karangan bungaku dengan cincin yang asli, dan sekarang aku telah menepati janjiku, Berjanjilah padaku, untuk selalu tersenyum, karena itulah alasan mengapa aku begitu menyayangimu. Walaupun mungkin suatu saat aku tak bersamamu lagi, walau kita terpisah jauh. Berjanjilah, demi aku. Berbahagialah, jika kau ingin aku bahagia. Jovin.
Air mataku mengalir, tanpa suara aku menangis, surat ini ditulisnya tepat pada hari dia pergi. Aku menangis lagi, dia sudah memiliki firasat. Mungkin memang dia sudah bersiap untuk hal ini. Aku memegang cincin bermata safir biru pemberiannya. Aku lupa kalau hari ini ulang tahunku. Dengan sedih aku mengalungkan hadiah itu dileherku, dak aku pamitg pada Tante Bella.
Aku tidak pulang, aku tahu kemana arah aku membawa mobilku ini. Aku melangkahkan kaki dengan pasti, kepondok kami. Sejak hari aku mendatanginya bersama Jovin, belum pernah aku datang lagi kemari, bahkan memasuki pondok ini pun aku belum pernah. Aku membuka pintunya dan tercengang. Air mataku menetes deras, aku memandangi lukisan sketsa wajahku dan Jovin yang dibingkai pada sebuah pigura berwarna perak.
“Tega sekali kau Jovin.” Aku terduduk sambil menyeka mataku yang basah, lalu memandangi pigura itu.
“Kau tahu, hari pertama aku mengenalmu, pertama aku melihat wajah sempurnamu, wajah malaikat sempurnamu itu membutakan aku. Dunia ini bagaikan berhenti berputar, berganti dengan duniamu. Dunia yang berisi semua tentangmu. Dan kau tahu apa lagi? Hari kau meninggalkan aku adalah hari tersulit sepanjang hidupku. Kau memberi aku cahaya di dalam hidupku yang hambar, namun ketika aku sudah menyukai cahaya itu, cahaya itu hilang, aku kehilangan arah. Aku ingin kau tahu, aku menyukai hadiahmu, namun aku benar benar merindukanmu.” Aku tersenyum dalam tangisku, aku tidak akan bersedih lagi, demi Jovin. Aku mengalihkan pandanganku ketika kusadari hujan membasahi pondok kecil ini. Aku tersenyum dan memandang langit, seperti saat Jovin masih ada bersamaku dulu. Selepas senja, hujan berhenti, dan aku melangkah pasti, melangkah untuk melanjutkan hidupku. Aku akan berbahagia. Dan hujan di ujung senja, akan membuka lembaran baru dihidupku, bukan hidup dengan kehilangan Jovin, namun hidup dengan membawa harapan Jovin.

Mukti mengatakan...

Nama: Mukti Supradi
Kelas: X8 / 30
Tema: Kebejatan Moral Remaja

Sulit Untuk Kuperbaiki

Terlihat sebuah rumah yang berada di dekat rumah-rumah lainnya yang jika dilihat dengan mata telanjang, rumah tersebut terlihat biasa saja dan jika dilihat dengan mata hati, rumah tersebut terlihat memiliki aura yang berbeda dari rumah yang lainnya yaitu aura ketidaknyamanan. Di rumah tersebut hidup 1 keluarga yang dulunya harmonis namun sekarang keluarga tersebut menjadi hancur karena sulit bagi mereka untuk saling bersikap harmonis satu sama lain. Keluarga tersebut terdiri atas 3 orang yaitu ayah, ibu, dan seorang anak laki-laki. Seorang ayah yang bernama Tukijo, ibu yang bernama Tukiyem dan anak yang bernama Satrio. Dulunya mereka sangat bahagia dan mereka sering jalan bersama-sama hingga akhirnya keluarga ini menjadi hancur akibat sang ayah yang tidak dapat mencintai istrinya lagi karena cinta Tukijo direbut oleh wanita lain. Sang istri yaitu Tukiyem selalu bersabar dan rela berkorban demi anaknya hingga Tukiyem tidak mau bercerai dari Tujiko yang selalu pergi dengan perempuan lain. Tukiyem hanya bisa diam dan bersabar karena ia tidak mau melihat Satrio tidak mempunyai ayah. Tukiyem selalu menahan rasa sakit yang dideritanya akibat dari kekerasan oleh Tukijo kepadanya yang setiap hari dipukul dengan sangat keras hingga terdapat memar pada bagian tubuh Tukiyem. Satrio yang melihat hal itu langsung terkejut dan dia berpikir kalau ayahnya bisa berbuat hal seperti itu kepada ibunya. Hari demi hari pun berlalu, akhirnya Satrio mengatakan kepada ibunya:
“Bu, ibu lebih baik bercerai dari ayah karena Satrio tidak mau melihat ibu selalu disiksa.”
“Tapi nak, apakah kamu mau kamu tidak mempunyai ayah?”
“Tidak apa-apa bu, daaripada ibu selalu disiksa sama ayah.”
Akhirnya, Tukiyem hari itu pun memberanikan dirinya untuk melakukan perceraian dengan Tukijo. Pada saat perceraian Satrio telah mengerti apa itu berpisah karena Satrio sudah masuk di bangku sekolah dasar kelas 5. Akhirnya Satrio ikut dengan ibunya dan hidup berdua dengan damai dan tentram. Akan tetapi, akibat dari itulah sang ibu tidak punya banyak waktu untuk mengurus atau memperhatikan tingkah laku anaknya sebab pekerjaan membuat sang ibu ini menjadi sibuk dan berpikir bahwa apabila dia bekerja keras akan membawa kebahagiaan kepada anaknya. Akan tetapi pemikiran tersebut adalah salah. Satrio yang selalu berada di rumah sendirian setelah pulang dari sekolah, membuat dirinya selalu bosan. Ibunya yang selalu bekerja hingga tidak memperhatikan Satrio lagi, membuat Satrio selalu kesepian. Hingga akhirnya Satrio pun lulus dari sekolah dasar kelas 6 dan akan masuk ke sekolah menengah pertama. Ibu Satrio pun bangga kepadanya karena Satrio mendapat ranking 7 di kelas 6. Saat akan masuk ke sekolah tingkat menengah pertama, Ibu Satrio mendapat pekerjaan untuk pindah ke kota lain. Mereka pun pindah dan Satrio bersekolah di kota Bandung. Mereka mengontrak sebuah rumah yang sederhana dan layak untuk tinggal di rumah itu. Satrio pun akhirnya masuk ke sekolah menengah pertama yang berada di kota Bandung tersebut. Satrio masuk di sekolah SMP Negeri 30 di Bandung. Dia mendapat teman-teman baru dan juga lingkungan yang baru. Di sana dia tidak disenangi akibat teman-teman Satrio berpikir bahwa anak dari broken home adalah anak yang tidak baik. Akhirnya dia dikucilkan oleh teman-teman yang masih mempunyai anggota keluarga yang lengkap. Sampai akhirnya, seorang anak yang tidak baik mendekati Satrio untuk menjadi temannya. Anak tersebut bernama Kino. Satrio tidak tahu bahwa Kino dari SD banyak berbuat nakal dan banyak masuk ke ruang BK. Mereka pun selalu berjalan berdua di sekolah. Di suatu hari, Kino memberitahu kepada Satrio tentang cara menggoda teman perempuan di kelasnya. Kino tidak disukai teman-teman kelas karena sering melakukan hal-hal negatif dan selalu berbicara kasar kepada teman-temannya. Satrio yang tidak tahu apa-apa, kadang-kadang melakukan hal yang dilakukan oleh Kino. Mereka selalu bertingkah laku yang tercela kepada teman-teman di sekolahnya. Akan tetapi, tidak seorang guru pun yang tahu akan tingkah laku mereka berdua dan tidak satupun murid yang memberitahu kepada guru tentang tingkah laku mereka ini. Di pagi hari mendekati siang, Satrio dan Kino duduk di bangku yang terletak di koridor depan kelas mereka. Mereka berdua selalu menyiul-siul ketika ada perempuan yang lewat di depan mereka dan juga suka menggoda perempuan dengan memanggil “cewek godain kita donk”. Tetapi perempuan tersebut tidak pernah menanggapi tingkah laku Satrio dan Kino. Akibat dari perbuatan itu, Satrio banyak mendapat nilai-nilai yang buruk. Suatu hari, mereka berdua melihat temannya menyimpan sejumlah uang di tas. Satrio dan Kino akhirnya mempunyai sebuah rencana untuk mencuri uang tersebut. Hingga keadaan sepi di kelas, mereka berdua beraksi dan mereka mendapatkan uang tersebut dari dalam tas. Selanjutnya Satrio dan Kino pergi ke kantin dan langsung membeli makanan dan minuman yang mereka inginkan. Tidak ada rasa penyesalan pada diri Kino saat ia memakan makanan itu tetapi terdapat rasa takut pada diri Satrio yang telah mencuri uang milik temannya sendiri. Kino menghasut Satrio agar bersikap santai dan biasa saja karena tidak ada yang mungkin tahu soal pencuran yang dilakukan mereka berdua. Satrio langsung mempunyai percaya diri bahwa ia tidak mungkin dapat diketahui atas perbuatannya itu. Akhirnya, dilakukan pengecekan tas-tas di kelas Satrio untuk mengetahui siapa yang telah mencuri uang milik temannya itu. Tapi tidak ada bukti yang didapatkan karena bukti tersebut telah habis digunakan oleh Satrio dan Kino. Seperti yang dikatakan Kino bahwa mereka berdua tidak mungkin diketahui telah mencuri uang milik temannya karena saat kejadian tidak seorang pun melihat mereka. Setelah Satrio pulang ke rumah, dia bertingkah laku yang kurang membuat orang lain nyaman didekatnya. Semua anak tetangga yang dekat dengannya merasa bahwa Satrio melakukan hal-hal yang melanggar norma di lingkungan tempat ia tinggal. Di kelas, Satrio juga menghasut teman-temannya untuk tidak belajar saat ujian. Satrio juga suka berbohong saat berbicara dengan teman-temannya di kelas. Saat guru memberitahu bahwa ujian akan diadakan tanggal 25, Satrio memberitahu bahwa ujian diadakan tanggal 28 yang mengakibatkan teman-temannya ada yang tidak siap saat diadakan ujian. Hingga akhirnya teman-teman sekelasnya tidak mempercayai Satrio lagi. Banyak dari mereka menghindari kontak dengan Satrio. Kino dan Satrio yang bertingkah laku tidak baik di sekolah juga melakukannya di luar lingkungan sekolah. Mereka mencoret-coret tembok orang lain dan melempari sampah ke pekarangan rumah orang. Mereka berdua sangat senang sekali melakukan hal tersebut. Akhirnya mereka berdua telah lulus dari sekolah mereka. Mereka berpisah akibat dari pekerjaan ibu Satrio yang harus pindah ke kota lain lagi. Satrio lulus dengan nilai yang pas-pasan. Ibu Satrio memarahi Satrio yang tidak dapat belajar dengan baik yang menghasilkan nilai-nilai yang buruk di sekolah menengah pertama tersebut. Satrio sangat kesal dan emosi mendengar nasehat dari ibunya. Akhirnya Satrio masuk ke sekolah menengah atas. Di sekolah itu Satrio telah tinggal di kota Jakarta. Ia mendapat teman-teman baru lagi dan lingkungan baru. Di sekolah baru itu, banyak yang tidak tahu bahwa Satrio berasal dari keluarga yang broken home. Satrio mendapat banyak teman di sekolahnya yang baru itu. Ia sekarang bersekolah di SMA Negeri 40. Di sana banyak anak-anak yang sikapnya buruk hampir seperti Satrio. Di sekolahnya, Satrio juga melakukan hal yang buruk yaitu menggoda perempuan yang lewat di depannya tetapi perempuan-perempuan yang digoda Satrio kali ini selalu tersenyum saja. Satrio mempunyai sebuah geng yaitu sekelompok anggota yang selalu berkumpul bersama-sama untuk saling berbicara. Kelompok ini selalu melakukan hal-hal yang buruk. Seketika, mereka selalu menjahili teman mereka sendiri. Setelah 2 tahun berlalu Satrio naik ke kelas 3 SMA. Hasil-hasil dari nilai-nilai kelas 1 dan 2 tidak begitu memuaskan dan lagi-lagi hanya mendapat nilai-nilai yang pas-pasan. Ibu Satrio langsung menanyakan hal ini kepada Satrio
"Kenapa nilaimu sekarang hancur dan menurun derastis seperti ini Sat?”
“Yah begitulah bu, pelajarannya susah makanya dapat nilai yang kecil”
Ibu Satrio terdiam sejenak dan berpikir. Sudah 5 tahun berlalu, waktu yang diberi oleh ibu Satrio hanya waktu untuk mengomentari kehidupan Satrio yang ugal-ugalan. Tidak pernah sekalipun ibunya memperhatikan anaknya karena ia hanya mencari uang dan uang untuk Satrio. Di kelas 3 ini, tingkah Satrio semakin parah. Hari demi hari sikapnya berubah derastis menjadi anak nakal yang didapatnya dari lingkungan yang tidak baik. Ia pun mengikuti suatu kegiatan yang dianggap keren oleh anak-anak kelompoknya yaitu tawuran. Tawuran banyak dilakukan oleh teman-teman Satrio. Tanpa segan Satrio langsung ikut dalam acara tersebut. Akhirnya tingkah Satrio dan teman-temannya mendapat hukuman dari sekolah. Mereka mendapat surat peringatan dari kepala sekolah dan harus diberi kepada orang tua mereka agar datang ke sekolah untuk membicarakan tingkah laku mereka yang negatif. Ibu Satrio yang mendengar sikap anaknya itu, tanpa ragu menghukum Satrio dengan cara memukulnya dengan cambuk hingga tubuh Satrio terdapat memar. Keesokan harinya, saat Satrio masuk sekolah dia tidak merasa penyesalan kepada dirinya. Ia bersama teman-temannya selalu berkumpul bersama di kantin dan kadang-kadang membuat keributan. Waktupun terus berjalan, Satrio mengikuti jejak teman-temannya untuk meminum bir dan mabuk-mabukkan setelah jam pelajaran sekolah selesai. Hal tersebut tidak diketahui Tukiyem karena ia bekerja dan selalu pulang di sore hari. Satrio bersama teman-temannya kadang suka mabuk-mabukkan di rumah Satrio dan berpesta ria di sana. Terus dan terus dilakukan Satrio hingga moralnya menjadi semakin rusak dan bejat untuk dianggap benar oleh orang lain. Satrio masih terus melakukan perbuatan-perbuatan tercela itu hingga ia akhirnya terjerumus ke dalam hal yang lebih menakutkan lagi. Ia terjerumus ke dalam dunia obat yaitu narkoba. Dengan teman-temannya, Satrio berpesta narkoba hingga ia kecanduan narkoba. Hari demi hari berganti, Satrio semakin hari semakin ketahuan dari ekspresi wajahnya bahwa ia seperti orang yang sedang sakit atau penyakitan. Ia bersama teman-temannya selalu berkumpul dan melakukan hal-hal yang tidak baik hingga salah satu temannya yang melihat mereka sedang memakai narkoba langsung memberitahu guru. Seketika guru tersebut yang bernama Harno langsung menangkap salah satu murid dari 5 orang yang sedang melakukan perbuatan yang merusak bangsa. Tapi sialnya, yang tertangkap adalah Satrio. Terlihat muka kaget, menggigil dari Satrio. Harno langsung membawa Satrio ke ruang BK. Terjadilah pertanyaan-pertanyaan yang sangat mengancam hidup Satrio. Setelah pertanyaan-pertanyaan diajukan, teman-teman Satrio yang pada saat itu sedang bersamanya langsung ditangkap dan dibawa ke ruang BK. Akhirnya tanpa segan mereka semua ditahan di sekolah oleh pihak sekolah. Orang tua dari mereka berlima langsung datang ke sekolah akibat dari pemberitahuan pihak sekolah kepada orang tua murid. Tanpa basa basi dan penuh amarah orang tua dari siswa langsung memarahi anak mereka dan terlihat pada wajah sang orangtua penuh kekecewaan dan putus asa melihat anaknya telat masuk ke dalam dunia gelap. Pihak sekolahpun dengan berat hati harus mengeluarkan semua siswa yang terjaring dalam kegiatan yang merusak moral bangsa. Dan pihak sekolah menyarankan agar siswa-siswa ini dimasukin ke panti rehabilitasi. Kelima orang tua dari siswa tersebut setuju untuk memasukkan mereka semua ke panti rehabilitasi. Kelima siswa tersebut termasuk Satrio dengan wajah yang penuh penyesalan dan rasa malu dengan terpaksa harus masuk ke panti rehabilitasi tersebut demi kebaikan mereka agar jauh dari barang haram tersebut. Mereka berlima yang masuk ke panti rehabilitasi bernama Saro, Akara, Beni, Tejo, dan Satrio. Semuanya dimasukkan ke panti yang sama dimaksudkan agar mereka tidak bosan dan menyadari semua perbuatannya bersama-sama. Rasa dari kecanduan narkobapun akhirnya berjalan. Mereka seperti orang yang kehausan membutuhkan air saat mereka menjalani rehabilitasi melawan kecanduan narkoba. Akara mencoba melawan rasa meriangnya dengan cara memukul-mukul benda dan Beni,Tejo,Saro selalu berbaring-baring tidak karuan dan Satrio hanya bisa diam sambil memukuli kepalanya dan menggigil kedinginan. Mereka semua merasa seperti manusia yang tidak berdaya dan tidak berguna. Selalu mereka menggigil setiap malam atau setiap nafsu akan narkobanya kembali pada diri mereka. Mereka berlima selalu berkumpul di ruang santai untuk saling berbicara meringankan beban mereka satu sama lain. Tidak lupa juga mereka sekarang ikut melaksanakan ibadah dengan teladan. Mereka sadar bahwa perbuatan yang mereka lakukan selama ini yaitu mabuk-mabukkan dan narkoba membuat mereka tidak pantas menjadi manusia dan mereka berpikir hanya menjadi sampah masyarakat. Selalu mereka curhat dan bercerita tentang diri mereka. Sampai akhirnya Saro, Akara, Beni, dan Tejo tahu bahwa Satrio berasal dari keluarga yang berpisah yang sekarang tinggal dengan ibunya. Mereka berempat tahu kalau mereka masih beruntung mempunyai orang tua yang lengkap dan belum pernah bertengkar satu sama lain. Akan tetapi, mereka dapat masuk ke dunia yang dianggap orang banyak merupakan dunia yang tercela dan dunia dosa. Tiba-tiba Tejo merasa kesakitan yang mendalam dan harus dilawannya demi kehidupannya. Saro, Akara, Beni, dan Satrio berusaha menenangkan Tejo dan membantunya untuk tidur di kamarnya agar membuat dia tenang. Mereka berempat terus berusaha membuat Tejo untuk tenang. Ada yang memegang kaki, tangan, kepala, dan mengipas Tejo. Akhirnya Tejo pun tenang dan tertidur. Mereka berempat merasa sangat prihatin dan berpikir bahwa semuanya juga merasakannya bagaimana rasanya saat penyakit itu menyerang mereka. Semua terdiam membisu.
Saro: “Apakah kita mampu melawan penyakit ini teman-teman?”(dengan wajah yang sedih)
Akara: “Kita pasti bisa, yakin pada diri kalian pasti kita bisa!”
Beni: “Benar, kita mampu melawan penyakit ini, kita bersama-sama akan melawan semua penderitaan yang datang”
Satrio: “Dan juga pasti Tuhan akan memberkati kita dan mau memaafkan kita”
Di pagi hari yang cerah, mereka keluar ruangan untuk menghirup udara segar dan melihat matahari bersinar. Mereka berdoa bersama-sama agar Tuhan mau memaafkan mereka. Hati mereka menjadi tentram melihat indahnya langit biru dan kuningnya matahari serta hangatnya sinar matahari pagi hari. Akhirnya hari demi hari setelah 18 hari terlewati di panti rehabilitasi, mereka merasa yakin bahwa mereka mampu melewati semua penderitaan mereka selama ini yang menyerang mereka. Mereka yakin bahwa mereka mampu sembuh dan dapat beraktivitas normal seperti yang lainnya. Akan tetapi, mereka berpikir apabila mereka sembuh apakah orang-orang disekitarnya mau menerima orang seperti mereka. Mereka bersepakat bahwa apabila mereka keluar dari panti ini mereka akan berubah sepenuhnya yang akan berguna bagi bangsa dan negara juga orang-orang disekitarnya serta membuat orang tua mereka menjadi bangga kepada mereka. Tanpa diduga, teman mereka yang bernama Tejo dan Saro mengalami overdosis di malam hari saat mereka mau tidur. Akara, Beno, dan Satrio sangat sedih karena teman mereka harus meninggalkan mereka dengan keadaan yang mengenaskan dan saat mereka sedang berjuang melawan penderitaan akan kecanduan narkoba. Hal ini membuat Akara, Beno, dan Satrio semakin mempunyai semangat yang baru untuk sembuh untuk meneruskan perjuangan Tejo dan Saro. Mereka terus berjuangan malam demi malam yang selali menghantui mereka dengan penderitaan. Akhirnya hari rehabilitasi pun telah selesai. Di hari 30, mereka bertiga dinyatakan sembuh dan sudah mampu untuk kembali ke kehidupan normal. Mereka bertiga sekarang menjadi sahabat yang baik dan selalu mengingat kenangan kedua temannya. Mereka bersekolah kembali untuk mengulang sekolahnya. Mereka bersekolah dalam 1 sekolah yang sama. Meskipun banyak orang yang tidak menyukai mereka, mereka tahu bahwa perbuatan mereka bertiga memanglah salah dan memang pantas untuk dijauhi. Akan tetapi, atas perbuatan mereka bertiga yang semakin hari semakin baik dan dapat diterima oleh teman-temannya, mereka semakin dapat berteman dengan teman-temannya dan teman-temannya mau berteman dengan mereka bertiga. Sampai saat tiba, ujian nasionalpun mereka kerjakan dengan baik. Nilai yang didapat mereka sangat bagus hingga mereka dapat masuk ke universitas yang sangat bagus. Mereka telah membuktikan kepada orang tuanya bahwa mereka dapat berubah menjadi anak yang baik dan pintar dan orang tua merekapun bangga melihat anaknya mendapat nilai-nilai yang bagus dalam ujian. Setelah selesai SMA mereka meneruskan kegiatannya yaitu bersekolah di universitas dan akhirnya mereka lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Setelah itu, mereka sadar bahwa berkat Tuhan yang selalu mendampingi mereka akhirnya mereka bisa menjauh dari narkoba dan tindakan-tindakan yang tidak baik. Akara, Beni, dan Satrio akhirnya menulis sebuah buku bagaimana kisah sahabat yang melawan kerasnya dunia narkoba dan bertujuan agar semua remaja tidak melakukan hal seperti yang mereka lakukan. Dan mereka bertiga telah membuktikan kepada bangsa dan negara bahwa mereka dapat berubah menjadi orang yang lebih baik dan berguna. Kesuksesan dari pembuatan buku itu, mereka bekerja sama membangun sebuah toko roti yang banyak diminati oleh orang. Akhirnya mereka sekarang telah dapat hidup dengan bahagia dan jauh dari tindakan/sikap yang negatif.

Imaculata Tisades Rizki mengatakan...

Nama : Imaculata Tisades Rizki
Kelas : X.8 / 19
Tema : Remaja

GUDANG RUMAH SAKIT

Pagi ini aku kembali membuka mataku lebar-lebar. Aku memandang ke setiap sudut ruangan yang aku tempati. Aku hirup harumnya udara pagi yang seakan ingin mengajakku beranjak dari tempat tidur yang sedikit membuatku pegal. Di sudut jendela kulihat beberapa burung hinggap sambil memamerkan kicauannya yang sangat merdu. Aku senang karena aku masih bisa melihat keagungan Tuhan yang luar biasa ini. Setiap hari aku berdoa, berharap supaya aku dapat melihat semua itu besok dan seterusnya.
Namaku Virela. Aku adalah seorang gadis 15 tahun yang sedikit sulit bergaul karena suatu hal. Hanya beberapa saja yang mau berteman denganku. Salah satunya Deva. Dia cowok, tapi entah kenapa dia mau berteman denganku. Aku senang akan hal itu, tapi akau masih ragu padanya.
Hari ini tanggal 2 Desember. Yah, ini adalah hari ke 34 aku menempati ruangan ini bersama pasien lainnya. Seperti biasa, aku hanya diam atau sekedar membaca buku sembari menunggu pemeriksaan dokter. Tiba-tiba, seorang gadis bersama ibunya memasuki ruangan yang kutempati dengan senyum yang sedikit dipaksakan oleh gadis itu. “Sayang, mama akan menjengukmu besok, jangan khawatir. Jangan manja begitu dong.” ucap sang ibu. “Mama yakin nggak mau nemenin aku malam ini?” terdengar suara rengekan gadis itu. “Maafkan mama sayang, tapi mama harus menyelesaikan pekerjaan di kantor”.
Keadaan seketika hening setelah ibu gadis itu pergi meninggalkannya. Aku mencoba memberanikan diri untuk menyapanya terlebih dahulu. Tapi aku ragu karena senyumnya tidak mengembangdi bibirnya yang manis itu. Mukanya masam dan cemberut. Akhrinya aku memutuskan untuk menyapanya dari tempat tidurku yang tidak jauh dari tempat tidurnya. “Hai.. Kamu pasien baru disini? Nama kamu siapa? Aku boleh menjadi temanmu?” tanyaku sembari memecahkan suasana hening bersamanya. Beberapa dtik telah dilewati namun tak satupun pertanyaanku digubrisnya. “Emm, aku tahu kamu sedih nggak ditemenin sama mama kamu kan? Ayolah, jangan menangis lagi..” aku langsung menghiburnya ketika aku tahu dia sedang menangis.
Perlahan ia mulai membalikkan badannya yang semula membelakangi aku.
“Aaaaaku Zhya.” Ia menjawab dengan terisak-isak.
“Oh iya, aku Virela. Kenapa kamu nangis?”.
“Yah, aku sedih karena disaat kayak gini mamaku masih saja mikirin kerjaannya. Padahal ini hari pertamaku masuk rumah sakit.” Balasnya.
“Memangnya kamu sakit apa?”.
“Aku lumpuh, tapi hanya sementara. Tadinya aku berfikir akan mendapat kado spesial di hari Natal nanti, tapi aku malah seperti ini.”
“Jangan sedih.. Emm, ayo ikut aku..”
“Mau kemana?”
“Ikut aja..”
Aku membawanya ke suatu tempat yang sangat aku sukai. Perlahan kami menyusuri koridor rumah sakit yang lumayan ramai.
Lalu sampailah kami di ruangan yang sedikit kotor. Ya! Itu adalah gudang.
“Mau apa kita kesini? Kamu mau menjebakku?” Tanya Zhya.
“Yah, nggak mungkinlah. Kalau kamu udah masuk, kamu pasti akan suka.”

Aku menuntunnya masuk, berharap ia tidak takut. Di dalam gudang itu ada sebuah piano kuno yang masih bisa digunakan. Namun aku sendiri pun tak tahu mengapa piano tersebut ada di gudang sebuah Rumah sakit.
“Vir, kamu suka kesini ya? Kamu bisa main piano?”tanya Zhya.
“Ya begitulah.. Aku suka membuat lagu. Daripada hanya berdiam diri di kamar kan bosan..”jawabku.
“Memangnya kamu sakit apa?”
“A a aa, cuma sakit biasa..”
Aku segera memainkan jari-jariku diatas tuts piano kuno itu. Aku lihat Zhya mulai mengikuti alunan lagu yang aku mainkan. Lalu aku tanya padanya, “kamu bisa main piano?”. “Yah, sedikit..”jawab Zhya. Zhya tampak serius memainkan instrumen Canon yang sangat konvensional itu. “Itu instrumen Favoritku Zhya..”aku berkata padanya seolah ingin ikut hanyut dalam permainan pianonya. “Sama, ini lagu pertama yang aku pelajari, Vir..”jawabnya.
Tanpa sadar kami sudah lewat dari satu jam berada di gudang rumah sakit. Kami memutuskan untuk kembali ke kamar. Sesampainya di kamar, dating sesosok laki-laki yang bau tubuhnya sudah aku kenali. Deva! Ya ampun, apa yang dia lakukan malam-malam begini!
“Hei Vir, apa kabar?”tanya Deva.
“Malam-malam begini ngapain kamu kesini Dev? Kamu nggak kena marah mami kamu?”
“Nggak. Kamu baik-baik aja kan? Nih aku bawain buah buat kamu.”
“Makasih Dev. Oh iya, ini teman baruku. Kenalin, Zhya..”aku mengenalkan Zhya pada Deva.
“Hei, aku Zhya..”
“Aku Deva. Baru ya disini? Semoga betah ya temenan sama Virel yang jutek ini..”
“Deva! Ngomong apa kamu.. Nggak usah dengerin dia Zhy, biasa Deva suka asal”.balasku seraya menghentikan ledekan Deva padaku.

Deva adalah salah satu teman yang setia padaku. Dia tak pernah mngeluh walaupun terkadang aku suka tidak menggubris apa yang ia bicarakan. Karena memang pada dasarnya dia bukan orang yang banyak bicara. Tapi, dialah sumber inspirasiku. Dia juga yang memberi semangat padaku supaya aku bisa bertahan hidup lebih lama. Semuanya aku jalani bersama Deva.
Pagi ini terasa sangat melelahkan. Aku harus menjalani terapi yang cukup membosankan bagiku. Namun, aku tak perlu khawatir karena lagi lagi Deva datang untuk menghiburku. Dia sahabat terbaikku.
“Deva.. Kenapa sih kamu mau temenan sama aku?”
“Karena, kamu baik dan aku yakin sebenarnya kamu ingin punya banyak temen kan? Tapi kerena keadaan, kamu tertutup kepada semua orang.”jawab Deva.
“Kamu satu-satunya orang yang menjengukku. Hanya kamu yang tahu keadaanku, Dev. Tolong rahasiain ini ya.”
“Ya ampun Vir, kamu udah seratus kali ngomong itu sama aku. Tenang aja. Oh iya, aku bawain Brownies kesukaan kamu nih.”jawab Deva sambil menyodorkan kue favoritku itu.
“Vir, kamu masih sering ke gudang itu?”tanya Deva.
“Lumayan, apalagi sekarang ada Zhya. Dia bisa main piano juga lho, Dev.”balasku.
“Hmmm, kita kesana yuk?”ajak Deva sambil menggandeng tanganku.
“Boleh, tapi sama Zhya ya.”

Percakapan itu tak berlangsung lama karena setelah itu aku dan Deva menemui Zhya dan segera pergi ke gudang itu. Namun, di tengah perjalanan kami, tiba-tiba seorang wanita yang sudah tak asing bagiku menghampiriku. “Virela! Apa yang kamu lakukan disini!”teriak wanita itu. Itu adalah mama tiriku.
“Kamu tidak boleh keluar kamar! Kembali ke kamarmu!”teriak mamaku.
“Mama.. Aku kangen sama mama,”jawabku.
“Udah deh, nggak usah norak gitu! Kembali ke kamar!”
“Mama kenapa sih selalu bersifat kasar sama aku?”
“Kamu itu selalu nyusahin!”jawab mama dengan nada tinggi.

Akhirnya tanpa basa-basi, aku kembali ke kamar dengan muka masam. Aku merasa tidak pernah diharapkan. Seakan-akan, mama tidak menginginkan aku. Apa yang Ia minta selalu aku turuti, tapi yang aku inginpun tak pernah Ia tanyakan. Aku semakin sedih, penyakit yang kuderita semakin sakit kurasakan. Kini yang bisa kulakukan adalah berdoa supaya Tuhan memberikan umur yang lebih panjang kepadaku.

“Tante nggak boleh gitu sama Virel! Dia msh sakit tante!”
“Tahu apa kamu! Siapa kamu berani berkata seperti itu pada saya!”
“Saya Deva. Teman Virel.”
“Apa peduli kamu sama dia? Nggak usah sok tahu deh. Saya lebih tahu daripada kamu!”
“Sa..sa..saya sayang sama Virel dan saya tahu bahwa sebenarnya Virel butuh perhatian tante!”
“Sayang? Tahu apa kamu tentang sayang? Hah?
“Saya tahu semuanya, tante. Tante orangtua Virel, harusnya tante sadar bahwa Virel butuh tante, bukan orang lain.”

Percakapan itu semakin sayup kudengar. Air mataku tak dapat kubendung sampai akhirnya menetes juga. Pandanganku berkunang-kunang, hingga aku tak sadarkan diri. Bayang-bayang percakapan hebat itu merasuki pikiranku. Sebenarnya apa yang mereka perdebatkan? Apakah mereka membicarakan aku? Apa mereka perduli padaku? Yah, seharusnya aku menanyakan itu pada mereka. Dan tanpa kusadari mereka telah memanggil-manggi namaku daritadi.
“Virel.. Virel.. Kamu tidak apa-apa?”
“Virel…”
Aku merasakan panggilan-panggilan itu. Sampai akhirnya aku mendengar sebuah suara yang menyegarkan jiwaku. Ya, suara Deva. Ia membisikkan sesuatu padaku.
“Virell.. Aku sayang sama kamu. Aku nggak mau kehilangan kamu.”
Aku merasakan tetesan air mata Deva di pipiku. Aku ingin membuka mataku, tapi aku lemah. Membuka mata saja aku sulit. Aku ingin memeluk Deva yang selalu setia menemaniku.
Untuk beberapa saat aku tidak bisa bangun. Kata Dokter, aku harus berbaring di tempat tidur, tidak boleh memikirkan hal yang berat dan makan makanan yang bergizi. Apa aku akan betah dengan kehidupan seperti ini? Yang aku lihat hanyalah kilau baju putih yang dikenakan oleh para dokter dan perawat yang menjadi pemandanganku sehari-hari. Beginilah aku.
Hari demi hari aku lewati hanya bersama Zhya dan Deva. Setelah percakapan waktu itu, mama tidak pernah menjengukku lagi. Dialah yang aku punya semenjak ibuku meninggal dan ayahku menikah dengannya. Sekarang, ayahku sudah meninggal, mama tiriku menjadikanku sebagai uring-uringanny saja. Aku merindukan ibu. Hanya ibu yang mengerti keadaanku. Aku rindu akan kenangan-kenangan bersamany di kala aku kecil dalam dekapannya. Tapi kini itu hanya khayalanku.
Hari berikutnya aku sudah mulai membuka mata. Ku lihat Deva tertidur pulas di sofa kamarku. Kulihat wajahnya begitu lelah, namun seakan memberi isyarat untuk menenangkannku. Aku ingin membisikkan padanya bahwa aku sayang padanya. Aku ingin selalu bersamanya. Aku nyaman berada disampingnya. Aku harap kebahagiaan ini berlangsung lebih lama. Walau aku tahu, penyakit ini sedikit demi sedikit sudah menggerogoti tubuhku.
Tanpa sadar aku tertidur. Deva membangunkan dengan begitu hangat. Ia memegang tanganku, begitu indah rasanya. “Virel, makan dulu, yuk”ajak Deva. Aku segera membuka mataku, berharap Deva menatap mataku. Dengan lembut ia menyuapi aku. Setelah makan, Deva berkata sesuatu padaku.
“Virel, kamu janji sama aku?”
“Janji apa, Dev?”tanyaku.
“Janji kalau kamu nggak akan ninggalin aku?”
“Iya Deva..”
Lalu Zhya menghampiri aku dan Deva. Dengan tongkat ditangan kanannya. Ia masih peduli padaku.
“Vir, kamu udah baikan?”tanya Zhya.
“Iya Zhy, berkat kalian berdua, makasih ya.”
“Kamu harus banyak istirahat biar cepat sembuh. Tapi, sebenarnya kamu sakit apa sih, Vir? Kok sampai bed rest gini?”
“O..oo.. Cuma sakit biasa kok. Bentar lagi juga sembuh.”
“Kamu juga nggak pernah cerita sama aku.”tanya Deva penasaran.
“Aku tahu kalian khawatir sama aku. Tapi tenang aja, aku nggak apa-apa kok. Aku pasti sembuh.”
‘Oh iya Vir, besok aku sudah boleh pulang, lho!”ujar Zhya.
“Wah, bagus dong. Tapi, kita nggak bisa ktm lagi.”
“Tenang aja, aku pasti akan selalu jenguk kamu, Vir”
“Hmm, udah dong, jangan pada sedih. Ke gudang, yuk?”ajak Deva
“Emang Virel udah kuat?”tanya Zhya.
“Pakai kursi roda, dong. Sini aku bantu,Vir”jawab Deva.
“Makasih ya, Dev”
Beberapa menit kemudian, aku, Deva, dan Zhya menyusuri koridor Rumah Sakit untuk sampai ke gudang itu. Namun, tiba-tiba kulihat beberapa orang mengangkut sebuah benda yang ukurannya cukup besar yang sudah tidak asing lagi dimataku. Sepertinya aku tahu! Seketika aku merasa sulit bernafas. Tiap langkah pria yang mengangkut benda itu membuatku semakin tertekan hingga ingin menangis. Mataku terbelalak, seakan ingin keluar dari persinggahannya. Aku tak percaya atas apa yang aku lihat. Aku mencoba menelaah kembali. Kuamati baik-baik benda itu sampai tak sadar bahwa Deva dan Zhya sudah memanggil-manggil namaku sejak tadi.
“Virel, Virel, Virel!!! Kamu nggak apa-apa?”tanya Zhya dengan nada panik.
“Jangan sedih,Vir.”ucap Deva sambil membelai rambut hitamku yang tergerai.
“Dev, Zhy, apa yang mereka lakukan pada piano itu! Piano itu tidak boleh dibawa pergi! Biarkan piano itu disini!”teriakku pada Deva dan Zhy sebagai pelampiasan kekecewaanku.

Aku sedih. Tak ada kata-kata yang bisa aku ucapkan dari bibirku. Aku tak kuasa menahan rintihan air mata ini. Aku sudah terlanjur memiliki teman setia yang tahu segala sejarah hidupku. Hanya piano kuno itu yang tahu kapan aku membutuhkannya untuk mengiringi setiap bar dari lagu yang aku ciptakan. Tapi kini semuanya musnah. Sampai sekarang aku tidak tahu mengapa piano tersebut dibawa pergi. TIba-tiba muncul dibenakku untuk bertanya pada Office Boy.
“Permisi mas. Emm, kenapa ya piano yang di gudang dibawa pergi?”tanyaku.
“Oh, piano itu sudah lama sekali dik. Dan kabarnya piano itu ada penunggunya.”
“Begitukah. Baik, terimakasih.”

Aku kembali ke kamarku. Aku mencoba tenang. Aku mencoba bertanya dalam hati, mengapa piano itu sangat berarti untukku? Padahal itu bukan pianoku?
“Setiap aku memainkan piano itu, aku teringat pada ibu. Hanya piano itu yang dapat memutar memoriku tentang ibu. Apa yang terjadi? Kenapa seolah-olah ada yang menarikku untuk memainkannya. Hanya piano itu yang bisa membuatku tenang.”
Akhirnya aku kembali ke gudang itu. Aku mencoba bertahan dengan kesakitan yang aku rasakan. Dadaku semakin sesak. Tapi aku paksakan hingga aku sampai di gudang itu. Kupandangi ruangan kuno itu tanpa piano kesayanganku. Tetesan air mata semakin deras kurasakan. Aku melangkah ke tengah ruangan yang cukup luas itu. Aku berlutut, berharp piano itu akan kembali. Tiba-tiba, aku mendengar sebuah bisikan. “Virel, jangan sedih sayang, ibu disini. Kamu mau menemani ibu, nak?” Aku kenal dengan suara itu. Aku melihat sesosok wanita dengan gaun putih yang berkilau. Itu ibuku! Aku segera mendekatinya. Aku tak sadar bahawa itu hanya sebuah penampakan. Aku memeluknya, mendekapnya, dan menciumnya. Aku ceritakan semua keluh kesahku padanya. Aku membaringkan kepalaku di pangkuannya. Mataku terpejam. Nafasku tersengal-sengal. Aku terus membayangkan bahwa ibuku kembali. Aku tidak kuat menahan ini. Dadaku sakit sekali, aku tidak bisa menahannya. Khayalanku melayang jauh, aku membayangkan hidup bahagia bersamanya, Deva dan Zhya. Jiwaku sudah lelah dan lemah. Penyakit ini sudah memuncak ke ubun-ubun kepalaku. Darahku semakin kencang berjalan kurasakan. Kepalaku seperti mau pecah. Aku merasakan bahwa jasadku lunglai dan rohku sudah meninggalkan jasadnya. Perjalanan jauh aku tempuh. Akhirnya aku sampai ke tempat yang indah itu. Indah sekali, ada ibu disana! Ya, aku senag disini. Sampai jumpa Deva dan Zhya. Deva, aku cinta padamu, maafkan semua kesalahanku. Zhya, tetaplah menjadi bintang di keluargamu.
Dari jauh aku melihat, Deva dan Zhya menangis. Aku ingin memeluk mereka namun aku tak bisa. “Virel!! Kamu udah janji nggak bakal ninggalin aku! Kenapa kamu nggak pernah bilang kalau kamu sakit jantung! Virel bangun! Bangun VireL! Jangan tinggalin aku, aku mohon..”kata deva sambil memeluk jasadku dan menangis. “Virel, AKU CINTA KAMU!! Tolong jangan tinggalin aku..”tangis Deva. Maafkan aku Deva, aku tak bisa bertahan untuk kamu.
Kenangan itu begitu indah. Aku takkan melupakan Deva dan Zhya yang menyayangiku. Tapi aku harus pergi. Hidupku tak lagi didunia melainkan di surga. Selamat tinggal Deva dan Zhya. Aku sayang kalian.

Ericha mengatakan...

tema : Kebobrokan moral
karya:Ericha Rizky Apriliza (13)
I’m sorry, I can’t be perfect
Namaku Ane. Aku adalah gadis 9 smp yang masih berumur 14 tahun. Yah, aku mengikuti akselerasi disekolah. Aku selalu mendapatkan gelar siswa berprestasi se-provinsi. Tapi, bukan itu yang aku inginkan, sungguh. Yang hanya kuinginkan adalah dekat dengan orangtuaku, menikmati hidup yang singkat ini. Tapi, aku sangat yakin itu takkan terjadi. Orangtuaku seakan tidak mempedulikan aku. Aku adalah seonggok kertas putih yang bebas mereka apakan. Jujur, hidupku lengkap. Sangat lengkap malah. Tidak ada yang kurang untuk persoalan materi. Orangtuaku telah memenuhi semua, bimbingan belajar, kursus musik, berenang, semuanya. Tapi, satu yang mereka belum penuhi, Kasih sayang seorang mama, papa, cinta dan hangatnya belaian mereka itu yang aku inginkan. Apakah untuk mendapatkan kasih sayamg adalah sebuah tuntutan? Aku tidak menuntut. Sebenarnya, aku anak tunggal. I’m alone.
Itu dulu, dan sekarang tidak. Nenek datang memberi pelukan hangat yang sangat aku butuhkan. Genggaman erat tangannya membuatku sangat terlindung. Belaiannya itu, tak akan kulupakan. Nenek adalah orangtua rangkapku. Dialah yang memberiku motivasi hidup, belajar, dan semuannya. Bila ditanya apa itu hidup, pasti aku jawab nenek. Nenek berpesan kepadaku, tuntutlah ilmu setinggi mungkin karena otak seseorang tak akan terisi penuh dan doba lakukan apa saja yang belum kamu lakukan didunia ini dan yang pastinya membetikan dampak positif untuk dirimu dan orang lain. Itu adalah pesan yang tidak pernah aku lupakan.
Desiran pasir seakan tahu perasaanku saat ini. Suara Broomy, kucingku terdengar sangat keras. Aku tahu ia menangis melihat seseorang telah diselimuti kain batik berlapis tujuh itu. Alunan suara burung-burung pun menghilang, sunyi. Warna hitam sepertinya memadati rumah ini. Banyak orang yang tersedu-sedu menyaksikan pertunjukan yang sangat jarang terjadi. Sepertinya, Tuhan mengujiku kembali untuk bisa memaknai arti hidup sesungguhnya. Yah, nenekku telah menghadap-Nya. Jujur, di benakku tidak menerima semua ini. Tapi, aku tahu kita di dunia hanyalah sementara.
What should I do? Aku mengatakan hal itu jika aku menghadapi masalah. Aku membuka kain berlapis dari kepala nenek. Tik, tik, tetesan air mata satu per satu mengalir jatuh, tanpa disengaja. Perasaan campur aduk pun menyelimuti tubuhku. Suara gertakan kaki tiba-tiba terdengar keras yang menghancurkan konsentrasiku. Suara itu tak jauh dariku, semakin keras dan tiba-tiba berhenti. Oh, ternyata wanita yang telah mengandungku. Ia melihatku dengan penuh harapan, seakan matanya memberi pesan untuk tidak menyerah jika orang yang sangat ku cintai sudah menghilang. Aku bias menerima pesan itu dengan baik. Ia duduk tepat disebelah kanan ku. Sungguh, aku tidak mempedulikanya, aku hanya duduk terdiam, terpaku memandang seseorang yang ku anggap sebagai orangtua rangkapku.
Sunyi, sepi, hening suasana pada saat itu. Tiba-tiba terpecah, ketika wanita itu mendekap memelukku. Terkejutkah aku? Aku bertanya kepada diriku sendiri, seakan aku tak percaya apa yang terjadi. Jujur, aku menginginkan itu sejak aku bernapas. Pelukan hangat itu seakan membuatku gila. Aku sangat yakin, dia memelukku dengan ketulusan, seakan aku ingin mengatakan, aku benar anakmu ma, ya benar!
Tiga bulan nenek telah tiada, pada saat itulah mama mengajak aku berbicara.
“Ane, mama harap kamu ngerti!” Mama menarik nafasnya sedalam mungkin, seakan ada hal penting untuk aku ketahui. Mataku tiba-tiba mengarah ke mata mama dan seakan ingin menanyakan apa yang terjadi dan tentunya hal itu tidak kutanyakan.
“An, mama…” mama menunduk seakan sulit mengatakan hal itu kepadaku. Dan aku pun semakin penasaran.
“Ma, kenapa? Apa yang terjadi?” Tiba-tiba pertanyaan itu terlontar dari bibir mungilku.
“Ane, anak mama yang sudah mama anggap dewasa. Hah, jujur ini sangat sulit diucapkan, tetapi harus.” Mama menarik nafas sedalam yang ia bisa.
“Mama dan papa sudah enggak serumah lagi!”
“Ane bingung, Mama dan papa mau keluar kota? Atau mau beli rumah baru? Atau…” banyak pertanyaan yang inginku lontarkan, tetapi mama memotong pembicaraanku.
“Tidak Ane, bukan. Mama dan papa bukan ingin keluar kota berdua dan juga bukan mau beli rumah baru!”
“Jadi, Apa?” Aku mengucapkan hal itu dengan lantang.
“Mama dan papa udah nggak bersama lagi. Hah, kami sudah bercerai.” Mama menunduk ketika mengatakan hal tersebut. Ia mengangis, seakan tidak menerima semuanya.
“Bercerai? Kapan? Ane sama sekali nggak tau, ma? Papa kan sedang diluar kota, dan kenapa hal ini bisa terjadi? Kenapa Ane baru tau sekarang? Kalian jahat sama Ane! Jahat! Kalian jahat! Oh, ternyata papa keluar kota bukan untuk bekerja, tetapi memang sudah bercerai dengan mama! Iya kan ma?” Jujur, perasaanku sakit, marah, kesal menjadi satu. Setahuku didalam sebuah keluarga, untuk melakukan sesuatu harus berkompromi terlebih dahulu, tetapi mengapa tidak pada keluargaku! Dan untuk kedua kalinya air mata berharga jatuh tanpa disengaja. Sungguh, sesak hati ini mendengar ucapan itu.
“Ma, apakah Ane dianggap sebagai anggota keluarga? Apakah Ane anakmu, anak kalian? Kalau ya, kenapa Ane baru diberi tau sekarang? Kenapa ma? Kenapa? Untuk apa Ane dilahirkan kalau begini caranya! Untuk apa ma?” Emosiku memuncak tak terbendung, seakan seluruh tenagaku menghilang.
Perlahan-lahan aku menutup mata kecilku dan aku pun mulai tidak menyadari aku dimana.Dengan hati gelisah, ibu menggendongku ke kamar dan membawaku ke ranjang empukku itu. Ia tahu pasti hal ini akan terjadi kepadaku. Mama menyelimutiku dari ujung jari kaki hingga dada. Huf, sungguh malang nasibku.
Dengan sangat pelan aku mencoba untuk membuka mata. Aku melihat sekelilingku, sungguh gelap seperti perasaanku saat ini. Kemudian dengan sangat perlahan aku bangun, duduk di ranjangku. Aku menyalakan lampu kecil yang ada di meja rotan samping ranjangku. Tik, bunyi lampu itu menenangkan aku dari kegelapan. Aku mengambil secangkir air mineral yang selalu tersedia disamping lampu kecilku. Dan aku meneguknya sedikit demi sedikit. Setelah aku merasa tenang, aku menaruh kembali cangkir itu. Terlihat kopelan kertas kecil seperti memo diatas meja kayu yang bertulis.
Untuk Ane anak mama dan papa tercinta
Ane, anak mama dan papa. Kami tau inni sangat berat untuk kamu. Kami juga merasakan itu, nak. Tapi, jangan biarkan hal ini menjadi penghalang buatmu. Ane, kami tidak akan berhenti mencintaimu. Meski kami sudah berpisah, tetapi hati kami menyatu untuk melindungimu.
Salam sayang
Papa dan mama
Jika aku mempunyai mesin waktu dan aku diberi kesempatan untuk memakainya, percayalah aku akan memakai sebaik mungkin. Aku ingin memperbaiki semua kesalahan ku dimasa lalu. Tetapi, ini tidak mungkin. Sudah terlambat.
Aku menarik nafas sedalam mungkin. What should I do? Ku ucapkan berkali-kali. Aku bangkit dari ranjang empuk. Aku berjalan menuju brangkas keluarga. Aku tahu kunci kombinasinya, jadi aku tidak dipersulit. Yah, isinya lumayan untuk memodalkan aku tanpa mereka. Dan seperti biasa, setiap aku berpergian aku selalu membawa celengan ayam ku sebagai cadangan. Aku melangkah kekamar dengan membawa sejumlah uang cukup besar di genggamanku. Kubuka pintu kamar pelan-pelan. Ini trikku agar semua yang bernafas dirumah ini tidak terbangun dari indah mimpi mereka.
Aku memasuki kamar dan mulai menaruh sebagian pakaian, perabotan yang mungkin ku perlukan disana nanti. Dan tak lupa aku menaruh diary mungil ku dan laptop, kedalam tas. Aku menaruhnya sebagian, karena aku tahu pasti aku akan kembali. Hah, aku menegaskan kalau aku akan pergi jauh dari keluarga dan mungkin jauh dari kedua orang tuaku. Dan aku menegaskan pula untuk merantau sendiri ke kota Jakarta, ibukota Negara kami. Kota Jakarta dikenal sebagai kota metropolitan, kota uang dan pastinya banyak hal-hal yang belum ku ketahui terjadi disana. Aku ingin kesana. Aku ingin mencari arti diriku yang sebenarnya.
Jam kucingku telah menunjukkan pukul 04.30 pagi WIB. Belum ada seorang pun yang terbangun kecuali aku. Aku ingin pergi, sangat ingin. Sebelum aku memenuhi keinginanku, aku menitipkan pesan yang ku tempelkan khusus di papan memo keluarga dan tak lupa aku meletakkan rekaman suaraku. Aku merekam suaraku sudah lama, tetapi orang tuaku tak pasti tak ada waktu untuk mendengarkanya. Jadi, rekaman tersebut ku simpan dan baru ku beri sekarang. pesan tersebut bertuliskan,
Untuk mama dan papa terkasih
“Ma, pa, maafin Ane jika Ane sudah buat salah sama papa dan mama. Maafin Ane juga, karena Ane selalu nuntut untuk mendapatkan hal sepele. Ane tau, mama dan papa terlalu sibuk untuk ngurusin ane, jadi kalian berdua mengirim nenek untuk menjaga Ane kan? Ane ngerti kok. Thanks ya. Nenek adalah hal terindah dan kado terbesar yang Ane miliki, begitu pun kalian. Ma, Ane mau pergi ke suatu tempat. Ane mau sekolah disana. Yang jelas tempatnya jauh dari jangkauan mama dan papa, tapi Ane yakin hati kalian selalu dekat dengan Ane. Pa, ma jangan terlalu mengkhawatirkan Ane. Ane akan baik-baik aja disini. Tenang aja, ane pasti akan jaga diri.”
Luv u, Dad n’ mom. I’m sorry I can’t be perfect.
Luv u so much
Ane
Dan aku meletakkan rekaman suaraku di atas meja, disampingpapan memo.aku merekam suaraku dengan menyanyikan lagu yang berjudul Perfect dari Simple Plan, band kesukaan ku.
Pertama, aku pergi kemana saja yang aku suka. Aku pergi mengendararai motor matic pemberian ayahku. Jujur, ini kali pertama aku mengendarai motor keluar komplek. Lebih kurang 3 jam aku berkeliling kota untuk mengucapkan sampai jumpa. Nah, jam tanganku menunjukkan tepat pukul 8 pagi. Ini saatnya untukku membooking tiket pesawat untuk ke kota Jakarta. Tak lupa aku membawa motor matic ku kesana untuk membantuku jika aku mengalami kesulitan disana. Keberangkatanku tepat pukul 9 pagi. Jadi aku harus menunggu 1 jam lagi disini. Sembari menunggu, aku mengambil diary kecilku di tas bagian depan. Kemudian aku mengisi diary yang sudah 3 hari tak ku sentuh. Aku menceritakan semua yang terjadi padaku untuk hari ini dan dua hari sebelumnya.
“Perhatian-perhatian bagi penumpang tujuan kota Jakarta dengan penerbangan boing 737seri 200 SJ 1 Sriwijaya Air silahkan memasuki pesawat.” Seseorang mengucapkan itu seakan mengingatkan aku.
Sebelum aku pergi, aku cek barang terlebih dahulu. Kemudian aku melangkah menuju pesawat. Aku duduk tepat di samping jendela. Tanganku melambai seakan ingin mengucapkan sampai jumpa, aku janji aku pasti kembali dalam kondisi apa pun.
Dilain tempat, maa telah terbangun dan kemudian mencari ku di kamar, tapi sayingnya aku tidak diakamar. Mama langsung mencariku di ruang keluarga, tetapi tidak ada. Yang ia temukan hanyalah pesan dariku. Mama membaca pesan itu, dan ia pun menangis karena berfikir, dia tidak cukup sempurna untuk anaknya. Terlihat, sebuah kaset tidak ber-cover, tetapi diatas kaset tersebut terdapat kertas kecil yang bertulis, I’m sorry I can’t be perfect. Lalu, mama menyalakan kaset tersebut. Mama terharu mendengar suaraku. Semakin deras cucuran air mata yang keluar dari mata ibu. Kemudian, mama langsung menghubungi papa di luar kota untuk mengabarkan berita baru yang mengejutkan mereka.
Mama menghubungi papa dengan perasaan kecewa. Sungguh aku bias merasakan itu. Mereka berdua mengkhawatirkan keadaanku. Pertama mereka mencariku tanpa bantuan orang lain, hanya mereka. Setelah menghubungi papa, mama menghubungiku.
“Halo, Ane? Kamu dimana? Mama sangat mengkhawatirkan kamu.” Nada sendu itu keluar dari mulut mama.
“Uhm, Ane ada disuatu tempat, yang jelas Ane sangat terlindung disini. Mama dan papa nggak perlu mengkhawatirkan Ane, Ane disini baik-baik aja kok. Oh ya, anggep aja Ane sedang sekolah jauh dari jangkauan mama dan papa. Ane sayang kalian berdua. Udah ya ma, bye.” Aku menjawab seluruh pertanyaan ibu. Dan aku langsung menutup pembicaraan kami.
“Halo, halo? Ane?” Mama langsung berbicara tetapi sayangnya pembicaraan kami telah aku tutup.Tit, suara telpon genggam ku terdengar.
“Oh, shit! Baterainya abis!” lalu, aku menekan tombol untuk mematikan telpon genggamku. Saat aku mematikan telpon genggam, saat itu pula ibu menelponku. Tetapi sayangnya handphone ku sudah ku matikan.
“halo? Ane?” ibu mengucapkan itu dengan perasaan khawatir.
“Nomor yang anda tuju sedang diluar jangkauan, mohon hubungi beberapa saat lagi.” Ucap operator telpon.
“Oh, tidak!” Ibu mematikan telponnya, lalu berusaha untuk tenang.
Kemudian pramugari memberitahukan berita kepada penumpangnya, kalau pesawat yang kami naiki akan take off. Lebih kurang 1 jam aku duduk, menunggu untuk sampai dikota tujuan. Aku melihat keluar jendela. Waw, sungguh betapa indah ciptaan-Nya. Dan tanpa disadari pesawat melandas dilandasan untuk turun, Kemudian pramugari mempersilahkan kami untuk turun dari pesawat.
Mulailah aku menginjakkan kakiku ketanah ini untuk kedua kalinya. Hah, aku lahir disini, karena itulah aku sangat merindukan kota kelahiranku. Aku tinggal disini sampai aku berumur 8 tahun dan kemudian pindah ke kota Palembang, mengikuti ayahku dan melanjutkan sekolah disana. Aku mulai memasuki ruangan bandara. Wah, betapa bahagianya aku bisa kembali kesini. Lalu, aku berjalan menuju ruangan penitipan barang karena aku menitipkan motor matic ku disana.
Yang aku ingat, aku pernah tinggal disini, di wilayah Pondok Indah. Aku bahagia disana dan untuk pertama kalinya aku bertemu dengan seorang teman. Yang ku tahu, temanku selama ini hanya dia. Dany, nama teman kecilku itu. Dany sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri, karena 1 tahun lebih tua dariku dan aku merasa sangat terlindung jika aku didekatnya. I miss you, selalu kulontarkan jika aku melihat fotonya.
Aku berkeliling kota Jakarta. Sambil berfikir untuk mencari sekolah disini. Aku sudah lulus smp dan hak ku untuk memasuki sma. Pertama, aku mencari tempat untuk berlindung. . Sungguh sulit tak ku bayangkan untuk mencari tempat tinggal. Butuh 3 jam untuk mencari tempat bermalam yang tidak mahal bagiku. Ada sekolah sma berdiri tegak yang telah mencuri pandangan ku. Dan sepertinya hari ini adalah hari keberuntungan ku, karena di sebelah sma tersebut terdapat sebuah kos-kosan putri, mungkin masih ada tempat kosong disana. Dan tidak disengaja, aku bertemu dengan perempuan yang sepertinya lebih tua dariku. Aku mendekatinya. Jujur, aku tidak pernah ingin berbicara dengan orang asing.
“Uhm, hai!” aku menegurnya dengan logat ku yang kaku.
“Hai, anak baru yah? Kok aku baru ngeliat kamu?” Perempuan itu membalas teguranku.
“I… Iya, aku baru disini.”
“Oh, anak baru yah! Kenalin aku Rara!” Perempuan itu tersenyum, kemudian menjulurkan langannya kearah ku.
“Aku Ane!” aku mencoba membalas senyumannya dan aku menerima lengannya.
“Uhm, aku lihat dipapan depan, disini ada kos-kosan putri? Apakah benar?” Aku bertanya kepada Rara, mungkin dia tahu.
“Oh, kamu mau ngekos? Kamu tepat, emang bener disini ada kos-kosan. Sebenarnya, kos-kosan ini punya ibuku. Nah, selagi ibuku diluar kota, aku yang menjaga kos-kosan ini. Yah kalau di bilang aku menjadi ibu kos sementara. Tapi, jangan panggil aku ibu kus yah, aku benci itu. Okeh?” Curhat Rara kepadaku.
“Okeh, tenang aja.Uhm Ra, apakah masih ada tempat yang kosong?” Aku menjawab curhatan Rara.
“Masih, masih. Sebentarya!” Rara mengajakku masuk kerumahnya. Kemudian ia membuka buku daftar nama siapa saja yang tinggal di kos-kosan itu.
“Uhm, Ne ada kamar yang tersisa. Kamar nomor 9, mau?” Rara menawarkan kamar itu untukku. Dan aku menerimanya.
Kemudian Rara mengantarkanku sampai kekamar itu.
“Nah, ini kamarnya! Selamat menikmati, hehe! Aku tinggal yah?” Ucap Ane kepadaku.
“Oh, thanks yah!”
Aku mulai memasuki kamar itu. Wah, lega rasanya melihat tempat baru ini. Aku mencoba empuknya ranjang dan ternyata ranjang disini tak kalah empuk dengan ranjang ku di rumah. Lalu, aku memindahkan seluruh barang-barang yang ku bawa dari task e lemari plastik yang disediakan. Sungguh nyaman tinggal disini, sendirian. Setelah itu, aku mandi untuk menyegarkan pikiranku kembali.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Alangkah lelahnya tubuh ini. Rasanya ranjang empuk itu telah mengajakku untuk berbaring dan aku pun menerima ajakan itu.
Keesokan harinya, aku terbangun dari lelapku. Kemudian aku menghidupkan lampu untuk menerangi kegelapan ruangan kamar. Ku lihat jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Aku mencuci muka untuk menyadarkan diri, aku ganti baju dan tak lupa membawa sapu tangan kecilku. Lalu keluar kamar dan tak lupa juga untuk menguncinya. Aku melakukan jalan pagi, olahraga kecil-kecilan untuk menyegarkan diriku. Hal ini merupakan hal biasa yang aku lakukan. Aku berjalan didaerah sekitar kos-kosan. Sembari aku olahraga, aku melihat Rara sedang membangunkan anak-anak kos-kosan lain.
“Hai Ane? Udah bangunnya? Oh, yah udah jam 8 pagi nih, blm makan kan?” Rara menawari ku dan tentu saja aku menerimanya.
Aku membalas tawarannya dengan senyuman ku yang aneh. Kemudian, Rara mengajakku keruang makan dan ternyata kami telah ditunggu oleh ke 9 gadis yang bertempat tinggal sama denganku. Rara memperkenalkan gadis tersebut satu per satu.
Seusai makan aku ingin mengajak Rara berbicara.
“Ra, maaf menggangu, bisa ngomong sama aku sebentar gak?” aku bertanya kepada Rara.
“Oh, boleh. Lagi pula aku sudah selesai makan. Ayo, mau bicara dimana?”
Kemudian aku mengajak Rara keluar dari rumahnya dan kami pun berbicara berdua.
“Ra, di sebelah kos-kosan ini ka nada sma, apakah sma itu membuka pendaftaran baru?” aku bertanya pada Rara.
“Oh, masih kok! Hah, sebenarnya aku siswi sma itu. Aku masih kelas dua sma. Uhm, setahu ku pendaftaran tutup tanggal 5 Mei dan sekarang tanggal 3 Mei.” Jelas Rara kepadaku.
“Hah, tutup tanggal 5 Mei, dan sekarang tanggal 3 mei?”
“Iya, sekarang tanggal 3 Mei, memang ada apa?” Rara bertanya.
“Anu, aku ingin masuk ke sma itu, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya. Lembar laporan siswa sudah ku bawa dari rumah, foto aku ada, Tapi…”
“Oh, hari ini aja kita kesana dan kebetulan, aku nggak ada acara. Gimana kalau aku temenin, kamu tinggal nyiapin berkas-berkasnya aja.”
“Wah, thanks loh Ra.”
“Yah, kamu siap-siap gih, jangan lupa bawa berkas dan pake baju seragam asal smp kamu yah.”
“Iyah.”
Jujur, baru kali pertama aku bertemu orang asing seperti Rara. Baru berbicara padanya, image ku tentangnya sungguh baik. Dan sepertinya aku betah disini karenanya.
Aku menyiapkan diri untuk mendaftar disekolah baru itu. Kemudian aku berjalan menuju Rara yang telah menungguku.
Kami ke sma itu berdua. Sungguh ramai, banyak yang mengantri untuk mendaftar. Kami mengambil selembar kertas tersebut dan mengisinya sesuai identitas ku dan Rara sebagai wali ku. Pengawas merata-ratakan nilai di rapot ku dank arena nilaiku memuaskan aku masuk sekolah itu tanpa mengikuti tes masuk. Sesudah itu, kami di minta untuk membayar uang sekolah ke bagian administrasi. Sesudah membayar, kami dipersilahkan untuk kelantai atas karena ada pengukuran baju. Rara pun mengantarkan aku keatas, karena ia tahu aku tidak tahu tempatnya. Alangkah senang hati ini, daftar sudah, masalah administrasi sudah dan pengukuran baju pun sudah dalam satu hari. Dan sepertinya aku harus mengucapkan banyak terimakasih terhadap Rara. Kemudian, kami dipersilahkan menuju rueng pendaftaran kembali untuk diberi penjelasan. Katanya aku mulai masuk sekulah 1 minggu lagi dan aku harus menyiapkan diri. Sungguh tak asing sekolah ini bagiku jika disamping Rara. Setelah semua telah usai, kami pun pulang dengan hati lega. Kemudian, Rara mengantar kan aku sampai ke pintu kamar dan tak lupa ku ucapkan terimakasih untuknya.
1 minggu telah terlewat dan saatnya aku menginjakkan kaki ku di sekolah baru itu. Dan sangat pas sekali dengan kesatutahunan nenek ku tiada. Ku merupakan tipikal orang uang tidak pandai berteman. Lantas, wajar sekali jika aku duduk sendirian dikelas. Tanpa Rara disampingku, sekolah ini cukup asing bagiku.
Ketika pembelajaran pertama dimulai, seseorang yang tak ku kenal memberikan desutan tipis untukku. Pertama-tama aku tak mempedulikan itu, tetapi semakin sering desutan itu terdengar.
“hey, susst,..!”
Aku menoleh kearah orang asing tersebut perlahan-lahan. Dan mataku tak tertarik dengan orang itu dan mulai memperhatikan pelajaran.
“Hey, kamu, susst, ayolah melirik sedikit kebelakang, kenapa lehernya sakit ya? Namaku Efro.” Tegas orang asing itu. Dan sekali lagi aku tidak mempedulikannya.
Teng, teng, bel istirahat pun berbunyi. Biasanya pada jam istirahat, aku selalu makan bekal yang disediakan nenek untukku san sepertinya aku harus terbiasa dengan hal yang mungkin baru untukku. Huh, waktu istirahatku kusibukkan dengan membaca apa saja yang aku bawa. Tiba-tiba seseorang yang tak kukenal dating duduk disampingku.
“Uhm, namaku Efro.” Laki-laki itu pun menjulurkan lengannya yang mengarah kepadaku. Dan ku coba untuk konsentrasi pada apa yang ku baca dan tidak menpedulikan dia.
“Oh ya, aku bolehkan duduk disampingmu?” Laki-laki itu menanyakan hal yang tidak penting padaku. Dia mencoba menegurku kembali dan memegang bahu ku.
“Hai, what’s up? What’s wrong with you? Kenapa ketika aku panggil kamu nggak noleh dan aku ngenalin diri aku ke kamukamu nggak nyahutin, nggak sopan banget sih!” Sindir laki-laki itu terhadapku.
“Hey, gak sopan? Siapa kamu, dateng-dateng bilang gak sopan! Memang aku nyuruh kamu untuk ngedesut dan ngenalin diri?” yah, sepertinya aku terpancing dengan perkataan Efro, laki-laki menjengkelkan itu.
“Yah, jangan marah dong, hehe aku kan Cuma main-main. Nama ku Efro!” Efro menjulurkan lengannya kembali berharap agar aku bisa menerima lengannya itu.
“Uhm, aku Ane!” dan sepertinya Efro berhasil membujukku untuk menerima lengannya itu.
“Nah, kalau begini kan asik.” Efro menambahkan.
Dan dari sanalah aku menambahkan daftar nama temanku dan dari sanalah juga aku mulai akrab dengan Efro.
Teng, teng bel pulang pun berbunyi dan hari ini schedule ku penuh dengan ekstrakulikuler yang harus aku ikuti. Aku mengikuti ekstrakulikuler kir matematika, karena aku tahu aku sangat menyukai bidang itu. Sesampainya didepan ruangan kir matematika, aku mulai melangkah. Betapa takjupnya aku, saat melihat peserta kir banyak berwajah tua. Ada yang warna rambut berubah, berkacamata tebal dan banyak lagi. Apakah ini yang disebut wajah-wajah pintar?
Aku memasuki ruangan itu. Aku memperhatikan guru yang menjelaskan dengan baik, karena aku tahu ilmu yang diberinya untukku sangatlah penting. Seusai materi kir dijelaskan, kami pun di persilahkan pulang. Aku bersiap-siap untuk pulang dan mulailah aku keluar dari ruangan. Ketika aku keluar ada seseorang yang menegurku.
“Hey, nama mu Ane kan?” Panggil kakak kelasku dan aku pun belum mengetahui namanya siapa.
Ketika mataku mengarah kematanya, sungguh tak asing bagiku memandangnya. Ia seperti sudah aku kenal. Dan aku pun terdiam memandangnya. Selagi aku menikmati kediaman ku itu, dia melambaikan tangannya kearah mataku dan tersontak aku terbangun dari hipnotisannya.
“Ehem, namamu Ane kan? Kenalin aku Dany?” Dan betapa terkejutnya aku ketika mendengar namanya. Aku ingat sekali nama itu adalah nama sahabat kecilku. Yah, Dany sahabat kecilku dan aku sangat merindukannya. Tapi, apakah benar dia?
“Oh, Ya benar aku Ane. Dari mana kamu tahu namaku? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” Aku bertanya kepada Dany.
“Aku Tahu nama mu dari absent nama peserta kir, karena aku yang memegang daftar nama tersebut. Kalau soal kita pernah bertemu sebelumnya, sepertinya ya, mungkin. Hehe!” Jelasnya kepadaku.
“Oh, ya. Minggu depan ada penyaringan siswa untuk mengikuti olimpiade matematika tingkat kota, aku liat nilai rata-rata rapotmu sangat bagus. kamu ikut yah! Tenang aja, nggak serem kok!” Ajak Dany padaku. Ia meyakinkan aku untuk ikut dalam olim tingkat kota, padahal pada saat aku smp aku telah menjuarai olimpiade matematika tingkat nasional.
“Ya, ya. Aku pasti ikut.” Terima ku dengan melontarkan sedikit senyuman kepada Dany.
Dan aku pun pulang ke kos-kosan ku. Seperti biasa aku pulang, lalu makan malam, belajar, dan mengisi diary kecil, dan berlarut-larut begitu.
Sudah 1 minggu aku sekolah disini dan ini merupakan hari dimana aku mengikuti penyaringan siswa olim disekolahku. Yah, aku sudah membekali otakku dengan sedikit ilmu yang sudah kupelajari. Dan hasilnya pun sangat mengesankan, aku lulus untuk mengikuti olim tingkat kota. Aku dan Dany mengikuti pelatihan khusus bagi siswa olim.
Lebih kurang tiga bulan aku mengikuti pelatihan dan 5 hari lagi aku mengikuti olim tingkat kota.
Setelah aku mengikuti pelatihan olim, tiba-tiba handphone ku berdering. Ternyata Efro menelpon ku untuk mengajakku kesuatu tempat yang katanya tempat itu mengasyikkan. Kata Efro aku tak perlu tahu tempatnya. Pertama aku menolak ajakan Efro. Dan karena aku percaya dengan Efro dan dia pun membujukku aku tidak bisa menolak lagi. Aku menerima ajakannya itu dan aku pun menjelaskan bah wa aku tak bisa pulang setelah jam 9 malam, yah karena aku harus mematuhi peraturan yang ada di kos-kosan ini. Tepat pukul 7 malam aku pergi bersama Efro.
Aku dijemput Efro menggunakan mobil Honda jazz nya. Ia langsung membuka mobil untuk mempersilahkan aku masuk. Lalu Ia menutup mataku dengan sehelai kain lembut. Aku bertanya mengapa kain ini melekat dimataku dan Efro pun menjawab kalau aku tak perlu tahu. Dan sepertinya kami telah sampai ketempat tujuan. Efro membukakan pintu untukku dan ia menggandengku untuk masuk ketempat tersebut. Kami memasuki tempat tersebut. Ketika aku menginjakkan kaki disana aku merasakan tempat itu seperti tidak bagus untukku dan aku pun disambut dengan suara musik yang sangat gaduh. Perlahan Efro membuka kain penutup dari mataku. Saat aku membuka mata, saat itu pula aku meminta Efro untuk mengantarkan ku pulang. Tetapi, Efro mengelak dan ia tidak mau mengantarkanku pulang. Ternyata aku diajak Efro ke sebuah tempat menyerupai diskotik yang ramai. Aku belum pernah kesini.
“Ef, Apakah ini diskotik? Kenapa aku diajak kesini?” Pertanyaan itu terucap.
“Ini bukan diskotik, ini tempat untuk bersenang-senang. Udalah lupain aja masalah-masalah kamu, lampiasin aja disini.” Jelasnya terhadapku.
Sungguh tidak nyaman aku disini. Dan terpaksanya aku harus menemani Efro selama 2 jam disini, aku sudah berjanji itu. Aku sangat haus, dan Efro menawarkan minuman yang bentuknya seperti air mineral. Aku menerima air itu dan kucium, tetapi baunya bukan seperti air mineral baunya seperti deodorant yang aku pakai sekarang. Euh, sangat menjijikkan. Huh, aku ke hausan dan tanpa alasan aku memunum air itu secara langsung. Aku merasakan air itu, dan rasanya sungguh berbeda dengan air mineral. Sedikit manis dan ada rasa menggigitnya juga. Rasanya unik. Efro menawarkan air yang sama untukku dan tentunya aku menerima tawaran itu karena aku merasa sangat haus. Semakin banyak aku meneguk air itu, semakin samar-samar pula penglihatanku. Sumgguh kesadaranku tak terbendung. Aku seperti melayang jauh.
Dan saat aku tertidur, karena meneguk banyak minuman yang asing bagiku, saat itu pula Efro menggendongku kemobilnya. Aku tak sadar diri saat itu. Efro berhenti di suatu hotel, yang sangat terkemuka di Jakarta. Dia menggendongku di punggungnya. Efro langsung meminta check in di salah satu kamar. Sangat kebetulan hotel yang Efro pesan merupakan hoter ayahnya Dany dan tanpa disengaja Dany melihat Efro menggendong seorang gadis yang ia tebak itu Ane. Efro pun ke kamar yang telah ia pesan dan Dany mengejar Efro sebelum Efru berbuat sesuatu terhadap Ane.
Efro berjalan memasuki kamar yang ia pesan. Lalu, menaruhku di tempat tidur dan ia pun menutup pintu kamar tanpa dikunci. Dan dengan cepat, Dany berlari mengejar Efro dan dengan sangat mudah Dany membuka pintu kamar karena tidak terkunci. Dany melihat Efro yang telah telanjang dada dan sebelum sesuatu terjadi dengan Ane Dany pun melabrak Efro.
“Woy, ngapain lo disini? Pake bawa Ane segala. Pake tuh baju, buat apa dibeli kalo dilepas.” Emosi Dany memuncak.
“Eh, sapa lo? Masuk-masuk marahin orang, gak sopan banget. Its not your business, so leave we alone.” Efro menjawab amarah Dany.
Tanpa pikir panjang, Dany langsung membawa Ane untuk diantarkan pulang dan meninggalkan Efro di kamar.
“Eh, eh mau lo bawa kemana dia?”
“Mau gue anter pulang. Gue nggak nyangka Ane dape temen bajingan kayak lo!” jelas Dany.
Ane langsung diantar Dany pulang ke kos-kosan Ane. Di perjalanan Ane tersadar dari tidurnya.
“Hah, dimana aku?” Aku mengatakan hal tersebut dua kali.
“Ane, kamu lagi ada di mobil aku, aku mau nnganterinkamu pulang.” Ucap Dany.
Aku melihat kursi pengendara dan aku terkejut karena yang mengendarai mobil itu adalah Dany. Sungguh tak ingat aku akan hal ini.
“Huh, kamu Dany? Loh kok berubah? Tadi kan aku pergi dengan Efro, kenapa berubah Dany? Bingung Aku?” Aku sangat bingung dan aku bertanya sebenarnya apa yang terjadi.
Kemudian, Dany menjelaskan panjang lebar ha-hal yang menimpaku. Dan aku sangat mempercayai itu. Ia menasehati aku agar jangan mudah percaya dengan orang asing. Aku mengenal kata-kata yang diucapkan Dany. Dan dari sanalah aku mulai dekat dengan Dany. Keperwakannya mengingatkan aku pada nenek. Huh, tepat pukul 9 alam aku sampai di kos-kosan. Aku harus istirahat untuk sekolah besok.
Keesokan harinya aku sekolah seperti biasa. Dan tak disangka kepala sekolah dating kekelas kami untuk melakukan peeriksaan. Kemudian kepsek memeriksa tas Efro dan ditemukanlah pil seperti ekstasi. Dan sejak kejadian itu aku tak pernah bertemu bengan Efro.
Tak terasa tinggal tiga hari menuju olim. Sungguh, aku belum pernah merakan hal yang seperti ini. Hatiku berdebar kencang menjelang olim dimulai. Agar aku tidak jantungan, keudian Dany mengajak aku untuk belajar bersa dirumahnya. Dirumahnya, Dany eperkenalkan aku kepada orangtuanya. Kemudian, ia mengajakku ketaman dan kami bisa belajar disitu. Perasaanku sangat tenang bila didekat Dany. Dan aku pun menunjukkan potongan foto Dany, sahabat kecilku kepada Dany.
“Dan, apakah kamu kenal dengan foto ini?” Tanyaku.
“Kamu dapat foto ini dari mana?” Dany bertanya balik kepadaku.
“Oh, ini sahabat kecilku. Aku sayang dengannya. Namanya saa sepertimu, Dany.” Jawabku.
Setelah aku mengucapkan hal itu, Dany langsung asuk kerumahnya seakan mencari sesuatu yang penting.
“Oh, ini!” Dany menunjukkan potongan foto. Kami menyatukan potongan foto itu. Dan ternyata benar dugaanku, Dany yang aku kenal adalah Dany kecilku.
Aku percaya dengan Dany, karena itulah aku menceritakan semua yang aku pendam. Mulai dari aku pindah sampai dengan hari ini. Aku juga memberitahu identitasku dan orangtuaku. Seusai belajar, Dany pun mengantarkan ku pulang.
Its show time! Karena hari ini merupakan hari aku mengikuti olimpiade bersama Dany. Kami dan peserta lainnya berkumpul untuk berangkat bersaa, tetapi Dany meminta izin untuk mebawa kendaraan sendiri. Dany pun diizinkan. Kemudian, Dany mengajakku pergi bersamanya dan aku menerima itu. Saatnya, oli di mulai. Wah, seluruh pertanyaan bias kujawab, itu sangat mudah. Begitu pun Dany, ia menjawab pertanyaan begitu cepat. Setelah itu, waktunya pengumuan. Ternyata sudah kuduga, aku dan Dany mendapat nominasi 3 besar. Kami harus melanjutkan olimpiade ketingkat provinsi. Nah, karena kemenangan kai Dany mengajakku pergi. Saa seperti Efro, Dany juga enutup mataku dengan kain sebelum sapai ke tempat tujuan.
Tiba-tiba, motor menyalip dari sebelah kanan kami. Dany pun berusaha untuk menghindari motor itu. Tapi hal buruk terjadi kepada kami. Motor itu terhindar, tetapi Dany menabrak pohon besar di sisi jalan. Gubrraak, suara terakhirku yang ku dengar bersama Dany.
Masyarakat melihat kejadian itu dan langsung memmbawa kami kerumah sakit terdekat. Aku masih tak sadarkan diri, tetapi Dany sudah terbangun dari tidurnya dan mendengar percakapan dokter.
“Uhm, apakah bapak keluarga gadis dan laki-laki yang mengalami kecelakaan itu?” Tanya dokter kepada salah satu masyarakat.
“Bukan pak. Saya masyarakat yang melihat kecelakaan dan saya dan masyarakat lain langsung membawa mereka kesini.” Jawab salah satu masyarakat.
“Memang ada apa dok?” Tanya masyarakat lain.
“Hah, ini harus saya jelaskan. Gadis yang berbaring ditempat tidur, ia kehilangan kedua matanya.” Dokter menjelaskan.
“Apa akibatnya, dok?”
“Akibatnya sangat fatal. Ada dua kemungkinan. Yang pertama, jika ada pendonor ata mungkin nyawa anak ini akan terselamatkan. Dan yang kedua, anak ini tidak akan bias melihat selama-lamanya, apakah diantara kalian mengetahui identitas mereka?”
“Oh, dok. Saya mengambil dompet dan handphone laki-laki itu. Mungkin ini membantu.”
Kemudian dokter menghubungi orang tua Dany. Dany mendengart semua itu dan ia pun memamggil dokter.
“Dok!” Dany memanggil dokter.
“Oh, kamu sudah siuman. Ada yang bias saya Bantu?” Tanya dokter.
“Dok, saya harus jujur. Saya ini pengidap penyakit leukemia akut dan hidup saya di indikikasi tak lama lagi, dokter tahu itu. Kalau saya tetap memaksa untuk hidup, pasti Tuhan akan memanggil saya karena penyakit yang saya idap. Dan kata dokter, gadis yang berbaring disana kehilangan penglihatan akibat kecelakaan itu. Benarkah itu dok?” jelas Dany.
“Ya, memang benar, gadis itu kehilangan penglihatannya. Tetapi, darimana kamu tahu? kamu mendengar pembicaraan saya?” Tanya dokter.
“Ya, tidak sengaja dok. Dok yang menyebabkankan gadis itu kehilangan mata adalah saya. Saya tidak mengemudi denan baik. Dan berhubungan dengan umur saya sebentar lagi saya ingin mendonorkan kedua ata saya untuk gadis itu.” Tungkas Dany
“Kamu yakin. Akibatnya sangat fatal buat kamu. Kau bias kehilangan nyawamu, anak muda.”
“Tak apalah dok. Semua manusia pasti kembali menghadap-Nya.”
“yasudah kalau benar itu maumu, tapi kamu harus memenuhi syarat sebelum melakukan operasi. Kamu harus memohon izin dengan salah satu keluargamu dulu.” Tegas dokter.
“Baik, dok.”
Kemudian orangtua Dany measuki kamar rawat Dany.
“Dany, kenapa kamu nak?” Tanya ibu Dany.
“Tidak bu, ini hanya kecelakaan kecil.” Jawab Dany.
“Tapi ini bias menghilangkan nyawau, nak?”
“Bu, tiga bulan lagi juga nyawa Dany udah ilang kan?”
“Kenapa kau berbicara seperti itu? Kita tak tahu rahasia Tuhan nak.”
“Bu, selama ini Dany putus asa untuk menjalani hidup, karena Dany tahu umur Dany udah nggak laa lagi.” Dany eneteskan air dari matanya.
“Bu, hanya gadis yang berbaring disana yang emotivasi Dany untuk tetap hidup. Dan dia juga yang meberikan arti hidup buat Dany. Ibu ingan tean kecil Dany, Ane. Nah, ibu sekarang bertemu dengan Ane besar, bu. Umur Ane masih panjang, berbeda dengan Dany.” Jelas Dany.
“Dan, janganlah kau berbicara seperti itu. Kita tidak tahu rahasia Tuhan,nak.” Tungkas ibu Dany.
“Bu, apakah Dany dilarang untuk berbuat baik?” Tanya Dany.
“Tentu saja tidak. Memang kamu mau berbuat apa?” Tanya ibu Dany.
“Bu, Ane kecil kehilangan kedua matanya.” Dany menarik nafas sedalam ungkin
“Bu, Dany meu mendonorkan kedua mata Dany untuk Ane. Apakah itu boleh?” Tanya Dany.
Pertamanya, orangtua Dany menolak hal itu. Dan karena bujukan Dany yang meyakinkan orangtuanya, akhirnya permintaan Dany pun diterima. Kemudian, Dany meminta orangtuanya untuk enghubungi orang tua Ane.Dan kebetulan orangtua Ane sedang di Jakarta untuk mencari Ane. Mereka pun langsung menuju ke rumah sakit tepat Ane dirawat.
Dany menjelaskan semuanya kepada orangtua Ane, dari Ane pindah keluar kota sampai sekarang. Dan Dany janji mengembalikan kesempurnaan yang dimiliki Ane.
Saatnya operasi dimulai. Orangtuaku dan orangtua Dany menunggu diluar ruang operasi. Ibu Dany tak berhenti menangis karena ia takut kehilangan anaknya.tiba-tiba, dokter keluar dari ruang operasi.
“Gimana kondisi Ane dok?” Tanya mama.
“Anak anda baik-baik saja.” Jawab dokter.
“Syukurlah.” Ucap mama.
“Dok, bagaimana dengan anak saya?” Tanya ibu Dany.
“Nah itulah masalahnya. Saya sudah berbicara dengan anak anda. Hal ini mungkin terjadi. Dan memang terjadi.”
“Apa yang terjadi dengan anak saya dok?” Tanya ibu Dany.
Dokter menunduk dan mengatakan bahwa nyawa Dany hilang. Ibu Dany pun tak berhenti menangis.
Satu ja setelah operasi, seseorang membuka perban yang melekat dimataku. Pada saat itu, aku teringat pada Dany yang pernah menetup mataku sebelum terjadi kecelakaan dan apakah dia yang membuka perban ini? Aku mulai melihat, sedikit samara-samar memang. Aku melihat sekelilingku, ada dokter, orangtuaku dan orangtua Dany tapi aku tak melihat Dany disana.
“Dok, dimana Dany?”
Kemudian dokter memberikan sepucuk surat dan kemudian aku buka surat itu.
Untuk Ane kecilku
aku mengenalmu tlah cukup lama, separuh usiaku
namun begitu banyak pelajaran yang aku terima
kau membuatku mengerti arti hidup.
Ane maafin aku kalau aku nyelaka in kamu. Maaf. Ane Ane kau tau kalau aku sering pucat, itu karena aku mengidap penyakit leukemia akut dan umurku sebentar lagi. Ane meski secara fisik aku nggak ada tapi aku aku masih ada di hatimu. Aku masih ada dimatamu. Ane, umurmu masih panjang. Kejarlah mimpimu sebagai matematikawan itu. Kejarlah Ane. Aku masih terus endukungmu.
Dany

Sungguh pahit hati ini membaca sepucuk surat itu. Aku janji kepada Dany untuk menjaga mata ini dan mengejar impiku sejauh mungkin.
Ketika aku sedah lulus sma, dan aku pun melanjutkan perjuruan tinggi. Aku diterima bekerja di Paris sebagai matematikawan. Dan saat keberhasilan ku tercipta, aku ke makam Dany untuk memberitahukan ini.
“Dany, Kau pasti bahagia mendengar ini!” tungkasku sambil memegang batu nisan Dany.
“Dany, aku diterima bekerja di Paris sebagai matematikawan. Hebat bukan? Itu semu berkatmu, tanpamu aku takmungkin bisa begini. Thanks Dan.” Aku mencium nisan Dany dan mulai meninggalkan akam Dany. Aku yakin Dany sangat bangga kepadaku.

Yudi mengatakan...

Karya:M.Yudi.chang
Tema:Kebrobrokan moral

Cinta Pertama ku Seorang Wanita

"Hai Rany."Mery Memanggilku hingga aq terkejut."Tumben kamu dateng cepat hari ini."Tambahnya." "loh emang gak bole yah dateng cepet?Hari ni aq belum buat PR jd dateng nya pagi."ujarku sambil tersenyum."Owh,Pantesan,hahah,Nih Pr mw kupinjemin gak?" "Bole juga,thanx yah." ""Youu're welcome." kami pun tertawa terbahak-bahak. dengan cepat aq menuju kelasku bersama Mery,ternyata kelas sedang spi sekali,jadi memudahkanku untuk membuat Pr,pikirku.
Tak Terasa Jam masuk telah tiba,bel pun berdering.Kebetulan Hari ini guru sedang rapat,jadi kelas tidak ada guru yang mengajar,aku pun mendekati Mery. "Mer,enakan ngapain yah?bosen bangeeeddd."tanayku."hmmmhhh,enakan makan dunnk,hahaha."Jawabnya sekenanya. "serius nih Mer,hahaha,masih sempet aj bercanda."Kami Pun tertawa terbahak bahak. Mery Orang Yang sangat Hummoris,jadi kalau d dekatnya gak bakaln bosen. "eh Rany,keluar yu,mumpung g ada guru." ajaknya."wah,sekali sekali minggat gak pa pa juga,hahah,yuk.."Segera saja kami bereskan BUku kami yang berserakan di meja..Kaya nya bakal seru nih minggat waktu pelajaran sekolah.. Kami pun keluar dengan berjingkat jingkat agar satpam tidak melihat kita.Setelah agak lama,kaami langsung mengambil langkah seribu. "duh Mer,Capek Nih."ujarku. "bli minum dulu yu,haus nih"ajakku."tuh ada warung,kesono uy.".Kami Hampiri Yang berjualan warung itu,namun sepertinya aku mengenalnya.Setelah ku dekati,Ternyata dia adalah teman ayahku."Siang om"sapaku."wah,den Rany,udah gede yah." "iyah dong,masa ngecil'". Kami pun tertawa lagi."Om minta Minum ,haus nih,2 yah." "tunggu yah"ujarnya.sekitar 2 menit dia pun kembali"nih Ran."."Om, dah berapa lama juualan disini?"tanya Mery."Baru setahun." "oh,baru dong Om."ujar Mery
."yah begitulah." setelah dahaga kami hilang,aku pun membayar upah minuman gelas itu,setelah itu kami langsung menju kerumah ku.Tak Terlalu jauh dari Sekolah,hanya butuh jalan kaki 5 menit.
"Mer ayo masuk,gak usah maklu malu,anggap rumah sendiri saja."dia pun tersenyun.Ebtah Mengapa aku seneang dengan senyumannya.Setelah itu kupersilahkan duduk di ruang tamu."Mer mau minum apa nih?" "Wah,tadi kan baru minum,bisa meledak nih perutku minum terus,hahah." "hahabener juga,kalau makan mau gak?" "Wah,mau banged,lapar neh,masak bareng yuk,biar seru." aku pun hanya tersenyum,lalu kami langsung menuju ke dapur.rencananya kami akan membuat mie instan saja,agar gak repot.DIsinilah terjadi hal yang membuat ku jatuh cinta kepada Mery,pada saat kami memasak,tidak sengaja saat dia berbalik,dia mencium bibirku,itu terjadi karenanaku berdiri di blekangnya,aku pun terkejut,begitupun juga dia."aduh rany,Sory sory,aqku gak tw kalau kamu ada disitu."ujaranya minta maaf."dah gak apa apa kok."ujarku sambil tersenyum.Entah mengapa sejak kejadian itu aku jadi jatuh cinta kepadanya.aku menepis terus perasaan itu,naun perasaan itu tidak mau hiolang juga."Rany,kamu inimikir apa sih, dia kan wanita,kamu g boleh cinta sama dia."ujarku berkata dengan diri sendiri.
Keesokan harinya,saat ku bertemu dengan Mery di sekolah,kami telah menghiraukan kejadian kemarin,tapi kejadian itu masih terpikir oleh ku. "Eh,ran,jangan bengong dong,jadi jelek tuh bengong,hahha." aku pun tertawa karena lawakan nya. "ah Mery Bisa aj." entah kusadari atau tidak,namun mka ku sudah memerah karena perkataannya tadi..Sepertinya aku memang mencintai Mery,teman kecilku.ini hal yang baru saja ku rasakan. sebelumnnya aku tidak pernah cinta kepada orang lain.Setelah pulang,aku pun berpikir,apa yang harus keperbuat dengan cinta yang terlarang ini,melanjutkannnya,atau hanya akan kupendam seumur hidupku?semalaman aku tidak bisa tidur karenan memikirkannya..akhirnya setelah beberapa hari kemudian,aku telah menetapkan suatu keputusan.aku akan melanjutkan cinta terlarang ini.jaku pun berencana untuk menembak(menyatakan cintaku kepada Mery)
Sebulan kemudian.Ahirnya hari itupun tiba,ku ajak Mery ke restoran yang agak jauh dengan rumah,sehingga orang tua ju tidak akan tahu. "Mer,aku mau ngomong serius."ujarku."Napa Ran? ada yang ngejek kamu jelek,hihi." "bukan,aku ingin menyatakan sesuatu yang mungkin gak akan kamu percya."aku pun memegang tangan Mery.Mer,aku Cinta sama kamu...."ujarku datar.tersentak Mery terkejut."Gak ssalah nih Ran?" "aku g salah ngomong, yang kamu dengar itu betul..mery yang terkejut langsung berkata,"aku gak bisa Mer,kita ini samam sama wanita,kita gak boleh mencintai satu sama lain." ttapi aku cinta sama kamu Mer,cinta ini sudah kupendam sekian lama." kami pun saling diam.dia berkata"maaf Ran,kita akan hanya bisa menjadi teman selamanya,aku tetep nggangap kamu sebagai teman terbaikku."aku yang berlinang air mata tak percaya langsung berlari kerumah ku.saat itu sedang hjan,jadi aku sangat basah kuyup ketika pulang.
"Kamu benar Mer,kita memang gak akan bisa saling mencintai,cinta ku ini terlarang,secara refleks aku pun memecahkan gelas kaca yang ada di sebelahku.ku lihat potongan gelas kaca itu.aku menangis "Aku cinta Kamu Mer,dan itu akan ada selalu di dalam hatiku.".akhirnya kugores serpihan kacan itu ditangan ku.entah apa Mery akan ingat padaku atau tidak,namun rasacinta itu tidak akan pernah hilang di dalam hatiku.

nicodemus patria atmaja mengatakan...

Cerpen Bahasa Indonesia
Topik: Cinta monyet remaja
Karya: Nicodemus Patria Atmaja


Kegagalan Cinta
Pada saat kita menuju kedewasaan, kita memang harus melewati masa remaja yang seharusnya indah. Pada masa remaja kita biasanya mengalami ketertarikan pada lawan jenis, yang pria pada wanita dan sebaliknya yang wanita pada pria. Tetapi bila kita blum mengerti apa cinta itu maka kita bisa merusak diri kita sendiri.
Beberapa tahun yang lalu padasaat aku SMP aku telah merasa perasaan cinta itu tepatnya pada saat kelas 2 SMP. Di SMP itu aku mempunyai sahabat yang bernama Bimo, Bimo adalah teman sekelasku sejak kelas 1 SMP. Aku slalu bersama dia, selain itu juga aku dan Bimo memiliki hobi yang sama yaitu sepak bola. Pada saat itupun aku bertanya, “Kamu mau ikut extra kulikuler apa?”
“Kamu sendiri?”
“Kalau aku mau ikut extra kulikuler footsall.”
“Emang ada?”
“Ada lah….!”
Semenjak itu aku dan Bimo mengikuti extra kulikuler yang sama, yang membuat persahabatan kami semakin dekat.
Sejak kelas 1 SMP Bimo memiliki sifat yang kurang bagus yaitu menang sendiri. Selain Bimo yang sebagai sahabatku aku juga memiliki teman-teman dekat seperti wahyu, dimas, yohanes dan semuanya memiliki hobi yang sama yaitu sepak bola.
Pada saat aku kelas 2 SMP, aku dikenalkan oleh dimas pada adik kelas ku yang bernama fannya. Dimas kenal denag fannya sejak SD. Pada saat aku melihat fannya untuk pertamakalinya, aku memiliki pendapat fannya memiliki wajah yang manis dan aku menyukainya. Pada saat aku menjabat tanggannya aku merasakan hal yang berbeda mungkin itu disebut cinta pandangan pertama. Pada saat aku menjabat tangannya aku menyebutkan namaku,”Budi.”dan diapun menyaut”fannya.” Selain itupun aku bertanya,
“Nomor telponmu berapa?”
“Emang ada apa!”
“Gak apa-apa, mau tau aja.”
“Ya udah, aku kasih tau.”
“Berapa?”
“0856678xxxxx.”
Pada saat itu aku merasa senang dan mengatakan”yes…yes…yes…!”dalam hatiku. Pada saat itupun teman –teman dekatku pun menyoraki aku,”cie…cie…”. Sorakan itu sungguh membuat aku malu dan membuat muka fannya memerah.
Perkenalan itu membuat aku semakin akrab dengan fannya. Apalagi aku dan fannya sering mengobrol lewat sms. Dengan sms itu kami dapat mengiobrol dengan akrab tanpa malu-malu. Didalam sms itu banyak ungkapan perhatian yang kami berdua utarakan, selain itu Sambil membayangkan wajahnya aku juga merayu dia dengan kata-kata”kamu manis deh”lewat sms. Dan ia pun biasanya hanya membalas dengan singkat”lebai.”mungkin jawaban itu merupakan salah satu ungkapan senang atau malu-malu darinya, tapi aku tetap merasa senang dengan jawaban itu.
Setelah beberapa minggu aku melakukan pendekatan kepada fannya aku yakin bila aku menyatakan perasaan cintaku ini, akan ia terima. Pada suatu hari aku mengajak fannya bertemu lewat sms, “Lagi dimana nih?”
“lagi di kelas.”
“Pulang sekolah nanti mau kemana?”
“Emang ada apa!”
“Gak apa-apa, Cuma mau ngajak ketemuan.”
“Dimana?”
“Dikantin…”
“Ialah nanti aku kesana.”
Setelah sepulang sekolah aku menunggu dikantin bersama teman-temanku, dan beberapa saat kemudian fanya-pun datang dengan membawa dua temannya. Pada saat itu aku hanya diam dan meembiarkan fannya berbicara dengan temanku, pada saat ada kesempatan aku pun memberanikan diri untuk berbicara dan bertanya padanya,
”Kamu tidak terburu-buru kan!”
“Tidak kok.”
“Emang ada apa?”
“Aku mau nanya.”
Teman-teman ku pun banyak mengeluarkan suara yang mengganggu”ehm…ehm…”
Tapi fannya tetap melanjutkan percakapan kami,yang membuat hatiku berdebar-debar.
“Mau tanya apa?”
“Tapi jangan marah ya?”
“Emang mau tanya apa sih!”
“Eee….Ee….e….., kamu sudah punya pacar?”
“belum kok, klau kamu?”
“kalau aku sih belum juga, kamu suka gak sama aku?”
“Ee… gimana ya!!!!”
“kalo akusih suka banget sama kamu, kamu mau gak jadi pacar aku?”
“Ya udah lah aku juga suka sama kamu.”
Semenjak saat itu fannya menjadi pacarku yang pertama, yang membuat masa remaja di SMP semakin indah.
Diminggu-minggu pertama aku berpacaran, aku selalu tak lupa memberi perhatian dengan menemuinya pada saat istirahat dan juga sms yang membuat cinta kami berdua bersemi. Dan pada saat hari minggu aku mengajaknya jalan menonto film di bioskop.Pengalaman ini menjadi pengalaman pertama kami nonto berdua pada masa pacaran.
Tapi kami berdua lama kelamaan semakin jarang berkomunikasi dan bertemu. Mungkin rasa cinta itu hanya untuk sementara. Kami ber pacaran tidak sampai dua bulan. Mungkin juga kami sibuk untuk belajar, karna pada saat itu sedang mendekati ujian semester,yang menentukan kenaikan kelas. Kami terlalu sibuk dengan diri sendiri dan ego kami yang susah di kendalikan. Aku berputusan ddengan dia melewati sms. Lewat sms aku bertanya,”Apa kamu merasa kita semakin jauh.“ fanyapun menjawab”Ia.”
“Bagai mana bila kita memutus kan hubungan kita? Mungkin itu yang terbaik”
“Apakah itu yang terbaik!”
“Ya…begitulah.”
“Ya udah kita putus.”
“Tapi kita masih bisa bertemankan!”
“Ya…..”
setelah sms itu kami tidak berpacara, melainkan aku bisa menjadi salah satu teman baiknya dan sekaligus kakak-nya.
Setelah ujian semester selama satu minggu dan mendapatkan libur lima hari, akupun mendapatkan hasil belajar berupa raport semester.dan akupun naik kelas. Setelah aku mengambil raport aku bertemu dengan salah satu teman fannya digerbang masuk sekolah, “Mau kemana put?”, aku memanggil nya ‘put’ karna namanya putri.
Putri pun menjawab,”Mau ambil raport.”
“Kamu belum ambil rapot ya!”
“Belum. Kakak sendiri?”
“Kalaw aku sudah.”
“Naik gak ……?”
“Ya pasti naik dong.”
“Kamu gak bareng orangtua kamu put?”
“Endak, tapi nanti ibu ku nyusul”
setelah bagi raport aku pun mendapat libur akhir semester selama dua minggu. Selama liburan aku hanya dirumah saja. Untuk mengisi liburan aku ber-smssan dengan putri. Pada saat pertama kali ber-sms dengan putri, aku bertanya”lagi ngapain nih…?” putripun bertanya”siapa nih?”. Ternyata putri blum tau nomorku, karna aku mendapat kan nomor-nya dari hp vannya.”kamu gak kenal ya”
“Siapa nih?”
“Udah deh kita kenalan dulu nama ku rusli.”
“Rusli siapa….? aku gak kenal!”
“Nama kamu putri-kan?”
“Kok kamu tau. Kamu pasti namanya bukan rusli.”
“Aku rusli kok?”
“Ah gak percaya.”
“Ia aku ngakulah namaku…..”
“Siapa?”
“Nama-ku budi.”
“Oo…. Ini Kak budi.”
“kamu gak tau ya”
“ya gimana mau tau,nomornya aja aku baru kenal.”
Semenjak itu aku menjadi akrab dengan putri. Setiap hari kami ber dua berkomunikasi dengan sms. Liburan sudah 1 minnggu terlewati, aku mengajak teman temanku danjuga putri jalan-jalan dan menonton film di boioskob. Kami semua memilih film horor.
Putri dan aku duduk berdua terpisah dengan teman-temanku. Banyak tingkah putri yang membuat aku lucu karna ia kelihatannya merasa sangat takut, padahal aku juga merasa agak takut. Karna aku malu jadi aku tidak melihatkan rasa takut itu.
Setelah menonton kamisemua makan disebuah warungbakso dekat bioskob. Disan a aku dan putri mengobrol akrab. Kelihatannya putri senang setelah menonton tadi, karna melihat putri senang aku pun menjadi ikut senang. Pada saat itu pun aku bertanya”kamu senang put?”
“Iya aku senang”
“Kamu gak ada yang marah aku ajak pewrgi kayak gini?”
“Engak kok. Emang siapa yang marah?”
“Pacar kamu?”
“enggak kok nyantai aja lagi.”
Dan pada saat itu aku memiliki pikiran untuk menyatakan perasaan ku. Karna ini adalah salah satu kesempatan yang langka. Aku pun menatap matanya,dan ia pun bertannya “ada apa Kak! Kok melihatnya kayak gitu.”
“gak apa-apa kok.”
Sulit rasanya untuk mengatakan hal ini. Rasanya mulut ini tak bisa bicara, hati berdebar debaar tanpa henti. Tapi aku harus brani karn akesempatan ini sangat baik. Lalu aku membranikan diri untuk bertanya.
“Apa kamu sudah punya pacar?”
“Kan tadi sudah aku jawab, gak ada.”
“Oo…. Ia ya aku lupa!!!!!”
“Kok bisa lupa sih?”
“Aku gugub ni.”
“Gugub kenapa.”
“Aku mau ngomong kalo aku suka sama kamu.”
“Kakak main-main ya, masa sih?”
“Beneran nih.”
Tapi ia menjawab aku kan gak enak sama vannya, secara vannya salah sayu teman baiku,nanti dikira kakak putus gara gara aku lagi. Aku gak mau pertemanan ku dengan vanya menjadi pecah dan bermusuhan. Jadi kamu gak mau jadi pacar aku. Untuk sekarang engkak lah, kita berteman aja ya kak. Yasudah kalau itu keputusan kamu.
Pengalaman ini adalah kali pertama aku ditolak.Semenjak itu aku dan putri hanya menjadi teman saja. Dan tersenyum bila melihatnya, karna aku masih menyukainya. Memang pada saat SMP banyak cinta-cinta monyet yang tumbuh, dengan melihat sesaat-pun kita sudah bisa langsung menyukainyaatau mencintai seseorang lawan jenis, tanpa mengerti apa itu arti cinta.


Cipt.Nicodemus Patria Atmaja
Kelas X.8, No.Absen 32

novamarlina x.8 mengatakan...

Tema : Cinta monyet remaja

“ SAHABAT CINTAKU “
Nova Marlina Simamora
X.8
33

Tak pernah terfikir di benakku, jika hal itu akan terjadi dalam kehidupanku. Andai waktu dapat ku ulang kembali, akan ku atur hidupku agar tidak terjadi seperti ini. Cinta yang aku kenal ternyata sesuatu yang menyakitkan. Aku tak tahu mengapa orang-orang di dunia ini sangat mendabakan cinta. Cinta menurut mereka indah, menyenangkan dan apalah semuanya. Padahal itu hanya lah khayalan mereka saja.
Aku tak tahu mulai kapan aku merasakan hal yang aneh ini. Saat aku mengenal seorang pria yang benar-benar menjijikan seperti “sampah” mempermainkan hati yang suci dengan seenaknya saja. Saat itu aku sedang menyelesaikan study ku di luar negeri. Dia adalah cinta pertama ku. Romi, ya Romi itulah nama pria yang aku jijikan itu. Perkenalan itu ketika di kampus aku mendapat tugas untuk meneliti sebuah percobaan, karena jurusan yang aku ambil adalah Bisnis dan Manajement.
Aku mendapat tugas untuk terjun langsung di suatu perusahaan, untuk menjadi seorang kantor yang mengurusi semua urusan bisnis besar. Bersama dengan rekan-rekan ku yang lain, Ana, Chaca, Leo dan Romi. Ketika itu aku lebih banyak berkomunikasi bersama Romi dan Chaca. Sedangkan Ana dan Leo tidak. Pertemuan itu menjadi saat pertama rasa cinta tumbuh di antara kami. “ hai.. ..” , Romi menyapa ku. Dengan nada yang kecil aku menjawab “ hai...”. Pertemuanyang aku agap sangat hampa dan membosankan. Tetapi dia memberikan senyum indahnya pada ku, tak ku sangka dia melakukan itu. “siapa namamu?” pertanyaan kedua yang dilontarkannya padaku. “ Tia” jawab ku singkat, dengan berjabat tangan, kamipun berkenalan.
Hari yang kulalui bersamanya saat itu sangat membosankan. Komunikasi yang kami lakukan sangat lah minim. Mungkin karena aku dan dia sama-sama orang baru yang belum kemal satu sama lain. “hai Tia, hai Romi..”, sapa chaca kepada kami seolah ingin memecah keheninhan di ruangan itu. Chaca yang termasuk anggota dari tim penelitian ini pun berusaha untuk menghangatkan suasana. Kulihat jam di dinding sudah menunjukan pukul 12.00 WIB, saatnya makan siang. Namun tak ada seorang pun yang berinisiatif untuk mengajak makan siang. “sudah jam berapa Cha?” aku bertanya kepada Chaca, tapi Chaca tidak menjawab, dia sibuk berchating. “ Cha?” aku memangil ulang Chaca. “jam 12 Tia”, sahut Romi kepadaku. Aku binggung, kenapa dia yang menjawab pertanyaan ku.
“Biasa Tia, Chaca memang orang nya begitu, suka sibuk sendiri”, tambah Romi dengan senyum manisnya. Aku merasa senang, karena Romi mau berbicara kepada ku. “Mau makan siang?”, tanya ku kembali pada mereka. “Apa.? makan siang?” Chaca merespon “ iya makan siang, mau? “ aku menjawab. “ Ayo, kita makan, sudah lapar.” Jawab Romi dan Chaca kompak. Bersama kami menuju kafe di seberang jalan dekat kantor. Sesamapinya disana Chaca yang sedikit jahil menyuruh aku dan Romi untuk makan berdua saja, “ Rom, aku di SMS Leo dan Ana untuk makan bersama mereka”, kata Chaca spontan. Tapi makanan sudah di pesan Cha”, jawabku kembali, “ ya sudah nanti kalian bungkus saja, tenang saja akan kubayar nanti” , jawab Chaca segera sambil berlari kecil menuju pintu keluar.
Suasana kembali hening diantara aku dan Romi, seorang yang suka membuat keributan sudah pergi. Aku hanya bisa menundukkan kepala ku saja, aku malu untuk menatap Romi, sedangkan Romi selalu menatap aku. “ Tia kamu sakit? Kenapa kamu selalu menundukan kepala mu?”. tanya Romi pada ku. “Eeegh.. eegh..eegh, tidak,tidak apa-apa”, jawab ku kikuk.
Seolah aku ingin lari kencang dari kursi itu, karena aku benci suasana seperti ini. Ku letakkan garpu dan sendok, kuambil air di gelas dan aku teguk sebagai petanda bahwa aku ingn menyudahi acara makan siang ini. “tunggu..”, sahut Romi kepadaku sambil memegang tangan ku. Hati ku terkejut saat itu, perasaaanku langsung berubah drastis, jantungku berdetak sangat kencang, tak tahu apa yang sedang aku rasakan. Tetapi aku merasa aneh dengan perasaanku ini. Kutatap wajah Romi saat itu, senyumannya kembali diberikan kepadaku. “ada apa?”, aku berkata ketika itu. “kenapa kamu ingin cepat-cepat kembali kekantor, lihat makananmu belum habis Tia..”, Romi mengigatkanku.
“Tidak, aku sudah kenyang, masih banyak pekerjaanku di kantor,” aku menjawab. “benar?”, Romi bertanya seolah meragukan alasanku. Ditaatpnya mataku sangat dalam, namun aku berpaling dari hal itu, tangan ku masih di genggamnya semakin kuat. Aku coba untuk melepaskan genggamanya. Sulit, “ Tia?”, panggil Romi kepada ku. “apakah ada rasa yang miliki saat ini?” tanya Romi pada ku. “rasa apa Rom?”, “cinta?”, jawab Romi sigap. Aku binggung saat itu, aku tak menggerti apa yang ada di pikiran Romi, serasa ingin tahu apa yang kurasakan. Pertemuan kami yang baru berlangsung satu minggu itu pun, memang terasa sangat lama, seperti sudah satu bulan. Tidak pernah aku bebicara empat mata sebelumnya kepada Romi, karena pertemuan kami yang selalu melibatkan rekan lainnya.
“kring..kring..kring”, terdengar bunyi handphone ku berdering. Bunyi itu serasa menjadi sesuatu penyelamat yang menyelamatkan. Kuambil handphone itu dari task u, kulihat Ardus memanggil. Ardus adalah pria yang dapat membuat aku mencintai seorang pria. Dengan watak ku yang pemalu, dan pendiam, yang sering menyimpan rasa sendiri. Sekarang Ardus dan aku sedang menjalani sebuah hubungan pendekatan. Panggilan Ardus pun belum kuterima.” Siapa?” Tanya Romi padaku, “anu..anu..” , aku gugup. “kenapa tidak diangkat?”, izin Romi diberikan pada aku. “sepertinya tidak usah diangkat, ini orang kantor, waktu jam makan siang kita sudah habis Rom”, jawabku lantang. Romi pun melihat jam di tangannya, untungnya alasan ku tadi benar. “jam dua, gawat kita hanya diberi waktu sampai jam setengah dua”, kata Romi kapada ku, sambil bergegas keluar dari kafe. Tak lupa Romi pun menuju ke kasir untuk membayar makan siang tadi. Makan siang kali kembali Romi yang membayar, tak enak rasanya akukepada Romi, selalu dia yang membayar. Namun selalu ditolaknya jika aku ingin membayar.
Kaki kami pun, melangkah sangat cepat, seperti maling rasanya. Sesampainya disana Ana, Leo dan Chaca sudah menunggu, mereka tersenyum melihat aku dan Romi masuk kekantor bersama. “ ada yang sudah nge-date bareng nie”, ujar Chaca dan Ana yang sangat kompak membuat aku malu.” Bentar lagi ada yang mau jadian lho”, tambah Leo memuat aku malu. Mereka semua tidak tahu kalau aku sudah memiki Ardus. Aku tidak pernah cerita soal Ardus kepada mereka. Aku memang salah, tapi aku pikir suatu saat mereka akan mengetahui sendiri. “ sudah..sudah.., kalian tidak kerja? Meledek saja”, jawab ku sambil tersenyum. Romi tidak bereaksi apa-apa saat itu, senyuman saja yang menjadi jawaban dari dirinya.
Waktu terus berjalan, aku tidak terlalu mengikuti jalan jarum jam, aku sibuk dengan pekerjaan ku yang sangat banyak. Laporan untuk kerja minggu ini sangat banyak, dan akan dikumpul bersamaan saat aku dan teman-teman masuk kembali ke kuliah. Satu pesan ada di handphone ku, lalu segara aku buka. “ jam berapa pulangnya say?” isi pesan dar Ardus kepada ku.” Jam 5 nanti jangan lupa jemput aku”, balas ku pada Ardus saat itu sambil mengingatkan nya. Tak terasa sudah jam 5, Ana dan Chaca menghampiri ku sambil mengajak untuk pulang bersama. “ayo Tia, kita pulang”, ajak mereka kepadaku. “iya aku memang mau pulang, tapi aku tidak bersama kalian. Aku dijemput.”, jawabku. “dijemput atau pulang bersama Romi?”, mereka kembali menghubungkan aku dengan Romi. “ Romi? Aku tidak ada apa-apa dengan Romi”, balasku sedikit emosi. “sudahlah aku pulang dulu”, kataku menyambung perkataan tadi.
Ternyata Ardus sudah menunggu aku di lantai dasar. Kulihat mobilnya yang berwarna silver, pertanda bahwa Ardus ada di sana.” Hei..”, panggil ku untuk membuat Ardus menoleh kearah ku. Langsung aku menuju kerah Ardus dan bergegas untuk masuk ke dalam mobil.”capek..”, ucapku saat itu. Dipegangnya tangan ku saat itu, serasa ingin memberi semangat kepada ku. Selama perjalanan kami tidak berkomunikasi banyak. Tak berapa lama kami pun sampai di rumahku. Diciumnya kening ku sebagai pertanda bahwa dia sayang padaku. Betapa mesra beberapa menit itu. Aku sangat sayang kepad Ardus, betapa besar sayang ku padanya. Dibukakannya pintu mobil untuk ku, layaknya seorang puteri aku keluar dari mobil.
“ Tidak masuk dulu?” kata ku sambil menawarkan pada Ardus. “ besok saja, aku juga capek sekali. Salam buat mama dan papa”, jawabnya. Lalu aku berdiri di depan pagar, sebelum Ardus pergi aku tetap berdiri disitu. Tak berapa lama mobil silver pun beranjak dari depan rumah ku dan bergegas aku masuk kerumah. Kubuka pintu rumah, sepi bagai tidak ada penghuninya. Akupun langsung menuju kekamar, kubuka pintu kamar dan ku letakkankan tas di meja, kulihat tempat tidur yang seperti mengajak ku untuk berbaring diatasnya. Ku ambil nafas dalam-dalam kuhirup udara sore didalam kamar. Saat aku sejenak berdiam, terlintas di pikiranku wajah Romi. Senyumannya yang sangat manis, yang dapat membuat banyak orang menyukai dirinya.
Menurut ku makan siang di kafe tadi merupakan suatu tanda yang ingin diberikan Romi padaku. Namun aku binggung, Ana yang aku tahu dulu menyukai Romi, sekarang justru mendukung aku dengan Romi, tapi aku tahu Ana seorang wanita yang obsesian tidak akan berubah secara drastis. Ada sesuatu yang ada dibalik semua sikap Ana. Walaupun aku tidak pernah cerita mengenai Ardus kepada teman-temanku, namun Ana bisa mengerathuinya. Karena Ardus dan Ana sudah saling kenal. Ardus yang menceritakan kepada Ana. Kulihat foto aku dan Ardus yang ada dimeja dan foto aku bersama Chaca, Leo Romi, dan Ana. Serasa dua hal yang berbeda.
“Tia kamu belum mandi?” tanya mama kepda ku seperti membangunkan aku dari lamunantadi. “Mama?” aku pun kaget. “ayo cepat mandi! Anak gadis jam segini harus sudah mandi”, nasihat mama padaku. Ku anggukkan kepala ku sebagai tada “iya” pada mama. Setengah jam ku habiskan didalam kamar mandi. Perutku terasa sangat lapar sehingga aku menuju ke dapur. Untungnya mama sudah memasakan makanan kesukaanku. “tok..tok..”, terdengar suara pintu dari depan. Segera aku beranjak dari ruang makan.
Ketika aku buka ternyata Romi, dia datang dengan membawa rangkaian bunga mawar berwarna merah. Aku tak tahu apalagi maksud dari semua ini. “Ada apa Rom, tumben malam-malam datang kerumah?”, tanya ku heran pada Romi. “aku ingin mengatakan sesauantu pada mu.”. “Apa?”, jawab ku sigap. “boleh aku masuk?”, tanya Romi. “oh.. maaf Rom, boleh silahkan.” Langsung Romi masuk dan aku memanggil bibi untuk membuat minuman. “mau minum apa Rom?” tanya ku ringan pada Romi. “ terserah”, jawab Romi menanggapi ku.
Suasana di ruang tamu berubah menjadi serius. Aku sudah bisa membaca suasana ini. Tinggal menunggu kapan Romi akan berbicara saja. Serangkai bunga mawar berwarna merah merupakan tanda dari semuanya. “Tia, aku boleh tanya sesuatu tidak dengan mu?” tanya Romi memecahkan keseriusan di ruangan ini. “ boleh, tanya apa?”, balasku menanggapi hal tadi. “kamu menggap aku sebagai apa?” tanya Romi, “ teman”, jawabku ringan. “tapi aku menyukai kamu sejak awal aku betemu dengan kamu, Tia. Aku tak tahu menggapa hal ini bisa muncul dengan sangat cepat.”, ungkap Romi saat itu dengan sangat jujurnya pada ku. Tapi aku hanya diam saja. Tidak kutanggapi Rom9i saat itu.
“Tia?” panggil Romi mengagetkanku. “oh maaf Romi, ayo diminum dulu”, jawabku mengalihkan pembicaraan tadi. “bagaimana menurut mu?” tanya Romi kembali. “Yang tadi?” kembali aku bertanya. “iya..”, jwabnya singkat. “ Aku..aku.. sebenarnya tidak tahu mau bilang apa untuk saat ini Rom, aku baru menggenal kamu dua minggu belakangan ini. Aku juga menggangap kamu baru sebatas teman saja.”, jawabku tegas saat itu. Wajah yang tadinya semangat menjadi kusut. Aku tak tahu apakah yang aku katakan tadi salah atau benar. Walaupun menyakitkan, tapi itu harus, karena aku sangat sayang dengan Ardus.
“Tapi cinta bisa dibina bukan? aku benar-benar sayang sama kamu Tia, atau kamu sudah ada yang punya?”, tanya Romi tegas. Aku kembali terdiam. Tak dapat berkata apa-apa, disisi lain aku menipu perasaanku. Aku sebenarnya suka dengan Romi, tapi aku tidak mau menghianati cinta. Sesuatu hal yang sangat indah. “ Ana?”, aku bertanya pada Romi. “ ada apa dengan Ana, aku tidak ada apa-apa dengan Ana.” Romi menjawab. “kamu tidak peka dengan perasaan perempuan Rom, kamu tidak pernah merasa bahwa Ana mencintai kamu, lihat betapa dia banyak berkorban untuk mu. Ingatkah kamu Rom, saat kamu lupa membawa laporan. Ana mau menerima hukumannya hanya untuk mu.” Tuturku pada Romi dengan sedikit kesal. Walaupun aku suka dengan Romi, tapi aku harus menolak karena aku tidak mau, menyakiti hati temanku sendiri.
Ku tolehkan pandangan ku keluar, kulihat ada sebuah mobil berwarna silver berhenti di depan pagar rumahku. Aku terkejut, ternyata Ardus datang kerumah, tanpa janji apa-apa. Tak bisa kubayangkan apa yang akan terjadi nanti jika Ardus melihat Romi di rumah dengan membawa serangkaian bunga mawar merah. Aku takut terjadi kesalah pahaman. Ketika Ardus masuk kerumah aku terkejut, dia menatap aku seperti bertanya siap pria ini. Romi yang duduk menghadapku,langsung berbalik arah. Dia memberikan tangannya untuk berjabat tangan. Namun Ardus merasa asing dengan Romi yang baru dilihatnya.
Seperti ingin tahu Ardus bertanya “siapa dia Tia?”, “kenalkan say, dia Romi, temanku.” Jawabku mengagetkan Romi. Lalu Romi yang menengar ungkapan Say tadi bertanya “ kamu pacarnya Tia ya?” dengan sedikit malu dan rasa tidak enak aku mengalihkan pembicaraan. “bagaimana dengan Ana Rom?”, namun Romi diam saja. Kecewa, mungkin hal yang dia rasakan saat itu. Padahal kedatangan Romi kerumah ku untuk menjadikan aku sebagai pacarnya. Aku tidak bisa membayangkan betapa sakit hatinya Romi.
“Tia, aku pulang dulu, oh ya.. jangan lupa bunga mawar nya dirawat ya..”, ujar Romi sambil mau keluar dari rumah ku. Tidak lupa Romi pun berpamitan dengan mama dan Ardus yang sedang berada diruang tamu itu. “hati-hati Rom”, ucapku sebelum dia bergegas dari rumah. Tak berapa lama Ardus yang masih dirumah ku pun merasa kedatangannya membuat suasana tidak enak. Hujan pun turun dan suasana di rumah menjadi dingin. Mama yang sedang asyik dibelakang, melihat kedatangan Ardus. Padahal Ardus sendiripun sudah lama datang. “Ardus?”, panggil mama melihat Ardus. “ tante, apa kabar tante?”, jawab Ardus basa-basi. Mama dan Ardus sebelumnya sudah sangat dekat. Hubungan aku dan Ardus pun sudah direstui kedua orang tua kami.
Sudah sangat saling kenal. Kulihat jam sudah menuju pukul 21.00, hujan pun semakin mereda. Tak lama, Ardus pulang dan kembali berpamitan dengan mama. Akhirnya aku langsung kembali kekamar. Mata ku sudang sangat ngantuk, belum lagi besok aktivitas yang sangat padat. Aku masih takut untuk bertemu dengan Romi, karena peristiwa tadi malam. Tapi apa lagi yang mau dikata, kehidupan ku belum bisa lepas dari pria yang bernama Romi.
Ana, Leo, dan Chaca juga merupakan teman-teman yang akan selalu bertemu dengan ku. Tugas kuliah kami yang membuat kejadian ini terjadi. Aku memiliki tekad untuk membuat Ana dan Romi bersatu, sedangkan Chaca sudah bersama Leo. Aku juga ingin mengenalkan Ardus kepada mereka. “Selamat Pagi”, sapa Ana kepada Romi kudengar. “pagi”, jawab Romi singkat. Aku pun menghampiri mereka. Aku ingin membangkitkan suasana diantara mereka lebih intim. Chaca dan Leo pun belum kunjung datang.
“Ana kamu sudah membuat laporan belum? Waktu kita di perusahaan ini tinggal sebentar lagi”, tanya ku sembari mengingatkan.”belum sebentar lagi. Aku masih menunggu laporan dari Romi”. Jawab Ana kepada ku. Tak berapa lama kemudian Romi datang menghampiri aku dan Ana. Dengan membawa setumpuk kertas hasil laporan yang akan dikumpul. “ Rom, bagaimana kalau kalian membuat tugas bersama, kalian tahu waktu kita tinggal seminggu lagi,” ucapku memberikan ide. Padahal sebenarnya aku ingin membuat mereka lebih dekat. “iya”, jawab Romi menyetujui ide ku.
Di pagi harinya Ana menceritakan satu malam mereka lembur bersama. Ana yang sangat mencintai Romi pun menggunakan kesempatan ini untuk menunjukan bahwa dia mencintai Romi. Secangkir kopi dan sepiring makanan ringan yang disediakan untuk Romi, menjadi tanda cintanya. Namun Romi belum menyadari hal itu. “ Rom, ini kubawakan secangkir kopi dan sepiring makanan ringan untuk mu, kulihat kau sangat kelelahan.” Ujar Ana kepada Romi. “ Terimakasih Na, kamu sudah begitu perhatian kepada ku” jawab Romi. Hanya dengan secangkir kopi dan sepiring makanan ringan Romi mulai menyadari perasaan cinta Ana kepada nya.
Hari pun sudah malam, Romi dan Ana bergegas menyudahi lembur mereka. Romi tidak tega melihat Ana pulang kerumah sendiri. Akhirnya Romi pun menghantar Ana pulang kerumahnya. Suasana kembali menjadi romantis. Kesempatan kedua dijadikan Ana untuk mengungkapkan perasaanya pada Romi. “Rom, aku..aku..., suka sama kamu” kata Ana jujur pada Romi. “Apa?”, jawab Romi spontan. “sebenarnya aku juga mencintai kamu Na........ tapi aku belum yakin bahwa kamu juga mencintai aku” ungkap Romi. Perlaan-lahan Romi pun memegang tangan Ana.
Sesampainya di rumah Ana, Romi pun kembali meyakinkan Ana akan perasaan mereka. Tak lama kemudian “maukah kamu menjadi pacarku Ana?” ungkap Romi kepada Ana. “iya aku mau menjadi pacarmu Rom......” jawab Ana tegas sambil tersipu malu. Kemudian Romi pun pulang ke rumahnya kaena hari sudah malam.
Keesokan harinya secara tidak disengaja Ana datang bersama Romi, Chaca bersama Leo dan aku bersama kekasihku datang ke kantor. Pada kesempatan inilah aku memperkenalkan kekasihku kepada teman-temanku. Romi pun menceritakan bahwa ia dan Ana telah menjadi sepasang kekasih. Akhirnya, aku pun merasa lega karena masalahku dengan Romi sudah selesai dan aku juga sudah bisa mermbuat Romi dan Ana menjadi sepasang kekasih.
Dengan pengalaman ini aku bisa mengambil hikmah bahwa “ Cinta tidak harus memiliki dan Cinta berani rela berkorban ”.


-TAMAT-

meldha mengatakan...

Topik:Cinta Monyet Remaja
Karya:Meldha Afriyanti
Kelas:X8/29

Kisah Cinta Bunga

Detik demi detik bergulir dengan cepatnya dan tahun demi tahun berganti secara perlahan-lahan. Tidak terasa hari-hari yang sudah ku lewati, mengiringi perjalananku hingga aku telah beranjak dewasa. Selayaknya seorang wanita, banyak yang ingin didambakan, dicitakan dan diimpikan serta segala sesuatu yang diutarakan dan diminta bagi keindahan dirinya dapat dipenuhi selayaknya seorang perempuan yang sempurna. Tapi kenyataan pun berbeda dan tidak berpihak kepadaku, semua harapan yang didambakan hanyalah sebuah naungan yang membawaku pada angan-angan yang tidak pasti dan seketika angan-angan yang indah itu lenyap, maka kenyataan hidup yang pahit menghampiriku dengan seketika, sehingga harapan yang diimpikan musnah dengan begitu cepatnya. Hingga tinggalah sebuah harapan yang akan terjadi didalam sebuah impian, yang tertuang dengan sejuta keiginan yang mengisi didalam relung dan waktu ketika malam-malam yang dingin dan sepi senyap dibawah mimpi-mimpi yang indah.
Sebagai anak yang dianggap oleh sebagian banyak orang adalah seorang anak dari keluarga yang tidak memadai, aku masih bersyukur karena aku telah diberi karunia yang oleh sebagian banyak orang tidak mempunyainya, yaitu seorang Ibu yang sangat baik hati. Sejak aku kecil hingga aku telah beranjak dewasa hanya sosok seorang Ibunda yang sangat bearti bagiku, karena hanya ialah yang aku punya. Ia adalah sosok wanita yang kuat dan perkasa, semenjak ayahku meninggal akibat kecelakaan yang tejadi pada saat umurku 5 tahun, Ibulah yang menjadi beban hidup keluargaku. Dibawah terik matahari dan derasnya hujan Ia rela mencari nafkah dan membiayai keperluan hidup untuk kesejahteraan keluarga kami, dan aku pun terus diajarkan untuk tetap tegar dalam menjalani kehidupan ini. Oleh sebab itulah Ibu memberi nama Bunga untukku, agar aku dapat terus bahagia walaupun banyak kepahitan hidup yang dihadapi, dan selalu tegar dalam menjalani kehidupan. Dengan keindahan yang dimiliki selayaknya sekuntum bunga, yang dapat memberi orang yang berada didekatnya sebuah senyuman dan kebahagian ketika melihat bunga itu. Oleh itulah sebagai anak yang tidak punya aku akan terus tegar dan menjadi sosok wanita yang dapat memberi kebahagian bagi keluarga ini.
Sekarang tiba saatnya Bunga menjadi seorang anak remaja yang tumbuh dengan wajahnya yang polos dengan lesung pipit yang ada di wajahnya dan rambut panjang yang tergerai dengan indahnya. Walaupun Bunga tidak bersekolah tetapi ia terus belajar diselang waktunya ketika malam tiba. Karena pada saat malam yang sepi dan dingin tiba, Bunga telah selesai membantu Ibunya dari pekerjaanya yang menjadi seorang pemulung yang sangat kotor, dan ditengah bukit-bukit sampah yang terdampar untuk mencari sesuatu yang berharga dan layak untuk dijual. Sehingga dapat memenuhi kehidupan sehari-hai meeka. Oleh sebab itulah Bunga dapat menghabiskan waktunya ketika malam tiba, untuk belajar dan membaca buku cerita yang diberi oleh Almarhum ayahnya yang telah meninggal akibat kecelakaan tragis yang dialaminya. Dengan lilin-lilin kecil yang menemaninya ketika Bunga sedang belajar dengan beralaskan tikar, dan sempatnya Bunga menulis karya-karya puisi yang ia tulis dengan jemarinya ditengah malam tiba.
Tidak terasa tampak Sang surya yang hendak kembali pada tahtanya yang tinggi dan desir angin yang berhembus membuat suasana, menjadi lebih dingin. Bunga yang
dengan semangatnya ingin membantu Ibunya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, dengan cepat bergegas dari kediamanya yang kumuh itu untuk bersiap ketempat pembuangan sampah untuk mencari barang bekas untuk mereka jual, demi keberlangsungan kehidupan mereka. Tapi ketika terik matahari itu semakin menyengat dengan panasnya, terlintas Bunga melihat wajah Ibunya yang tampak pucat karena kelelahan serta ditambah dengan sakit yang diderita oleh Ibuya sedari Ibunya kecil dulu. Bunga pun tampak terkejut ketika ia hendak menghampiri Ibunya, ketika bunga ingin menolong Ibunya ternyata Ibunya langsung jatuh pingsan. Bunga dengan sigapnya meminta pertolongan kepada orang yang berada ditempat pembuangan sampah itu. Orang-orang pun dengan cepatnya menggotong Ibu Bunga ketempat kediamanya yang sangat kumuh itu. Sesampainya mereka tiba dirumah, Bunga pun langsung mencari kain yang bersih dan semangkok air untuk menggompres kepala Ibunya itu. Beberapa jam kemudian Ibu Bunga pun sadar dan Bunga merasa bahagia. Dengan kejadian itu Bunga harus mencari nafkah sendiri, akibat sakit yang telah diderita oleh Ibunya makin menjadi-jadi. Bunga ingin mengantarkan Ibunya kerumah sakit tetapi dengan pekerjaanya yang sekarang ini dan ketidakmampuanya dalam ekonomi, Bunga pun tidak dapat menolong Ibunya kerumah sakit. Tetapi Ibu Bunga sangat menghargai atas keinginan dan kerja keras Bunga selama ini untuk menolong Ibunya dan meringankan beban hidup keluarga.
Pagi pun tiba dan tidak terdengar suara burung-burung yang bekicauan pada pagi itu, dan awan mendung pun menghampiri yang menandakan hujan akan turun. Ketika Bunga hendak bekerja, hujan pun turun dengan derasnya. Bunga pun langsung bergegas untuk berteduh. Ketika Bunga berteduh disebuah perpohonan yang rindang dengan daunya yang lebat, Bunga pun merasa lebih nyaman. Terlintas oleh Bunga seorang pria tampan yang turut berteduh dibawah pohon yang rindang itu. Bunga pun terus melihat wajah pria itu. Begitu tampanya wajah pria itu, dengan tubuhnya yang tinggi dan tatapan matanya yang begitu tajam. Pria itu pun tetap terlihat gagah dan membuat semua menjadi terkagum-kagum dan ingin mendapatkan cintanya. Bunga sangat kagum pada pandangan pertama, ketika Bunga melihat pria yang turut berteduh dibawah perpohonan yang rindang dan berada didekatnya itu. Bunga terus merasa terkesima melihat ketampanan pria itu, dan menurutnya itu adalah cinta pertamanya yang Bunga cari-cari selama ini. Tidak terasa hujan yang deras itu pun mulai reda. Pria tampan yang dilihat oleh Bunga itu pun bergegas meninggalkan tempat perteduhan itu. Bunga pun tidak sempat untuk berkenalan dengan pria ampan yang turut berteduh dibawah pohon bersamanya tadi, karena Bunga merasa malu untuk bertanya pada pria tampan yang dilihatnya itu. Ketika pria itu bergegas pergi maka tinggalah Bunga sendirian. Ketika pria itu pergi, Bunga pun juga pergi dan melaksanakan kegiatanya yang hanya menjadi seorang pemulung itu. Hari pun mulai menjelang malam dan barang-barang bekas yang menurutnya berharga pun sudah didapatkan. Walau pun sedikit tetapi Bunga tidak mudah menyerah. Bunga pun langsung menjual barang-barang bekas itu pada penjual, dan uang hasil pekerjaanya pun sudah diterima. Tidak lupa selesai bekerja Bunga pun membeli makanan, untuk makan malam bersama Ibunya, dengan dua bungkus mie Bunga bergegas pulang kerumah dan makan malam bersama Ibunya. Sisa uang yang diterimanya itu, tidak lupa Bunga tabung untuk keperluan atau sesuatu yang sangat penting apabila tejadi pada keluaga mereka.
Matahari yang bersinar pun seakan menyapa selamat pagi, tetapi Bunga sedih karena ia ingin pada hari ini hujan lagi. Sehingga dapat berjumpa pada pria tampan yang ia temui kemarin itu. Tetapi keberuntungan berpihak padanya, ketika Bunga meyelusuri jalan dan hendak menyeberang, Bunga pun menabrak pria itu. Terlintaskan kata maaf yang Bunga ucapkan pada pria tampan itu, dan pria itu pun turut membalas kata maaf dari Bunga tersebut. Tetapi pria itu pun langsung bergegas pergi dan meninggalkan Bunga lagi. Bunga pun lupa untuk memperkenalkan dirinya pada pria itu. Karena pria itu pun langung bergegas meninggalakan Bunga, tetapi pria itu lupa akan sesuatu hal yang penting. Ketika Bunga bertabrakan pada pria tampan itu, sebuah buku terjatuh didekatnya. Bunga pun melihat isi buku itu dan ternyata didalam buku itu tertulis nama pria tampan itu dan ternyata pria itu bernama Deni. Deni adalah murid dari sekolah swasta yang terkenal akan fasilitasnya yang mewah dan pendidikan yang sudah berstandar Internasional, dan orang yang bersekolah pada sekolah itu merupakan orang yang memiliki otak yang pintar dan jenius. Serta orang yang bersekolah pada tempat itu, termasuk keluarga dari kalangan atas. Tidak hayal katika Bunga melihat pria itu, Bunga merasa bahwa pria itu bukan dari kalangan bawah. Ternyata yang Bunga pikir selama ini benar, bahwa Deni merupakan pria dari keluarga yang memadai dan berbeda dengan dirinya. Bunga pun langsung menyimpan buku Deni yang ia temukan itu. Bunga terus membawa buku itu, sampai pekerjaanya pun sudah selesai. Bunga pun bergegas pulang ketempat kediamanya. Bunga berharap akan bertemu lagi dengan pria tampan itu dan mengembalikan buku yang ia tinggalkan pada saat bertabrakan dengan bunga kemarin.
Pada pagi harinya Bunga melihat wajah Ibunya yang begitu pucat, karena sakit yang dideritanya. Bunga pun panik kerena ia tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa. Karena Bunga dan Ibunya merantau disini sehingga Bunga pun tidak mengenal Kakek dan Neneknya serta keluarga mereka. Karena sejak ayahnya meninggal dunia, mereka putus hubungan. Bunga pun teringat ketika ia mendengar bahwa ayah dan ibunya putus hubungan dengan keluarga mereka, yang diakibatkan karena kehadiran Bunga yang berada ditengah-tengah mereka. Bunga pun ingin menanyakan kejadian yang ia dengar pada waktu itu, tetapi Bunga merasa takut karena akan dapat membuat mereka bertambah sedih dan menjadi marah padanya. Oleh sebab itu, sejak sekarang ini kelurga Bunga telah putus hubungan dengan kelurga mereka yang lain sehingga Bunga tidak dapat mengenal keluaga dari pihak ayah maupun Ibunya, dan Bunga pun tidak mengenal jika ia mempunyai Kakek dan nenek. Karena Bunga belum pernah melihat wajah mereka walau cuma sedetik maupun sesaat. Karena itu Bunga merasa sangat sedih dan mulai kecewa.
Bunga yang melihat wajah Ibunya yang pucat itu pun langsung bergegas membawa Ibunya ketempat tidur, dan membaringkan Ibunya sehingga merasa lebih nyaman dan tenang. Bunga pun tidak sempat untuk mengembalikan buku milik Deni, dan Bunga pun tidak berkerja dikarenakan Ibunya yang mendadak kembali kesakitan, akibat sakit yang dideritanya sedai kecil. Ketika Ibu Bunga bangun dari tidurnya yang lelap itu. Ibu Bunga pun memangil anaknya. Ibu Bunga pun mengatakan, bahwa ia minum segelas air putih dengan air yang hangat. Dengan cepatnya Bunga pun mengambilkan minuman untuk Ibunya yang tersayang itu. Ibunya pun merasa senang dan tersenyum kepada Bunga, dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja serta tidak sakit lagi. Tetapi Bunga tahu bahwa apa yang telah dikatakan oleh Ibunya itu adalah bohong. Ibu Bunga mengatakan agar Bunga tidak merasa panik dan cemas, serta tidak perlu terlalu memikirkan kesehatan Ibunya. Tapi Bunga pun membalas senyuman Ibunya, sehingga Bunga pun tidak bekerja dan terus merawat Ibunya hingga merasa lebih baik dari sakit yang dialaminya selama ini.
Pada saat menjelang malam, Ibu Bunga pun sudah tertidur dengan lelapnya, Tetapi Bunga tidak tidur karena ia terus membayangkan pria yang ditemuinya. Bunga pun terus melihat isi buku yang kepunyaan Deni. Bunga pun merasa tidak ingin mengembalikan buku yang dimiliki Deni itu. Bunga ingin terus menyimpanya sebagai suau kenangan, jika suatu saat Bunga tidak bertemu lagi dengan Deni. Tetapi Tuhan tidak memihak padanya karena keesokan harinya ketika ia sudah mulai bekerja untuk mendapatkan uang. Bunga menemuai Deni dan Bunga pun melupakan sesuatu hal. Bahwa buku milik Deni tertinggal dirumahnya dan Bunga pun tidak dapat mengembalikanya. Ketika Bunga sedang bepikir, tiba-tiba Deni menghampirinya, terasa detak jantung Bunga yang bedebar dengan cepatnya dan rasa-rasa ingin meledak, dengan wajah yang memerah Bunga pun tidak kuasa untuk melihat Deni. Deni pun dengan suaranya yang lembut, menanyakan nama pada Bunga dan menanyakan buku yang hilang sewaktu tabrakan denganya kemarin lusa itu. Bunga pun dengan bicaranya yang tersendat-sedat, mengatakan bahwa buku itu ada dirumahnya. Deni pun meminta agar buku itu dikembalikan karena ia akan memulai ujian, dan buku itu merupakan catatan mengenai ujian akhir yang akan dihadapinya itu. Bunga pun mengantakan bahwa buku Deni ada dirumahnya, Bunga pun begitu senang karena baru kali ini, pria yang menjadi cinta pertamanya berjalan bedua ditengah-tengah dedaunan yang berguguran dengan hembusan angin yang kencang.
Ketika sesampainya Deni dan Bunga dirumah, Bunga pun menyuruh Deni untuk menunggu sebetar untuk mengambilkan buku yang tertinggal dirumahnya itu. Deni pun merasa prihatin akan keterbelakangan ekonomi yang diderita oleh gadis yang polos itu. Karena ketika umurnya beranjak dewasa, ia pantas mendapatkan sesuatu yang beharga dan mulai meninggalkan dari gaya hidupnya yang seperti anak kecil. Tetapi Deni melihat bahwa Bunga tidak layak mendapatkan kehidupan yang seperti ini, ia pantas bersekolah untuk meraih cita-citanya demi kehidupan dimasa depan yang lebih bahagia. Ketika Deni menunggu didepan rumah Bunga yang tampak kumuh itu. Deni pun mendengar suara yang merintih kesakitan. Deni melihat seorang ibu yang tidur ditikar, dengan wajah yang pucat. Deni melihat bahwa Ibu itu mengalami sakit yang sangat parah, ketika Bunga hendak mengembalikan buku itu ke Deni. Sakit yang dialami oleh ibunya pun kambuh lagi, Bunga pun mulai panik dan tidak tahu harus berbuat apa-apa lagi. Deni pun lagsung meminta Bunga untuk membawa Ibunya kerumah sakit, tetapi Bunga tidak bisa membawa Ibunya kerumah sakit, karena biaya untuk kerumah sakit itu sangat mahal. Deni pun menyatakan bahwa ia akan membawa Ibu Bunga kerumah sakit dan membiayai segala pengobatanya, atas balas jasa telah menyimpan buku itu dengan baik. Deni pun dengan mengendarai mobilnya yang mewah itu, langsung mengantarkan Ibu Bunga kerumah sakit. Terlihat senyum diwajah Bunga karena pria tampan yang baru dikenalnya dan yang menjadi cinta pertamnya itu adalah pria yang baik hati, dan tidak mengenal keterbelakangan ekonomi yang dialami oleh keluarga Bunga. Deni adalah sosok pria yang benar-benar menjadi pahlawan bagi keluarga itu. Bunga pun merasa terkesima atas kebaikan hati dan jiwa kepahlawanan yang dipunyai oleh Deni.
Ketika sesampainya dirumah sakit Deni pun bergegas membawa Ibu Bunga pada dokter yang ternyata adalah ayahnya Deni. Bunga pun tampak terus Ibu kesayanganya itu. Deni yang turut membantunya pun melihat wajah yang ceria pada wajah Bunga. Deni pun merasa, bahwa Bunga adalah wanita yang sangat baik dan pekerja keras. Ia adalah sosok wanita yang dengan kepolosan dan kebaikan hatinyam, dan ia tidak malu akan keterbelakangan ekonomi yang dialami oleh keluarganya itu. Hari pun mulai menjelang malam Ibu Bunga ingin pulang kerumah, walupun kesehatanya belum pulih secara total. Tetapi Ibu Bunga tetap ingin pulang kerumahnya, Bunga tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Ibunya itu. Bunga pun menentang atas niat Ibunya untuk pulang kerumah karena kondisinya saat ini kurang meyakinkan untuk kembali kerumah. Ibunya pun terus ingin kembali kerumah. Bunga yang polos itu pun mengikuti kehendak Ibunya. Deni atas izin dari ayahnya selaku dokter yang merawat Ibu Bunga pun mengizinkan, karena niat dai Ibu Bunga yang begitu bulat. Deni pun mengantarkan Bunga dan Ibunya kerumah kediaman mereka yang kumuh itu. Ketika Ibunya telah berada diatas tikar yang menjadi tempat tidurnya selama ini, Ibunya pun mulai lelah dan tertidur. Tidak lupa Bunga mengucapkan teima kasih pada Deni yang telah membantunya. Bunga berharap bahwa ia akan bertemu kembali. Deni pun berbalas terima kasih pada Bunga dan mereak pun mulai merasa ada sesuatu yang aneh antara satu sama lain. Deni pun lalu pulang dan Bunga pun menjadi lebih tertarik pada prilaku Deni akan kebaikan hati yang dimilikinya itu.
Mentari pun mulai terbangun dari tidurnya yang lelap itu, dan mulai memancarkan cahayanya yang terang itu. Bunga merasa sudah seminggu ia tidak berjumpa dengan Deni, Ia ingin berjumpa denganya lagi. Walaupun cuma sesaat tetapi Bunga merasa bahwa itu tidak akan tejadi, karena ia sudah mulai sibuk dengan ujian keulusan yang akan dihadapinya. Bunga tidak menyangka bahwa Deni melihat Bunga sendiri yang sedang bersandar dibawah pohon ditempat mereka petama kali berjumpa. Terlintas terdengar dari mulut Bunga.Bahwa ia ingin bertemu kembali dengan Deni dan menyatakan bahwa ia adalah cinta pertamnya dan ia sangat menyukainya. Bunga pun tidak mengetahui bahwa dibelakangnya ada Deni, Deni pun terkejut bahwa Bunga menyatakan hal ini, dan Deni pun merasa senang bahwa pada hari itu ia sudah lulus ujian nasinal dan ingin menyatakan cinta pada Bunga. Tetapi keberuntungan berpihak padanya, ketika ia ingin menghampiri Bunga untuk menyatakan cintanya. Bunga pun sudah menyatakan cintanya walupun ia anggap bahwa Deni tidak ada didekatnya. Ketika Bunga sedang duduk dibawah pohon yang rindang itu, Deni pun turut duduk bersama dan menyataka bahwa ia juga menyukai bunga. Bunga pun sangat tekejut karena Deni tiba-tiba berada didekatnya dan menyatakan bahwa ia juga mencintainya. Bunga tidak membayangkan bahwa cintanya pun bersambut, Bunga pun bertanya kepada Deni bahwa. Apakah Deni akan malu untuk menjadikanya kekasih, karena Bunga adalah seorang gadis pemulung dan keterbelakangan ekonomi yang dialamiya, tetapi Deni tersenyum melihat kepolosan hati Bunga itu. Deni menyatakan mengapa haus malu karena cinta tidak berpihak pada kekayaan atau mater,i bahwa cinta adalah kebahagiaan yang sempuna dan melengkapi setiap kehidupan manusia. Bunga pun merasa bahagia bahwa Deni adalah sosok pria yang tidak hanya berkecukupan pada segi materi, tetapi dari segi prilaku atas kebaikan hatinya. Ia adalah pria yang sangat sempuna bagi Bunga. Kemudian terajutlah sebuah kisah cinta yang terjalin dibawah perpohonan yang rindang dan sejuk akan daunya yang lebat itu dimana dipohon itulah mereka pertama kali bertemu satu sama lain.
Tetapi kenyataan pun tidak berpihak pada mereka, Deni yang menyatakan pada Ibu dan Ayahnya yang telah menemui cinta sejatinya pun ditentan , karena Bunga adalah sosok gadis kumuh dan tidak sepadan dengan mereka. Ditengah bintang-bintang yang bertaburan dilangit yang indah Bunga yang tidak mengetahui akan cintanya yang tidak direstui oleh Ibu Deni. Bunga pun tampak bahagia karena ia telah menemukan cinta sejatinya. Bunga pun ingin memberi tahukan pada ibundanya atas cinta pertamnya itu, tetapi ketika Bunga melihat Ibunya, Bunga pun langsung terkejut bahwa Ibunya mulai kesakitan lagi atas penyakit yang dideritanya. Ibu Bunga pun ingin berbicara sesuatu hal pada Bunga, mengenai hal yang penting dan dianggap saat inilah hal yang tepat untuk mengungkapkan rahasia yang selama ini ditutup dengan rapat. Sehingga tidak tercium akan baunya. Bahwa Ibunda Bunga menyatakan bahwa Bunga bukan anak atas darah daging dari Ayah maupun dari Ibunya selama ini. Bunga pun terkejut Bunga pun tidak mau marah, karena melihat kondisi Ibunya saat ini. Bunga pun teringat akan pistiwa yang terdegar pada saat Ayanya belum meninggal itu, yaitu peristiwa dimana Ayah dan Ibunya putus hubungan dengan kelurga yang mereka sayangi. Karena atas kehadiran Bunga yang berada ditangah-tengah mereka. Itulah sebabnya keluarga-keluarga mereka tidak menerima Bunga sebagai cucuya, yang disebabkan karena Bunga bukanlah anak kandung mereka. Bunga pun menagis dengan air matanya yang membasahi seluruh wajahnya yang polos itu. Bunga merasa bersalah atas pengorbanan yang dilakukan oleh Ibunya, tetapi Bunga pun juga merasa marah karena mengapa hal ini dapat terjadi. Ibu ya baru menceritakanya setelah Bunga telah beranjak dewasa dan mulai remaja.
Hujan pun turut menghiasi suasana sedih yang kuasa ini. Ibu bunga mengatakan hal ini karena saat ini adalah saat ynag tepat, dimana Bunga dapat mencari jatuh dirinya sendiri. Ibu pun menyuruh Bunga untuk mengambil sebuah kotak dimana tersimpan rahasia yang terpendam, yang berada didalam lemari yang tidak pernah sesoarang pun menbukanya selama ini. Ketika itu Ibu menyuruh Bunga untuk melihat apa isi kotak yang dipegang oleh Bunga itu. Ketika Ibu menyerahkan kunci untuk membuka kotak itu ternyata isi dari kotak itu adalah sebuah kalung, dan alamat diamana arang tua kandung Bunga tinggal selama ini. Bunga pun terkejut dan tidak menerima kenyataan, bahwa Ibundanya yang merawatnya selama ini, bukan Ibu kandungya sendiri. Ibu Bunga pun menyatakan hal ini dapat terjadi dikarenakan, bahwa Almahuma Ayah Bunga sangat merindukan seorang anak perempuan. Karena hal yang tidak memungkinkan dikarenakan penyakit yang Ibu derita selama kecil. Maka Almrahuma Ayahmu bekerja menjadi sopir yang majikanya adalah Ayah kandung Bunga, ketika Ibu kandung Bunga kesakitan dan merasa mulas yang menandakan bahwa hari itu akan lahir seorang bayi. Maka Almahuma Ayah Bunga mengantarkan Ibu kandung Bunga kerumah sakit. Setelah selesai dilahirkan maka niat Almahuma Ayah Bunga pun mulai memuncak akan keinginanya yang ingin mempunyai seorang anak perempuan itu. Pada saat Ibu kandung Bunga melahirkan, ternyata Ibu kandung Bunga menlahirkan seorang anak perempuan, dan Ayah kandung Bunga pun merasa senang atas kehadiran bayi itu. Niat Almarhuma Ayah Bunga yang memuncak itu membawa pada niat jahat, dan imgin menculik Bunga dan melarikan diri dari kota kelahiran Bunga. Sekarang adalah saat yang tepat untuk mengungkapkan siapa diri yang sebenarnya yang ternyata Bunga adalah seorang anak dari kalangan atas. Hari pun semakin dingin, dengan hujan yang terus turun dengan lebatya dan tanpa terduga gelinang air mata yang terus membasahi wajah dari sosok seorang Ibu yang sudah mengasuh dan membesarkan Bunga selama ini membawa kesedihannya yang terus- menerus. Air mata pun tidak dapat berhenti, ketika Bunga melihat dan merasakan bahwa Ibundanya telah menghebuskan nafas yang terakhir yang menandakan bahwa Bunga adalah seorang anak yang telah yatim piatu dan tidak mempunyai kedua orang tua lagi.
Keesokan harinya, setelah Ibu Bunga telah dimakamkan dan Deni pun turut ikut membantu proses pemakaman yang telah berlangsung. Bunga pun mengatakan pada Deni untuk membantunya mencari kedua orang tuanya yang telah lama berpisah dari Bunga. Sejak Bunga dilahirkan dan hanya kalung ini yang menjadi bukti bahwa Bunga adalah anak kandung dari kedua orang kadungnya selama ini. Deni pun langsung mencari alamat peninggalan Almarhuma Ayah dan Ibunya. Setelah behari–hari Deni dan Bunga mencapai alamat kedua orang tua kandungnya selama ini, mereka pun akhirnya menemukan alamat kedua orang tua dari Bunga. Ketika Bunga sampai dikediaman keluaga kandungnya, mereka pun merasa heran dan terkejut bahwa keluarganya bukan dari keluarga kalangan bawah, tetapi dari kalangan atas yang kaya. Ketika Bunga sampai didepan rumah, keluarlah sosok seorang pembantu yang membukakan pintu rumah itu dan mempesilahkan Bunga dan Deni untuk masuk kedalam. Tampak kedua orang tua yang kesepian dengan harta yang berlimpah, tetapi tidak ada seorang anak pun yang menemaninya. Akhirnya Bunga yang dibantu dengan Deni yang merupakan kekasihnya pun turut membantunya. Dan menyatakan rahasia dan kebenaran atas kenyataan yang yang menjadi ahasi selama ini. Dengan kalung yang dibei oleh Almahuma ibu pun, memberi bukti, akan kehadian Bunga yang ternyata adalah anak kandung dari keluaga Bapak Daman yang merupakan keluarga dari kalangan atas yang kaya. Dan dengan tes darah dan DNA yang yang menyatakan bahwa Bunga positif adalah anak kandung dari keluarga dari Bapak Daman, tampak seluruh wajah keluarga dari Bapak Daman pun tepancar senyum bahagianya. Dikarenakan sudah menemukan buah hati yang selama ini sudah menghilang dan tidak tahu gerangan dimana buah hatinya berada.
Ketika Bunga menyatakan semua kehidupan yang dialami dan pekerjaan yang telah ia lakukan selama ini, untuk membiayai kehidupan keluarganya yang dulu yang merupakan keluarga dari kalangan bawah. Keluarga Daman pun merasa tekesima, dengan gemilang air mata yang membasahi wajah Ibu kandung Bunga, menghiasi betapa mereka sangat meindukan Bunga selama ini. Banyak upaya yang mereka lakukan untuk mencari Bunga selama ini. Malam pun mulai menjelang, Deni pun yang telah membantu Bunga untuk mencari kedua orang tuanya pun merasa senang, dan Deni pun berpamitan untuk pulang kerumahnya. Bunga pun merasa senang karena Deni telah turut membantunya dalam mencari kedua orang tua kandungnya selama ini. Sesampainya Deni kerumahnya, Deni pun menceritakan kejadiaan yang telah dialami oleh Bunga. Ketika mendengar kenyataan yang terjadi, yang ternyata Bunga adalah anak dari kalangan atas serta seorang anak yang kaya. Kedua oang tua Deni pun merestui hubungan meeka bedua. Deni pun merasa senang, karena cintanya pada Bunga tidak ditentang lagi. Bunga pun sangat senang atas kehidupanya ini karena Bunga dapat berkumpul dengan keluarganya kembali.
Paginya pun Deni menemui Bunga mereka sangat senang karena atas diterimanya Deni sebagai seorang karyawan yang terkemuka. Deni pun mengajak Bunga untuk menemaninya makan pada keesokan harinya. Bunga pun merasa senang karena menurutnya itu adalah kencan pertamanya, yang ia tunggu-tunggu selama ini dan Bunga pun berharap agar semuanya tidak akan berakhir. Keesokan harinya ketika ingin menemui Bunga ditempat yang sudah dijanjikan, Deni pun merasa ingin cepat-cepat untuk menemui Bunga. Tetapi ketika Deni mengendarai mobilnya, sebuah mobil dengan kecepatan yang sangat cepat melaju kecang. Sehingga Deni betabrakan dan meninggal dunia atas kecelakaan yang dialaminya itu. Bunga pun terus menunggu ditempat mereka akan bertemu dan Bunga pun tidak mengetahui bahwa Deni menggalami kecelakaan dan telah tidak benapas lagi. Ketika Bunga kesal menunggu Deni yang tidak kunjung datang, Bunga pun pulang kerumahnya dengan hati yang kecewa. Sesampainya dirumah, telpon rumah Bunga pun berbunyi dan mengabarkan agar Bunga cepat menemui Deni yang berada dirumah sakit. Ketika Bunga sampai dirumah sakit, terlihat olehnya. Bahwa Ayah Deni yang menjadi seorang dokter sangat bersedih, dan bersandar serta menaggis seakan tidak percaya untuk menerima akan kenyataan hidup yang dialaminya saat ini. Ketika Bunga bertanya pada kedua orang tua Deni, Bunga diajak untuk melihat Deni yang ternyata sudah tidak bernyawa lagi. Bunga pun terus menaggis, air matanya pun terus berjatuhan dan tidak dapat menerima kenyataan yang dialaminya saat ini. Deni adalah sosok pria yang menjadi cinta pertamanya saat ini, tetapi kenyataan yang tidak berpihak menyertai Bunga, karena Deni telah berpulang disisinya. Oleh sebab itu, Bunga menyadari bahwa pada siang itu. Bahwa Bunga tidak menemuinya pada saat kencan pertamnya dikarenakan Deni mengalami kecelakaan pada saat menemui Bunga, dan pada siang itulah Deni telah meninggal dunia dan meninggalkan bunga pada kesedihan yang mendalam dan tidak berujung. Bunga pun merasa bersalah karena pada saat itu, ia tidak mengetahui jika Deni mengalami kecelakaan dan Bunga merasa kesal karena telah lama menunggu Deni yang tidak kunjung dating yang ternyata Deni telah meninggal dunia.
Akhirnya peristiwa yang sama terulang kembali, dimana ia harus kehilangan orang yang sangat dicintainya. Bunga dengan wajahnya yang sedih dan gemilangan air mata yang menghiasinya yang menandakan kesedihan mendalam yang sedang menimpanya. Dimana Bunga terus mengikuti proses pemakaman yang belangsung, hingga Bunga tidak menyadari akan kesehatanya. Karena telah kelelahan atas peristiwa yang telah dialaminya itu. Bunga pun seakan tidak menerima kenyataan, sesampainya dirumah tampak kedua orang tua kandung Bunga, melihat wajah yang sedih menghiasi Bunga pada saat itu. Bunga dengan keegoisanya yang tidak mau makan dan mengurung dirinya dikamar seharian dan tidak mendengar akan kata keluarganya, akiibat depresi berat yang Bunga terima atas kematian Deni yang merupakan cinta pertamnya. Bunga yang terus menaggisi atas meninggalnya Deni tampak murung dikamar. Semua orang yang tampak menghiburnya pun menjadi tidak berguna dibuatnya. Tampak terlihat oleh kedua orang tua Bunga yang melihat anaknya, sedang memegang sebuah pisau dan berniat untuk mengakhiri hidup dengan cara yang tidak wajar, dan Ayahnya pun langsung menentang dan memegang pisau yang dipegang oleh Bunga. Dengan nasehat dari kedua orang tuanya pun, Bunga mencoba besabar untuk menghadapi kenyataan yang dihadapinya selama ini atas meninggalnya Deni yang menjadi cinta petama dari Bunga.
Secara perlahan-lahan Bunga pun dapat menerima kenyataan hidup yang dialaminya dan Bunga mengerti akan sebuah kenyataan hidup yang dialaminya. Setelah setahun berlalu Bunga pun menutup rapat akan kisah cintanya pada semua pria yang mencoba mendekatinya. Tapi semuaya berbeda ketika Bunga hendak berjalan disebuah taman dengan desir angin yang berhembus kencang, dan membuat dedaunan berguguran Bunga melihat sosok seorang pria yang sangat tampan dan baik hati . Pria itu mencoba menolong seorang nenek yang lumpuh, dan Pria tersebut mencoba menolong nenek lumpuh itu untuk menyeberang dijalan. Bunga pun berpikir sungguh baik pria itu, dengan ketampan yang dimiliki olehnya, ia dapat memikat semua wanita yang dijumpainya. Karena Bunga yang begitu lamanya melamun. Tanpa sadar ia bertabrakan pada pria itu dan Bunga pun berkenalan dengan pria itu. Tertanya pria itu bernama Sun, Bunga berpikir ia adalah pria yang sangat baik hati. Tidak lama kemudia Sun pun pergi. Bunga pun merasa bahwa Sun memepunyai watak yang sama seperti yang dimiliki oleh Deni, yang merupakan pacarnya yang telah meninggal dunia akibat kecelakaan tragis yang menghilangkan nyawanya. Setelah Bunga sudah merasa puas untuk berjalan-jalan ditaman. Bunga pun kembali kerumah. Tidak terasa bahwa malam cepat larut, tetapi Bunga tidak dapat menghilangkan pandangan Sun dari pikiranya. Bunga pun merasa aneh atas perasaan yang ia rasakan. Bunga tidak mengerti perasaan yang sedang dialaminya itu. Setelah Bunga ingin menghilangkan bayang-bayang Sun dari pikiranya, Bunga pun kelelahan dan tanpa sadar Bunga telah tertidur dengan lelapnya.
Mentari pun mulai kelihatan dari tahtanya, ketika Bunga hendak keluar dari rumahnya. Bunga pun bertemu kembali dengan Sun, Bunga dan Sun pun tampak berjalan besama dan mereka seperti pasangan yang serasi. Karena mereka sering bertemu pada waktu yang tidak terduga, hingga akhirnya Bunga merasakan kembali cinta yang dirasakannya, ketika Bunga masih menjadi kekasih Deni. Bunga pun lama-lama menjadi tertarik kepada Sun. Karena Sun merupakan pria yang baik hati, tetapi Bunga berpikir Sun memepunyai sifat dan sikap yang bebeda. Menurutnya Sun adalah pria yang pendiam dan pintar, dan ketika ia sedang berbicara maka akan membuat semua orang terpesona akan kebijaksanaanya. Sun adalah sosok pria yang selama ini diidamkan, semenjak meninggalnya Deni yang menjadi cinta pertamanya. Bunga pun merasa senang karena ia merasa mendapat kebahagian kembali yang sudah lama tidak dirasakan oleh Bunga.
Tidak terasa tahun pun terus berganti, tiba saatnya pada bulan Februari. Dimana pada tanggal 14 semua oang yang ada didunia, merayakan hari kasih sayang kepada pasangan mereka masing-masing. Hari Valentine merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh sebagian besar orang, khususnya dikalangan anak remaja dimana cinta mulai bersemi pada diri mereka. Besok adalah hari Valentine. Bunga berpikir, ia akan memberikan sebuah coklat yang berbentuk cinta kepada Sun, dan Bunga ingin mengungkapkan kasih sayangnya kepada Sun. Bunga pun melihat sebuah toko coklat, Bunga pun masuk kedalam toko itu. Bunga pun melihat sebuah coklat yang mempunyai bentuk yang indah. Bunga pun membeli coklat itu dan meminta pemilik toko, untuk membungkusnya dengan kertas berwarna perak dan dibalut pita yang berwarna merah. Bunga pun merasa senang pada hari itu. Bunga pun kembali kerumahnya dan ia tidak sabar unuk menunggu hari esok, untuk mengungkapkan rasa cintanya kepada Sun. Hari Valentine pun tiba, pagi harinya Bunga cepat bergegas untuk menemui Sun disebuah taman, ditempat mereka saling bertemu. Ketika Bunga sampai disebuah taman yang ditujunya, Bunga pun melihat Sun yang sedang beolah raga sedirian. Bunga pun tampak menghampiri Sun. Ketika Bunga berada didekat Sun, Bunga merasa malu untuk megatakanya. Beberapa detik kemudian Bunga pun menyatakan cintanya kepada Sun, Sun pun tekejut. Sun pun merasa senang, karena Bunga telah mengatakan bahwa Bunga mencintainya. Bunga dengan sikapnya yang malu, memberi sebuah hadiah kepada Sun yang dibelinya ditoko kemarin pagi. Sun pun membuka hadiah yang diberi oleh Bunga, ternyata hadiah itu berisi sebuah coklat yang berbentuk cinta. Bunga dan Sun merasa bahagia karena mereka telah menjadi sepasang kekasih. Bunga berharap agar kisah cintanya dapat bertahan selamanya dan berlanjut kepada sebuah penikahan yang indah.

Tugas Carlos mengatakan...

Tema :Cinta Monyet Remaja
Karya :Carlos Roberto M W
Kelas / no :X.8 / 06

CINTA IMPIAN

Pertama kali kami bertemu seakan merupakan awal suatu perjuangan kami dalam menjalankannya, meski kisah ini hanya menjadi sebuah impian yang tidak akan pernah terwujud. Namun kisah ini selalu menjadi kenangan abadi yang akan terus ku simpan selamanya.
Dimulai ketika aku baru masuk ke SMA swasta, namaku Samuel dan sahabatku David dapat belajar di kelas yang sama. Waktu yang ku lewati bersama-sama teman sekelas tidak terasa berjalan begitu cepat, banyak teman-teman baru yang ku kenal, diantaranya adalah Joe dan Kevin.
Aku juga dapat berkenalan dengan seorang perempuan cantik dengan rambut hitamnya yang panjang bernama Sheila. Di saat pertama kami berkenalan, dia mampu membuat hatiku berdebar karenanya, sungguh tak mampu kugambarkan bagaimana senangnya persaanku setiap bertemu dengannya, hingga pertemanan kami ini menjadi dekat sama seperti sahabat.
Hampir setiap hari aku selalu membayangkannya, setiap kali aku membanyangkannya selalu membuat aku sangat senag. Kedua temanku Joe dan Kevin kian menjadi curiga kenapa dengan sikapku belakangan ini dan mereka bertanya: “Kamu kenapa Sam?”
“Ya, sebenarnya baru-baru ini aku berkenalan dengan seorang perempuan yang begitu menyenangkan.”
“Perempuan? Ternyata kamu sedang memikirkannya ya, kalau boleh tahu siapa namanya?”
Mereka begitu ingin tahu siapa sebenarnya perempuan yang sedang ku pukirkan, awalnya aku masih ragu-ragu, tapi kupikir tidak ada salahnya kalau memberi tahu mereka.
“Namanya Sheila.”
“Sheila? Loh, bukannya dia pacarnnya David?, sebabmereka sering kami lihat jalan berdua.”
Aku sedikit terkejut, rasanya David belum pernah menceritakan hal ini sebelumnya kepadaku. Begitu banyak pikiran yang membuat hatiku makin gelisah, padahal biasanya dia selalu bercerita jika ada suatu hal yang dia tahu, tapi kenapa kali ini ia tidak member tahu hal ini. Setelah sepulang sekolah, aku bermaksud menanyakan hal tersebut langsung kepadanya. Namun ketika hamper seluruh siswa keluar dari sekolah, aku tidak dapat menemukan David, mungkin ia telah pulang terlebih dahulu, dan kutuskan menemuniya besok.
Ketika dalam perjalanan pulang, aku sempat melihat David berjalan bergandengan dengan Sheila, perasaanku menjadi sangat sakit dan pikiranku mengatakan jelas mereka mempunyai hubungan khusus. Besoknya di sekolah, dengan sedikit ragu-ragu aku mengampirinya dan mengajaknya berbasa-basi dengan bermacam-macam obrolan, ketika aku bermaksud menanyakan hubungannya dengan Sheila, tiba-tiba aku merasa tidak enak untuk menanyakannya karena dia adalah sahabatku, aku tak mau terjadi masalah dengan persahabatan kami hanya karena masalah seperti ini, jadi kuputuskan untuk diam.
Tanpa sepengetahuanku Joe dan Kevin yang mengetahui hali ini, menceritakan kepada David. Ketika David mengetahui hal tersebut, ia sempat tercengang dan bingung bagaimana harus menjelaskannya kepada ku. Ketika dalam perjalanan ku menuju ke rumah, tiba-tiba David memangilku dari belangkang. Ketika itu juga ia bermaksud menjelaskan hubungan dirinya tentang Sheila.
“Sam, maaf sebelumnya aku baru memberi tahu tentang hal ini, kita sudah cukup lama mengenal Sheila kan, sebenarnya sejak pertama aku bertemu denganya aku begitu menyukainya.”
Aku langsung terdiam sejenak, aku tahu memang berat untuk mengatakannya, tapi aku hanya berusaha agar tidak menyinggung perasaanya.
“Oh…, kalau begitu selamat ya.”
“Tapi katanya kamu juga menyukainya kan?
“Itu tidak benar aku hanya sekedar mengaguminya itu saja, kita ini sahabat tidak mungkin aku merebutnya darimu.”
Walapun didalam hatiku tak mampu menahan rasa sakit ini, namun aku tetap mencoba terlihat tegar dan menerima kenyataan ini. Tanpa sepatah katapun aku langsung pergi meniggalkanya.
Sejak kejadian itu hubungan kami sebagai sahabat agak renggang, karena dia lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Sheila. Sekali hari, aku sedang mempunyai masalah yang cukup serius, aku tidak tahu harus meminta bantuan kepada sipa lagi selain kepada David, tapi ternyata ia sedang bersma Sheila dan idak sempat untuk menolongku.
Permasalahan ini terus membuat hatiku bimbang dan tidak tahu harus bagaimana menyelesaikannya, suatu hari aku memutuskan untuk menikmati pemandangan di suatu taman sambil duduk di sebua bangku panjang untuk menenangkan pikiranku sejenak, suasana yang sejuk dan menyegarkan membuat hatiku benar-benar terasa nyaman dan seakan segala permasalahanku menjadi berkurang. Hingga ketika aku melihat seorang perempuan yang begitu cantik dan membuat hatiku bergetar karenanya. Ketika itu ia juga terlihat sedang berusaha melepas segala permasalahannya dengan menikmati udara yang segar dan menyejukan ini.
Kemudian dia duduk di bangku panjang yang sedang kududuki juga. Tetapi terlihat olehku bahwa ia memiliki persoalan yang sangat berat dan setetes air mata membasahi pipinya. Di saat itu aku hatiku tergugah dan berusaha untuk menyapanya.
“Kamu datang kesini untuk melepaskan segala permasalahnmu kan, tapi nampaknya itu sangat berat ya? Jangan sedih masalah itu pasti selalu ada jalaan keluarnya”
Dengan cukup kaget, ia segera menghapus air matanya dan berusaha terlihat tegar.
“i…iya masalahnya sungguh sangat berat dan sangat menyakitkan.”
Mendegar ia mempunyai masalah yang begitu berat, hatiku tergerak untuk menghiburnya, tanpa kami sadari kami jadi begitu mulai mengenal.
“Namaku Samuel, aku bersekolah si SMA swasta didekat sini.
“Namaku Caroline, aku juga bersekolah di SMA itu.”
“Oh ya? kalau begitu kita kebetulan sekali dapat bertemu di taman ini.”
Sejak pertemuan itu kami menjadi teman yand dapat saling menjaga rahasia masing-masing, permasalhanku pun dapat dibantunya, sungguh hari itu merupakan awal yang sangat indah bagiku. Karena nasehatnya juga akhirnya aku memutuskan untuk berbaikan lagi dengan David. Tapi karena aku malu untuk langsung mengataakannya maka aku meminta bantuan dari kedua temanku Joe dan Kevin. Berkat mereka juga akhirnya kami dapat berbaikan. Aku juga menceritakan kepada David kalu aku baru berkenalan dengan Caroline.
Hubungaku dengan Caroline semakin hari semakin dekat karena kami dapat memahami satu sama lain. Keesokan harinya ketika aku ingin bertemu denganya, tapi ternyata ia tidak masuk sekolah karena sakit, awalnya kupikir hanya sakit biasa dan akan segera sembuh.
Sepulang sekolah aku mencoba mendatangi rumahnya, ketika sampai dan dapat bertemu dengan Caroline, ia malh menyuruhku untuk tidak khawatir, karena ia akan segera sembuh. Awalnya aku masih khawatir akan penyakit yand dideritannya karena ia terlihat sangat pucat. Namun aku mencoba mempercayainya, tapi ia harus berjanji agar selalu menjaga kesehatnnya agar dapat sembuh seperti biasannya. Tapi ia begitu terlihat cemas.
Keesokan harinya setelah sepulang sekolah, aku yang masih cemas dengan keadaanya, ingin kembali bertemu dengannya, ketika tiba dirumahnya, ternyata ia barusaja pergi dengan keluarganya ke rumah sakit, karena aku khawatir jadi aku juga pergi mengikutinya secara diam-diam. Setelah menunggu cukup lama di ruang dokter, akhirnya mereka keluar, tetapi dengan muka yang begitu sangat sedih. Karena akuingin tahu jadi aku langsung menyanyakan kepada dokter yang memeriksanya, ketika mendengar penyakitnya aku benar-benar tak mampu mempercayainya.
Ketika aku berusaha langsung menanyakan keadaanya, ia bahkan menjadi sangat lemah dari sebelumnya, dia terus berusaha menutup-tutupi penyakitnya, namun aku berjanji akan selalu menerima ia apa adanya walaupun dalam keadaan seperti apapun, hingga akhirnya ia mulai menceritakannya.
“maaf, karena aku baru menceritakan hal ini, sebenarnya aku telah lama menderita penyakityang sangat berbahaya dan bahkan dokterpuntak mampu mengobatinya.”
Mendengar hal tersebut benar-benar membuat aku tergoncang, aku menjadi sangat sedih akan hal ini, namu aku tetap beusaha menyemangatinya.
“Percayalah kalau penyakitini pasti bisa kamu lewati, kamuharus yakin , karena aku akn terus berada di sisimu, aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu.
Hingga akhirnya kedua orang tuanya memutuskan untuk membawanya berobat ke luar negeri, walupun dengan biaya berapapun akan mereka berikan demi kesembuhan anaknya. Caroline sendiri yakin bahwa dokter luar negeri pun tak akan sanggup, ia begitu kehilangan semangatnya. Aku pun ikut menasehatinya agar ia mau mencoba dulu, sebab kita tidak akan pernah tahu kalau belum mencobanya. Akhirnya ia mau mencobanya dan akan segera berangakat.
Sebelum ia berangakat, aku tetap berjanji akan selalu menunggunya meski dengan keadaan apapun, namu ia sendiri harus yakin ini semua dapat ia lewati. Berhari-hari setelah kepergiannya, aku masih berharap agar semuanya dapat berjalan lancar tanpa ada hambataan. Aku juga menjadi teringat kenapa ketika saat pertama bertemu ia begitu sedih, ini karena penyakit yang dialaminya. Seandanya ia tidak pernah menderita penyakit ini, pasti sekarangini ia selalu dapat tersenyum bahagia untuk menjalani hidup ini.
Ternyata tidak lama setelah itu, mereka pulang kembali, tetapi setelah aku mendengar bahwa dokter luar negeri pun tidak mampu menangainya, karena obatnya pun sampai sekarang masih belum dapat ditemukan. Dokter juga berkata kemungkinan hidupnya tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Ketika aku meliha wajah Caroline yang sangat sedih dan tak mampu menahan tangisnya, saat itu tetap berusaha tegar dan juga berusaha tetap menghiburnya. Aku seakan dapat merasakan penderitaan yang selalu ia alami selama ini.
Pada malam hari itu, aku membawanya ke taman yang merupakan tempat di mana pertama kali kami bertemu, di saat pertama kami berkenalan semua terasa indah, menyenagkan dan tanpa kesedihan, tetapi sekarang begitu berbeda, dengan suasana malam yang sunyi dan hembusan angin yang begitu mengundahkan hati serta langit yang mendung, nampak seakan kami tak mampu meraih hari esok lagi. Di taman itu kami duduk di sebuah bangku panjang, di saat itu aku mengatakan segala isi hatiku dari yang paling terdalam kepadanya.
“Caroline, walaupun kamu berada dalam keadaan yang senang atau bahkan sedih, dengan keadaan kamu apa adanya. Aku akan selalu berada di sampingmu, karena dari sejak kita bertemu aku telah menemukan sosok perempuan yang mampu menghiasi hari-hariku, hidupku serasa tak berarti tanpamu, aku berjanji akan selalu membuat setiap hari-harimu jadi sangat berarti, aku akan selalu melindungimu selamanya. Jadi tetaplah jangan pernah berhenti berhap atas kesembuhanmu.”
Dengan wajahnya yang begitu sedih, namun dengan suaranya yang lembut ia menjawab:
“maaf….kan aku, karena aku tidak dapat membuat semua impianmu menjadi kenyataan…, walaupun begitu tetapi aku juga akan tetap mencintaimu.”
“Tidak, ini semua bukanlah salahmu, kita masih bisa memulainya untuk menjadikan impian ini sebagai kenyataan, percayalah kepadaku akan selalu ku bawa cinta ini sampai kapanpun.”
Kondisinya mulai menjadi sangat lemah, namun setelah mendengar hal tersebut, paling tidak ia telah pernah merasakan kehidupan yang begitu indah ini, setelah itu ia mengucapkan satu hal yang begitu akan melekat di hatiku selamanya.
“Terima…..kasih, ..atas…….. semua…kenangan…indah…..ini.”
“Meski dengan kata yang terbata-bata, namun ia telah menyapaikan segalanya dengan beruraian air mata membasahi pipinya, hingga ia memjamkan matanya. Aku terus berusaha mebangunkanya, namun itu semua sudah tidak berarti lagi., aku tidak dapat menahan tangis yang begitu mencurahkan semua isi hatiku, Hujan deras pun membasahi kami seakan ikut bersedih sambil memecahkan keheningan malam.

Tandri Vengeance mengatakan...

Cerpen Bahasa Indonesia
Topik: Cinta Yang Terlambat
Karya: Tandri Haryanto





Pada saat aku kelas SMP3 dan pada sat berumur 15 tahun adalah saat-saat yang indah bagi seorang manusia akan dapat merasakan yang nama nya cinta.Dan rasa itu pun muncul pada saat aku sedang memainkan Friendster di internet dan menemukan seorang wanita yang cantik dan menawan bernama Jessica.
Lalu aku memutuskan untuk berkenalan dengan nya dengan memberi semacam komen ataupun pesan lewat Friendster tersebut.
Saya menuliskan sesuatu padanya,

”hmm.anak mana?,boleh kenalan gak?”
“anak Palembang.Boleh kok kenalan”
“sekolah di Kumbang ya?”
“iya”
“boleh tau no hape gak?”
“boleh,0819xxxxxxx..hehehe”

Semenjak itu aku pun menjadi seperti merasakan ada energi baru dalam hidup ini.Dan aku memutuskan untuk lebih dekat lagi dengannya.
Beberapa hari kemudian tepat dimana Jessica Ulang Tahun aku pun sempat mengucapkan selamat ulang tahun untuk nya.
Hari demi hari pun tak terasa,banyak sekali yang sudah aku lakukan kepadanya bertujuan agar aku bias memiliki nya.
Akan tetapi aku pun hanyalah seorang pengecut dimana aku mengidap penyakit.Semacam penyakit yang membuat aku sangaat gugup ketika berkomunikasi ataupun berada jarak yang dekat dengan cewek-cewek seumuranku yang cantik-cantik dan menawan.Tapi aku tidak berhenti di situ saja,aku selalu melatih diriku ini agar bisa mengontrol kekuatan itu.
Selama ini aku dan Jessica hanya dapat berkomunikasi lewat handphone,internet dan chatting.karena sekolah kami tidak sama.bahkan berjauhan.Dan ternyata Jessica adalah teman dari seppu saya bernama Valen.

“Len,kau ini temannya Jessica ya?”
“iyo ko”
Karena beda umur 2Tahun aku dipanggil koko oleh sepupu saya itu.
“kau sekelas ya sama dia?”
“idak,Cuma kami galak kalo keluar main tuh ngumpul bareng”
“oh,pantesan”
“emang ado apo ko?”
“dak ado apo-apo dek”

Malam itu juga pun aku merasa sangat senang karena mengetahui bahwa ternyata Jessica itu teman dari sepupu saya Valen.Dalam hati saya terus berkata “terima kasih Tuhan,engkau telah mengirimkan seseorang ini kepadaku”.
Jika membayangkan muka nya aku pun tersenyum sendiri,karena mengingat bahwa muka nya yang cantik dan lucu itu.
Aku pun mengekspresikan nya dengan berkomunikasi lewat handphone,sms,dan lain-lain.
Suatu hari dimana aku sudah kelas SMA 1 di bangau.aku pun sudah yakin dengan perasaanku ini.Sudah lama perasaan ini aku pendam dalam hati,dalam suka maupun duka.Malam hari pun tiba lalu aku berencana mengajak nya berjalan di mall.

“Jes,kw lagi di mana”
“ni lagi dirumah”
“gak pergi jalan”
“ngak”

Kesempatan pun terbuka lebar,di mana besok pun ternyata hari sabtu.bersamaan dengan pada setiap hari sabtu,sekolah Kumbang itu libur.

“Jess,besok pergi jalan yuk”
“mau ke mana”
“kita jalan-jalan di mall”
“ya oke lah.besok yah”
“sip deh”
“Nanti kamu pergi nya sama siapa?”
“nanti minta papa antar”

Keesokan hari pun tiba,aku dan teman-temanku sudah berjanjian bahwa kita akan pergi jalan bersama ke mall sepulang sekolah bersamaan dengan aku mengajak Jessica dan teman-temanku pun menyoraki aku “Cieeeee,Tandri~” Lalu aku pun hanya bisa tersenyum “hahaha!”..
Tak lama kemudian pun tibalah aku di mall dengan teman-teman.lalu aku menelpon Jessica.

“Jes,sudah sampai mall belum?”
“ni sudah di solaria”

Lalu teman-temanku pun menyarankan agar kita makan di solaria saja sekalian agar aku dapat bertemu dengan Jessica.dalam hati aku pun berdebar-debar sangat kencang.
Setiba nya di Solaria,temanku Desi berkata ”itu nah tandri dia di sebelah situ”,lalu aku pun berkata “yuk kita duduk dlu”.tapi teman-temanku berkata agar menyambar Jessica dengan segera jika tidak kemungkian dia akan sudah selesai makan.

“Tandri,datang I lah Jessica itu”
“kalian tau aku kan,aku ini mengidap penyakit kegugupan”
“kalau kau tidak datangi dia kan pergi karena sudah selesai makan”
“lalu aku harus bagaimana?”
Temanku Erick menyarankan taktik-taktik dalam menemui seorang cewek,dia pun berkata “cewek itu tidak suka cowok yang tidak gentle”,Jantungku pun berdetak cepat.Adrenalin ini pun h memompa keluar dengan deras..
Dengan segera pun aku mendatang i Jessica yang duduk juga dengan seorang temannya yang kebetulan juga makan di restoran itu..

“Ehmmm,kau sudah lama e Jes nunggu aku?”
“idak lama lah”
“sudah makan belom?”
“sudah tadi”

Adrenalinku pun memacu sangat kuat sehingga aku tidak cukup punya kekuatan untuk mengatakan sebuah kata lagi.
Jantungku memacu sangat cepat.seperti aku sudah tidak kuat lagi untuk duduk di depannya,sehingga aku memutuskan untuk kembali ke meja tempat teman-temanku duduk karena aku sangat gugup.

“hmm.Jes,sudah dlu e aku mau pesan makanan”
“yo sudah makan lah”
“kau sudah mau pulang belum?”
“iya”
“nanti pulang hati-hati lah”
“oke deh”

Lalu aku kembali ke tempat duduk ku dan bilang pada teman-temanku “wow,gugup sekali aku tadi di sana” ,salah satu temanku bilang lagi “tapi setidaknya kau sudah mencoba mendatangi dia kan” , “iya juga yah” ,Tak lama setelah itu kami pun memesan makanan.
Perasaan gugup itu pun masih beredar di badanku ini walaupun Jessica sudah pulang dari restoran itu.
Sepulang dari mall itu pun kegugupan itu sedikit-dikit menghilang.dan aku pun merasakan tenang lagi.Akan tetapi setelah pertemuan aku dengan Jessica kali ini aku merasakan kegugupan ini paling dashyat entah kenala dan membuat aku tidak punya keberanian lagi untuk berkomunikasi dengannya.Seakan-akan bahan omongan pun habis.Entah apa lagi yang harus dikatakan.

Lalu aku memutuskan untuk mencoba berkomukikasi lagi lewat telephone.

“Jes,kau lagi apa?”
“ni lagi belajar di rumah,besok ada ulangan biologi”
“gimana tadi jalan”nya”
“seru ngak?”
“hihihi.. kau ini suaranya berat yah”
“ngak ah Jes”
“kamu aja lagi.. hhe.”
“mau bantu ak belajar biologi gak”
“boleh”

Lalu aku membantu nya dengan cara membantu nya hingga hafal dalam pelajaran nya itu.Tak terasa hamper 1jam aku berkomunikasi dengannya.dan aku pun mau tidur,begitu juga dengannnya.

Suatu hari dimana aku tidak mengetahui suatu keadaan,dimana ternyata Jessica telah berpacaran dengan Sulivan,aku pun terkejut dan terdiam.Karena seorang yang aku harapkan dapat kumiliki telah dimiliki oleh orang lain.
Sejak saat itu aku pun menyadari bahwa aku sudah terlambat dalam melakukan sesuatu yang aku inginkan.

Aku pun berkata pada diriku sendiri.
“mengapa semua ini terjadi?”
“mengapa aku tidak mengetahui bahwa ada orang lain yang mencoba memdapatkan nya?”



Semenjak saat itu keadaan menunjukan bahwa aku dan dia saling menjauh.Karena dia
Sudah ada yang punya,aku pun mengalah,aku sudah terlambat.Akan tetapi ada sesuatu yang penting.
Karena aku sangat menyayangi dan menyukai Jessica aku pun harus memahami keadaan nya.. bahwa dia sudah ada yang punya,jika dia berbahagia dengan itu.Begitu juga aku bahagia terhadapnya…..


~

Unknown mengatakan...

Persahabatan Vs Cinta

Bel tanda masuk sekolah berbunyi dan semua siswa berlarian masuk kekelasnya masing-masing. Tapi ada sekelompok genk yang menamakan dirinya Fairy Girls, mereka adalah kumpulan cewek-cewek tercantik disekolahan. Mereka terdiri dari 5 orang cewek. Mereka adalah Fannya, Angella, Inei, Ria, Yessi. Fannya adalah ketua dari genk tersebut. Saat berjalan dengan santainya, tiba-tiba ada yang menabrak Fannya dari belakang.
“Minggir Fannya, kalian menghalangi jalan kami tau. Dasar bodoh!” kata seseorang dari belakang.
“Siapa kamu?”teriak Fannya kesal. Setelah melihat siapa yang menabraknya, ternyata dia adlah Andre.
“Apa mau mu Andre? Kamu dan teman-temanmu memutar saja jika ingin cepat. Dan itu jauh lebih cepat.” Kata Fannya sambil tertawa.
“Cepat minggir atau…..” kata Andre yang belum selesai berkata-kata sudah dipotong Fannya.
“Atau apa?” kata Fannya sambil mejulurkan lidahnya.
“Lihat saja nanti.” Kata Andre dengan nada kesal. Andre dan teman-temannya mendorong Fannya, Angella, dan Yessi sampai jatuh. Fannya yang tidak setuju didorong Andre dan teman-teman berusaha menjegal kaki Andre tapi Andre yang sudah siap malah langsung menginjak kaki Fannya.
“Aow….. Sakit bodoh.”teriak Fannya kesakitan.
“Siapa bilang dingin.” Kata Andre sambil tertawa. Andre dan teman-teman langsung masuk kekelas mereka masing-masing. Ternyata Fannya dan teman sekelas dengan Andre dan Morgen. Dahulu Andre dan Fannya adalah sepasang kekasih. Fannya lah yang memutuskan Andre karena gaya pacaran Andre yang kaku dan tidak mengasyikkan. Karena itulah Fannya dan andre sampai sekarang masih musuhan. Andre adalah cowok idaman disekolahan. Fannya adalah pacar yang ke 50 Andre. Sedangkan Fannya adalah cewek idaman disekolahan itu juga. Tak mau kalah dengan Andre, Fannya sudah pacaran sebanyak 51 kali. Andre adalah ketua dari genk The Devil. Genk Andre dan genk Fannya merupakan musuh. Tiada hari tanpa keributan antara genk mereka baik yang memulai adalah genk Fannya atau genk Andre duluan yang memulai. Pasti tiap hari ada-ada saja yang mereka ributkan. Mereka berdua pun sering dipanggil ke kantor kesiswaan karena ulah mereka tersebut. Oleh karena itu makin hari makin besar saja rasa benci antara antara mereka. Genk Andre terdiri dari 5 orang cowok dan satu orang cewek. Wanita itu alah Widy, widy adalah pacar Andre setelah putus dengan Fannya.
“Fan. Kenapa sih kita selau bertengkar dengan genk The Devil?” tanya Yessy. Yessy adalah cewek cantik dengan rambut yang panjang. Yessy adalah primadona di Fairy Girls. Sebenarnya Yessy menyukai Morgen yang merupakan anggota dari The Devil. Karena The Devil dan Fairy Girls selalu bertengkar maka Yessy tidak bisa mengatakan perasaanya pada morgen yang merupakan salah satu dari anggota The Devil.
“Itu karena Devil adalah musuh dari Fairy Girls.” Kata Fannya agak marah
“Atau karena ada andre ya disana Fan?” sindir Angella.
“Enak aja, emnak apa hubungannya Andre dengan pertengkaran genk kita?” hardik Fannya.
“Bukannya Andre dan kamu pernah pacaran ya Fan?” sindir Ria sambil tersenyum.
“Kami sudah putus ya!” jawab Fannya sambil sedikit berteriak tapi jika dilihat dari wajah Fannya yang memerah mungkin Fannya masih suka dengan Andre.
“Tapi Fan….” Belum sempat Yassi menyelesaikan kata-katanya, Fannya sudah memotong pembicaraan Yessi
“Gini saja gua punya rencana, gimana jika kita buat terjadi perpecahan diantara mereka?” kata Fannya sambil tersenyum.
“Bagaimana caranya Fannya? Sepertinya ide kamu oke juga tuh.” Tanya Inei yang sudah mulai penasaran.
“ Bagaimana jika salah satu dari kita mendekati mereka?” kata Fannya menjelaskan rencananya itu kepada semua anggota Fairy Girls.
“ Tapi Fan, siapa yang akan melakukannya?” Tanya Anggela.
“ Tenang aja Anggela, diantara kita ada yang sedang jatuh cinta dengan salah satu anggota The Devil.” Kata Fannya sambil merangkul Yessi. “ Benar tidak Yess?”
“Siapa yang kamu maksud Fan?” Tanya Ria yang sudah sangat penasan dan ingin segera menjalankan rencana gila Fannya.
“Coba kalian tebak saja siapa yang mungkin untuk menjalankan rencana ini dan siapa yang kira-kira sering CP (curi-curi pandang) dengan salah satu anggota The Devil!” kata Fannya. Semua anggota Fairy Girls saling melihat dan akhirnya semuanya melihat Yessi yang merupakan cewek paling cantik di anggota mereka’
“ Kenapa kalian semua melihar kearahku?” kata Yssi gugup yang mukanya pun sudah sangat memerah bagaikan udang rebus.
“Yes kamu kan yang paling cantik diantara kita dan kamu yang paling jarang berantem dengan anggota The Devil.” Kata Anggela.
“ Tapi…..” kata Fannya yang sudah sangat gugup dan tanpa di sadari tubunya sudah bermandikan keringat.
“ Sudahlahlah Yess kamu tidak dapat menyembunyikan bahwa kamu suka dengan Morgen kan!”
“HAH….” semuanya berterik karena kaget dengan apa yang dikatakan Fannya tadi.
“ Yes, apa benar yang dikatakan Fannya tadi ataukah Fannya hanya bercanda dan mau mempermainkan kita?” Tanya ria yang tidak percaya dengan yang didengarnya tadi.
“…………….” Yessi sudah tidak dapat berkata-kata lagi.
“Sudah lah yess kamu tidak dapat menyembunyikan itu lagi.” Kata Fannya.
“ Tapi Fan…”
“Tidak usah tapi-tapian lagi, yang penting kamu setuju dengan renaca kita dan sisanya serahkan kepada gua dan teman-teman yang lain.”
Yessi tidak bisa berkata-kata lagi dan hanya menganggukan kepala tanda dia setuju dengan rencana Fannya.
Keesokan harinya di sekolah ketika bel istirahat berbunyi, Yessi yang berjalan di belakang Morgen tiba-tiba saja Fannya datang dengan wajah yang sudah sangat kesal dan ditambah lagi pada hari itu dia sedang waktunya dimana semua cewek sensi atau sensitive. Tiba-tiba saja Fannya mendorong yessi sampai terjatuh.
“ Yessi berani sekali kamu mendekati Aldi ya!” marah Fannya.
“ Aldi siapa Fannya, gua tidak kenal dengan cowok bernama Aldi.”kata Yessi terbatah-batah
“ Aldi anak kelas 3 Ipa yang keren itu.” Kata Fannya sambil menarik rambut Yessi. Morgen yang ada didekat Yessi hanya melihat saja tanpa bertindak apa-apa.
“ Saya tidak mendekati Aldi Fan.” Jelas Yessi sambil menahan sakit.
“ Sudahlah kamu tidak usah berbohong lagi, saya sudah tahu semuanya.”
“ Fannya lepaskan tangkan kamu dari Yessi.” Kata Morgen yang dusah kesal dengan apa yang dilakukan Fannya terhadap Yessi.
“ Kamu tidak ada urusan dengan ini ya Morgen.”
“ Lepaskan tidak! Atau kamu akan tahu akibatnyajika kamu tidak segera melepaskannya.” Kata Morgen yang sudah sangat kesal dan marah. Morgen adalah salah satu dari anggota The Devil yang paling tidak bias melihat ketidak adilan.
“ Emank jika saya tidak melep[askan kamu mau apa?” Tanya Fannya sambil sedikit mengancam.
Morgen yang sudah sangat marah ingin memukul Fannya yang resek itu. Tapi Morgen tidak bias memukul cewek. Itu adalah aturan dasar sebagai pria sejati. Pria sejati tidak pernah memukul wanita. Morgen yang bimbang tiba-tiba saja mendapat ide ketika melihat ada seorang murid yang baru keluar dari perpustakaan sambil membawa buku yang sangat tebal. Morgen pun meminjam buku itu dari anak itu dan meletakaannya di pipi Fannya, Fannya yang binggun terhadap apa yang dilakukan oleh Morgen tidak melakukan apa-apa, tiba-tiba saja Morgen mukul buku itu, karena kuatnya pukulan Morgen sampai-sampai menjatuhkan Fannya.
“Morgen berani sekali kamu memukul wanita yang lebih lemah dari kamu.” Teriak Fannya yang masih merasa kesakitan.
“Saya tidak memukul kamu saya hanya memukul buku yang ada di pipi kamu dan saya tidak tau bahwa kamu sampai kesakitan.” Kata Morgen sambil menarik tangan Yessi untuk meninggalakn Fannya yang masih terduduk dilantai.
“AWAS KALIAN BERDUA YA!!!!!” teriak Fannya. Fannya tidak sadar jika rok sekolahnya yang pendek itu terangkat dan CDnya terlihat oleh murid-murid yang lain.
“Fannya kenapa kamu duduk dilantai?” tanya Anggela yang tidak sengaja lewat didekat situ.
“Ini semua karena Morgen sialan itu, tapi rencana kita berhasil dengan sukses.” Kata Fannya sambil tersenyum senang.
“Sukses sih sukses tapi kamu liat dulu CD kamu tuh kelihatan bodoh!” kata Anggela yang berusaha menutupi CDnya Fannya. Menyadari CDnya kelihatan Fannya langsung berdiri dan bergegas ke kelas.
“Gimana Fannya?” Tanya Inei ketika melihar Fannya masuk kekelas.
“SIP, semuanya berjalan sesuai dengan rencana.” Kata Fannya sambil tersenyum.
“Tapi Fan kenapa dengan pipi kamu, kamu pakai pupur warna merah ya?” sindir Ria sambil tersenyum.
“ Ini semua perbuatan Morgen sialan.”
“Mang kenapa dengan Morgen?” Tanya Inei.
“ Si sialan itu memukul wajah gua.” kata Fannya. Semuanya tersenyum dan Ria sampai tertawa.
“ Enak ya kalian bisa tertawa.” Kata Fannya denga wajah yang bertekuk.
“Hahahahah tertawa itu sehat loh Fan.” Sindi Anggela.
“Tertawa saja terus, tertawa diatas penderitaan orang lain.” Kata Fannya yang kesal dengan teman-temannya.
“ Hehehe. Maaf-maaf deh Fan, jadi bagaimana dengan rencana kita tadi?” Tanya Ria yang masih penasaran.
“ Pokoknya sukses besar deh, kita tinggal serahkan semuanya pada Yessi.” Kata Fannya.
Sementara itu dikantin belakang sekolah Yessi yang berduaan dengan Morgen,
“Yes, kamu tidak apa-apakan?” Tanya Morgen cemas.
“ Tenang aja gua tidak kenapa-kenapa.” Kata Yessi sambil malu-malu. Yessi sangat gugup berdekatan dengan Morgen.
“Tapi Yes, sepertinya tadi Fannya menjambak rambut kamu cukup kuat.” Kata Morgen sambil memegang kepala Yessi.
“Beneran gua kagak kenapa-kenapa.” Kata Yessi sambil malu-malu.
Mereka berdua terdiam sejenak dan hanya saling pandang. Yessi yang sadar dilihatin Morgen langsung salting dan memalingkan mukunya. Tapi Morgen pun menghadapkan muka Yessi lagi, Yessi yang diperlakukan seperti itu langsung merasa sangat malu.
“Yes….”
“Apa Morgen?”
“ Ternyata kamu ini cantik ya Yes.” Puji Morgen.
“….” Yessi tidak bisa berkata-kata lagi.
“Yes, kamu mau kagak menjadi pacar aku?” Tanya Morgen sambil memegang tangan Yessi.
“………”yessi tidak bisa menjawab karena terlau senang.
“kenapa yes? Kamu tidak mau ya jadi aku karena itu kamu tidak mau menjawab.” Seketika itu Morgen pun pergi.
Yessi yang pun mengejar Morgen yang sudah pergi agak jauh jauh dan Yessi langsung menarik Morgen dan langsung mencium Morgen.
“ Aku mau jadi pacar kamu Morgen.” Kata Yessi setelah mencium Morgen.
Mendengar itu Morgen sangat senang dan langsung mencium Yessi lagi. Mereka tidak sadar mereka sedang berada dikantin.
Mereka pun kembali ke kelas dengan bergandengan tangan. Andre yang melihat Morgen berjalan dengan Yessi langsung menarik Morgen.
“ Morgen kenapa kamu jalan dengan salah satu Anggota Fairy Girls?” Tanya Andre dengan sangat marah.
“ Tenang dulu Dre.” Kata Morgen yang hendak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
“ Bagaiman bisa tenang, teman terbaikku jalan bareng dengan musuh besar genk kita?”
“ Sebenarnya aku dan Yessibaru jadian tadi.”
“ APA?” teriak Andre yang sangat terkejut mendengar apa yang disampaikan Morgen tadi.”Apa aku tidak salh denganr MOr, Kamu pacaran dengan salah stu anggota dari Fairy Girils?”
“ Kamu tidak salah dengar kok Dre, aku dan Yessi tadi baru saja jadian.”
“ Tunggu Morgen, kamu tidak salahkan?”
“Tentu tidaklah Dre, Yessi itu adalah cewek paling cantik disekolah ini. Aku malah senang bisa pacaran dengan Yessi.”
“ Tapi Mor Yessi kan anggota dari Fairy Girls.”
“ Tenang aja kalu itu masalahnya Yessi bukan lagi anggota dari Fairy Girls.”
“ Kenapa bisa mor?”
“ Panjang Dre jika gua mau jelasinnya.” Kata Morgen. “ Yang pasti mulai sekarang Yessi adalah pacar aku. Dan itu berarti dia Anggota The Devil.”
“ Enak aja kamu masuk-masukkin orang.”
“Tapi Dre kamu sendiri memasukkan pacar kamu kedalam genk kita.”
“Itu beda.”
“ Beda bagaimana?” Tanya Morgen. “ tapi kalau Yessi tidak boleh bergabung aku saja yang keluar.” Morgen pun pergi bersama dengan Yessi.
Setelah kejadian itu tak lama kemudian The Devil bubar. Ternyata rencana Fannya berhasil dengan sukses. Fannya pun memanggil Yessi untuk memutuskan Morgen. Dan ternyata Yessi menolak untuk memutuskan Morgen.
Yessi pun menceritakan semuanya pada Morgen apa yang sebenarnya terjadi dan tentang rencana Fannya. Awalnya Morgen sangat marah dan hampir memutuskan Yessi. Tapi Morgen yang sangat mencintai Yessi berhasil memadamkan api yang berkobar-kobar dihatinya dan langsung menemui Andre dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Setelah menceritak semua yang terjadi Morgen meminta maaf atas segala yang dia perbuat selama ini. Akhirnya Morgen dan Andre pun berbaikan. Andre dan Morgen pun membentuk kembali The Devil.

Kevin Santoso mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
yudhis mengatakan...

BAHASA INDONESIA


Topik : Cinta Monyet Remaja
Karya : Yudhistira D.P.S / 44

Demi Waktu

Suatu saat ada seorang laki-laki yang disulitkan dengan dua pilihan karena cinta, namanya Joe.
Joe Martin nama lengkapnya. Joe dari keluarga yang berkecukupan, ia selalu mensyukuri apa yang telah ia dapat sampai sekarang ini.
Cinta baginya adalah suatu keadaan yang bisa membuatnya sangat bahagia, sangat senang tanpa henti.
Tiap saat selalu memikirkan wajahnya
selalu memikirkan ketika ia menyayanginya, ketika bersamanya.
Tetapi, tidak setiap saat cinta itu membuatnya bahagia, hingga sampai sangat sedih, dan dapat membuatnya menjadi bukan seorang laki-laki yang kuat.
Membuatnya menjadi laki-laki yang sangat lemah.
Tetapi, karena cinta, ia diberi dua pilihan yang sangat memberatkannya.
Ketika saya masih di Yogyakarta, ia memiliki pacar, Sita namanya
Sita telah dikenalkan kepada orangtua Joe, Sita sangat dekat kepada orang tuanya.
Joe telah berjanji kepadanya, Joe akan tetap mencintainya selamanya.
Joe sangat menyesal karena ia telah menduakan cintanya dengan seorang perempuan yang sangat baik kepadanya pada saat ia pindah ke sekolah di Palembang.
Ia tetap kuat menjalaninya, walaupun akan membuat Sita sangat sedih karenya.
Ketika Joe bersekolah di Yogayakarta, kata teman-teman di sekolah, Joe adalah anak yang baik, polos, dan pendiam. Joe memiliki banyak teman yang baik, yang sering menghiburnya ketika ia sedang sedih.
Tapi sayangnya, ia tidak lagi bisa menemui teman-temannya yang sangat baik kepadanya, karena ia pindah dari Yogyakarta ke Palembang.
Karena orangtua pindah ke Palembang untuk mengerjakan suatu pekerjaan.
Suatu ketika, Joe ingin berkata dengan jujur atas rencana kepergiannya ke Palembang kepada sita pada suat tempat.
“Sita, aku akan pindah ke Palembang, karena urusan pekerjaan orang tuaku.”
“Apa? Kamu tidak main-main kan Joe? Kamu tidak main-main kan?”, Tanya Sita dengan sedih terpancar dari mukanya.
“Tidak Sita, aku mengatakan yang sebenarnya, aku juga tidak menyangkanya ini akan terjadi, jauh darimu itu adalah beban buatku Sita.” Jawab Joe.
“Aku sangat mencintaimu Joe, aku tidak bisa meninggalkanmu. Aku sangat mencintaimu Joe. Aku tidak bisa sendiri tanpamu Joe” Kata Sita sambil menangis.
“Aku tahu Sita, aku juga merasakannya, aku berjanji, aku akan selalu mencintaimu, kamu akan selalu ada di hatiku, suatu saat, saya pasti akan kembali lagi, saya berjanji. Jika kamu mati duluan, aku tidak mau pacaran lagi. Cintaku hanya satu untukmu Sita”
Sita tidak bisa berbicara lagi pada saat itu, ia menangis sangat keras dan memeluk Joe dengan keras, yang menandakan Sita tidak ingi jauh dengan Joe karena cintanya.
Keesokan harinya, Joe langsung berangkat ke Palembang dengan kedua orang tuanya.
Pada saat hari pertama Joe masuk ke sekolah yang baru, SMA Xaverius 1.
Ia dikenali oleh pak guru, kepada teman-teman barunya dimana ia akan mulai mengikuti proses belajar di sekolah itu.
Dan, pak guru menyuruhnya duduk di tempat duduk yang kosong di belakang.
Sebangku dengan seorang perempuan yang cantik.
Lalu perempuan itu menyapa Joe, ia bernama Selly.
“Hai, salam kenal yah. Nama ku Selly, senang berteman denganmu” kata Selly sambil memberi senyum manis kepadanya.
“Hai juga….” Jawab Joe dengan malu.
Ketika ia melihat Selly, Joe langsung merasa suka dengannya, entah mengapa Joe merasakan seperti itu.
Hal itu mengingatkan Joe kepada Sita.
Mengingatkan janjinya kepada Sita, bahwa Joe tidak bisa meninggalkannya, dan akan mencintainya sampai kapanpun.
Setelah itu, pelajaranpun dimulai.
Ketika itu, pelajaran matematika yang sedang dimulai, kebetulan Joe cukup senang dengan mata pelajaran matematika. Pada saat pak guru memberikan soal latihan, Joe dengan mudah mengerjakannya.
Dan, tiba-tiba…
Selly bertanya, “Joe? Bisakah kamu mengajariku bagaimana mengerjakan soal matematika ini?”
“Oh? Tentu Selly.” Jawabnya dengan gugup.
“Oke, kalau begitu. Bagaimana dengan soal ini Joe?”
“Hmmm. …..” Joe terdiam sambil menatapi matanya.
“Mengapa kamu Joe? Mengapa melihatiku dengan begitu?”, Tanya Selly dengan heran.
“Oh, tidak. Maafkan aku Selly. Hmm, yang mana tadi kamu tanyakan?”, Jawabnya dengan malu.
Akhirnya, Joe pun mengajarinya dengan baik agar ia bisa mengerti dengan baik. Setiap soal yang ia tanyakan, Joe langsung berpikir dan selalu mengajarinya dengan benar.
Setelah pulang sekolah, Joe selalu mengikuti jejak dari Selly.
Selly sangat cantik sekali di mata Joe, selain cantik, ia juga sangat baik.
Joe sangat senang pada saat itu karena bisa bertemu dan bisa kenal dengan Selly.
Joe lalu berfikir, “Tetapi bagaimana dengan Sita, apakah ia sekarang sedang memikirkanku?”
Dengan melihat Selly, hati Joe berasa akan membagi cintanya kepada Selly.
Tetapi akan sangat bersalah sekali kalau sampai Sita mengetahui perasaan Joe sekarang.
Joe hanya bisa berdoa, agar Sita sehat selalu, tidak akan terjadi apa-apa kepadanya.
“Aku sebenarnya sangat mencintai Sita, tetapi setelah aku sampai ke Palembang dan menemui teman perempuanku yang bernama Selly ini, entah mengapa perasaan sayangku kepada Sita mudah hilang begitu saja” kata Joe.
Keesokan harinya, pagi-pagi Joe dengan cepat mempersiapkan diri pergi ke sekolah.
Setibanya Joe di sekolah,
Tiba-tiba ada yang memanggilku.
“Joeeeeee..!!! Tunggu aku dong, kita masuk kelas barengan yuk.” Panggil Selly.
“Ha? Oke deh Sell”
Setibanya di kelas, Joe langsung duduk di tempat duduknya.
Iapun ngobrol-ngobrol bersama Selly. Karena, tampaknya teman-teman Joe yang lain, kurang ingin mengenalinya, entah mengapa. Apa karena mereka masih malu-malu untuk menyapa Joe, karena ia murid baru.
Tetapi, kalau Selly, tidak malu dan ia merasa dekat sekali dengannya, ia juga sangat baik dengan Joe.
Perhatian kepada Joe, dan tampaknya Selly juga mempunyai perasaan yang sama kepada Joe.
Pada saat waktu istirahat, Selly pergi ke kantin untuk ngumpul bersama teman-temannya.
Joe juga ke kantin untuk mencari makanan, karena ia merasa sangat lapar.
Setiba di kantin, Joe sendirian. Tidak satupun teman yang ia kenal.
Akhirnya, Selly pun datang menghampirinya.
”Hei Joe, apakah saya boleh menemanimu. Seperti nya kamu sendirian. Mana teman-temanmu?” Tanya Selly.
“Hmm.. tidak ada Sell, aku tidak punya teman disini. Aku masih malu untuk berteman dan bergaul pada anak-anak disini.”
“Kenapa harus malu Joe?”
“Tidak apa-apa Sell, Cuma aku malu saja”
“Oh.. ya sudah, aku kembali ke tempat teman-temanku yah disana. Mereka menungguku. Dah..”
“Baiklah, terima kasih ya sudah menemaniku”
Setelah Selly berkumpul lagi dengan teman-temannya.
Selly berkata, “Hei, Joe itu anak yang baik sekali, aku senang dengannya”
Teman Sellypun nampaknya setuju dengan perkataan Selly, Joe dimata mereka adalah anak yang baik walaupun ia baru berada di sekolah SMA Xaverius 1
Triinnggg~……

Triiiinggg~……

Triiiinggg~……
Bel pun berbunyi menandakan waktu istirahat telah habis. Joe segera masuk kelas agar tidak terlambat pada mata pelajaran selanjutnya.
Pelajaranpun dimulai lagi.
Setelah sekian lama Joe bersekolah di SMA Xaverius 1, Joe harus menghadapi Ulangan sekolah kenaikan.
Saat sedang hari-harinya ulangan. Joe tidak banyak bermain, Joe sangat serius untuk belajar agar ia dapat sukses dalam ulangannya.
Pada akhirnya saat pembagian rapot kenaikan, Joe bisa naik kelas karena keberhasilannya.
Akhirnya, Sekolahpun memberi liburan kepada murid-murid yang cukup panjang.
Joe memakai waktu liburan itu untuk bisa kenal lebih dekat dengan Selly.
Selly juga bertekad untuk mendekati Joe karena teman-temannya juga setuju jika Selly bisa bersama dengan Joe.
Sudah lama Sita dan Joe tidak bertemu, akhirnya Sitapun bertekad ingin menemui Joe pada saat liburan sekolah.
Pada suatu malam, Joe sudah memulai mendekati Selly dengan SMS, telepon, dan sebagainya.
Suatu hari, setelah Joe dan Selly sudah kenal cukup dekat.
Akhirnya Joe mengajak Selly untuk pergi ke suatu tempat.
Ia ingin bersama Selly untuk bisa bersama-sama.
Selly senang karena Joe dapat memberi perhatian kepadanya, Sellypun jatuh cinta kepada Joe.
Tetapi Selly malu mengatakannya, dan kata tema-temannya juga, tidak baik bila perempuan dulu yang menyatakan cintanya.
Akhirnya, Sita berhasil untuk pergi ke Palembang untuk menemui pacarnya yaitu Joe.
Joe tidak mengetahuinya karena Sita ingin memberi kejutan kepada Joe.
Setelah beberapa hari, Sita menelpon orangtua Joe untuk mengetahui dimana Joe dan kedua orangtuanya tinggal.
Kebetulan ada Tante Sita yang tinggal di Palembang, dan Sita menginap disana.
Joe berpikir, kenapa Sita tidak menghubunginya lagi setelah sekian lama.
“Sita tidak mencariku lagi, apakah ia sudah lupa denganku?”
Pikiran itu membuat Joe sangat bingung dengan cintanya, karena ia merasa menduakan cinta Sita.
Selly juga tidak tahu karena Joe sudah memiliki pacar selama ini. Karena Joe sama sekali tidak pernah menceritakan soal cintanya.
Suatu hari, Joe mengajak Selly pergi lagi ke suatu tempat untuk menyatakan cintanya, karena menurut Joe, Selly telah memberikan pengertian yang luar biasa kepadanya.
Yang membuat Joe sangat nyaman di dekat Selly.
Sellypun merasakan hal yang sama dengan Joe.
Pada malam itu, Joe sedang pergi dengan Selly. Sita pergi menemui tempat tinggal Joe dengan di antarkan oleh tantenya.
Tok~

Tok~

Tok~
“Siapa yah..?” kata ayah Joe
“Ini Sita Om”
Ayah Joe membukapintu..
“Waaah, apa kabar Sita? Telah lama tidak bertemu denganmu”
“Baik om, bagaimana dengan Joe? Jangan bilang-bilang ya kalau aku sudah di Palembang untuk bertemu Joe”
“Hem.. Kebetulan, Joe nya lagi pergi dengan temannya Sita”
“Pergi…??” Tanya Sita dengan kecewa
“Ia, dia pergi dengan temannya tadi”
Dan ayahnya Joe mencoba menghubungi Joe dan menanyakan dimana ia berada sekarang tanpa memberi tahu bahwa Sita telah bersama ayahnya sekarang.
Lalu, ayah Joe memberi tahu dimana Joe berada sekarang.
Sita lalu berpamitan dengan ayah dan ibunya Joe, dan langsung pergi untuk menemui Joe dan memberi kejutan kepadanya, dengan tantenya yang menemani Sita pergi selama di Palembang.
Sita sangat senang karena dapat bertemu dengan Joe.
Ada sebuah hadiah berada di tangan Sita yang nanti akan diberikannya kepada Joe.
Terpancar muka yang sangat senang dari Sita, menandakan ia sangat tidaj sabar untuk menemui Joe.
Di suatu tempat dimana joe sekarang berada, Joe sedang berduaan di meja makan disuatu kafe. Ia ingin menyatakan cinta kepada Selly.
Setelah lama Joe dan Selly berbicara. Tiba-tiba..
“Selly...”
“Ya? Ada apa Joe?”
“Hmm.. setelah sekian lama kita kenal. Aku menemui sosok perempuan yang sangat baik kepadaku, pengertian, bisa membuatku bahagia. Dan aku selalu memikirkan perempuan itu Sell”
“Emangnya orang itu siapa Joe? Maukah kamu cerita?” Tanya Selly dengan bingung
Kemudian, Joe langsung memegang tangan Selly dan berkata
“Orang itu adalah kamu”
“Ha..!?? Aku joe??”
“Ia Sell, kamu begitu baik denganku, maukah kamu menjadi pacarku”
“Sebenarnya, aku juga suka denganmu Joe, kamu juga orangnya baik, bisa membuatku nyaman di dekat kamu, kamu telah memberiku perhatian yang baik.”
“Jadi..?”
“Iya, aku juga punya perassan yang sama kepadamu Joe. Aku mencintaimu”
“Benarkah..??”
“Iya Joe….”
Cinta Joe kepada Selly akhirnya diterima Selly.
Dengan tangan Joe yang masih menggenggam tangan Selly, Sitapun datang dak akhirnya berhasil menemui Joe.
“Joeeeeee~~!!! Apa yang sedang kamu lakukan disana??” teriak Sita
Tangan Joe langsung melepaskan dari genggaman Selly.
“Siapa perempuan itu? Apakah kamu lupa dengan janji-janji kita??”
“Sitaa?? Kenapa kamu kesini?”
“Hah.. itu sekarang tidak penting lagi joee!” teriak Sita sambil menangis keras
“Akuu..”
Joe tidak bisa berkata lagi dan Sita langsung pergi menyuruh tantenya agar ia di antar pulang dan tinggalkan Joe.
Dengan menangis Sita langsung berlari meninggalkan Joe yang pada saat itu telah tidak bisa berkata.
Sesampainya Sita dirumah tantenya, Sita langsung terjatuh dan terbaring tidak berdaya di dalam rumah.
Ternyata Sita telah pergi untuk selama-lamanya. Karena selama ini Sita tidak ingin menceritakan kepada semua orang bahwa ia terserang penyakit kanker.
Setelah kejadian itu semua.
Joe sangat sedih dan sempat tidak mempercayainya, Sita begitu cepat meninggalkannya.
Joe cukup lama ingin menyendiri, selalu memikirkan Sita.
Suatu ketika, Joe pergi ke tempat kuburan nya Sita.
Dan Joe hanya mengatakan.
“Maafkan aku menduakan cintamu.”
Joe berdoa agar Sita bisa tenang di surga.

Akhirnya, Joe pun hanya berteman dengan Selly. Selly juga bisa menerimanya.
Joe juga telah menyadari kesalahannya, karena ia ingin mengingkari janjinya kepada Sita.
Ia sadar akan perbuatan yang selama ia perbuat di Palembang adalah salah.
Joe akhirnya tidak ingin mencari cinta lagi, karena ia mempunyai janji dengan Sita.
Ia mempunyai cinta yang abadi dengan Sita.
“Jika kamu mati duluan, aku tidak mau pacaran lagi. Cintaku hanya satu untukmu Sita”
Cinta Joe akan abadi untuk Sita, dan Sita pun demikian.

Kevin Santoso mengatakan...

ulang kirim, lupa ksh absen

Tema : Cinta monyet remaja
Karya : Kevin Santoso / 21


Cinta Tidak Jelas

Suatu pagi yang cerah dan begitu juga dengan wajah Hani yang tidak kalah cerah dengan matahari. Dia hari ini terlihat senang sekali dan tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila. Begitu juga di sekolah, lebih banyak tersenyum daripada mendengar penjelasan guru. Teman-temannya heran melihat kelakuan Hani yang semakin lama semakin aneh. Bel istirahat berbunyi, dengan cepat kantin sekolah sudah ramai dengan murid-murid yang kelaparan. Terlihat Elie dan Yoan duduk disana, Elie sedang memakan nasi gorengnya sedangkan Yoan terlihat sibuk dengan es jeruknya sambil melamun.
“Elie...Yoan...” teriak seseorang yang berlari mendekati meja mereka.
Terlihat seorang wanita dengan rambut lurus dengan bando sehingga terlihat manis. Seketika Elie dan Yoan melanjutkan makan mereka. Mereka tahu bahwa mereka harus mempersiapkan telinga baik-baik.
“Elie..Yoan!!!” seru Hani yang duduk didepan mereka. Wajah Hani makin berseri-seri setelah ia sampai ke meja Elie dan Yoan. Elie berhenti makan dan menatapnya.
“Apa?” Tanya Elie.
“Iih, kamu judes amat sih sama aku.” jawab Hani yang sudah terbiasa dengan sikap Elie yang kadang-kadang judes.
“Bagaimana tidak judes. Kamu aja yang tiap hari ketemu kami cuman ngomongin cowok melulu. Bosen tahu!” balas Yoan.
“Tapi, gue perlu kalian tahu nih! Tolong...” mohon Hani sambil kepada Elie dan Yoan. “Ok, ok. Sekarang kamu mau curhat apa sama kita? Paling soal Danny.” kata Elie.
“Bukan. Bukan Danny lagi.”
“Emang sekarang siapa? Andre, Pasha, atau Kevin yang anak pejabat itu dan idola cewek sesekolah?” tanya Yoan pada Hani dengan menyebutkan nama cowok yang pernah disukai Hani.
“Semua itu salah. Bukan Andre, Pasha, ataupun Kevin,” bantah Hani.
“Jadi?”
“Aku lagi jatuh cinta ama Alvin.” jawab Hanny yang memperkecil suaranya.
“Apa?! Alvin!!!” teriak Elie dan Yoan.
“Sssttt!!! Jangan keras-keras dong! Nanti ketahuan ama Alvinnya. Kalo ketahuan malu.” kata Hani sambil melihat sekeliling kantin, takut ketahuan Alvin.
“Aku tidak salah dengar kan?” tanya Elie tidak percaya. Hani menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Hani, kayaknya kamu salah orang deh. Alvin itu cowok tidak baik. Matre, playboy, dan suka gombal,” kata Yoan.
“Dia bilang aku seperti madu yang manis banget. Dia tidak sejelek yang kalian kira. Kemarin aja dia mengantar aku sampai depan rumah dan dia juga cium kening aku.” Kata Hani .
Elie terlihat bingung dan berkata, “Hani, kamu bodoh atau apa? Kamu belum pernah dengar Alvin itu pernah hamilin anak orang dan tidak mau bertanggung jawab.”
“Tapi, Alvin itu tipeku, Ganteng, kaya. Tidak mungkin kan aku suka Parto yang miskin, berjerawatan dan tidak ganteng sedikitpun. Itu bukan tipe aku.” Hani menatap Ujang yang sedang membeli makanan sambil mengorek hidungnya.
“Kamu jangan liat dari luarnya, dalamnya juga. Alvin dari luar memang kuakui dia ganteng dan kaya, tapi dalamnya itu hancur.” marah Elie.
“Iya tuh, Han. Alvin dari luar bagus tapi dari dalam seperti kotak sampah. Mendingan kotak sampah, masih ada bagusnya.” balas Yoan.
“Kok kalian tidak dukung aku sih? Nanti aku ngambek nih!” ancam Hani.
“Lebih baik kamu marah daripada kamu pacaran dengan orang itu,” kata Elie.
“Yoan, ayo ke kelas!”Yoan berdiri dan bersiap masuk ke kelas, tetapi mereka dihalangi Hani yang sudah ada didepan mereka.
“Kalian mau kemana?”Tanya Hani
“Kelas,” jawab Elie.
“Tunggu dulu! Aku perlu persetujuan kalian tentang hubungan aku dengan Alvin, kalian setuju tidak?” tanya Hani. Elie dan Yoan saling menatap.
“Terserah!” bicara mereka bersamaan.
“Hore!!” Hani langsung memeluk kedua sahabatnya yang telah sabar mendengar curhatnya.
“Kalian memang teman yang selalu mendukung saya” Mereka melepaskan pelukan dari Hanny.
“Tapi kalau terjadi apa-apa sama kamu, bilang sama saya!” kata Elin dengan penuh amarah.
“OK!” Tersenyum Hani

Sore harinya, Hani pergi menuju bimbingan belajarnya. Karena sebentar lagi ujian kelulusan, dia setiap sore bersama Elie dan Yoan belajar di sebuah bimbingan belajar yang terkenal. Di bimbingan belajarnya, Hani merasa terbantu karena dia selalu kesulitan untuk memahami pelajaran sekolah. Bukan karena masalah tidak ngerti tetapi di sekolah dia hanya memikirkan Alvin. Hani berjalan masuk kedalam rumah dimana dia akan belajar. Dia duduk di kursi dan dikeluarkannya peralatan tulisnya dari tas. Dia melihat cowok yang duduk disampingnya dan tepatnya didepan meja guru sedang sibuk mengerjakan soal. Hani mengerut dahinya, Tumben ada murid baru yang masuk.
“Kak, anak baru?” tanya Hani kepada gurunya.
“Bukan. Dia akan menggantikan saya selama saya pergi ke London,” jawab guru yang mengajari mereka. Guru itu bernama Kak Yuni yang baik terhadap siswanya.
“Kuliah?” Tanya Hani.
“Iya. Jadi kamu kerjakan tugas yang ada di papan tulis. Kalau yang lain datang, bilang pada mereka kerja soal yang ada di papan tulis. Saya sama dia masuk keruangan itu.” KakYuni menunjuk pria tadi.
“Nico, kita masuk ke ruangan itu” Setelah mereka berdua masuk kedalam ruangan, Elie dan Yoan datang. Dengan cepat, Hani memanggil mereka berdua ke tempat duduknya. Dia ingin ngobrol dengannya.
“Apa sih? Tentang Alvin lagi? Malas aku” kata Elin kesal terhadap Hani yang menariknya.
“Bukan.”
“Jadi?”
“Tentang cowok itu.” Hani menunjuk cowok yang bersama Kak Yuni didalam ruangan yang mereka tempati. Elie dan Yoan langsung menatap Hani dengan curiga.
“Apa?” tanya Hani tertawa.
“Kamu suka sama dia?” tanya Yoan.
“Aku yakin kamu suka.” balas Elie.
“Sejak kapan aku bilang begitu?” jawab Hani.
“Kami ini tau sifat kamu, Han.” kata Yoan.
“Mana mungkin sih aku suka cowok seperti dia. Udah miskin, tidak ganteng-ganteng amat lagi.” jawab Hani menyombongkan dirinya.
Elie mengerutkan dahinya mendengar jawaban Hani.
“Dari mana kamu tau kalau dia miskin?”
“Ya tahu lah. Lihat aja guru kerja pasti maksudnya dapet uang. Jadi itu alasannya mengapa aku bilang kalo dia itu miskin.”
Elie dan Yoan menggelengkan kepalanya. Mereka memang sudah terbiasa dengan omongan Hani yang terlalu menyombongkan dirinya dan merendahkan orang miskin.
"Ok. Hari ini kakak ini yang akan mengajari kalian.” seru Kak Yuni di depan kelas bersama seorang cowok. “Meski saya tidak mengajar disini lagi, saya akan sering-sering datang kesini. Lagi pula kakak ini juga baik dan pandai seperti saya. Jadi kalian akan mudah beradaptasi dengan kakak ini.”
“Kak ngapain juga harus berhenti mengajar. Kak Yuni kan bisa ngajar sambil kuliah.” protes Elie.
“Maafkan saya ya. Saya tetap tidak bias. Sekarang kakak ini akan perkenalkan dirinya. Silakan, Nic!” Kak Yuni mempersilakan cowok itu memperkenalkan dirinya. Cowok itu berdiri maju. Dia tersenyum,“Selamat sore! Nama saya Nicholas Gunawan. Kalian bisa panggil saya Nico saja.”
“Umur kakak?” tanya Elie.
“Umur saya 18 tahun.” jawabnya sopan.
“Kakak sudah punya pacar?”
“Ada, memangnya kenapa?” tanya Nico dengan tertawa.
“Cuma tanya.”
“Oke! Hari ini bebas saja ya? Lagipula besok libur dan kakak akan beri kalian permainan yang seru.” seru Nico.

Hani memasuki ruangan kursusnya. Di dalam ruangan masih sepi, cuma ada guru baru itu. Belum ada satu pun yang dating, hanya ada guru itu dan Hani didalam ruangan itu. Dia menatap guru itu lemah. Sudah satu bulan guru pengganti Kak Yuni itu mengajar di tempatnya, dan sudah satu bulan juga Hani malas datang untuk belajar. Dia begitu malas melihat guru barunya itu yang sepertinya selalu menaruh perhatian padanya. Sempat Hani berpikir kalau guru itu suka padanya. Dan lagi-lagi, Hani mengatakan bahwa dia bukan levelnya. Dia tidak mau melihat wajah guru itu meski guru itu selalu menatapnya.
“Hani, apa ada tugas atau ulangan dari sekolah?” tanya Nico.
“Ada! Tolong ajarin!” jawab Hani.
“Sini kakak bantu.”Hani tampak kaget saat Nico duduk disampingnya. Dia tidak menyangka kalau Nico senekad itu. Nico dengan santai menjelaskannya. Hani hanya mengangguk- angguk kepalanya saat Nico menanyakan mengerti atau tidak. Nico berhenti mengajarnya. Dia berhenti karena dia melihat Hani melamun. “Hani, apa kamu mendengar penjelasan kakak tadi?” tanyanya.
“Iya. Dari tadi .” jawab Hani.
“Kakak dari tadi liat, kamu hanya melamun. Apa kamu sedang memikirkan sesuatu?”
“Tidak kok. Hani tidak pikir apa2.” jawabnya.
“Ya sudah. Kita lanjutin. Sepertinya anak-anak yang lain bakal telat.” ujar Nico melihat ke jam dinding yang tergantung didepan kelas. Setelah itu, dia melanjutkan mengajar Hani. “Rupanya Kak Nico baik juga.” Pikir Hani.

Biasanya setiap hari Minggu, Hani selalu main kerumah Elie atau Yoan. Hani mengunjungi Elie dengan mobil Civicnya, dia pergi ke rumah Elie yang tidak jauh dari rumahnya. Sekarang mereka berada dikamar Elie, dia duduk di kasur Elie.
“Gue mau curhat tentang hati aku.” Ucap Hani.
“Kenapa? Kamu disakitin Alvin?” tanya Yoan khawatir.
“Bukan. Hanya saja aku rasa aku jatuh cinta pada orang lain dan bukan Alvin, lagipula kemarin aku sudah putus sama dia. Aku tidak cocok lagi dengannya. Dia bukan tipe cowok yang gue pilih. Aku merasa dia hanya cowok yang memanfaatkan gue.”
“Rupanya kamu baru sadar kalo Alvin seperti itu.” Balas Elie.
“Mata aku sudah terbuka.” kata Hani sedih karena bukan hanya putus gara-gara Alvin cowok matre itu, tetapi Alvin sudah menyakitinya dengan selingkuh dengan cewek lain. Padalah dia sangat mencintainya
“Sudah lah. Lupakan Alvin.” Yoan mencoba menghibur Hani
“Oya, kita lanjutin curhatannya? Katanya kamu jatuh cinta sama orang lain, tapi dengan siapa?” tanya Yoan penasaran.
“Dia...” Hani ragu-ragu menjawab pertanyaan Yoan.
“Siapa” tanya Yoan lagi tidak sabar.
“Dia guru kita, Kak Nico.” jawab Hani ragu-ragu. Elie dan Yoan terkejut mendengar pengakuan Hani. Rupanya yang membuat Hani berubah memandang cowok adalah Nico, guru mereka.
“Aku tidak salah dengar, kan? Jatuh cinta dengan Kak Nico?” Elie mendekatkan dirinya ke Hani. Dipegang kening Hani, tidak panas. “Kamu tidak sakit, kan?” Hani menggeleng.
“Bukannya kamu pernah bilang kalau Kak Nico itu bukan level kamu. Sekarang kamu malah jatuh cinta dengan dia. Apa tidak salah?” kata Elie tidak percaya.
“Mulai sekarang aku sudah berubah. Aku tidak memandang cowok dari luar, tetapi dalam hati juga.” Kata Hani.
“Tapi dia sudah punya pacar, Han.” ujar Yoan.
“Aku harus nyatain perasaan aku. Aku paling tidak bisa memendam perasaan pada cowok. Mungkin saat aku nyatain pada dia, dia bisa suka dengan aku dan putus sama pacarnya. Aku juga lihat kalau dia suka merhatiin aku.”
“Dia bukan perhatiin kamu tapi nilai kamu yang jelek.” kata Elie.
“Yang penting aku harus nyatain perasaan cinta aku!”
Hani mondar-mandir didalam kamarnya sambil memengang handphonenya. Dia tidak tahu apa yang dia perbuat setelah mendapatkan nomor Nico. Dia mendapatkannya dari Yoan yang mencari informasi di tempat lesnya. Ia sedang berpikir apa sebaiknya dia mengajak Nico ketemuan. Tapi dia tidak mempunyai keberanian untuk itu. Tiba-tiba ketukan pintu kamar Hani terdengar keras. Suara itu membuat lamunan Hani hilang sehingga handphone yang dipegangnya hampir terjatuh. Bersyukur ia cepat sadar dan menangkap hpnya, kalau tidak dia bakal tidak dibeliin hape oleh mamanya lagi.
“Siapa sih ketuk pintu keras-keras?!” gerutunya.
Dibukanya pintu kamar.
Bi Iyem pembantunya berdiri diluar.
“Non, mama bilang kalau besok jangan pulang kemaleman. Soalnya ada acara makan malam dirumah. Kakak Non pulang dari Palembang besok. Jadi mama suruh Non untuk siap-siap besok. Jangan keluyuran lagi.” ujar Bi Iyem.
Hani kecewa pada mamanya kenapa harus selalu menyampaikan pesan melalui perantara bukan dirinya sendiri. Itu membuat dia dan mamanya makin kurang berkomunikasi. “Aku ada les besok.”
“Mama bilang, lesnya ditunda dulu. Soalnya Kakak Non mau kenalin calon suaminya.” kata Bi Iyem.
“Hah! Calon suami??? Sejak kapan kakak pacaran??? Kok gak pernah bilang-bilang sih.” kata Hani dalam hati terkejut mendengar perkataan Bi Lola.
“Bagaimana Non?” tanya Bi Iyem menatap Hani.Tanpa menjawab pertanyaan Bi Iyem, ia langsung membanting pintu kamarnya dengan keras. Dia masih tidak percaya bahwa kakaknya akan nikah. Setelah kematian Rangga, pacar kakaknya, kakaknya tidak pernah pacaran. Dan kini tanpa kabar sama sekali pada Hani, dia sudah mempunyai calon suami. Dengan terpaksa, dia harus membatal ajakannya terhadap Nico. Tetapi masih ada hari esok. Jadi, dia akan memberanikan diri untuk mengajak Nico jalan karena selama ini, dia tidak pernah mengajak pria manapun sebelum pria yang menyukainya mengajaknya. Dia harus menyatakan perasaannya pada Nico sebelum terlambat.
Dengan gaun yang dibelinya minggu lalu bersama Elie dan Yoan, Hani sudah siap untuk menyambut kepulangan Ananda, kakaknya dari Palembang. Gaun putih dengan banyak manik-manik membuat Hani terlihat seperti pengantin sungguhan. Wajahnya sudah dilengkapi alat make up-nya. Dia makin terlihat cantik. Beberapa saat kemudian, ia pun keluar dari kamarnya dan turun ke lantai bawah. Dilantai bawah, ia melihat mamanya pun sudah siap. Makanan terletak rapi di ruang makan. Suasana ruang tamu lebih nyaman karena gorden dan bunga-bunga plastik sudah ditukar dengan yang baru. Hani terus berjalan keluar rumah tanpa memperdulikan mamanya yang tadi melihatnya dan memanggilnya. Dia masih kesal dengan kejadian kemarin. Mamanya sudah tidak peduli padanya jadi dia juga begitu. Dia terus berjalan ke teras rumahnya yang luas. Tidak beberapa saat Hani keluar dari rumah, sebuah mobil mewah masuk ke garasi rumah Hani yang luas. Hani tersenyum dan mendekati mobil itu. Pintu mobil terbuka. Dilihatnya seorang wanita keluar dari dalam. Tentu saja Hani mengenalnya. Dia adalah Ananda, kakanya yang baru menyelesaikan kuliahnya di Palembang. Hani langsung memeluknya.
“Hani! Kamu makin cantik aja. Kakak merindukanmu.” ujar Ananda senang.
“Aku juga.” Hani melepaskan pelukannya lalu menatap Ananda.
“Kakak kok gak bilang kalo kakak udah punya calon suami sih?”
“Maaf! Kakak mau bikin kejutan buat kamu.” jawab Ananda.
“Jadi calon suami kakak mana?”
“Tunggu, ya? Nic, ayo keluar! Jangan di dalem terus!” Ananda berbisik pada Hani, “Katanya calon istri kakak kenal kamu lho!” Hani tersenyum. Dia masih penasaran siapa yang bisa menaklukan hati Ananda sehingga kakaknya bisa menggantikan Rangga di hatinya. Bukan hanya itu, dia juga penasaran mengapa calon suami kakaknya bisa mengenalinya. Padahal selama setahun ini, kakaknya tidak memberitahukannya dan juga tidak mengenalkan calon suaminya bagaimana calon suami Ananda bisa mengenalinya. Seorang pria yang kira-kira berusia sama dengan Ananda keluar dari dalam taksi. Dia mendekati Hani dan Ananda. Ananda tersenyum manis pada pria itu. Hani tidak begitu senang, senyumannya memudar. Dia malah terngakak melihat pria itu. Dan pertanyaan-pertanyaannya pun sudah terjawab semua. Jantung berdebar-debar melihat pria itu.Hani menelan ludah. “Kak Nico?”

Rieke Pasela mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Rieke Pasela mengatakan...

Yudhis curang kau duluan dari aku.

Rieke Pasela mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Rieke Pasela mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Rieke Pasela mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Rieke Pasela mengatakan...

Nama : Rieke Pasela
Tema : Cinta Monyet Remaja
Kelas/No. Absen : 10.8/36

Tokoh Utama :
-Via
-Mia
-Jacky

Tokoh Sampingan :
-Ayah
-Bunda
-Selia
-Mas Tarno
-Ibu Ana
-Ibu Lita

Di Depan Nisan Adikku

Akhirnya, tibalah juga hari ini, hari dimana aku menginjak sekolahku yang baru. Ya, aku dan kembaranku hari ini akan memulai masa SMA kami di sebuah kota metropolitan, kota Jakarta, kota dimana kami dilahirkan dan dibesarkan. Aku bangun pagi dengan riang dan dengan cepat mempersiapkan diri ke sekolah. Aku tidak mau hari pertama ku di sekolah yang baru menjadi tidak menyenangkan. Aku akan memperlihatkan diriku sebaik-baiknya di mata teman baru, guru baru, serta semua penghuni sekolah itu. Kukenakan jam tangan warna pink, warna kesukaan ku. Sedangkan kembaranku, yang kata orang sama sekali tidak seperti kembar, sibuk dengan tas selempangnya yang baru.
Oh iya, perkenalkan diriku. Namaku Elivia Kenisha. Aku biasa dipanggil Via oleh orang-orang yang mengenalku. Dan kembaranku bernama Emilia Kenisha. Ia dipanggil Mia. Sekarang aku dan Mia bergegas pergi ke meja makan untuk sarapan bersama orang tua kami.
"Yah, ayo dong makannya cepetan, nanti kita telat nih," kata Mia kepada ayah. Ia memang orang yang paling bersemangat dengan sekolah baru. Memang, sekolah kami adalah salah satu sekolah terbaik di kota Jakarta, SMA Negri 8. Sebersit rasa bangga hinggap di hatiku ketika mengingat aku mendapat beasiswa untuk bersekolah disitu. Sedangkan Mia, ia tidak berhasil mendapatkan beasiswa. Kepribadianku dengan Mia memang bertolak belakang. Aku adalah seorang yang ambisius. Semua yang aku inginkan harus aku dapatkan, dengan tekun aku berusaha. Tak jarang aku mendengar orang membanding-bandingkan aku dengan Mia, karena Mia adalah perempuan pemalas! Meskipun tidak bodoh, tetapi ia tidak setekun aku dalam berusaha mendapatkan sesuatu.
"Via, Mia, ayo kita berangkat. Nanti telat lho," kata Ayah sambil mendorong bahuku.
"Ya, ayah!" jawab kami berdua serempak. "Bunda, kami berangkat ya."
"Ya, Via, Mia anakku. Hati-hati ya, langsung pulang!" jawab Bunda.
"Iya Bunda...."
Di mobil aku dan Mia bercerita dengan seru tentang teman-teman kami yang kira-kira kembali satu sekolah dengan kami. Kebetulan si Jacky, cowok yang disukai Mia juga masuk ke SMA yang sama dengan kami.
"Eh, tau gak Vi, katanya Jacky sesekolah lho sama kita!"
"Wah bagus deh! Jadi kamu bisa curi-curi pandang kan sama dia. Jangan lupa tuh pj nya kalau udah jadian!" aku menggoda Mia.
"Pj tuh apaan sih?" tanya Mia.
"Pajak jadian...."
"Ah bisa aja kamu Vi! Hahaha..."
Kami pun tertawa bersama sampai tak sadar bahwa mobil yang Ayah kendarai sudah sampai di depan gerbang sekolah.
"Via, Mia, udah dulu ketawanya. Udah sampai tuh!"
"Ya deh yah, Via berangkat ya.." kataku.
"Mia juga yah.. Bye!" kata Mia.
Kami pun keluar dari mobil dengan bahagia. Cepat-cepat kami menuju papan pengumuman untuk mengetahui kelas kami. Ternyata aku tidak sekelas dengan Mia, melainkan dengan Jacky, cowok incaran Mia.
"Asyik banget kamu Vi! Sekelas ya sama si Jacky."
"Cemburu ya? Tenang aja aku jagain kok."
"HUH!" ternyata Mia benar-benar cemburu.
Aku tahu kenapa Mia cemburu. Ketika aku dan Mia dilahirkan, ibu kami tak menyangka akan melahirkan anak kembar. Setelah aku dilahirkan pertama kali, ibu langsung pingsan sehingga Mia tertahan di dalam. Dokter dengan keras mengeluarkan Mia,dan tidak sengaja tertekan pada bagian kepala. Akibatnya mata Mia terlihat kecil sebelah, walaupun kasat mata. Dan memang menurut orang-orang akulah yang lebih cantik daripada Mia. Mia takut Jacky lebih tertarik padaku daripada dengannya.
"Udahlah gak usah khawatir. Nanti aku comblangin deh sama Jacky!" kataku berusaha membesarkan hati Mia.
"Beneran ya Vi."
"Iya deh janji."
Bel pun berbunyi, aku masuk ke kelasku. Aku masuk ke kelas X.1, sedangkan Mia di kelas X.5.
"Hai, kamu Elivia ya!" kata seseorang yang duduk di sebelahku.
"Iya, dan kamu Sella kan!" jawabku.
"Iya, eh ternyata kita sebangkuya! Aku udah tahu kamu sebelumnya. Kamu yang dapet beasiswa itu kan? Yang punya kembaran. Kamu pasti pinter deh! Nanti bantuin aku dalam pelajaran ya. Maklum, aku pindahan dari Bandung. Takutnya gak kerasan di sekolah ini."
Ternyata si Sella ini cerewet juga, pikirku. Semoga saja ia orangnya menyenangkan.
"Iya, iya, pokoknya kita sobatan deh mulai hari ini!"
"Iya, dan kamu harus tahu, aku selalu punya gosip terbaru! Dulu di Bandung teman-temanku selalu menjuluki aku Ratu Gosip!" katanya berkobar- kobar.
"Oh, ya? Bagus deh, kamu bisa jadi presenter acara gosip," timpalku tak bersemangat.
"Nanti kalau kamu udah denger satu aja gosip dari aku, kamu pasti ketagihan deh!"
"Ya, kita lihat saja."
Guruku pun masuk ke kelas dan dengan seketika kelasku hening. Ia perempuan dan ia memperkenalkan dirinya sebagai Ibu Lita.
"Perkenalkan saya Lita Alya. Kalian boleh memanggil saya Ibu Lita. Umur saya 24 tahun. Saya mengajar Bahasa Indonesia dan saya juga adalah wali kelas kalian selama kelas 1," Ibu Lita memperkenalkan dirinya.
Tiba-tiba seorang cowok berkata, "Bu, minta nomor HP-nya dong!" Seisi kelas pun tertawa terbahak-bahak, dengan lantang Ibu Lita menjawab, "Maaf saya sudah punya kekasih."
"Huuuuuuuuuuuuu...." teriak teman sekelas. Tetapi alangkah terkejutnya aku kala itu yang berteriak adalah Jacky. Berani juga dia, pikirku.
Pelajaran pun dimulai. Aku dengan asyik memperhatikan penjelasan dari Ibu Lita. Ternyata ia adalah seorang guru yang asyik dan pandai mengajar walaupun usianya masih muda. kadang pikiranku melayang ke arah Jacky dan omongannya tadi. Berarti, ia tipe penggoda wanita! Tetapi aku dengan cepat menepis pikiran itu dan berkonsentrasi kepada pelajaran.
"Siapa yang dapat membuat 1 kalimat panjang dengan kata cinta,minimal 20 kata!" Ibu Lita memerintahkan kami.
"Saya, Bu!" Jacky dengan lantang menjawab.
"Ya, silahkan."
"Aku cinta pada salah satu dari saudara kembar yang ada di sekolah ini yaitu SMA Negri 8 karena ia sangat menawan!" kata Jacky yang memacu adrenalin ku.
"Bagus, Jacky. Apakah itu hanya sebuah kalimat, atau mengandung arti lain?" goda Ibu Lita.
"Wah, tentu itu memiliki makna yang sangat penting dong, Bu!"
Dalam hati aku berpikir, siapa gerangan yang dicintainya itu? Setau aku, kembaran seperti aku hanya lah kami, Via Mia, dan satu lagi lelaki yaitu Vito Vino. Semoga saja ia mencintai Mia.
"Wah, benarkah itu Jacky?" kata Ibu Lita sambil mengedipkan mata.
"Tapi bohong!!!"
"Huuuuuuuuuuuu...." teman-teman sekelas kembali berteriak dengan suara lantang.
"Sudah-sudah!" kata Ibu Lita.
Bel istirahat pun berbunyi. Aku segera keluar kelas untuk pergi ke kantin bersama Mia. Sempat terpikir olehku untuk menceritakan apa yang ada di kelas. Tapi aku segera mengurungkan niar itu.
"Gimana Vi, tadi di kelas si Jacky ngapain aja?" Mia membuka pembicaraan.
"Nothing special lah Mi, palingan ribut-ribut kecil gitu sama cowok-cowok di kelas," jawabku.
"Yah, gak seru banget sih. Eh tau gak aku udah dapet nomor dia loh, entar malem aku mau sms dia!" kata Mia mengagetkanku.
"Gak usah! Ups.."
"Kenapa kamu Vi? Kamu cemburu?" kata Mia dengan mimik muka sedih.
"Nggak lah, maksud aku nanti kamu dikira cewek apa lagi, sms cowok duluan."
"Ah itu sih gak masalah, ini kan zaman emansipasi Vi,buka mata dong!" kata Mia berusaha bercanda.
"Iya iya terserah deh adikku.."
"Ah aku gak suka kalau dipanggil adik. Kita kan kembar, gak ada tuh istilah kakak-adik," kata Mia tidak setuju.
"Oh iya aku lupa, maaf deh."
Kami pun makan bakso bersama. Kebetulan cuaca hari itu agak mendung dan bakso pun menjadi pilihan yang sangat tepat untuk makan di udara mendung.
Bel pun berbunyi.
"Mi, aku duluan ya, kelasku jauh nih!"
"Tungguin dong Vi, aku tinggal bayar nih"
"Iya."
Ternyata Mia lama sekali membayarnya. Ketika masuk kelas pun aku telat. Aku telat bersama Jacky!
"Kenapa lo telat Jack?" tanyaku.
Jacky tidak menjawab, melainkan hanya tersenyum-senyum kepadaku.
Lelaki yang aneh, pikirku.
Setelah dimarahi oleh guru yang juga perempuan, Ibu Ana, aku dan Jacky pun diperbolehkan duduk.

...

Malamnya, aku dan Mia sedang asyik menonton TV, tiba-tiba HP Mia berbunyi menandakan adanya sms.
"Siapa tuh Mi?"
"Yes si Jacky bales!!!"
"Ih waw, lancar tuh kayaknya!"
"Iya dong, Miaaaaaa. Hihihi..."
Begitulah, semenjak malam itu, Mia pun kerap ber-sms ria dengan Jacky. Di kelas pun Jacky terus memainkan jemari di HP nya. Aku senang karena kali ini Mia dapat bahagia. Teringat olehku, waktu SD dulu kami pernah bertengkar lantaran nilai Mia sangat jelek sedangkan nilaiku amat memuaskan. Ibu dan ayah pun membanding-bandingkan nilai kami berdua. Mia menjadi sangat kesal dan memusuhi aku berhari-hari. Aku pun minta maaf pada Mia. Tetapi ia hanya diam, sampai ayah dan ibu minta maaf dan berjanji tidak akan membanding-bandingkan kami berdua lagi. Akhirnya Mia luluh juga dan tersenyum lagi.
Tetapi kadang, Mia suka melontarkan pertanyaan padaku, seperti kenapa Jacky suka bertanya-tanya tentang diriku.
"Kenapa ya Vi, Jacky sering banget nanya-nanya tentang kamu?" tanya Mia pada suatu hari.
"Ah, paling dia cuma mau tau tentang pribadi calon kakak iparnya."
"Ha?"
"Iya, aku kan calon kakak iparnya, soalnya kamu mau jadi istrinya."
"Ah gila kamu! Kawin mah entar aja kali."
"Hahaha! Dasar."
Dalam hati aku berpikir, apa ia Jacky sering bertanya tentang aku? Hatiku mulai deg-degan. Ia sih, kalau dipikir-pikir, Jacky itu manis juga, Kulitnya putih, bertubuh tinggi, atletis dengan gaya rambut yang trendy. Aduh! Aku tidak boleh suka dengan calon pacar kembaranku sendiri. Masih banyak lelaki lain Via!
Hari Valentine pun tiba. Tiba-tiba suasana sekolah berubah menjadi suasana romantis. Banyak sekali lahir pasangan-pasangan yang 'jadian' pada hari itu. Mia pun tersenyum-senyum sendiri. Gila, pikirku.
Tiba-tiba pada jam istirahat Selia muncul mengagetkanku.
"Eh Vi, gue punya gosip baru!"
"Gosip apa?"
"Tau nggak, kalau si Jacky dari kemaren-kemaren ngeliatin lo terus!"
"Ye, lo salah kali, gak mungkin itu."
Dalam hati aku juga deg-degan.
"Gue gak salah! Apa lo lupa dengan predikat gue, si ratu gosip yang imut-imut!"
"Ratu gosip mungkin bener, tapi gak imut-imut ah!'' kataku berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Enak aja lo!"
Aku pun merasa tak enak, pada waktu pulang Mia bercerita padaku.
"Liat deh, di leher aku!"
"Wow! Apaan tuh Mi?"
"Ya kalung lah, lo gak liat apa segede gitu?"
"Iya, dari siapa?"
"Dari Jacky. Hadiah valentine."
"Selamat deh!"
Dalam hati aku ikut senang. Pasti Selia cuma sekadar bergosip tak jelas.
Pada malam itu aku dan Mia dipanggil oleh ayah dan bunda.
"Kalian berdua mau gak, liburan ke puncak? kata Ayah.
"Puncak? Asyik!" kata Mia.
"Iya bun, yah, Via juga mau."
"Baiklah, kalian berdua berkemaslah, besok pagi kalian diantar Mas Tarno. Ayah dan bunda kan mau dinas ke luar kota. Daripada kalian suntuk di rumah, lebih baik kalian berdua berlibur ke puncak, mumpung besok hari jumat. Hari minggu siang kalian diantar lagi oleh Mas Tarno."
"Asyik!!! Oke deh yah!" kataku dan Mia serempak.
Mas Tarno adalah supir keluarga kami sedari aku dan Mia masih kecil. Orangnya baik dan bisa menjaga kepercayaan yang diberikan oleh orang tuaku.
Besoknya kami berangkat dengan riang. Tidak lupa aku mencium tangan ayah dan ibu, Mia pun begitu. Di jalan tak henti-hentinya tangan Mia memencet-mencet HP-nya.
"Asyik nih ye, yang smsan," godaku.
"Aku udah jadian lagi."
"HA?? Kok gak bilang-bilang sama aku?"
"Hehe, sengaja, buat kejutan!"
"Selamat yaaaa!" kataku sambil mencium pipinya.
"Ih najis!" kata Mia sambil menepis bibirku.
Dalam hati aku sedikit kecewa, sepertinya aku juga suka pada Jacky. Tetapi mungkin ini adalah anugrah dari Tuhan buat Mia.
Sesampainya di Puncak, kami segera menuju vila dan membereskan tas-tas kami. Aku dan Mia berjalan-jalan, main sepuasnya, dan bercerita tentang apa saja. Di saat Mia bercerita tentang Jacky, hatiku sedikit perih. Jacky ternyata menyatakan cintanya pada malam setelah valentine. Tanpa sepengetahuan aku, Jacky pada malam itu ke rumah ku sambil membawa sebuket bunga. Aku sedikit menyesal kenapa tidur terlalu cepat pada malam itu sampai tidak tahu kalau Jacky ke rumah.
Besoknya, Mia mengajakku ke kebun teh.
"Vi, ke kebun teh yuk, dingin deh! Kan sejuk."
"Iya, bentar aku ambil jaket dulu."
"Aku duluan ya Via"
Ternyata itu adalah kalimat terakhir yang disampaikan adikku. Mia berlari-lari di kebun teh sampai lupa kalau di dalam kebun teh itu terdapat lubang yang amat besar. Mia terperosok kesitu dengan kepala menghadap duluan. Aku, yang baru saja sampai, terdiam dan menangis. Tidak ada orang pagi itu. Sepi sekali.
"Mi, bangun dong Mi!!!" kataku sambil menangis.
Tidak ada respon.
"Mi, jangan tinggalin Via sendiri!!! Via mesti ngomong apa kalau terjadi sesuatu sama kamu, Via gak bisa jaga adiknya!"
Kembali sunyi.
"Mia!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!" aku pun berteriak sekencang-kencangnya. Tidak ada yang menyahut, Mas Tarno juga hilang. Lalu dalam hatiku terbersit keinginan untuk menyamar menjadi Mia. Ku ambil kalung di leher Mia dan kukenakan untuk di leherku. Tiba-tiba Mas Tarno datang.
"Ada apa ini non? Non Mia ya? Non Via kenapa?"
Rupanya aku berhasil mengelabui Mas Tarno. Mas Tarno memang tau kalau Mia-lah yang mengenakan kalung berbandul hati itu.
"Via, Mas! Via meninggal, ia terjatuh!" kataku sambil menangis.
"Ya sudah kita ke Jakarta sekarang!"
Setelah menghubungi ayah, ayah dan bunda langsung pulang dengan pesawat dari perjalanan dinas mereka. Bunda terdengar shock dan terbata-bata. Di mobil aku berpikir, untuk apa aku melakukan ini semua? Untuk apa aku membohongi semuanya? Untuk Jacky! Ya, untuk Jacky! Aku ingin Jacky jatuh ke pelukan ku dengan mudah.
Setelah semua di rumah, bunda dan ayah terus menangis. Semua menganggap yang meninggal itu aku, Via.
Di depan nisan adikku pun, aku tetap menganggap yang meninggal adalah aku.
"Maafkan aku, Mia, ini semua demi cinta Jacky!"
Setelah semua kerabat dan keluarga pulang dari acara pemakaman, orang tuaku pulang duluan sementara Mas Tarno masih menunggui aku. Aku terus berdiri menatap batu nisan. Tertulis "Elivia Kenisha", yang semestinya "Emilia Kenisha". Aku terus berdiri sambil memegang erat kalung pemberian Jacky untuk Mia.
Tiba-tiba Jacky datang mengahmpiriku.
"Via.."
Aku terkejut dengan perkataan Jacky, lalu berusaha tegar menjawab, "Via sudah meninggal."
"Mungkin kamu bisa membohongi orang tuamu dan semuanya. Apakah kamu tidak sadar, kalau mata kalian berdua itu berbeda? Untuk apa kamu berbohong? Untuk mendapatkan cintaku? Maaf, aku tak bisa dibohongi. Aku selalu ingat akan mata kalian berdua. Mata Mia yang lebih kecil. Dan kamu, Via, kamu tidak lebih dari sampah! Tega-teganya memalsukan identitas saudara mu tersayang. Tenang saja, aku tidak akan menceritakan hal ini kepada siapa pun. Besok aku akan pindah ke Jepang, dan terima kasih telah berusaha mendapatkan cintaku dengan cara kotor ini!"
Setelah kalimatnya yang terakhir, Jacky pergi dari hadapanku. Aku terpukul dan terdiam...
"Pulang, non?" tanya Mas Tarno.
Aku tidak menjawab, dan hanya merasakan bulu kudukku merinding seiring dengan kencangnya angin disana.

SELESAI

calista mengatakan...

Tema:Cinta Monyet Remaja
Karya:Calista
Kelas:X.8/05


My Best Friend My Love


Sekolah kembali dimulai setelah liburan tengah tahun yang panjang. Sekarang adalah hari penyambutan calon murid SMP Xaverius 1. Dimana-mana telah banyak calon murid yang menunggu acara penyambutan dimulai. Di sekumpulan murid-murid putri yang sedang ngobrol di bagian tengah aula tampak seorang gadis yang berdiri dengan gaya anggun yang dari tadi terus menatapku. Aku pun balas menatapnya. Gadis itu memiliki rambut pendek, lurus, dan berwarna hitam mengkilap, di balik hidung nya yang mancung wajahnya tampak sangat manis dibandingkan dengan murid-murid yang lain, ditambah lagi dengan badannya yang langsing dengan gaya anggun nya yang memikat. Aku bingung mengapa dari tadi ia terus menatapku. Kuperhatikan seluruh tubuhku dari baju kemeja putih sampai ke rok biru baruku, dan tampaknya penampilan hari pertama ku cukup lumayan.
Tidak lama kemudian, mataku segera berpaling darinya karena mendengar namaku dipanggil, rupanya teman kecilku Yoseph yang memanggil, tiap kali bertemu dengannya aku merasa sangat senang. Aku segera tersenyum lebar saat melihatnya. Yoseph bertanya,“Lagi ngapain sih dari tadi, koq bengong?”.
“Oh, nggak, lagi mikir aja bentar, hehe,”jawabku sambil kembali melihat kearah gadis tadi.
Gadis itu masih terus memperhatikanku, tetapi sekarang aku tidak peduli, aku segera pergi bersama Yoseph mencari tempat duduk untuk kami berdua. Acara penyambutan berlangsung kira-kira selama 2 jam dan sangat membosankan, tetapi untung saja sudah selesai.
”Eh, Dey, aku pulang duluan ya? Soalnya aku mau main bola, ok?”Yoseph berbicara padaku sambil memegang Handphone nya.
”Oh, iya, sip!”balasku sambil tersenyum.
Aku mengawasi Yoseph yang sedang berjalan keluar menuju lapangan parkir. Yoseph adalah teman baikku sejak kecil, aku mengamati badannya yang tinggi dan tegap, aku tidak menyangka temanku yang kecil dan imut cepat sekali menjadi dewasa. Yoseph sekarang sudah menjadi jauh lebih tinggi dan cukup tampan. Saat aku mengawasi Yoseph aku merasa ada yang memperhatikanku, dan dengan segera aku berpaling untuk melihatnya, ternyata itu adalah gadis anggun tadi. Sudah kuperhatikan baru kusadari ternyata ia melihatku dengan tatapan tajam seolah-olah ingin membunuhku. Aku pura-pura tidak melihatnya, dan segera berbalik untuk pulang.
Keesokan harinya adalah hari pertama ku masuk sekolah. Sesampainya di sekolah aku langsung bergegas untuk mencari kelasku. Dengan sangat bersemangat aku berhasil menemukan namaku di kelas VII.D dalam waktu singkat. Aku bergegas untuk melihat kelasku yang baru. Di dalam nya sudah banyak murid-murid yang sudah kukenal maupun belum kenal. Aku segera mengambil tempat duduk kosong di baris 2 dari kiri, deretan ke-2. Di sana aku duduk sendirian sambil mengamati murid satu per satu masuk kedalam kelas. Kemudian tak lama kemudian, masuklah seorang gadis anggun yang kemarin terus menatapku. Ia masuk ke kelas sambil terus menatapku. Ia mengambil tempat yang hanya berjarak 2 meja di belakangku. Untunglah, karena itu, aku hanya perlu tidak berbalik ke belakang untuk melihatnya. Tak lama kemudian, masuklah seseorang yang tidak asing lagi bagiku. Aku merasa sangat gembira, dan segera tersenyum. Yoseph membalas senyumku dan segera mengambil tempat duduk di sebelah kiriku.
“ Sengaja mengosongkannya untukku?”tanya Yoseph tiba-tiba.
“Ha? Maksudnya?”tanyaku bingung.
Yoseph diam sambil menatapku sesaat dan kemudian mulai berkata lagi, “Dasar bodoh!”.
“ Apa sih?”balasku sambil membuang muka.
Yoseph tertawa sambil mengacak-acak rambutku yang dengan segera kurapikan kembali.
Wali kelas masuk ke kelas tak lama setelah itu, dan segera memperkenalkan dirinya. Ia mengajar mata pelajaran biologi, pelajaran yang lumayan kusuka. Setelah menjelaskan beberapa hal, ia menyuruh kami satu per satu untuk memperkenalkan diri kami masing-masing, mulai dari nama, asal sekolah , tempat dan tanggal lahir, serta hobi. Setelah 9 murid, sekarang adalah giliran Yoseph, ia segera berdiri dan maju kedepan kelas.
“Nama saya Yoseph, asal sekolah SD Xaverius 2, Palembang, tempat, tanggal lahir, Palembang, 9 Mei 1993, dan hobi saya adalah main bola,”Yoseph memperkenalkan dirinya.
Setelah itu adalah giliranku.
Aku segera maju ke depan kelas dan memperkenalkan diri sambil berusaha tidak melirik sedikitpun ke gadis anggun itu,”Nama saya Audrey, asal sekolah SD Xaverius 1, Palembang, tempat, tanggal lahir, Palembang, 11 Agustus 1993, dan hobi saya adalah membaca.”
Aku melihat beberapa orang mengangguk sambil memperhatikanku, lalu aku segera berbalik ke tempat dudukku. Aku memperhatikan calon teman-temanku memperkenalkan namanya dan berusaha kuingat, dan kulihat Yoseph dengan tidak pedulinya sibuk sendiri memainkan penanya. Tidak lama kemudian, giliran gadis itu memperkenalkan dirinya. Ia berkata dengan suaranya yang lembut dan anggun, sehingga semua orang memperhatikannya dengan serius.
Kali ini ia tidak melihatku, tetapi ia terus melihat Yoseph sambil memperkenalkan dirinya,” Nama saya Claire, asal sekolah SD Xaverius 2, Palembang, tempat, tanggal lahir, Palembang, 17 Desember 1993, dan hobi saya adalah dancing.”
Aku melihat Yoseph tidak melirik gadis itu sedikitpun, lalu aku berbisik kepadanya,
” Hei, lihat, dari tadi ia terus melihatmu.”
Tanpa melirik sedikit pun ke Claire, Yoseph melirikku sebentar lalu kembali lagi sibuk memainkan penanya.
Aku memperhatikan Claire masih saja terus melihat Yoseph sambil berjalan kembali ke tempat duduknya dengan gerakan anggun. Aku menatap Yoseph yang tidak peduli dengan heran, lalu Yoseph balas menatapku,”Apa?”tanyanya.
“Claire suka sama kamu tuh.”aku berkata.
“Oh, ya?”Yoseph menjawab dengan acuh tak acuh.
“Kamu kenal sama dia?”tanyaku.
“Enggak, kenapa?”jawabnya.
“Nggak, sepertinya dia suka sama kamu deh, hehe.”kataku.

Yoseph menatapku sebentar lalu balik bertanya,”Kalau kamu?”.
”Aku? Suka banget, haha”kataku sambil memukul pundaknya Yoseph..
Yoseph tersenyum, dan aku berpikir sejenak, kemudian mulai berkata lagi,”Hei, aku serius!”
.Yoseph menatapku lebih dalam lalu berkata dengan lembut,”Apa yang harus kujawab?”.
”Tanggapan-mu,”kataku langsung.
“Hmm..aku tidak peduli,”katanya sambil menekankan satu per satu kata dengan sangat jelas.
Yoseph tertawa dan menggelengkan kepalanya perlahan.

Bel istirahat berbunyi.

“Hmm, mau kemana?”tanya Yoseph padaku.
“Kamu?”aku balik bertanya.
Yoseph tiba-tiba membuang muka dan aku bertanya,”Ada apa?”
Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dan aku segera berbalik. Tenyata itu adalah Claire.
“Hai! Salam kenal”sapa Claire disertai senyumnya yang sangat manis.
“Hallo,”balasku dengan sedikit canggung.
“Yoseph, kamu mau ke kantin bareng?”tanya Claire yang tiba-tiba mengejutkanku. Aku segera melirik Yoseph untuk mendengar jawabannya.
Yoseph masih membuang muka tidak mau menatap Claire, tetapi mungkin karena ada aku, jadi ia segera membatalkan niatnya itu dan mengangkat kepalanya untuk berbicara dengan Claire.
“Salam kenal, namaku Yoseph dan ini temanku, Audrey. Hmm..sekarang kami mau ke kantin dulu ya? Bye..”jawab Yoseph dengan tenang, lalu menarik tanganku mengikutinya. Aku melihat Claire memandangku benci, lalu ia berbalik ke kelas.
“Lepasin!”kataku tiba-tiba yang membuat Yoseph terkejut dan segera melepas tangannya.
“Sorry,”kata Yoseph pelan.
Aku sangat penasaran dengan apa yang sudah terjadi ini, lalu mulai bertanya,”Apa yang sudah terjadi?”
Yoseph tidak menyahut dan aku bertanya lagi,”Yoseph, apa itu tadi?”
“Aku benar-benar bingung,”kata Yoseph.
“Ceritakan padaku,”kataku langsung
Yoseph hanya diam dan menundukkan kepala.
“Ya udah, gak apa-apa kalau gak mau kasih tahu, tapi jangan kaya orang menderita gitu dong,”kataku lembut.
Yoseph masih saja diam tetapi kali ini sambil menatapku.
“Ya udah, ayo ke kantin,”kataku sambil berbalik menuju ke kantin.
Tiba-tiba ada yang memegang bahuku, dan aku segera berbalik.
“Apa?”tanyaku.
“Aku mau ngomong, ayo kita ke kelas aja,”kata Yoseph pelan.
“Ok,”jawabku singkat.

Sesampainya di kelas

Kami duduk di tempat kami. Aku melihat Claire tidak disana, mungkin ia sedang ke WC pikirku.
“Sebenarnya, aku tidak ingin merahasiakannya darimu, tapi terpaksa,”Yoseph mulai menjelaskan.
“Apa sih? Aku beneran gak ngerti,”kataku bingung.
“Sebenarnya udah dari dulu banget Claire sering nembak aku, tapi aku gak pernah cerita sama kamu,”cerita Yoseph,”Aku gak sekelas sama dia tapi dia sering ke kelasku, dan tentu aja aku pura-pura gak kenal.
“Oh, gak apa-apa. Pantesan dia sering melihatku dengan tatapan tajam,”kataku
“Ha?Beneran?Kurang ajar tuh anak kalau berani libatin kamu,”kata Yoseph marah.
“Hei, gak apa-apa koq, dia gak mungkin berani macem-macem sama aku, hehe..”kataku menenangkannya.
“Jangan salah lho, dulu dia pernah nyuruh orang buat ngeroyokin temen ku yang nanya PR sama aku,”Yoseph menakut-nakutiku
“Ah, masa sih? Serem banget, hahaha..Aku gak takut koq, he..”kataku meyakinkan.

Tiba-tiba aku melihat Claire datang menghampiri kami berdua dengan gayanya yang anggun, tapi aku merasakan ada yang gak beres disini.

“Hai, gak jadi ke kantin, malah mesra-mesraan disini,”kata Claire menyindir kami berdua.
Yoseph yang mendengar perkataan Claire langsung menarik tanganku untuk keluar dari kelas. Sepertinya Claire sengaja menabrakku waktu aku mau berdiri sehingga lututku yang membentur ujung kursi berbunyi keras.
Sebelum ini lututku pernah mengalami cedera, oleh karena itu, rasanya sakit sekali.
Aku tidak berteriak ataupun merintih kesakitan. Aku hanya kembali duduk dan memegang bagian lututku yang sakit luar biasa.
Yoseph dan Claire hanya bingung melihatku.
“Apa-apaan sih kamu?!”bentak Yoseph pada Claire.
“Aku tidak melakukan apapun, dia aja yang gak hati-hati,”bantah Claire.
“Eh, kamu memang kelewatan ya! Waktu itu kamu pernah nyuruh orang mukulin temenku, sekarang?bukan hak kamu ngatur hidup aku!!”Yoseph membentaknya.
Aku tidak pernah melihat Yoseph begitu marah, pasti kelakuan Claire terhadapnya sudah kelewatan. Claire hanya berpura-pura tidak mendengar bentakan Yoseph, lalu ia berkata,”Eh, kamu cewek lemah banget sih! Gitu aja udah langsung roboh, belum juga mau kubabisin, huh!”
Aku sangat sedih waktu Claire mengatakan aku cewek yang lemah.
Claire melanjutkan kata-katanya“Oh, ya, kamu kan bisanya cuma minta tolong, mengadu, dan…PLAK!!”
Aku sangat terkejut saat Yoseph menampar pipi Claire yang langsung merah dan Claire menangis.
“YOSEPH!! Apaan sih kamu?!!!!”aku berteriak.
Yoseph pun sepertinya menyesali perbuatannya tetapi hanya membuang muka tanpa berkata atau menyesali apapun.

Keesokan harinya

Hari ini Claire tidak masuk sekolah, sedangkan aku dan Yoseph masih saling berdiam diri saat duduk di kelas. Sekarang sedang pelajaran kosong karena gurunya sakit.
Aku sangat terkejut saat tangan ku bersentuhan dengan tangannya yang sangat dingin dan bergetar, aku langsung menoleh untuk melihat wajahnya. Wajahnya sangat pucat dan bibirnya pucat sekali.

“Kamu kenapa? Sakit?”tanyaku khawatir.
Yoseph menggeleng pelan sambil membuang muka tanpa berkata apapun.
“Tanganmu dingin sekali,”kataku sambil memegang tangannya yang terus bergetar dan berusaha melirik wajahnya yang tidak mau diperlihatkan padaku. Ia terus membuang muka.
Terpaksa aku memegang wajahnya dengan tangan kananku dan membalikkan ke arahku. Aku sangat terkejut merasakan wajahnya dingin sekali dan berkeringat, serta sangat pucat. Yoseph hanya menatapku yang terus menatap wajahnya.
“Kamu kenapa?”tanyaku lembut.
Aku sangat jarang melihat Yoseph sakit sebelum ini, kalau pun iya paling ia hanya berbaring di rumah, dan tidak pernah sepucat ini.
Yoseph tidak menjawab pertanyaanku dan terus menatapku. Kurasakan tangannya bergetar hebat dan kulihat ia menggigil kedinginan.
“Yoseph? Kamu kenapa?,”tanyaku panik.
“Enggak, aku baik-baik aja,”kata Yoseph pelan.
“Beneran?”tanyaku tidak yakin.
“Bener, kamu gak usah khawatirin aku,”kata Yoseph sambil tersenyum.
“Oo..ya udah, tapi kalau beneran sakit, bilang sama aku, jangan dipendem, jangan sok pahlawan, jangan sok kuat,”kataku menasehatinya.
Yoseph mengangguk pelan.

Beberapa saat kemudian, aku dipanggil untuk menerima tugas menyalinkan soal di papan tulis, karena jam kosong maka kelas tetap rebut, dan hanya sedikit yang mencatat soal.
Lalu samar-samar terdengar namaku dipanggil, ternyata Yoseph yang memanggil.
“Audrey,”panggilnya lembut.
“Bentar, nih hampir selesai,”kataku sambil sibuk menulis soal di papan tulis.
Setelah selesai menyalinkan soal di papan tulis, aku berbalik kembali ke tempat dudukku dan segera terkejut karena melihat Yoseph makin pucat, aku segera membawanya pulang ke rumah dengan meminta ijin dari guru piket.
Kali ini Yoseph tidak menolak, karena ia sudah terlalu lemah. Aku membawa Yoseph pulang ke rumahku.
Ia sudah cukup sering main kerumahku sejak kecil, sehingga pada saat aku mengambil air untuk mengompresnya, ia bisa masuk ke ruang tamu sendiri dan berbaring di sofa.

Beberapa saat setelah itu

“Kamu kenapa bisa tiba-tiba sakit sih?”tanyaku pada Yoseph sambil mengompres.
“Gak tahu nih, semalem gak bisa tidur dan gak nafsu makan.”kata Yoseph lirih.
“Mikirin Claire ya?” sindirku.
“Kenapa? Cemburu?”Yoseph meledekku dengan suara pelan.
“Banget, hahaha”sambungku cepat.
Yoseph tersenyum menatapku.
“Apa?”tanyaku.
Yoseph tidak menjawab pertanyaanku, ia hanya terus menatapku sambil tersenyum, lalu memejamkan matanya dan kemudian tertidur.

Tiba-tiba bel berbunyi, dan aku bergegas untuk membuka pintu.

Ternyata Claire yang datang.
“Dari mana kamu tahu rumahku?”tanyaku.
“Aku kesini mau bicara penting, aku masuk ya?”kata Claire dengan manis.
“Eh, ngomong nya disini aja, didalam panas,”kataku gugup karena ada Yoseph di dalam, gimana kalau Claire tahu Yoseph tidur di rumahku?
“Ya udah deh, terserah,”kata Claire setuju.

Kami duduk di halaman depan rumah. Lalu Claire mulai menceritakan tujuan ia datang.

“Eh, aku kesini mau ngajak damai sekaligus nantangin kamu nih, setuju gak?”
“Apa maksudmu?”tanyaku.
“Yoseph udah cerita kan kalau aku ini dari dulu setia suka sama dia”
“Terus kamu mau nantangin aku apa?”tanyaku.
“Mari kita bersaing,”kata Claire mantap
“Bersaing? Untuk apa?”tanyaku,”Untuk memperebutkan Yoseph maksudmu?Buat apa?Kenapa harus aku yang kamu ajak bersaing? aku nggak mau”
“Apa kamu takut sama aku?Ok..mungkin sekarang kamu belum mau.. tapi kalau nanti kamu berubah pikiran., kasih tahu aku, jangan sekali-kali merebut atau main belakang. Ingat baik-baik!!”
“Well, itu aja, aku permisi dulu, bye..”Claire pamit pulang. Aku masuk kembali ke rumah dan melihat Yoseph yang masih tertidur. Aku berpikir dalam hati. Mungkin aku nggak bisa dekat lagi sama dia kaya dulu, apalagi kita udah besar. Satu-satunya cara aku harus menyetujui tantangan Claire, cuma dengan cara itu aku bisa dekat terus sama Yoseph.

Keesokan paginya di sekolah

Pagi-pagi itu aku langsung menghampiri Claire yang sudah datang duluan.
“Baiklah, kuterima tantanganmu,”kataku mantap.
“Hmph, bagus,”kata Claire, peraturan nya simple, bersaing secara sah, ok?”
“Well, aku setuju.”kataku cepat.

Tiba-tiba kulihat Yoseph masuk kelas, dan Claire segera menghampirinya.

“Yoseph, kenapa wajahmu pucat banget,”kata Claire sangat antusias,”Kamu gak apa-apa kan?” Yoseph segera membuang muka dan berjalan cepat menuju kursinya.
“Seph, kenapa sih? Kamu masih marah sama aku? Sorry banget deh,”Claire memelas,”aku bener-bener nyesel, aku gak bakal ngelakuin itu lagi deh, aku janji.”
“Gimana kalau kamu ngulangin perbuatanmu?”tanya Yoseph, “Bersedia tidak berhubungan lagi denganku selamanya?”
“Yup!,”Claire menyetujuinya.
Claire melirikku dengan tatapan seolah-olah ia telah menang dariku. Aku merasa sangat kesal.

Selama pelajaran aku tidak dapat berkonsentrasi dengan baik.
“Gimana keadanmu?”bisikku pada Yoseph.
“Better,”jawab Yoseph sambil tersenyum padaku.
“Nanti pulang mau kemana?”tanya Yoseph.
“Biasa, paling ke toko buku,” jawabku
“Aku ikut ya?”kata Yoseph.
“Boleh,”aku tersenyum.

Dari semalam aku berpikir ingin menanyakan sesuatu pada Yoseph, apakah ini waktu yang tepat untuk menanyakannya ya?
Akhirnya aku bertanya pada Yoseph yang sedang melihat-lihat buku di pinggirku.
“Yoseph.”panggilku pelan sedikit berharap ia tak mendengarku.
“Apa?”jawab Yoseph sambil berjalan ke arahku.
Jantungku berdegup kencang sekali, takut menyinggung perasaannya. Akhirnya aku bertanya
”Hmm..apa kamu suka sama Claire?”tanyaku.
“Hah?Apa? Hahahaha….”jawab Yoseph
“Lho, koq ketawa sih? Aku serius nih,” kataku.
Yoseph menatapku dalam.
“Memangnya kenapa?Takut kehilangan aku?”tanya Yoseph.
“Bisa dibilang gitu juga sih, hehe,” jawabku jujur.
“Bagus,,”kata Yoseph., “Ayo cepat kita pulang, udah sore.”

Aku mengikuti Yoseph membayar dan keluar dari toko buku.Aku penasaran dengan kata-kata Yoseph tadi. Lalu aku bertanya
” Bagus kenapa?”
“Iya, bagus kalau kamu takut kehilangan aku,” kata Yoseph sambil tersenyum.
Aku terus berpikir apa yang dimaksud Yoseph.
“Tenang aja kali, aku suka nya cuma sama kamu koq.”kata Yoseph sambil mengacak-acak rambutku.
“Beneran?”tanyaku.
Yoseph tersenyum lalu berkata
“ Gak,,salah lagi! Hehe..”
“Dasar bodoh!haha..”sambung Yoseph sambil mengambil bukuku dan berlari ke lapangan parkir.
“Hei, kembaliin bukuku!”teriakku sambil mengejarnya.

deoo mengatakan...

LIKA-LIKU SEBUAH PERSAHABATAN
Seorang sahabat tidak bisa di ukur dengan apapun karena seorang sahabat yang baik adalah sahabat yang selalu ada di saat suka maupun duka ,di saat kita membutuhkannya dan di saat kita sedang bahagia.
Tetapi walaupun sebuah persahabatan itu indah dan sangat menyenangkan namun sebuah persahabatan juga mempunyai sebuah lika-liku yang menyakitkan yang bisa membuat persahabatan itu hancur ,tetapi kekuatan sebuah persahabatan bisa mengalahkan semuanya dan bisa menghancurkan lika-liku tersebut jika seorang sahabat itu mau percaya satu sama lain.
Berikut adalah kisah tentang seorang anak remaja yang mengalami sebuah lika-liku dalam persahabatannya tetapi berujung dengan dengan kebahagiaan dan dapat mempertahankan persahabatannya karena kepercayaan satu sama lain.

“Hmm,,hari ini adalah hari pertama ku menginjakkan kaki di SMP ini senangnya hati ku karena aku telah beranjak remaja sekarang ,oh Tuhan aku ingin di SMP ini aku mendapat seorang sahabat yang mau berteman denganku apa adanya tidak seperti teman-temanku di SD yang hanya bisa membuat ku sakit hati,semoga Tuhan aku benar-benar menemukan seorang sahabat sejati yang aku inginkan selama ini.,”kata ku sambil memantapkan langkah menuju ke sekolah baruku.
Ternyata saat aku sampai di sekolah semua murid-murid baru seangkatan aku sudah berbaris di lapangan,wah gawat ternyata aku telat,,
Aku pun bergegas untuk segera berbaris di lapangan ,setelah kami semua di berikan pengarahan oleh kepala sekolah kami pun harus segera menuju ke kelas yang sudah di tentukan oleh guru-guru di situ ,dan ternyata aku mendapat kelas
VII D aku pun segera ke kelas sambil di antar oleh kakak-kakak osis yang memang bertugas untuk mengantar dan mengawasi kami.
Sesampainya di kelas ternyata aku telat lagi, semua bangku yang ada di depan sudah terisi penuh sepertinya ini memang hari pertama aku yang sangat menyebalkan setelah melihat-lihat ternyata masih ada bangku yang kosong tapi bangku itu belakang sekali tapi sudahlah yang penting ada tempat duduk dan ternyata yang duduk di sebelah aku adalah perempuan.
Setelah menuju ke tempat duduk ini aku heran karena perempuan yang duduk di sebelah aku ini pendiam sekali dan dia tidak mau menegur aku duluan,tapi sudahlah apa salahnya menegur dia duluan akhirnya akupun memulai perkenalan dengannya.
“Hai,nama kamu siapa ?,kenalin aku titin .”kataku sambil tersenyum dan menjulurkan tanganku.
“Hai juga nama aku Lia ,”katanya sambil membalas senyumanku dan membalas juluran tanganku.
“Wah,ternyata dia orangnya ramah sekali ternyata aku salah sangka sama dia ,hmm untung aku gak juteki dia.”kataku dalam hati.
“Oh ya Lia kamu dari SD mana seh??”tanyaku sambil tersenyum.
“aku dari SDN 03 Jakarta aku anak pindahan di sini makanya gak ada satupun yang ku kenal di sini,”katanya ,
“Oh,jadi kamu anak pindahan dari daerah ya pantesan aja kamu pendiam sekali,”kataku sambil tersenyum.
Dan dia hanya membalas dengan senyuman saja.
Dan tidak lama setelah kami berbincang-bincang wali kelas kami pun masuk ke kelas kami,dan seperti biasa jika masih pertemuan pertama kami wajib memperkenalkan diri ke semua teman-teman sekelas agar kami dapat mengetahui satu sama lain.
Setelah semua murid selesai memperkenalkan diri masing-masing saatnya wali kelas kami yang memperkenalkan diri,setelah selesai semua perkenalan kami pun mulai melakukan pemilihan pengurus kelas.
Saat tiba pengurus kelas yang memegang duit kelas ternyata wali kelas kami langsung menunjuk aku,saat aku di tanya siapa yang mau di jadikan wali ku,aku pun menunjuk lia sebagai wakil ku dan ternyata dia tidak menolak.
Setelah selesai kami pun langsung mencatat jadwal pelajaran sementara kami,setelah itu lonceng pun berbunyi tandanya kami istirahat.
“Lia ke kantin yuk kita makan lapar nie!”ajak ku sambil memegang perutku.
“Ayo,aku juga lagi lapar nie,”jawab Lia sambil tersenyum,-senyum.
Akhirnya kami pun jalan berdua menuju ke kantin,setelah sampai di kantin ternyata banyak bangku yang penuh untungnya masih ada 2 lagi yang kosong,aku pun segera menari Lia untuk segera duduk di bangku itu.
“Mba,pesen bakso ya tapi pake mi putihnya aja,kalau kamu Lia mau mesen apa nie?”tanyaku .
“Hmm,aku juga sama kaya kamu lah Tin soalnya aku juga senang ama bakso,he.he,he”katanya sambil tertawa.
Sambil menunggu pesanan datang aku pun mulai bertanya bagaimana kesan dia di sini,dan bagaimana perasaanya saat harus meninggalkan Jakarta,pokoknya banyak deh yang aku tanya-tanya dar dia.
“oh ya lia gimana kesan kamu selama di sini,ayo jujur”kataku sambil tersenyum.
“menurut aku seh biasa aja soalnya di sini tu gak terlalu beda ama di Jakarta.”katanya dengan nada yang datar.
“Jadi menurut kamu di sini dan di Jakarta gak ada bedanya ?”kataku.penasaran.
Ternyata Lia hanya bisa menggeleng saja,mungkin dia takut untuk menyinggung perasaan ku mungkin.
Lalu bel sekolah pun berbunyi lagi,menandakan bahwa kami harus segera masuk ke kelas kami masing-masing , setelah tiba di kelas kami pun duduk dengan tertib setelah itu guru yang mendapat tugas masuk ke kelas kami pun datang ,lalu kami di berikan pengarahan ,setelah itu bel tanda pulang sekolah pun berbunyi kami semua segera membereskan peralatan sekolah kami masing-masing .
Aku pun menunggu jemputan di luar sekolah ,hu,,,selalu begini menjemput aku saja harus selama ini ,lalu aku melihat Lia juga sepertinya dia sedang menunggu aku pun segera memanggilnya .
“Lia,”teriakku dengan keras.
Lalu Lia pun menoleh ke arah aku dan segera menghampiri aku .
“Kamu sedang apa ko belum pulang,nunggu jemputan juga ya ?”kataku sambil mengajakku duduk.
“Iya aku lagi nunggu jemputan aku ,heran deh ko lama sekali jemputnya biasanya juga selalu tepat waktu”katanya dengan resah.
“ya udahlah kan ada aku yang menemani kamu,”kataku sambil tersenyum .

Tiba –tiba hp Lia berdering dan dia pun segera mengangkatnya ,ternyata itu dari sopirnya ..
“Halo ,ya kenapa pak?,ko belum jemput seh lama banget”kata Lia dengan nada agak marah.
“Apa, ban mobil kempes,kok bisa seh,?masih harus berapa jam lagi aku menunggu di sini ?”katanya lagi.
“Ha,,,3 jam lagi??,ya udahlah aku pulang sendiri aja”katanya sambil menutup Hpnya .
“Kamu ikut aku aja yuk,kamu kan belum terlalu mengenal daerah sini jadi lebih baik kamu ikut aku saja nanti aku antar sampe depan rumahmu deh,”kataku sambil mengajaknya .
“Ya udahlah ,aku ikut kamu saja lagian kamu benar aku memanh belum terlalu mengenal daerah di sini,”
Setelah itu mobil jemputan aku pun datang dan aku pun segera mengajak Lia untuk naik ke mobil aku .
“Oh ya Lia kamu punya alamat rumahmu gak?supaya nanti kita bisa cepat sampai ke rumahmu dengan cepat ,”
“Oh ya bentar aku tulis dulu di kertas ,hmm ini aku uda buati tolong kasih supir kamu nah,”katanya sambil menyodorkan kertas .
Aku pun memberikannya ke pak supir setelah itu kami pun bercanda tawa dan membicarakan semua hal dari kesan pertama menginjakkan kaki di smp ini dan sebagainya .
Mobil ku pun berhenti di sebuah rumah dan ternyata itu adalh rumah Lia ,lalu dia pun keluar dan tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih .
Aku pun segera menuju ke rumah ku,sesampainya di rumah ternyata ke dua orang tu ku tidak ada di rumah ,selalu begini mama dan papa gak pernah ada di rumah aku benar-benar kesepian di rumah yang ada selalu hanya aku dan ke dua bibiku .
Lalu keesokkan harinya aku pun berangkat sekolah ternyata Lia sudah duluan masuk sekolah ,aku pun menyapanya dan kami pun ngobrol di dalam kelas sambil menunggu bel sekolah bebrbunyi.
Lalu setelah itu tidak lama kemudian bel istirahat pun berbunyi lagi kami pun segera ke kantin,sesampainya di kantin kami pun mengobrol.
“Oh ya lia gimana seh masa-masa SD kau di Jakarta dan kenapa seh pertama kali masuk kamu orangnya pendiam banget?”
“Oh masa SD aku mah panjang ceritanya mungkin lebih baik aku menceritakan sewaktu perpisahan saja ya karena itu adalah masa-masa yang paling mengharukan dan takkan pernah terlupakan begitu saja oleh aku.”

“Waktu aku kelas 6 saat mengadakan acara perpisahan ,kami acaranya di puncak dan kami menginap di sana selama 1 hari ,dan lebih senang lagi ternyata aku 1 kamar sama teman-teman terdekat ku di SD dulu jadi di dalam kamar itu kami bisa bermain dan mengobrol sepuasnya,setelah semua siswa memasuki kamar masing-masing aku dan teman-temanku pun menuju ke kamar kami lalu kami pun beristirahat sebentar Karena pada malamnya kami harus segera mengikuti malam puncak acara perpisahan.


Setelah waktu menunjukkan pukul 7 malam kami pun harus segera ke tempat ruang pertemuannya setelah tiba di sana kami pun di berikan pengarahan oleh guru kami supaya saat masuk SMP nanti jangan pernah lupa dengan teman-teman SD kami .Lalu setelah di berikan pengarahan acara pun berlangsung dengan meriah sekaligus mengharukan terutama aku,aku sangat sedih karena aku harus meninggalkan ini semua aku benar-benar gak bisa menyembunyikan kesedihan aku sehingga aku pun menangis malam itu ,tetapi ternyata teman-temanku menghiburku dan mereka semua mengatakan bahwa mereka takkan melupakan aku karena bagi mereka sebuah persahabatan takkan pudar oleh apapun,karena itulah Tin saat pertama kali bersekolah di sini aku gak tau harus menegur siapa karena di sini aku sama sekali tidak mempunyai kenalan apalagi aku orangnya juga malu untuk berkenalan duluan untung ada kamu yang mau menegur aku duluan,”kata Lia sambil tersenyum.
“Gak masalah Lia ,aku senang kok negur kamu duluan karena aku yakin kamu orangnya sebenarnya friendly mungkin itu semua karena kamu agak pemalu makanya kamu gak mau negur duluan tetapi ya udahlah semuanya udah lewat yang pentingkan sekarang kita udah bisa berteman dengan baik.”kata ku sambil tersenyum
Begitulah hari-hari ku lewati dengan Lia semakin lama kami semakin akrab dan kami sering jalan berdua ,dan karena kami semakin akrab maka kami pun satu sama lain tidak malu-malu untuk memberitahukan rahasia kami masing-masing.
Tanpa terasa 1 tahun sudah kami dekat setelah ujian kenaikan kelas kami pun berdoa bersama agar kami dapat satu kelas lagi ,dan ternyata aku mendapat kelas 8 D dan yang paling membahagiakan adalah ternyata aku satu kelas lagi dengan Lia ,aku senang banget dan akhirnya kami pun satu tempat duduk dengan Lia lagi.
Semua orang memang bingung karena kami sangat dekat sekali ,sehingga banyak sekali orang –orang yang ingin menghancurkan persahabatan kami untunglah kami bisa melewati rintangan itu semua,kami berdua masih dapat mengatasi rintangan itu .
Tapi itu hanya berlangsung di kelas 8 saat kami naik kelas 9 kami pun satu kelas lagi,tapi ternyata di kelas 9 ini rintangan yang harus aku hadapi begitu besar dan di kelas ini juga persahabatan aku dengan Lia hampir hancur,ini semua bermula saat Lia menyukai sahabat lelaki ku yang bernama Arnold.
Aku benar-benar kaget saat tau dia menyukai sahabat aku dan yang lebih menyakitkan adalah dia ingin sekali di hari ulang tahunnya yang tinggal dua hari lagi dia mendapatkan kado istimewa yaitu dia bisa berpacaran dengan Arnold .
Jujur aku juga menyukai Arnold karena aku dan dia sudah berteman selama empat tahun tapi sayang aku belum berani untuk menyatakannya ,tetapi ternyata di saat aku ingin mengatakannya sahabat terbaikku juga menyukainya tidak mungkin aku menyakitinya tapi apa aku harus mengorbankan perasaanku juga.
“Hai,Titin kok tumben sih kamu melamun?,kamu ada masalah apa?kamu cerita dong aku kan sahabat kamu,”kata Lia kepada ku saat kami sedang berada di kelas.
“Enggak apa-apa kok Lia mungkin aku Cuma sedang memikirkan ulangan fisika kita hari ini,takutnya gak tuntas ha,ha,ha”kataku sambil tertawa
“Oh kirain ada apa,ternyata karena itu ya ampun Tin santai aja kale yang pentingkan kita tadi malanm sudah belajar bareng iya kan ,”kata Lia menghiburku.
Aku hanya bisa menganggukkan kepala saja ,oh Lia maafkan aku membohongi mu aku melamun Karena aku bingung,aku resah ,aku gak tau harus berbuat apa aku gak mau persahabatan yang kita jalani selama 3 tahun ini harus hancur hanya karena cowo.
Setelah bel berbunyi tanda pulang sekolah aku pun segera pulang padahal Lia tadi ingin mengajak ku untuk jalan-jalan sebentar ke gramedia tetapi terpaksa aku menolaknya karena aku harus menyelesaikan masalah ini ,ya masalah antara aku,Lia ,dan Arnold.
Saat malam hari aku bingung untuk menelepon Arnold ,aku takut untuk mengatakan rencana aku ini ,aku takut dia marah padaku ,aku takut jika Lia mengetahui rencana aku ini dia juga akan marah besar ,aku takut kehilangan seorang sahabat terbaikku selama ini .
Tetapi aku melaksanakannya apapun resikonya aku harus menerimanya ,ya aku harus jaga rahasia ini agar Lia tidak mengetahuinya .Akhirnya aku pun menelepon Arnold dengan perasaan yang benar-benar resah.
“Hallo bisa bicara dengan Arnod?,”tanyaku dengan pelan.
“Ya saya sendiri ,ini dengan siapa ya?”jawab Arnold.
“Hai Arnold,aku Titin masa gak kenal suara aku seh,?”
“Oh Titin ,maaf aku gak tau abisnya seh suara kamu pelan banget biasanya juga gede banget ,ha,ha,ha ,?”kata Arnold sambil tertawa .
“Emang paling bisa kamu ngetawain aku ,”kataku sambil tertawa juga.
“Ya udah sekarang ada keperluan nih nona cantik,?”kata Arnold sambil tertawa kecil.
Inilah yang membuat aku tidak ingin mengatakan kepada Arnold tentang rencana aku ,sebenarnya aku gak mau membuat rencana ini tetapi aku harus melakukannya demi Lia sahabat terbaikku .
“Lho non kok melamun emang adda perlu apa nih?”kata Arnold menyadarkan aku dari lamunan ku.
“Ehm,sorry aku tadi agak sedikit melamun,oh ya Arnold apa kamu mau mengabulkan satu permintaan aku ,?”kataku dengan harap-harap cemas.
“Emang kamu mau minta permintaan apa dari aku,?”Jawab Arnold penasaran.
“Jadi begini Arnold aku punya teman dia begitu menyukai kamu ,aku ingin sekali kamu bisa berpacaran dengannya,?”kataku dengan hati-hati.
“Maksud kamu apa?,dan kamu jujurlah emang siapa cewek itu,”kata Arnold dengan nada heran.
“Cewe yang aku maksud Lia,Arnold aku tau kamu terkejut mendengar ini semua tapi kamu tau kan Lia adalah sahabat terbaikku saat ini ,dia begitu menyukai kamu tolong aku Arnold ,Tolong kamu nyatakan perasaan kamu di depannya agar dia bahagia di hari ulang tahunnya,”
“Nyatain apa Tin,aku harus menyatakan apa ,?”kata Anold dengan terkejut.
“Kamu bilang padanya kalau kamu menyukainya ajak dia berpacaran dengan kamu ,tolonglah Arnold Bantu aku ,aku yakin kamu pasti bisa melakukan ini semua,”kataku memohon.
“Tin kamu mau aku jadian dengan Lia?,aku gak pernah suka dengan dia tapi kenapa kamu menyuruh aku untuk jadian dengan dia?,aku gak bisa Tin ,aku gak bisa untuk menyatakan suka sama orang yang sama sekali tidak aku suka.”kata Arnold menolak
“Tolonglah aku Arnold,please sekali ini tolong aku ,hanya ini permohonan aku dengan kamu gak ada yang lain ,”kataku memohon sambil menangis.
“Baik demi kamu aku rela mengorbankan perasaan aku ,tetapi sebelum itu kamu harus tau kalau aku hanya menyukai kamu ,Cuma kamu yang ada di dalam hati ku bukan orang lain,sorry kalau aku baru mengatakannya sekarang tapi itu semua karena aku butuh waktu untuk mengatakannya selamat malam,”jawab Arnold sambil mematikan teleponnya.
Aku pun menangis ,oh Tuhan kenapa baru sekarang dia mengatakannya kenapa dia mengatakannya di saat seperti ini Arnold aku juga mencintai kamu tapi sayang aku gak mungkin menyakiti sahabat aku sendiri.
Keesokkan harinya saat di sekolah aku benar-benar terkejut saat Lia mengatakan bahwa tadi malam Arnold Meneleponnya dan mengatakan bahwa dia menyukai Lia,aku pun pamit padanya untuk pergi ke toilet entah apa yang harus ku lakukan menangis atau bahagia tapi ya sudahlah yang penting di hari ulang tahunnya ini Lia benar-benar bahagia,aku pun bertemu dengan Arnold di lapangan.
“Makasih ya kamu mau melakukan ini semua ,”’kataku dengan tersenyum.
Arnold hanya bisa diam lalu pergi ,aku sedih melihat ini semua ,Arnold maafkan aku ,aku benar-benar sedih melihat kamu seperti ini aku juga mencintai kamu Arnold.
Hari-hari pun ku lewati dengan tegar ,apalagi saat melihat Arnold dan Lia berpacaran dengan mesranya, aku melihat mereka bahagia sekali aku pun bahagia jika melihat mereka bahagia walaupun dalam hati ku paling dalam aku begitu sakiit.
Setelah 3 bulan lamanya mereka berpacaran dan ini adalah bulan kelulusan hal yang paling ku takutkan terjadi,Lia taau semuanya dia tau ini semua karena membaca buku harian aku saat dia sedang bermain di rumah ku ,betapa bodohnya aku karena aku tidak dapat menyimpan buku itu dengan baik.
Lia benar-benar marah padaku ,keesokkan harinya saat berada di sekolah akupun menghampirinya.
“Please Lia maafin aku ,ini semua aku lakukan demi kamu ,karena aku ingin kamu bahagia di hari ulang tahun mu,”kataku sambil menangis.
“Apa Tin untuk kebahagiaan aku?,kebahagiaan apa?,Tin untuk apa aku berpacaran dengan orang yang ternyata tidak mencintai aku ,dan yang paling menyakitkan ternyata dia kamu suruh ,kamu benar-benar tega sama aku!!”kata Lia dengan nada tinggi.
“Aku tau aku salah ,tapi aku mohon Lia maafkan aku ,tolong ,”kataku memohon.
“Sudahlah Tin lebih baik kamu diam aku gak mau mendengar ucapan kamu lagi,sudahlah lebih baik untuk sementara kamu gak usah negor aku dulu,”kata Lia sambil pergi.
Begitulah hari-hari ku lewati ,Lia marah padaku aku hanya bisa menagisi kesalahanku saja ,tetapi saat kelulusan tiba dan saat acara perpisahan tiba ,tiba-tiba Lia menghampiri ku.
“Hai,Tin apa kabar?”katanya dengan tersenyum.
“Lia,kamu gak marah lagi dengan aku,?”kataku dengan bahagia.
“Maaf ya Tin gak seharusnya aku marah dengan orang yang begitu baik dengan ku sampai dia rela mengorbankan perasaannya ,aku tau kamu begitu mencintainya tapi dengan relanya kamu memberikannya padaku aku tau perasaan mu saat itu ,untuk itulah aku ingin meminta maaf sorry kalau aku selama ini memusuhi kamu,kamu mau kan memaafkan aku,?”katanya dengan sedih.
Aku hanya bisa mengangguk lalu memeluknya aku benar-benar memeluknya dengan erat aku tidak ingin melakukan kesalahan yang sama karena aku tidak ingin kehilangannya lagi,oh Tuhan terima kasih sekarang aku percaya kekuatan sebuah persahabatan bisa menghancurkan lika-liku ini semua ,Lia aku akan menjaga persahabatan kita ini dan aku akan tetap mempertahankan persahabatan kita ini.


Karya:Natalia Gloria Deo
Kelas:x.8/31

Darwin mengatakan...

Topik : Cinta remaja
Karya : Darwin Rusli / 10



1 Minggu terakhirku


Tililit…. Tililit….
Tililit…. Tililit….
Tililit…. Tililit….
Dengan malas Gerry menggerakkan tangannya. Ia berusaha meraih handphone yang terletak di atas meja tepat di sebelah tempat tidur dengan mata masih terpejam.
“Ha..lo …”, sahut Gerry dengan nada mengantuk setelah memencet salah satu tombol handphone.
“Ya ampun Ger! kamu baru bangun ya?” tanya miki.
“Yaaaa, ada apa sih ki?” sahut gerry dengan mata masih mengantuk.
“Tumben banget bangun kesiangan? Emang semalam kamu begadang ya?” tanya miki.
“Iya nyelesain PR yang disuruh Pak Kasdi. Weker ku rusak, makanya telat bangun,” jelas Gerry perlahan.
“Ohhhh….gitu….
ya udah! Sekarang kamu mandi dan cepat-cepat kemari ada kabar penting!” perintah miki.
“Kabar apaan sih ki?” tanya Gerry dengan malas karena merasa tidak akan tertarik dengan kabar dari sahabatnya itu.
“Hari ini Selly masuk sekolah Ger!” kata Miki dengan tegas.
Gerry yang sedari tadi tiduran dan memejamkan mata, sontak kaget dan langsung duduk dengan membuka matanya.
“Serius Ki?” tanya Gerry karena masih ragu dengan Miki.
“Aku gak becanda! Makanya buruan kamu kemari,” katanya mencoba meyakinkan.
“Ya udah tunggu 15 menit lagi nyampe,” jawab Gerry dan kemudian meletakkan handphone-nya di atas meja. Dia bergegas mandi dan bersiap-siap ke sekolah tanpa sarapan.
Dalam perjalanan Gerry terlihat gelisah. Pikirannya bercampur aduk antara senang dan tidak. Pak supir yang sedari tadi mengamati gerry merasa heran. gerry memang sudah sangat merindukan sang pacar Selly, tapi ia juga membencinya. Karena sudah tiga bulan terakhir ini Selly tak masuk sekolah. Selly juga tak pernah memberikan kabar. Dan saat Gerry mendatangi rumah Selly, pembantunya tak mau memberikan informasi tentang Selly
Sahabat dan teman dekat Selly sudah ditanyai Gerry, tapi tak satu pun yang tahu. Sedangkan wali kelas dan guru-guru tidak mau memberitahukan apapun tentang Selly, padahal mereka sebenarnya tahu segalanya. Bulan pertama dan kedua Gerry seakan tak terima dengan kehilangan Selly yang tiba-tiba. Namun di bulan ketiga ia mulai berangsur pasrah.
Mobil yang dikendarai pak sopir berhenti tepat di depan gerbang sekolah, tanpa mengucapkan apa-apa Gerry bergegas keluar dari mobil dan berlari ke arah kelas. Pak sopir hanya diam sambil menggeleng-gelengkan kepala. Saat tiba di kelas Gerry langsung menghampiri Miki.
“KI! Kamu serius dengan yang tadi kan?” tanya Gerry meminta penjelasan Miki.
“Iya Ger! tadi Selly datang kemari dan nyariin kamu ger,” jawab Miki.
“Trus kamu ngomong apa sama dia?”
“Ya aku bilang aja kamu belum datang. Terus dia pergi dan dia balik ke kelasnya,” jelas Miki.
“Berarti dia masuk sekolah lagi dong?” tanya Gerry lagi dijawab dengan anggukan kepala oleh miki.
“Jadi selama ini dia ke mana ya? kamu gak tanya sama dia ki?”
“gak, aku ngerasa canggung aja udah lama nggak ketemu dia,” jelas Miki.
Mereka berdua pun terdiam dan merasa heran. Namun Gerry gak mau terburu-buru untuk mendatangi Selly. Dia merasa bahwa Selly yang bersalah dan harus menemuinya terlebih dahulu untuk memberikan penjelasan tentang hubungan mereka.
Gerry menunggu dengan gelisah, sampai bel masuk pun berbunyi dan Sely belum datang. Kemudian pada jam istirahat Gerry memutuskan tidak ikut Miki ke kantin. Karena Gerry pikir Selly akan datang kembali menemuinya. Namun untuk kedua kalinya Gerry salah menduga.
“Dude belum kemari Ger?” tanya Rara yang sudah kambali dari kantin dengan dua buah minuman di tangannya.
“Belum ki.,” menggelengkan kepala dengan wajah kecewa.
“Kenapa ya?” Miki merasa heran diikuti gelengan kepala Gerry yang menandakan juga heran.
”Tapi kamu tenang aja ger, aku yakin nanti pulang sekolah dia pasti nemuin kamu,” kata Miki dengan tegas.
Dan ternyata dugaan Miki benar. Selly sudah berada tepat di depan pintu kelas menunggu. Gerry berdiri terpaku, bibirnya terasa beku. Sedangkan Selly juga terlihat sangat gugup, seakan tidak siap bertemu Gerry.
Namun kerinduannya yang besar kepada Gerry mengalahkan ketidak-siapannya. Miki tidak ingin mengganggu percakapan sahabatnya itu, ia tahu banyak hal yang pasti akan mereka bicarakan. Sehingga Miki memutuskan pulang duluan.
“Hai Ger,” sapa Selly dengan lembut.
“Hai…,” jawab Gerry singkat.
“Apa kabar?” tanya Selly.
“Baik, kamu?” Gerry menjawab pelan.
“Lumayan,” jawab Selly
“Aku antar kamu pulang ya? Sekalian ada yang mau aku omongin”, sambung Gerry.
Selly mengangguk. Mereka pun pergi meninggalkan sekolah. Selama di jalan mereka hanya terdiam, tidak seperti suasana dulu yang begitu dihiasi dengan canda. Gerry membawa Selly ke sebuah taman di mana dulu mereka sering menghabiskan waktu berdua. Setelah turun dari mobil mereka berdua duduk di kursi yang ada di tengah taman.
“Aku mau minta maaf sama kamu Ger, karena selama ini aku gak ngasih kabar ke kamu,” Selly berusaha memulai pembicaraan.
“Kamu sebenarnya ke mana sih? Kamu tahu gak, aku udah nyariin kamu ke mana-mana,” Gerry merasa tidak tahan lagi menyembunyikan perasaannya.
“A….ku….,
sakit Ger!” jawab Selly dengan sangat lambat.
“Sakit?” Gerry merasa jawaban Selly bukanlah hal yang aneh tetapi dia justru heran mengapa hal itu harus disembunyikan darinya.
“Tapi kenapa kamu gak ngasih tau aku, aku kan pacar kamu jadi aku bisa ngerawat kamu.”
“Aku tahu Ger, tapi ini nggak segampang itu.”
“Maksud kamu?” Gerry semakin terlihat bingung dengan perkataan Selly yang gak jelas. Selly terdiam, mukanya terlihat ragu untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Gerry.
“Sel? Kenapa kamu diam? Maksud kamu apa?” Gerry mengguncang badan Selly, memaksa Selly menjelaskan semuanya. Gerry merasa sudah cukup untuk bingung selama tiga bulan ini. Sehingga dia tidak ingin menunda lagi mengetahui apa yang terjadi.
“Aku…aku…aku menderita kanker stadium akhir Ger,” jelas Selly dengan perlahan.
“Apa?” Gerry terlihat sangat terkejut, ia benar-benar gak menyangka penjelasan Selly akan seserius itu.
“Selama tiga bulan ini aku menghilang, karena mama membawa aku ke Singapura untuk menjalani perawatan. Di sana aku terapi dan aku sempat kritis Ger,” Selly melanjutkan penjelasannya sambil menangis.
”Sekarang aku hanya punya waktu seminggu, setelah itu aku harus balik ke Singapura untuk perawatan selanjutnya.”
“Ya ampun Selly….
kenapa kamu nggak ngasih tahu aku?” keluh Gerry dan air mata terlihat jatuh di pipinya.
“Aku takut setelah mendengar semuanya kamu ninggalin aku. Aku kangen banget sama kamu dan aku takut kehilangan kamu Ger.” Selly menutup mukanya dengan tangan. Ia menangis layaknya seorang anak kecil.
Melihat kesedihan pacarnya itu hati gerry hancur. gerry meraih tangan Selly dan memegangnya erat-erat. “Aku cinta sama kamu, dan aku cinta kamu apa adanya, aku nggak bakalan ninggalin kamu,” ujar Gerry sambil menatap Selly.
“Aku bakal nunggu kamu, sampai kamu sembuh.”
“Tapi penyakitku semakin parah Ger, aku gak tahu kapan bisa balik lagi. Entah itu tiga minggu, tiga bulan, atau mungkin tiga tahun lagi,” tambah Selly dengan air mata yang terus mengalir.
“Aku gak peduli, aku bakal nungguin kamu. Asal kamu janji berusaha untuk sembuh demi aku,” tambah Gerry.
Selly terharu dengan perkataan gerry . Ia merasa semangat hidupnya kembali lagi. “Aku janji sama kamu, aku akan berusaha untuk sembuh.”
Selly langsung memeluk gerry dengan erat. Sudah lama pelukan hangat itu tidak mereka rasakan. Mereka larut dalam kebersamaan itu. Sejenak mereka melupakan semua kesedihan yang ada. Walaupun sebenarnya Gerry tahu semua itu tidak akan mudah nantinya. Tapi ia hanya ingin memberikan semangat penuh untuk Selly, karena hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini.
Seminggu sebelum keberangkatan Selly ke Singapura mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama. Gerry hanya ingin memberikan kenangan yang terindah untuk Selly. Kenangan yang mungkin tidak akan terulang lagi. Kenangan yang juga mungkin terakhir Selly rasakan. Mereka berdua benar-benar sadar akan hal itu. Tapi jauh di dalam lubuk hati Gerry, ia hanya berharap kesembuhan untuk kekasih tercintanya.
Tiba saatnya Gerry harus melepaskan Selly ke Singapura. Gerry berniat bolos sekolah untuk ikut mengantarkan Selly menuju bandara, padahal saat itu ada ulangan yang harus di ikuti oleh Gerry. Tak peduli hujan badai sekali pun niat gerry tidak akan terbelokan.
“Hi..,
Bagaimana perasaan mu hari ini?” sapa gerry dengan lembut.
‘Hi..Seperti biasa, selalu senang di dekatmu..hihi..” sahut Selly dengan nada canda.
“Oh ya, bukannya kamu harus sekolah pada jam ini dan mengikuti ulangan?” tanya Selly dengan sedikit heran.
“aku gak peduli itu, itu semua bukan halangan bagiku untuk mengantarmu cintaku” Jawab gerry dengan nada agak lantang.
“Terima kasih gerry…
Aku bahagia punya pacar seperti kamu” dengan nada sedikit sedih.
“gak usah di pikirkan, ayo kita minum teh dulu” ajak gerry.
Canda tawa terpancarkan dari kedua wajah mereka yang seakan tidak ingin terpisahkan. Gerry berharap hari ini bukan hari terkhir untuk mereka bercanda tawa. Tak terasa pesawat menuju singapura telah tiba. Terlalu berat gerry melepas selly tetapi ini lah cobaan yang harus di hadapinya.
“Wah, tak terasa ya” sentak selly .
“Tak terasa apanya sel?” tanya gerry.
“Tak terasa sekarang aku harus meninggalkanmu untuk melanjutkan pengobatanku” hindar selly sambil menggenggam erat tangan gerry.
“Sudahlah sel, walaupun berat bagiku, aku harus merelakan mu demi kesembuhanmu. Sekarang pergilah dan perlu kau ingat bahwa hatiku tetap untukmu selamanya sayang” dengan nada lembut.
“Aku juga, jaga dirimu baik-baik”
Sepekan kepergian selly ke singapura membuat hati gerry risau seakan ada sesuatu yang terjadi pada Selly. Keesokan harinya saat tiba di sekolah terdengar kabar angin yang mengatakan bahwa Selly telah tiada. Gerry pun tersontak kaget, perasaannya bercampur aduk. Tetapi ia tidak langsung percaya begitu saja pulang sekolah Gerry ditemani Miki langsung menuju rumah Selly untuk bertemu ayahnya. Ternyata takdirlah yang memisahkan mereka. Gerry sungguh tidak percaya semua ini terjadi, sepanjang hari ia hanya terdiam tanpa makan dan minum. Miki sahabat terbaiknya berusaha menghibur Gerry, Tetapi gerry hanya diam saja seakan tidak kenal.
Beginilah takdir, datang tak di undang….

Wenni mengatakan...

Cinta Rasa Coklat Keju


Tema : Cinta Monyet Remaja

Aku adalah seorang cewek SMP yang hidup dalam keserderhanaan, badanku tidak terlalu kurus dan tinggi. Aku orang yang sangat menyukai humor sehingga dimana pun Aku berada, Aku terkadang membuat orang-orang disekelilingku tertawa dan Aku sangat menyukai hal itu. Namun, dalam diriku ini Aku sangat membeci teman, sabahat, atau pun orang-orang yang melupakan dan tidak menghargai orang lain. Aku juga mempunyai teman yang bisa dibilang teman baiklah lebih tepatnya, Panda namanya. Ia lebih terkenal dengan nama Panda, Panda adalah orang yang baik, ramah, dan suka menolong terhadap siapapun walaupun ia hidup serba kekurangan. Ia adalah teman baikku yang pendek, lumayan gendut tapi Aku senang berteman baik dengannya.
Hari itu, Aku dan Panda sudah selesai menjalani liburan akhir semester. Kesesokkan harinya kami harus masuk sekolah dan menjalankan tugas kami kembali sebagai pelajar disalah satu sekolah swasta di Yogyakarta. Aku dan Panda duduk dikelas 2 SMP, kami sekelas dan kami anak yang cukup teladan dimata guru-guru disekolah kami. Setiap harinya kami selalu bersama-sama dalam menjalankan hari-hari disekolah maupun diluar sekolah. Tiga jam pelajaran sudah dimulai, bel pun berbunyi, tanda bahwa istirahat bagi para siswa. Aku dan Panda sudah berjanji untuk makan bersama diKantin, Kantin Cinta namanya. diKantin tersebut para siswa berkumpul untuk menjenakkan pikiran mereka dari pelajaran yang mereka pelajari tadi. “ Panda, mau makan apa?”, tanyaku. “ Enggak ah, aku tadi tidak dikasih uang jajan sama ibuku, katanya beliau lagi tidak punya uang,” jawab Panda, tapi aku tahu dalam hatinya ia sangat lapar karena ia pernah bercerita bahwa ia tidak pernah sarapan pagi. Menurutku tidak ada yang mungkin tahan tidak makan dan minum, apalagi tadi ia belajar dengan menguras tenaga dan pikirannya. Akhirnya Aku pu membelikannya sepotong roti kesukaannya, yaitu roti coklat keju. “ Tidak usah, kamu tidak perlu membelikanku roti ini,” kata Panda samabil mengembalikan roti yang Aku belikkan untuknya. “ Ambil saja, kalau kamu tidak ambil Aku akan sangat marah,” kataku sambil mengancam. Kami makan roti sambil jalan menuju ke kelas VIII A.
Tidak beberapa saat kami tiba ternyata bel pun berbunyi, tanda bahwa pelajaran ke empat samapai selesai akan segera dimulai. Dtiga jam kemudian bel sekolah pun berbunyi kembali, tnda bahwa semua murid dipersilakkan pulang, karena pelajaran di sekolah telah selelsai. Aku dan Panda pulang bersama tapi Cuma samapi di simpang tiga jalan Mawar. “ Aku duluan ya Wen,” sahut Panda, “Ia, hati-hati ya,”, jawabku kepada Panda. Namun, setelah Aku jalan tidak cukup jauh dari simpang itu, Aku dikagetkan dengan seorang cowok yang sudah lama Aku kenal padanya. Rendy namanya, ia adalah cowok yang dari kecil sudah berteman akrab denganku. “ Loh, kok bisa disini”, kataku sambil binbgung dan tercenganng, “ Kan kejutan, emangnya gak boleh!”, jawab Rendy. “Bukan, kamu kan ada diJakarta, ini kan belum liburan. Biasanya kan datang ke sininya cuma pas liburan?” tanyaku kepada Rendy. “ Ayahku pindah tugas ke sini, jadi...”, “jadi, kamu pindah ke sini, kamu sekolah disini, dan kamu terus disini,” sahutku memotong ia bicara. “Yap”, kata Rendy. Aku dan Rendy pun pulang ke rumah bersama- sama, dan ternyata rumahnya disebrang rumahku, Aku makin terkejut dan heran tapi juga senang karena temanku bertambah lagi.
Keesokkan harinya, Aku berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki sendirinya dan bertemu dengn Panda disimpang jalan Mawar. Tapi tadi pagi ketika Aku mau berangkat sekolah ada suasana yang berbeda, kini Aku berangkatbertiga, Aku, Panda dan Rendy. Kami berangkat bersama – sama ke sekolah, “Kenalin Panda, ni Rendy, Rendy ni Panda,” kataku sambil memperkenalkan mereka berdua. Mereka pun sudah saling akrab satu sama lain.
Ketika kami sampai di sekolah, Aku dan Panda dikejutkan lagi bahwa Rendy akan sekelas dengan kami berdua. Dari jam pelajaran samapai istirahat kami selalu bersamam – sama. Sampai pada jam bel istirahat, kami pergi ke Kantin Cinta, ditempat itu, kami memebicarakan tentang Rendy selama dijakarta. Setelah asyik mengobrol kami kembali ke kelas tepat pada waktunya, karena waktu istirahat sudah habis. Sepulang sekolah kami pulang bertiga dan seperti hari-hari sebelumnya Aku dan Rendy berpisah dengan Panda disimpang jalan Mawar. Selama perjalannanitu, Rendy berceita banyak tentang disekolah tadi. Tapi, ia tiba-tiba menayakan “ Menurrut kamu Panda orangnya gimana?”. Aku kaget dan tersenyum sendiri “ Emanknya kenapa? Kamu suka ya sama Panda?”, tanyaku sambil melihat wajahnya yang memerah tersipu malu. “ Gak kok, kan cuma mau tahu aja,” jawab Rendy. Sepanjang perjalanan Aku bercerita banyak sekali tentang Panda, dari mulai Aku kenal dengannya sampai keluarga dan kesukaannya.
Besok adalah tanggal merah, tepatnya besok adalah hari libur, jadi kami tidak masuk sekolah. Dan Aku berfikir untuk mengajak Panda dan Rendy untuk jalan-jalan bersama. Dan mungkin hari itu bisa memepererat hubungan kami, terutama untuk Panda dan Rendy yang baru kemarin bertemu dan berkenalan. Aku menelpon Rendy dan menayakan ia mau ikut tidak untuk jalan – jalan bersamaku dan Panda? Rendy pun dengan cepatnya menerima ajakanku. Aku dan Rendy berjalan menuju rumah Panda, kami akan mengajak Panda untuk ikut bersama kami.
Sesampainya di rumah Panda, ternyata ia tidak ada di rumahnya, “Pandanya sedang membantu bapaknya disawah.”, kata ibunya Panda. “Terima kasih Bu. Biar kami menyusul Panda saja ke sawah.”, kataku kepada ibu Panda. Setelah kami berjalan lumayan jauh, kami bertemu dengan Panda, “Panda”, panggilku dan Rendy. Panda agak heran dengan kedatangan kami yang tiba-tiba. “Ada apa?”, tanya Panda, “Kami mau mengajak kemu untuk jalan-jalan. Kami juga mau mampir ke toko buku.”, jawabku. “ Sorry ya, aku gak ikut, soalnya aku harus membantu ayah berkerja disawah ini. Ibu sedang sakit dan tidak bisa membantunya. Mumpung kita lagi libur, jadi aku meyempatkan waktu untuk membantu ayahku. Kalian pergi saja tanpa aku kan juga tidak masalah bukan”, kata Panda menerangkan alasannya. “ O, sory nih kalau kedatangan kita ganggu kamu. Kami pamit dulu ya, Pak, kami pulang dulu ya.”, sahut Rendy. Kami pun pergi berdua saja tanpa ada Panda yang menemani kami pergi bersama.
Sesampainya dirumah, Aku baru teringat bahwa tiga hari lagi Panda akan berulang tahun yang ke 13. aku pun segera datang e rumah Rendy yang rumahnya berada disebrang rumahku. “Rendy, Rendy!”, seruku memeangggil Rendy dari pintu gerbang rumahnya. “ Kenapa, kangen ya!”, “Ih, bukan. Tiga hari lagikan Panda akan berulang tahun yang ke 13, gimana klau kita kasih kejutan buat dia?”, kataku memotong Rendy berbicara. “ Boleh tu.”, setuju Rendy. Akhirnya kami memikirkan ide kami masing-masing untuk memberikan kejutan untuk Panda yang akan berulang tahun yang ke 13 pada tangggal 13 April ini. “ Sekarang tanggal 10, jadi, tinggal 3 hari lagi untuk menyiapkan segala sesuatunya. Kira-kira apa ya yang bisa cepat untuk kejutan di hari ulang tahunnya??”, tanyaku sambil berfikir untuk dan melamun di tempat tidur.
Tanpa Aku sadari, matahari menerangi pagiku dan mengawali langkahku untuk masuk sekolah. Aku bangun pagi-pagi dan dengan tumbennya Aku bangun sepagi ini untuk bertanya pada Rendy tetang ide yang ia dapat. “gimana, udah dapat idenya?”, tanyaku kepada Rendy. “Gimana kalau kita kasih hadiah yang jadi kesukaannya?”, jawab Rendy. Aku pun teringat bahwa ia sangat menyukai roti coklat keju, “Panda kan suka roti coklat keju, gimana kalau kita kasih kue coklat terus diatasnya ditaburin keju? Pasti Panda seneng banget.”, ingatku dang mengatakannya kepada Rendy. “Boleh juga. Selain itu ada yang lainnya yang disukai sama Panda gak?”, tanya Rendy kepadaku lagi. “Wah, kayaknya ada yang lagi introgasi aku ni mengenai Panda?”, kataku sambil melirik-lirik ke Rendy dan tersenyum. “ gak juga sih, kan sebagai teman yang baik kita tu harus tahu apa yang disukai dan tidak disukai sama teman kita sendiri. Jadi, kita bisa kenal deket sama orang itu, terus.”, “Terus bisa jadian deh.”, kataku sambil tertawa.“Terserah deh, terus gimana nih jadinya. Kita pesan aja kue coklat kejunya.”, kata Rendy. “Ya udah, sip, nanti pulang sekolah kita ke toko kue langganan aku”, jawabku kepada Rendy. Ternyata tidak terasa kami sudah sampai disimpang jalan Mawar, tapi, tidak biasanya Panda beluim datang juga. “Panda belum datang ya! Gak biasanya dia tu telat”, seruku. “Tunggu aja sebentar lagi”, kata Rendy.
Setelah menungggu 5 menit lamanya, Panda tidak datang juga, Aku dan Rendy pun memutuskan untuk melanjutkan perjalannan kita ke Sekolah, soalnya kalau kami tetap menunggu Panda, kami akan telat datang ke sekolah. Dan menurut kami kemungkinana Panda sudah tiba di sekolah. Sesampainya disekolah kami segera berlari ke kelas dan mellihat apakah Panda sudah tiba atau belum di sekolah. “Eh, lihat Panda gak”, tanyaku kepada salah satu teman kami dikelas, “Tidak”. Pelajaran pertama pun dimulai. Selama tiga jam pelajaran Aku terus saja memikirkan Panda yang tidak masuk sekolah, apalagi ia tidak mengirimkan kabar apa pun kepada sekolah atau pun ke kelas. Terlebih lagi Aku, teman baiknya yang sudah lama ia kenal. Tak terasa 3 jam berlalu, waktunya siswa siswi untuk istirahat.
Di Kantin Cinta aku bertanya dengan Rendy, “ Panda kok tidak masuk sekolah ya. Ia juga tidak memberikan kabar apapun kepada kelas, sekolah, atau kita sendiri sebagai teman baiknya yang selalu menemani ia.” Walaupun kita teman baiknya kan tidak semua masalah Panda harus kamu ketahui, apalagi masalah itu menyangkut masalah pribadinya.”, tegas Rendy. “ Tapi, tetep aja gak biasanya Panda begitu.”, ujarku. Bel masuk kelas pun berbunyi, Rendy berusaha untuk menenangkanku. Kami pun masuk ke kelas, namun Aku masih kepikiran tentang Panda, Apakah ia mempunyai masalah yang sebegitu beratnya sehingga ia tidak mau bercerita kepadaku?
Kemudian sepulang Sekolah Rendy berkata kepadaku bahwa ia tidak akan pulang bersamaku, ia akan menyelesaikan tugas kelompok dari Ibu.Endang. Aku pun pulang sendiri, melewati simpang jalan Mawar dengan penuh tanya dalam hati. “Tapi, esok harinya jika Panda tidak masuk sekolah Aku akan kerumahnya dan melihat keadaanya.”, janjiku dalam hati.
Jam sudah menunjukkan pukul 06.00 WIB, waktunya Aku berangkat ke Sekolah. Hari ini adalah hari yang membuatku sendiri, bingung, heran, dan aneh. Rendy, tidak masuk ke sekolah karena sakit. Padahal kemarin ia sehat-sehat saja bahkan amat sehat. Sesampainya dikelas, Aku juga tidak melihat batang hidung Panda, Panda hari ini juga tidak masuk sekolah. Aku sangat kesepian tanpanya dan Rendy. Aku merasa ingin segera bergegas pulang ke rumah dan pergi menemui Rendy dan Panda. Hari ini Aku memutuskan untuk tidak istirahat dan akan menabung uang jajanku tadi. Setelah selesai Aku belajar selama 6 jam, Aku berlari menuju rumahku dan bergegas makan dan mengganti bajuku yang penuh dengan keringat ini. “Ma, Aku ke rumah Rendy ya”, izinku kepada mama.
Dirumah Rendy terlihat sepi. Aku berseru memanggil namamnya malah seorang perempuan yang keluar dan ternyata adalah pembantu di rumah Rendy. “Rendynya ada gak bi?”,tanyaku, “Tidak ada, barusan saja ia pergi, katanya mau ke rumah temennya, kalau tidak salah Panda.”, jawab bibi. “makasih bi.”, sahutku. Aku pun segera pergi ke rumah Panda tanpa menbuang-buang waktu. Sesampainya di rumah Panda, rumahnya juga ternyata sepi, sama seperti rumah Rendy, yang tidak ada penghununya. Aku memcoba untuk memanggil namanya berkali-kali dan dengan lantang, namun, tidak ada yang menjawab. Bahkan hanya angin sepoi yang menyahutiku, tak beberapa lama Aku menunggu di rumah Panda, ada seorang kakek yang masih kuat datang menghampiriku dan menayangkan “sedang apa dek?”, “lagi, tunggu Panda, kek”, jawabku terhadap sahutan kakek. “O, Panda, Panda, Pandanya kan lagi ke rumah sakit.”, kata kakek. “dirumah sakit kek? Emang siapa yang sakit kek?”, tanyaku kepada kakek yang membuatku penasaran dengan apa yang terjadi pada Panda. “ dari hari kamis kemarin lusa, ibu Panda sakit keras. Jadi, Panda tidak bisa sekolah, dan harus membawa ibunya ke rumah sakit untuk berobat. Katanya sudak dibawa ke Puskesmas cuma, Puskesmas menyediakan alat-alat yang terbatas. Panda juga harus membatu ayahnya untuk berkerja disawah itu untuk memcukupi kebutuhannya sehari-hari. Dari sawah itulah ia dapat bertahan hidup selam ini.”, cerita kakek kepadaku tentang apa yang dua hari belakangan ini menyebabkan keanehan pada diri Panda. Aku pun menayakan dimana letak rumah sakit yang merawat ibu Panda selama dua hari kemarin dan menyetopkan angkot untuk mengantarku ke tempat tujuanku, yaitu Rumah Sakit Sehat yang letaknya sangat jauh dari rumah Panda yang ia tempati. Akhirnya Aku tahu apa yang dialami Panda selama ini. Semua tanyaku sudah terjawab dari cerita kakek.
Sesampainya di Rumah Sakit Aku langsung ke tempat bagian informasi untuk menanyakan apakah ada ibu Panda yang sakit. Namun, aku terdiam sejenak. Aku memikirkan, bagaimana Aku dapat menemukan ibu Panda kalau Aku tidak mengetahui namanya? Aku terus berfikir dan duduk di ruang tunggu, entah apa yang harus Aku lakukan sekarng, Aku tidak dapat berbuat lagi. Tiba-tiba, seseorang datang menghampiriku. Orang itu adalah Rendy, cowok yang Aku anggap teman telah membohongiku. Padahal ia tahu bahwa Aku membeci orang seperti dirinya. “Ayo, ikut aku! Kamu mau bertemu dengan Panda kan.”, kata Rendy sambil menegurku di ruang tunggu. Walaupun Aku sangat marah padanya karena ia tidak jujur padaku soal Panda dan masalah yang menimpanya, Aku langsung mengikutinya dan berhenti pada satu ruangan yang menurutku ruangan itu hanya di masuki oleh orang tertentu dan sangat meyeramkan.
Di Ruang ICU, lampu ruangan menyala dan berwarna merah yang berarti, bahwa sedang ada kegiatan yang dilakukan didalam yang menyangkut nyawa seseorang. Di salah satu tempat duduk yang berjejeran didekat ruang itu, Aku melihat seorang perempuan yang sedang menangis dan berdoa, pasrah pada Tuhan dengan apa yang akan terjadi nanti di dalam Ruangan ICU. Aku kenal orang itu, “Panda!”, sahutku sambil berlari menghampirinya. “Panda, kenapa kamu tidak pernah bilang padaku kalau ada suatu masalah yang sangat berat menimpa dirimu saat ini?”, kataku sambil menangis, memeluknya dan mengusap punggungnya yang terus saja tersedu-desu. Panda hanya diam dan menjawab semuanya dengan tangisan dan seduhan yang sangat mendalam yang menandakan bahwa ia sedang membawa beban yang sangat berat dan menaruh harapannya pada Tuhan.
Tapi, Aku meyakinkan Panda bahwa Tuhan selalu menolong setiap orang yang juga mempercayainya. “ Jadi, kita semua berdoa untuk kesembuhan ibumu ya.”,kataku untuk menenangkan Panda. Aku, Panda, Rendy, dan Ayah Panda bersama-sama berdoa untuk kesembuhan ibu dari teman kami yang sangat kami sayangi. Dua jam sudah berlalu, kami hidup dan mengunggu dalam keresahan dan penuh dengan sejuta pertanyaan. Kami sekarang hanya bisa diam tanpa mengeluarkan kata-kata lagi. Sudah habis ucapan kami untuk mengunggu jawaban di ruang berAC dan sepi dari keributan. Di depan ruang yang menangani ibu Panda, kami terus berdoa tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi didalam itu. “ Kok lama sekali ya.”, ucapku. “Iya, kayaknya sudah Tiga jam kita mengunggu ditempat ini tanpa kejelasan apa pun”, kata Rendy. Tapi, Aku menghampiri Rendy dan berkata “Yah, kita tunggu sajalah, jangan samapi kita membuat semuanya menjadi panik. Aku kasihan kepada Panda yang tidak bicara sedikit pun.”.
Suasana ditempat kami mengunggu semakin dingin dan larut malam, kami tidak sadar bahwa hari sudah larut malam. Itu berarti kami sudah mengunggu sekitar 6 jam yang keadaannya kami masih tidak tahu. “Nih, minum dan makan dulu biar kamu gak sakit”, kata Rendy sambil membawa kantong plastik yang berisikan makanan dan secangkir teh. “Nih, pak, wen, dimakan makananya dan diminum tehnya,”, kata Rendy sambil memberikan bungkusan itu kepadaku. “Panda, makanlah sedikit, nanti bukannya ibumu sembuh malah kamu yang menggantikannya. Nanti kamu akan sakiy, kamu harus kasihan dengan ibumu, pasti ia akan sedih jika itu terjadi padamu. Nih, dimakan ya, sedikit aja.”, kata Rendy sambil menyodorkan makanan dan minuman yang telah dipisahkannya dan menyodorkannya ke bangku nomor empat dan pintu ruangan yang sejak tadi tidak terbuka.
Selang 5 menit kemudian, dokter dan seluruh orang yang ada didalam ruangan itu pun keluar dengan raut muka yang meminta pertolongan untuk selalu berharap pada Tuhan.”Bagaimana keadaan ibu saya, dok?”, tanya Panda. “Bagaimana keadaan istri saya didalam, dok?”, tanya ayah Panda. Dokter bingung dengan sejuta pertanyaan yang ada dalam pikiran kami selam kami menunggu. “Keadaan ibu itu cukup lemah, kami sudah berusaha semkasimal mungkun.”, jawab dokter. “Maksud dokter?”, kataku bertanya dengan heran. “Iya, sebagai manusia kita tidak ada yang sempurna. Kami tim medis sehat yang menanganinya sudah berusaha dengan semaksimal mengkin. Sekarang yang bisa kita lakukan adalah menunggu perjuangan ibu dan berdoa selalu untuk kesembuhannya. “Saya bisa lihat keadaanya, dok?”, Tanya ayah Panda. “Untuk sementara ini semuanya belum stabil. Jadi, belum boleh dijenguk dahulu sebelum ibu sadar, kami akan memindahkannya ke ruang perawatan dan menjaganya 24 jam penuh untuk mengantisipasi sesuatu yang akan terjadi pada ibu.”, kata dokter.
“ Sekarang aku hanya bisa melihat ibu denga dibatasi oleh kaca ini. Bagaimana aku bisa selalu menjaganya?”, tanya Panda dalam hatinya. “Kamu tenang aja, ibumu pasti sembuh kok. Sekarang keluargamu sedang diuji, kamu harus tetap terus mendoakannya.”, ucapku didepan ruangan yang memisahkan kami dengan ibu Panda. Belum sudah rasa sakitnya terhadap masalah itu, tiba-tiba “ Ini adalah jumlah yang harus keluarga pasien bayar, agar pasien dirawat terus hingga benar-benar dinyatakan sembuh oleh dokter.”, kata seorang suster bagian administrasi sambil membawa sepoting kertas yang sangat membebankan Panda. Angka yang ada dikertas itu lumayan banyak, itu pun haya perawatan saja. Uang operasinya sudah dibayar oelh Rendy, dan sekarang sebagai teman Aku harus membantu Panda untuk menyelesaikan satu masalah yang membebaninya. “Udah, kalau biaya bisa kita cari, Aku akan membanntumu sebisa Aku.”, kataku meneangkan hati temanku itu. “Terima kasih. Aku tidak tahu lagi harus berkata apa pada kamu dan Rendy yang selama ini membantuku selalu. Hadir setiap waktu untukku. Aku sangat berutung ya mempunyai teman baik sebaik kalian.”, kata Panda yang terus memuji persahabatan ini.
Keesokkan harinya, Dokter mempunyai kabar yang sangat menggembirakan kami semua. “Ibu anda sudah siuman dan kalian bisa menjenguknya. Tapi, jangan ada yang mengganggu ketenganan dan jangan membuat beliau kepikiran sesuatu karena itu bisa membuatnya semakin drop.”, kata dokter meyarankan kami. “Rebes do, eh, beres dok.”, kata Rendy sambil lelucon untuk menamabh kegembiraan Panda dan kami semua. “Ibu.”, ucap Panda. Tangis dan keharuan di ruangan itu membuatku sadar betapa pentingnya keluarga dan betapa pentingnya seorang orang tua yang ada selama iniuntuk menjag kita dalam situasi dan keadaan apapun yang menimpa kita. Namun, semakin lama suasana di ruangan yang berdinding putih itu semakin penuh dengan keceriaan. Aku dan Rendy berpamitan untuk pulang ke rumah untuk meneruskan sekolah kami besok. “Ibu, Bapak, Panda, kita pulang dulu ya. Bu, semoga lekas sembuh ya.”, kataku dan Rendy sambil meminta izin untuk pulang. “Iya, aaattti – ati ya nak.”, kata ibu Panda yang terbata – bata berbicara.
Pagi membangunkan kami dan meminta kami untuk tersenyum mengawali hari ini. Hari ini bagi kami, adalah awal untuk membuat orang lain tersenyum. Aku dan Rendy mulai beraktivitas lagi sebagai pelejar. Aku dan Rendy pergi ke ekolah seperti biasanya tanpa teman kami satu lagi. Tiba – tiba hari ini kami sangat terkejut. Di simpang itu, aku dan Rendy bertemu dengan seseorang yang sangat kami tunggu, dia adalah Panda. Panda datang dan berangkat ke Sekolah bersama kami kembali, seperti sedia kala. Akhirnya kenangan indah dan manis itu terulang kembali. Cuma, raut wajah Panda masih belum sembuh karena beban yang dideritanya. Tapi, sebagai teman yang selalu ada untuknya kami selalu menghibur Panda sampai saat murid – murid SMP Indah Selalu 1 pulang. Kali ini Panda tidak pulang ke rumahnya tetapi ke rumah di mana orang – orang yang membutuhkan perawatan saja yang hanya datang ke sana serta orang – orang yang sedang mangalami masalah dalam tubuhnya atau pun menjenguk orang yang terbaring lemah disalah satu ruangan itu.
Sepulang Sekolah Aku dan Rendy tidak pulang bersama karena arah jalan pulang kami yang tidak searah lagi. Dan karena hari ini adalah hari ulang tahun Panda, jadi, kami akan membuatkannya surprise yang serderhana tapi sangat membahagiakanya. Aku dan Rendy sudah memesan kue dari 1 hari sebelum tanggal 13 itu datang. Sekarang kami akan pergi ke toko kue “Cinta” untuk mengembil pesanan kami. “Selamat siang”, kata salah satu karyawan dari toko itu. Kami pun tersenyum menyambut sapaan yang begiru ramah kepada kami. Aku dan Rendy pergi ke kasih dan menayakan”Mbak, kami mau mengambil pesanan ini,”, sambil menunjukkan bon kue yang kami pesan kemarin. “O, tunggu sebentar ya dik.”, kata salah satu kasir disana. Kami menunggu 5 menit disana. “Ini dek pesannanya.”, “Iya, mbak.”, sahutku. “terima kasih.”, kata penjaga toko yang tadi membukakan kami pintu.
Dari toko itu Aku dan Rendy pulang ke rumah kami. Kami berganti pakaian untuk menyambut malam dan datngnya kebahagiaan. Kala itu waktu menunjukkan 19.00 WIB. Aku dan Rendy berpamitan keoada kedua orang tua kami dan bartemu didepan rumah kami masing-masing. Kami dengan tersenyum dan gembira berangkat ke rumah sakit dimana tempat Marag sekeluarga tinggal untuk menjaga ibunya yang sedang terbaring lemah. Dengan berbekal keberanian dan keahagiaan yang kami tunggu, kami membawa kue rasa kesukaan Panda, coklat keju. Sampailah kami di rumah sakit itu dan mencari salah satu ruangan yang bernomor 125.
Setelah kami medapatkan kamar itu, kami masuk dan memberikan kebahagiaan di kamr itu. “selamat ulang tahun kami ucapkan. Selamat panjang umur kita kan doakan. Selamat sejahtera sehat sentosa, selamat panjang umur dan bahagia.’, Aku dan Rendy menyanyikan lagu ini. Panda terkejut dan meneteskan kebahagiaannya dengan air mata. “teeerima kasih temanku. Aku saja harii ini lupaa dengan ulang tahuunku.”, kata Panda sambil tersendat-sendat. “itulah gunanya teman.”, celoteh Rendy. “Sekarang tiup ya lilinnya.”, sahutku. Panda pun meniup lilin yang berbentuk angka 1 dan 3 dan pertanda semakin lama kita tumbuh semakin dewasa. “ udah dong, jangan nangis lagi. Sekarang potong ya kue ulang tahun ini. Rasanya sesuai kan sama kesukaanmu. Ini Rendy loh yang pesen, khusus untuk kamu.”, kataku sambil tersenyum melihat Rendy dan Panda. “Potongan pertama mau kamu kasih siapa Panda?”, tanyaku sambil meledek Panda. Kue potongan pertama diberikan kepada seorang cowok yang baru dikenalnya, Rendy. Ia memberikan kue potongan pertama itu kepada Rendy. “terima kasih.”, kata Rendy, “Iy, sama-sama.”, jawab Panda. Tapi sambil memotong kue potongan ke kedua, Aku membisikkan sesuatu kepada Rendy. Tiba-tiba Rendy mengajak Panda unutk keluar dari ruangan itu sambil membawa sepotong roti yang tadi diberikan oleh Panda, dan Aku melanjutkan acara potong kue itu.
Di luar ruangan 125 itu, “Panda, dari dulu aku sudah tahu kamu dari cerita Wenni. Dan sekarang aku lebih mengenal kamu dari apa yang aku tahu sekarang. Aku juga tahu bahwa kamu memanganugerah Tuhan untukku, sekarang apakah kamu mau menerima kekurangan dan kelebihanku?”, kata Rendy kepada Panda. “Maksud kamu?”, tanya Panda. “ Kamu mau gak jadi pacarku tapi aku gak akan maksa kamu.”, dengan wajah malu dan tegang Rendy berkata seperti itu untuk meluapkan isi hatinya. “Iy, aku mau, tapi aku gak mau gara-gara ini persahabatan kita semua jadi putus ya.”, kata Maraga, “Iy, aku janji.”, jawab Rendy. Mereka berdua masuk sambil tersenyum dan Rendy memberikan sesuatu kode yang aku yakin bahwa hal itu pertanda bagus. Setelah kami memberikan kebahagiaan itu, kami pulang karena hari sudah larut malam. “Pak, Bu, kami pulang dulu.”, kataku dan Rendy. “Iy, ati-ati nak. Panda, antarkan merekan ke depan ya.”, kata ibu Panda. Kami diantak Panda samapi ke depan rumah sakit. “Hari ini Aku seneng banget. Temenku ulang tahun, ibunya sudah mulai sembut, kami bisa kumpul lagi seperti dulu, dan 1 hal lagi yang tidak boleh aku lewatkan.”, “apa itu?”, tanya Panda dan Rendy. “Cinta rasa coklat keju yang dibuat oleh kedua teman.”, kataku sambil tertawa. Rendy dan Panda juga ikut tertawa. Aku senang hari ini aku mendapatkan kebahagiaan yang sangat berlimpah.

Lia mengatakan...

Tema : Cinta Monyet Remaja
Karya : Lia Wahyuni
Nomor Absen : 24

Cinta di Balik Buku


Namaku Renata Claudia. Teman-temanku memanggilku Rena. Aku adalah seorang pelajar di salah satu SMA di Palembang dan tahun ini umurku menginjak 16 tahun. Aku memiliki berat 60 kg dan tinggi 170 cm, berat yang tidak sesuai bukan untuk tinggiku. Tapi, it’s me. Rambutku pendek dan kulitku berwarna putih. Aku mempunyai sifat yang sedikit aneh. Kalau ada masalah pasti terus aku pikirkan sampai masalah itu ada solusinya sehingga kadang-kadang aku suka stress sendiri. Teman-teman menjuluki aku kutu buku karena aku selalu belajar.
Aku berangkat sekolah pagi-pagi karena jarak rumahku ke sekolah cukup jauh. Sesampainya di sekolah, suasana sekolah masih sepi hanya terlihat beberapa murid yang datang pagi untuk membuat PR di sekolah. Aku duduk di tempat dudukku. Sambil menunggu sahabatku datang, aku mengambil sebuah buku pelajaran dan aku pelajari. Mana tahu kalau nanti tiba-tiba ulangan mendadak.
Ketika aku sedang sibuk belajar, satu per satu teman kelasku pun datang. Tak lama kemudian, Ella, sahabatku pun datang menghampiriku dan mengajakku jalan-jalan mengelilingi sekolah sambil bercerita atau curhat. Bisa dibilang, dialah yang selalu menemaniku setiap waktu, ketika aku kesal, sedih, gembira dia selalu ada di sampingku. Kami berteman sejak kami duduk di bangku SMP. Ella adalah gadis yang tomboy, tingkah lakunya yang seperti laki-laki membuat cowok-cowok takut kepadanya. Ella di mataku adalah sahabat yang baik, perhatian, sabar, dan pengertian.
”Kriiing...” bel sekolah pun berbunyi.
Kami pun harus berpisah karena aku dan Ella tidak satu kelas.
Ternyata dugaanku benar, ketika pelajaran dimulai, guru matematikaku langsung memberikan ulangan mendadak. Teman-temanku ribut, suasana kelas sangat gaduh. Mereka tidak setuju kalau diadakan ulangan karena mereka belum belajar. Untung saja, tadi pagi aku sudah belajar, jadi mau ulangan atau tidak sama saja. Guru matematikaku tidak mau tahu sudah belajar atau belum. Akhirnya, ulangan tetap dilaksanakan..
Ketika waktu istirahat tiba, teman-temanku masih membahas ulangan matematika tadi.
”Ren, gimana ulangan matematika tadi? Bisa nggak?” tanya teman-temanku.
”Lumayan bisa sih, soalnya aku sudah belajar tadi pagi.” Aku menjawab.
Aku bergegas mencari Ella dan menceritakan semua kejadian tadi. Ketika aku dan Ella sedang membahas soal tadi, tiba-tiba Andi menghampiriku. Andi adalah cowok yang bisa dibilang sempurna. Dia memiliki wajah yang tampan, tubuh yang ideal, serta sifatnya yang baik membuat cewek-cewek jatuh cinta kepadanya. Aku berteman dengan Andi sejak SMP. Dulu, kami pernah sekelas, jadi kami lumayan dekat.
”Ren, aku pinjam catatan sejarah kamu, ya! Kemarin aku nggak masuk sekolah, biasa ada urusan keluarga.” Andi memulai pembicaraan.
”Oke, tapi aku nggak bawa buku yang mau kamu pinjam itu.” Aku menjawab.
”Hmmm.. Gimana kalo nanti sore aku ke rumahmu aja? Kan rumah kita satu kompleks.” ide Andi.
”Boleh juga tuh, jadi aku nggak susah-susah bawa ke sekolah.” balas Rena.
Hari sudah sore ketika aku sampai di rumah, badanku terasa letih sekali. Aku masuk ke kamar dan langsung mandi. Sambil mandi aku berpikir di dalam hati. Kapan aku libur sekolah? Aku sangat menantikan libur sekolah. Setiap hari aku selalu disibukkan dengan les, PR, dan ulangan. Rasanya hidupku ini belajar, belajar, dan belajar terus. Aku merasa penat jika setiap hari harus terus belajar sehingga waktu untuk refreshing atau beristirahat pun sedikit sekali. Waktuku bersama keluarga sangatlah sedikit. Untuk menonton TV bersama-sama atau sekedar jalan-jalan sulit sekali. Mungkin hanya satu kali dalam satu bulan kami pergi bersama-sama. Kalau aku melihat adikku, aku sering iri kepada mereka. Mereka masih mempunyai waktu untuk bermain, sedangkan aku sibuk dengan kerjaanku sendiri.
Selesai mandi, aku merasa ngantuk sekali. Mataku rasanya ingin tertutup, badanku ingin sekali merebah. Akhirnya aku pun tertidur di atas tempat tidurku dan terlelap pulas.
Aku melirik ke arah jam dinding, ternyata jam telah menunjukkan pukul 19.00. Aku terbangun dan teringat janjiku pada Andi. Aku bergegas ke luar kamar dan bertanya pada bibi apa ada yang datang tadi sore. Ternyata, dugaanku benar.
”Iya Non, tadi ada temen Non, Andi datang kemari. Karena bibi ngelihat Non tertidur pulas, bibi nggak berani bangunin Non.”
Aduh, gimana nih, tadi aku ketiduran. Aku lupa sekali dengan janjiku pada Andi. Cepat-cepat aku mengambil ponselku dan aku mengirim sms ke Andi.. Aku meminta maaf kepada Andi dan bermaksud untuk ke rumahnya mengantar buku yang akan dipinjamnya.
Tak lama kemudian, Andi membalas SMSku.

Gak apa-apa lagi Ren.
Aku tahu kok kalau kamu itu kecapekan.
Lain kali jangan belajar sampai larut malam yah.
Gini aja, sekarang aku ke rumahmu aja. Kamu ada di rumah kan sekarang?

Dan aku membalas sms Andi.

Ada kok, aku tungguin yah.

Sambil menunggu Andi, aku duduk-duduk di taman belakang rumahku dan membaca novel baru yang aku beli. Ketika aku sedang asyik membaca novel, Andi pun datang. Bibi yang membuka pintu dan menyuruh Andi langsung ke taman belakang.
”Ren, sorry ya gangguin kamu malem-malem kayak gini!” kata Andi lepas.
”Nggak kok, lagian aku lagi santai kok. Besok kan hari Minggu,Di. Nih, buku catatan yang mau kamu pinjam.”Aku menjawab seraya memberikan buku catatanku.
Aku mengajak Andi duduk-duduk sambil ngobrol untuk sekedar menghilangkan rasa letihnya yang harus pergi bolak-balik ke rumahku. Tak terasa sudah cukup lama kami mengobrol. Hari pun sudah semakin malam dan Andi pun pamit denganku untuk pulang . Aku mengantar Andi sampai ke depan rumahku.
”Ren, aku pulang dulu ya. Good Nite ... Have a nice dream ...” kata Andi sambil tersenyum padaku.
“Oke, makasih, Di.” balas aku sambil membalas senyum Andi.
Setelah aku mengantar Andi ke depan, aku langsung menuju kamarku. Kulihat layar ponselku ada 10 panggilan tidak terjawab. Ternyata, Ella yang meneleponku. Aku terlalu asyik mengobrol dengan Andi sampai-sampai aku lupa kalau handphoneku aku tinggal di kamar. Cepat-cepat aku menelepon Ella.
”Halo, ada apa La?”
”Nggak. Aku cuma mau nanya kamu lagi ngapain. Soalnya aku lagi sendirian nih di rumah. Aku kesepian nih.”
”Oh, sorry ya tadi aku nggak angkat telepon kamu, ponselku tadi aku taruh di kamar. Andi barusan aja dateng ke rumahku trus aku ajak ngobrol bentar deh. Eh, kelupaan dengan ponselku.” Aku menjelaskan kepada Ella.
”Bukannya Andi dateng tadi sore, Ren?” tanya Ella.
”Iya. Tadi sore Andi memang dateng, tapi aku ketiduran. Jadi, dia dateng lagi deh ke rumahku.”
”La, aku kasihan nih sama Andi. Dia bolak-balik ke rumahku gara-gara aku ketiduran.” sambung aku..
”Tapi dia nggak marah kan sama kamu?”
”Iya sih. Untung aja dia itu baik.”
”Terus kalian ngapain lagi selain ngobrol?”
”Nggak ngapain-ngapain kok.”Aku menjawab.
”Eh, menurut aku ya Andi itu suka sama kamu Ren.”
”Apaan sih kamu La, sekarang ini aku nggak mau mikirin pacaran. Aku mau belajar dulu. Urusan pacaran itu ntar aja lagi. Lagian nggak mungkin Andi suka sama aku. Andi pasti udah punya cewek.” Aku membalas.
”Ih.. dibilangin nggak percaya. Ya udah aku mau tidur dulu ya. Ngantuk nih..” ujar Ella sambil menguam.
”Ya udah, aku juga udah ngantuk. Met malem.” Aku mengakhiri pembicaraan.
Keesokan harinya, aku sibuk mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk. Gara-gara terlalu sibuk, aku tidak ikut pergi jalan-jalan bersama keluargaku. Adik-adikku semua ikut, hanya aku yang ditinggal di rumah. Sore itu, aku mendengar bel rumahku berbunyi. Aku coba mencari tahu siapa yang datang. Ketika aku membuka pintu ternyata ada seorang cowok yang berpakaian rapi, tak kusangka itu Andi yang datang. Aku mempersilakan Andi masuk dan mengajaknya duduk di ruang tamu.
”Ada apa, Di kesini? Mau pinjem buku apa lagi?” Aku bertanya.
”Nggak kok. Aku dateng ke sini cuma mau bilang sesuatu sama kamu.” balas Andi.
”Ngomong apa?” Aku semakin penasaran.
”Hmm.. Sebenarnya aku suka sama kamu. Mau nggak kamu jadi pacar aku?” ucap Andi lantang.
Mendengar pernyataan Andi tersebut, aku sangat terkejut. Seorang Andi suka sama aku yang kutu buku ini. Sedang mimpikah aku ini? Tapi, apa yang harus aku jawab kepada Andi sekarang. Aku takut melukai perasaan Andi.
”Di, maaf bukannya aku nggak suka sama kamu. Tapi, aku bener-bener nggak bisa jadi pacar kamu. Lagian, kita kan masih sekolah lebih baik kita belajar dulu aja. Aku juga harus belajar. Aku takut dengan pacaran bisa ganggu sekolah aku. Aku mohon kamu mau ngertiin aku.” jawab aku dengan ragu-ragu.
”Aku ngerti kok kondisi kamu. Aku nggak mau paksain kamu. Tapi satu hal yang harus kamu tahu kalau aku sayang dan cinta banget sama kamu, Ren.” ujar Andi dengan nada sedikit kecewa.
Andi buru-buru meninggalkan rumahku tanpa pamit kepadaku. Aku merasa tidak enak hati dengan Andi. Kuambil handphoneku dan mengundang Ella ke rumahku. Lalu aku menceritakan kejadian tadi pada Ella.
”La, apa yang aku lakuin ini bener?”
”Hmm.. Menurut aku , kenapa kamu nggak minta waktu buat mikir-mikir?” sahut Ella.
”Aku nggak tahu La mau bilang apa. Kalau dikasih waktu untuk mikir-mikir juga aku pasti akan menolak menjadi pacarnya.”
”Kenapa?” Ella bertanya-tanya.
”Soalnya aku mau fokus ke sekolah dulu. Aku takut dengan pacaran bisa ganggu konsentrasi aku ke pelajaran sekolah. Ntar, nilai-nilai aku jatuh semua gara-gara aku sibuk pacaran.” papar aku.
”Tapi, sejujurnya di dalam hati kamu ada nggak perasaan cinta sama Andi?’
”Nggak tahu. Mungkin saja iya tapi aku masih ragu-ragu sama perasaanku sendiri.” jawab aku.
Saat itu, aku sedang sendirian di dalam kamar, Ella sudah pulang ke rumahnya. Hujan lebat menemaniku malam yang sepi itu. Aku memandangi ke luar jendela dan memikirkan benarkah keputusan yang aku ambil. Tapi, tetap saja aku tidak bisa menemukan jawaban itu. Ketika aku sedang melamun, aku teringat bahwa besok ada ulangan . Bergegas aku belajar karena hari sudah malam.
Keesokan harinya, ketika aku sedang sibuk belajar, Ella menghampiriku dan menyerahkan buku catatan sejarahku yang dipinjam Andi kemarin. Kebetulan Andi tidak satu kelas denganku ataupun Ella. Aku bingung kenapa tidak Andi sendiri yang menyerahkan catatan itu kepadaku. Apakah ini ada hubungannya dengan masalah kemarin? Ah, sudahlah yang penting sekarang aku harus fokus belajar dulu. Aku dan Ella tak membahas masalah kemarin lagi karena dia tahu aku sedang sibuk belajar.
Belakangan ini, setiap hari selalu ada ulangan dan tugas. Setiap istirahat, aku selalu di dalam kelas, entah itu mengerjakan tugas atau belajar. Aku dan Ella sibuk dengan kegiatan masing-masing. Sampai-sampai kami bertemu ketika pulang sekolah saja. Aku juga tidak pernah bertemu dengan Andi lagi semenjak kejadian itu.
Hingga suatu saat, ketika aku sedang membaca sebuah buku pelajaran, Ella memberitahukan suatu hal yang membuatku sangat terkejut dan terhentak. Buku yang aku pegang tiba-tiba jatuh ke lantai. Ella memberitahuku bahwa dia dan Andi telah berpacaran. Entah mengapa aku merasa kecewa dan sedih. Rasanya hatiku tak dapat menerima semua itu. Padahal seharusnya aku merasa senang karena sahabatku mempunyai pacar. Tapi mengapa hatiku merasa sakit dan perih. Aku merasa tidak rela Ella berpacaran dengan Andi. Aku merasa dikhianati Ella, tapi sebenarnya itu salahku. Aku tidak boleh melarang Ella jatuh cinta atau berpacaran dengan Andi. Toh, Andi juga bukan pacarku apalagi waktu itu aku pernah menolak cinta Andi yang terlihat begitu tulus padaku.
”Ren, kenapa kamu? Kok buku kamu tiba-tiba jatuh sih?” Ella bertanya sambil mengambil bukuku yang jatuh.
”Nggak kok, aku senang banget kamu akhirnya udah pacaran.” jawabku dengan gugup.
”Gimana kalau buat ngerayain jadiannya kami, besok kita pergi ke mall bareng-bareng yuk sekalian makan-makan gitu! Lagian besok kita libur sekolah.”
Aku tak tahu apakah aku harus ikut atau tidak. Kalau aku ikut sama saja aku menyakiti hatiku dengan melihat mereka berdua berpacaran. Tetapi, kalau aku tidak ikut aku merasa tidak enak dengan Ella dan Andi.
”Ya udah La, aku ikut tapi jangan lama-lama ya.” Aku mengangguk setuju.
Kami akhirnya sepakat untuk berkumpul di salah satu toko buku di mall tersebut.
Ketika aku sampai di sana, Ella dan Andi belum datang. Aku melihat-lihat buku terbitan baru. Maklumlah, bulan ini aku belum ke toko buku. Padahal, setiap bulan aku harus membeli buku entah itu buku yang berhubungan dengan pelajaran atau bukan karena aku paling suka membaca buku apalagi membaca informasi-informasi yang belum pernah ku dengar.
Aku mengambil beberapa buku yang akan kubeli. Karena aku tidak berhati-hati, tak sengaja aku bertabrakan dengan seseorang. Buku-buku yang kupegang jatuh berserakan di lantai. Dia membantuku membereskan buku-bukuku. Tiba-tiba, kami mengambil sebuah buku secara bersama-sama sehingga tidak sengaja dia memegang tanganku. Jantungku berdebar sangat kencang. Darahku mengalir sangat cepat. Baru hari itu aku merasakan perasaan seperti itu. Ketika aku melihat siapa cowok itu, ternyata itu Andi! Aku sontak terkejut dan segera menarik tanganku dengan cepat.
”Eh..eh..ternyata kamu, Di! Maaf, tadi aku nggak sengaja” kataku dengan gugup.
”Mana Ella? Kok jam segini belum datang?” ujarku mengalihkan perhatian.
”Nggak apa-apa kok Ren, mau ditabrak sama kamu berkali-kali aja juga nggak apa-apa palingan ntar aku penyet.” Andi membalas sambil tertawa.
”Oh, ya mungkin bentar lagi Ella datang.” sela Andi.
Sambil menunggu Ella datang, Andi mengajakku melihat-lihat buku. Sampailah aku di tempat di mana terdapat kumpulan buku-buku baru. Langkahku terhenti ketika aku terpana dengan sebuah buku yang memang aku idam-idamkan dari dulu.
”Kenapa Ren? Kamu mau beli buku itu?”tanya Andi.
”Aku mau sih beli buku itu tapi harganya mahal.” papar aku.
Tiba-tiba, seseorang dari belakang mengejutkan kami. Oh, ternyata Ella. Segera aku menjauhi Andi karena aku merasa tidak enak dengan Ella dan takut akan terjadi kesalahpahaman.
”La, lama banget sih kamu! Lihat nih aku hampir mau makan buku.” aku menggerutu sambil bergurau.
”Maaf, tadi jalanan macet banget, Ren. Ya udah, kita makan sekarang yuk. Perutku juga udah keroncongan nih.” Ella bergegas.
Saat sedang makan, aku melihat mereka sangat mesra sekali. Sampai-sampai nafsu makanku hilang. Hatiku hancur berkeping-keping. Mengapa ketika aku mulai menyadari bahwa aku cinta sama Andi ternyata Andi telah lebih dulu berpacaran dengan sahabatku sendiri? Aku merasa cemburu kepada mereka. Buru-buru Aku berpamitan pulang kepada Ella dan Andi karena aku sudah tidak tahan lagi melihat mereka seperti itu.
Malam harinya, aku duduk-duduk di taman belakangku seperti biasa. Aku mendengarkan sebuah lagu yang menggambarkan perasaanku sekarang sambil melihat langit malam yang bertaburan bintang.

”Oh, Tuhan tolonglah aku.
Janganlah Kau biarkan diriku jatuh cinta kepadanya.
Sebab andai itu terjadi akan ada hati yang terluka.
Tuhan tolong diriku.”
Begitu isi dari sepenggal lagu yang kudengar.
Kenapa hidupku ini begitu tragis. Ketika aku mulai menyadari kalau aku cinta dengan Andi ternyata dia lebih memilih sahabatku, Ella. Mengapa harus Ella? Ella sahabatku seharusnya sudah tahu bahwa sejujurnya aku cinta sama Andi tapi malah dia berpacaran dengan Andi. Penyesalanku sudah terlambat. Mungkin waktu itu ketika aku menolak Andi, dia patah hati dan Ella menghiburnya sehingga mereka bisa menjadi dekat dan akhirnya mereka saling jatuh cinta dan berpacaran. Lamunanku tiba-tiba buyar ketika mama memanggilku dan menyuruhku mengantarkan kue yang dipesan Mama Andi ke rumahnya, maklum mamaku suka membuat kue dan menerima pesanan kue. Mau tidak mau aku mengantarkan kue itu sendirian.
Aku melangkahkan kakiku ke rumah Andi. Baru 10 menit aku berjalan, tibalah aku di rumahnya. Aku mengetuk pintu rumahnya dan disambut oleh mamanya.
”Malam tante. Ini tante, kue pesanannya.” aku menyerahkan kue pesanan Mama Andi.
”Masuk dulu Ren, kamu pasti capek jalan kaki dari rumah.” Mama Andi menawarkan kepadaku untuk beristirahat sejenak.
”Makasih tante.” aku menerima ajakan Mama Andi.
Baru beberapa langkah aku berjalan masuk ke rumah Andi, aku melihat Ella dan Andi sedang ngobrol berdua. Aku tak dapat menahan emosiku lagi. Kenapa aku harus bertemu mereka di saat dan kondisi seperti ini.
”La, kamu udah tahu kalau aku cinta sama Andi tapi kenapa kamu merebut Andi dari aku? Kamu itu sahabatku La, kok kamu tega sih ngelakuin ini ke aku? Kamu juga sengaja kan mengajak aku ke mall untuk membuatku iri kepadamu, ya kan? Kamu juga Di, katanya kamu cinta sama aku tapi baru beberapa hari kamu udah bisa ngelupain aku! Apakah itu yang namanya cinta ?” aku menyela obrolan mereka dengan nada tinggi.
”Ren, kamu dengerin penjelasan kami dulu dong.” jawab Ella ketika melihatku.
”Penjelasan apa lagi yang perlu aku denger? Aku udah tahu kok semuanya tanpa perlu kalian kasitahu.” aku marah dan segera berlari ke luar rumah.
”Ren, tunggu dulu Ren!” Andi dan Ella mengejarku.
”Aku mau ngomong sama kamu.” Andi menarik tanganku.
”Oke !Apa yang mau kamu omongin?” jawabku ketus.
“Kalau kamu cinta sama aku kenapa waktu itu kamu tolak aku?”
”Karena aku ingin fokus belajar, aku takut dengan pacaran nilaiku bisa turun! Puas kamu!” aku menjawab sambil menitikkan air mata.
”Nah, kenapa sekarang kamu harus marah sama aku dan Ella? Toh, kamu yang nggak mau kok. Aku tahu kamu memang lebih mementingkan sekolah tapi kamu juga harus jujur sama perasaan kamu sendiri! Kamu kira aku bakalan buat kamu malas belajar apa?” balas Andi.
”Ren, bukan aku bermaksud merebut Andi tapi jujur aku juga suka sama Andi. Karena kamu udah menolak Andi, itu berarti kamu nggak ada perasaan apa-apa terhadap Andi.” sambung Ella.
Mendengar perkataan Andi dan Ella, hatiku pun hancur menjadi serpihan-serpihan. Aku tidak menyangka mereka bisa berkata seperti itu kepadaku. Cowok yang aku suka dan sahabat terbaikku malah menyakiti hatiku dan tak memikirkan bagaimana perasaanku.
Aku bergegas meninggalkan mereka sambil menitikkan air mata. Tiba-tiba, turun hujan yang sangat lebat. Mengapa ketika aku sedang seperti ini, hujan turun. Sungguh lengkap penderitaanku ini. Di tengah hujan deras aku menangis tanpa henti. Apa ini semua salahku? Semua orang yang aku cintai selama ini ternyata malah menusukku dari belakang. Apakah ini karmaku karena telah menolak Andi dan melukai hatinya? Apakah aku harus rela Andi bersama Ella? Rasanya aku ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya tapi aku tak bisa. Tiba-tiba di tengah jalan kepalaku terasa berat sekali dan badanku sempoyongan. Aku pun terjatuh.
Keesokan paginya, aku sudah ada di dalam kamar. Aku tidak ingat apa-apa lagi, yang aku ingat ketika aku terjatuh aku sempat melihat sesosok cowok yang menolongku tapi aku tidak sempat melihat mukanya karena mataku telah terpejam duluan.Aku masih bingung siapakah yang menolong aku ketika aku jatuh pingsan kemarin malam. Aku melirik jam di dinding yang telah menunjukkan pukul 06.45. Aku mencoba untuk bangun, tetapi tidak bisa. Kepalaku masih sedikit pusing dan kakiku terasa lemas.
”Ren, kenapa kemarin malam kamu nggak pinjam payung sama Mamanya Andi?” tiba-tiba mama masuk ke kamarku dan bertanya.
”Waktu aku pulang nggak hujan ma, nggak tahu di tengah jalan tiba-tiba turun hujan lebat. Oh, ya ma kemarin siapa yang nolongin aku kemarin?”
”Kemarin Andi yang bawa kamu pulang ke rumah dalam keadaan pingsan. Mama khawatir banget ngeliat kamu seperti itu. Mama udah nitip surat pagi ini sama Andi kalau hari ini kamu nggak masuk sekolah. Hari ini kamu istirahat saja biar cepat sembuh.”
Setelah aku memikirkan masalah kemarin, aku memutuskan untuk melupakan Andi dan menyetujui hubungan Andi dan Ella walaupun berat bagiku untuk menerima semua itu. Tapi mau bagaimana lagi, mungkin inilah jalan yang terbaik bagi kami. Apalagi Andi udah nolongin aku kemarin.
Siang harinya, Andi dan Ella datang menjengukku. Mereka merasa bersalah sekali atas kejadian kemarin.
”Nggak apa-apa kok La, Di. Lagian ini bukan salah kalian berdua, tapi ini salah aku yang kehujanan. Malahan aku yang harus berterima kasih kepadamu, Di karena udah nolongin aku. Setelah aku pikir-pikir aku udah setuju kok dengan hubungan kalian. Jadi, kalian nggak perlu merasa nggak enak sama aku lagi. Lupain kata-kata aku kemarin .”
”Ren, sebenarnya, aku dan Andi nggak pacaran. Kemarin malam kami memang sengaja nyuruh kamu datang untuk manas-manasin kamu gitu dengan alasan pesan kue buatan mama kamu.” tiba-tiba Ella menyela.
”Hah.. Maksudnya?” aku bingung.
”Gini Ren, aku dan Ella hanya berpura-pura pacaran. Ini semua kami lakuin buat ngebuktiin apakah kamu cinta sama aku atau tidak sekaligus nyadarin kamu supaya jujur dengan perasaanmu sendiri. Kamu tidak boleh membohongi perasaan kamu sendiri.” papar Andi lengkap.
”Maafin kami ya, Ren.”
”Kami ngelakuin semua ini demi kamu, kami nggak ada maksud yang lain.”
”Aku ngerti kok, aku yang harus berterima kasih kepada kalian semua karena telah membuat aku sadar.” kataku sambil tersenyum.
Senang sekali hatiku, ternyata mereka berdua tidak mengkhianatiku seperti yang aku duga. Malah mereka membuat aku sadar betapa pentingnya kejujuran hati. Aku tidak boleh egois memikirkan diriku sendiri dengan belajar terus menerus tanpa memperdulikan orang lain di sampingku.
Beberapa hari kemudian, aku sudah sembuh dan masuk sekolah. Seperti biasa aku datang pagi ke sekolah. Suasana sekolah masih sepi dan hanya aku yang baru datang. Tiba-tiba dari belakang, Andi dan Ella mengejutkanku.
”Ren, kamu tahu nggak kalau setiap kali kamu belajar, aku selalu memperhatikanmu diam-diam?” tanya Andi sambil tertawa.
”Pasti nggak kan, kamu itu serius banget sampai-sampai nggak lihat kanan kiri lagi. Aku suka sama kamu karena kamu itu rajin belajar, pintar lagi. Semenjak aku ketemu kamu, aku langsung jatuh cinta kepada kamu karena aku suka cewek seperti kamu. Kamu nggak tahu sih di balik buku kamu itu ada aku yang selalu memperhatikan kamu.”
”Oh, ya? Kok sampai segitunya sih. Aku jadi malu nih.” aku tersipu malu.
”Renata Claudia mau nggak kamu jadi pacarku?” Andi berlutut di depan aku dan memberikan setangkai bunga mawar merah yang harum dan sebuah kado kepadaku.
”Terima aja, Ren.” Ella menyela.
”Hmm... Gimana ya, aku nggak bisa ,Di. Maksudnya nggak bisa nolak.” jawabku sambil tersenyum.
Ketika aku membuka kado itu, di dalamnya terdapat sebuah buku yang sudah lama aku inginkan tapi aku tidak bisa membelinya. Diam-diam Andi membelikannya untukku. Andi ternyata sangat baik padaku dan begitu perhatian denganku.
Akhirnya aku dan Andi resmi berpacaran. Setidaknya dengan pacaran, aku dapat belajar membagi waktu antara sekolah dan pacaran. Sedangkan, Ella tetap menjadi sahabat terbaik aku dan Andi. Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan mereka berdua. Ternyata, selama ini aku tidak menyadari bahwa ada cinta di balik buku.

fenny_smile mengatakan...

NAMA : FENNY
KELAS : X8
NOMOR : 15




Aku adalah seorang anak yang dilahirkan dalam keluarga yang serba berkecukupan hidupnya. Aku mempunyai seorang adik laki-laki yang bernama Dicky. Dia bersekolah di SD Tunas Bangsa. Selain mempunyai adik laki-laki, aku juga mempunyai seorang kakak perempuan yang bernama Rista, namun aku dan adikku Dicky jarang sekali dapat berkumpul dengan Kak Rista karena Kak Rista kuliah di luar negeri, tepatnya di Negara Amerika. Namun begitu Kak Rista adalah seorang kakak yang sangat baik bagi kami semua. walaupun hidup kami serba berkecukupan, namun kami tidak pernah merasakan kasih sayang dari kedua orang tua kami. Mama dan papa selalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Mama selalu sibuk dengan yang namanya arisan dan shopping. Sedangkan papa sibuk dengan urusan kantornya. Dari kecil sampai sekarang ini kami selalu ditinggalkan dirumah bersama dengan Bi Ina, Pak Sukri dan Dista. Dista adalah anak dari Bi Ina dan Pak Sukri. Dia adalah seorang yang pintar dan rajin. Dista bersekolah di SMA Karang Taruna, sekolah tempat aku sekarang ini. Dia dapat satu sekolah dengan ku karena aku meminta kepada kedua orang tua ku untuk membayari biaya sekolah Dista atau aku tidak akan bersekolah.
Setiap hari sulit rasanya aku dan Dik Dicky dapat berkumpul dengan mama dan papa, karena pagi-pagi sekali sebelum kami bangun mama dan papa telah pergi dan mereka pulang sampai larut malam. Setiap hari aku selalu bangun pagi sekali untuk bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, setelah aku selesai bersiap-siap, aku selalu kekamar Dicky untuk membangunkannya agar ia tidak terlambat pergi ke sekolah dan membantunya menyiapkan keperluan sekolahnya dari pakaian sekolah sampai mempersiapkan buku-buku pelajarannya. Setelah semua persiapan Dicky selesai, kami sarapan bersama dan aku juga mempersiapkan bekal untuk Dik Dicky supaya dia tidak jajan makanan di luar, karena makanan itu belum tentu baik bagi dirinya dan dia juga dapat belajar untuk menabung.dan aku juga sering memberikan pesan kepada adik agar adik dapat menjadi anak yang baik, sopan, disiplin, pintar dan dapat menjadi anak yang sukses.
“Dik, jangan pernah nakal disekolah, jangan pernah berkelahi dengan teman-teman disekolah, selalu mematuhi apa yang dikatakan guru, dan belajar yang benar di sekolah agar dapat membuat kakak bangga punya adik seperti kamu.”
“Iy kak, aku akan selalu mengingat nasihat yang diberikan oleh kakak dan dapat membuat kakak bangga dengan adik.”
“ Ya sudah sekarang Dik Dicky pergi ke sekolah sana, kalau tidak nanti bisa telat dan jangan lupa nasihat kakak dan jangan lupa bekalnya dimakan.”
“ Makasih ya kak, sekarang adik pergi dulu. Bye-bye kakak.”
“ Bye-bye juga dik, hati-hati di jalan.”
Dicky pergi diantarkan oleh Pak Sukri, sedangkan aku pergi ke sekolah dengan membawa mobil sendiri bersama dengan Dista. sebelum berangkat kesekolah, aku dan Dista selalu berpamitan dengan Bi Ina.
“Bi, kami berangkat kesekolah dulu ya.”
“Aku juga Bu.”
“Ya, hati-hati di jalan Nak.”
Di sekolah aku sering sekali diejek oleh teman-teman sekolahku karena aku berteman dengan seorang anak pembantu dan seorang supir. Walaupun begitu, aku tidak pernah berhenti bertemanan dengan Dista dan aku juga tidak menghiraukan apapun kata teman-teman sekolahku itu. Akan tetapi Dista selalu menjauhi aku karena ejekan dari teman-teman tesebut. Aku selalu membujuk Dista agar tidak minder dan tidak memperdulikan apa yang dikatakan oleh teman-teman.
“Dis, kenapa kamu menjauhi ku?”
“Aku malu sama kamu Res!”
“Loh, kenapa harus malu berteman dengan aku?”
“Res,kamu kan seorang anak orang kaya, tidak sepantasnya kalau kamu berteman dengan aku. Aku kan hanya anak seorang pembantu. Seharusnya kamu berteman dengan yang sepantaran dengan kamu seperti mereka-mereka itu.”
“Aku tidak peduli apa kata mereka, biarkan saja apa yang di bilang oleh mereka. Aku tetap akan menjadi teman kamu. Buat apa juga kalau aku punya teman, tapi dia tidak dapat menjadi teman yang baik. Lebih baik aku berteman dengan kamu. Kamu tetap mau jadi teman aku kan?”
”Iy, aku mau tetap jadi teman kamu.”
“Nah, gitu donk. Ini baru namanya Dista yang aku kenal dari dulu.”
“ Iy Res.”
Hari-hari ku disekolah pun berubah pada saat Dina murid baru pindahan Yogyakarta mau bertemanan dengan aku dan Dista. Teman-teman di sekolah pun menjadi sangat baik sekali dengan aku dan Dista dan mereka juga tidak pernah mengejek kami lagi. Aku merasa bahagia sekali karena semenjak kedatangan Dina di sekolah ku dan menjadi teman kami, rasanya di sekolah tidak pernah kami dengar lagi ejekan dari teman-teman kepada kami. Hari-hari kami rasanya lebih menyenangkan dari hari-hari kami yang biasa saat sebelum kedatangan Dina kesekolah dan menjadi teman kami. Sekarang kami menjadi mendapatkan banyak teman. Bagi aku dan Dista, dina adalah seorang sesosok malaikat yang dapat merubah hidup kami menjadi terasa lebih indah dan berarti. Teman-teman sekarang suka berteman dengan kami mungkin karena Dina berteman dengan kami. Dina adalah seorang anak yang cantik dan juga baik hati, walaupun sifatnya tidak sesuai dengan penampilannya itu. Dina adalah seorang anak yang tomboy. Banyak sekali cowok-cowok di sekolah yang tertarik pada Dina. Mereka tidak peduli dengan sifat Dina yang tomboy, karena mereka yakin kalau sifat Dina itu dapat diubah. Mereka hanya melihat Dina dari kecantikannya, tanpa tahu sifat aslinya yang sebenarnya.
Setiap hari aku selalu mengajak Dina pergi kerumahku, karena aku merasa kasihan pada Dina karena jika pulang sekolah dia tidak pernah di jemput oleh papa nya dan walaupun dia pulang kerumah, pasti dia sendirian saja dirumah. Maklum saja Dina hanya anak satu-satunya dan dia juga sudah tidak mempunyai mama seperti anak-anak yang lainnya. Sebagai teman sudah seharusnya aku menghiburnya dari kesuntukan dan kebosanan dirumah. Selain dapat menghibur Dina, kami juga dapat mengerjakn tugas bersama-sama dan juga dapat membantu Dik Dicky mengerjakan tugas-tugasnya dan dapat bermain dengan Dicky. Dicky merasa bahagia bermain dengan Dina, karena Dina dapat menjadi seorang sosok ibu bagi Dicky yang tidak pernah Dicky dapatkan dari mama. Walupun Dina tidak tahu bagaimana sosok seorang ibu yang penuh kasih sayang, namun dia tetap berusaha untuk dapat membuat orang lain merasa senang, karena dengan melihat orang lain bahagia maka dia juga akan merasakan kebahagiaan yang didapat orang tersebut.
Aku merasa senang mendapatkan teman sebaik Dina. Hanya pertama kali ini lah ada orang yang dapat membuat Dicky selalu tersenyum setiap hari. Walaupun aku telah memberikan perhatian dan kasih sayang kepadanya namun dia tidak bisa melihat dia merasa sangat bahagia seperti sekarang setelah bertemu dengan Dicky. Aku akan selalu memenuhi semua kemauannya Dicky asalkan aku dapat melihat dirinya bahagia. Aku tidak pernah mau melihat Dicky merasa sedih, karena jika aku melihatnya bersedih, aku merasa kalau aku tidak pantas menjadi kakak yang baik baginya. Dicky sering sekali bertanya kepada ku mama dan papa yang tidak pernah ada dirumah di saat kami sedang membutuhkanya.
“ Kak, kemana mama dan papa?”
“ Mama dan papa pergi kerja, dik.”
“ Tapi,kenapa mereka tidak punya waktu buat temani kita,kak? Sedangkan teman-teman Dicky saja selalu berkumpul dengan mama dan papanya.”
“ Mama dan papa sibuk kerja, dik. Beda dengan teman-teman adik. Mama dan papa juga kan kerja cari uang juga demi kita, dik!”
“ Iy dik, mama dan papa nya Dicky cari uang kan buat dicky juga, kalau tidak pasti dicky nggak bisa sekolah dan tinggal dirumah yang mewah seperti sekarang ini.” Kata Dista
“ Ya sudahlah kalau begitu.”
“ Makasih ya Dis, kamu sudah mau membantu aku buat bilang dengan Dicky, kalau tidak aku tidak tahu lagi harus bilang apa dengan Dicky.”
“ Iy, sama-sama Res. Kita hidup ini kan untuk saling tolong-menolong.”
Mama dan papa sering sekali bertengkar di depan aku dan Dicky karena mempeributkan sesuatu hal. Hal ini semua membuat ku semakin membenci kedua orang tua ku. Apalagi karena hal ini juga adik menjadi sedih dan sakit. Namun kedua orang tua ku tidak peduli dengan adik yang sedang sakit. Aku sering tidak masuk sekolah karena mengurus adik yang sakit. Aku tidak mau meninggalkan adik yang sakit, walaupun sebenarnya aku bisa, tetapi kalau adik aku tinggalkan sendirian, itu sama saja aku dengan kedua orang tuaku yang tidak pernah peduli dengan anak-anaknya. Hanya adik harapan aku satu-satunya untuk tetap hidup dan tinggal dirumah ini. Walaupun aku sering tidak masuk sekolah dan ketinggalan banyak pelajaran, tetapi aku selalu dibantu oleh Dista dan Dina agar aku tetap dapat menjadi anak yang pandai dan dapat mengejar pelajaran yang ketinggalan.
Aku sering curhat kepada Dina tentang masalah keluargaku kepadanya.
“ Din, papa dan mama ku selalu sibuk dengan urusan mereka sendiri dan nggak pernah memperhatikan aku dan Dicky”
“ Ya kamu sabar saja dengan mereka, mereka juga melakukan itu semua juga buat kalian”
“ Tapi Din, apakah karena kerjaan mereka harus tidak memperhatikan kami? Dan mereka juga sering sekali bertengkar di depan kami?”
“ Kalian harus mengerti posisi mereka sebagai seorang orang tua mereka berusaha membahagiakan kalian walaupun mungkin cara yang mereka lakukan itu tidak begitu benar.”
“ Terus, apakah cara mereka bertengkar di depan kami adalah sesuatu hal yang benar?”
“ kamu harus sabar Res, namanya juga orang tua. Kan, tidak selamanya orang tua itu sifatnya bisa dicontoh oleh kita.”
“ Tapi, gimana dengan Dicky, dia kan masih kecil. Dia belum tahu apa-apa tentang kehidupan ini.”
“ Begini saja Res, kalau orang tua kamu bertengkar, kamu ajak saja Dicky bermain di kamar atau kamu ajak saja Dicky jalan-jalan. Jadi dia kan tidak akan merasa sedih dan dia juga lambat-raun bisa menerima apa yang terjadi. Yang penting sekarang adik mu belum tahu apa-apa jadi kamu sembunyikan saja, kalau nanti dia sudah besar, dia juga dapat menyadari sendiri.”
“ Baiklah usul kamu akan aku lakukan. Ini semua demi Dicky. Asalkan Dicky senang aku akan melakukan apapun juga. Terima kasih banyak Din, kamu memang dapat menjadi pendengar dan teman yang baik yang pernah aku kenal selain Dista.”
“ Sama-sama Res, kita kan sebagai seorang teman harus saling membantu.”
Akhir-akhir ini Dina sering sekali jalan dengan cowok yang berbeda-beda, karena merasa penasaran melihat Dina begitu. Akhirnya, aku bertanya kepada Dina.
“ Din, kok akhir-akhir ini kamu sering dengan cowok-cowok yang tidak jelas gitu? Memang mereka siapa kamu?”
“ Oh… mereka? Mereka itu pacar aku.”
“ Tapi kok kamu jalan dengan cowok yang berbeda-beda?”
“ Ya, kan kalau tidak ada kecocokan mau gimana lagi? Mereka nggak bisa buat aku senang.”
“ Maksud kamu apa Din?”
“ Gini ya Res, aku ini Cuma mempermainkan mereka saja, kalau aku sudah bosan dengan mereka, ya aku putusin saja mereka.”
“ Kamu jahat banget sich, Din. Kok kamu tega mempermainkan perasaan mereka?”
“ Bukan maksud aku gitu Res, kamu jangan salah sangka dulu. Tapi, itu semua aku lakukan karena aku bosan selalu sendirian. Jadi, daripada aku bosan lebih baik aku cari pacar saja. Mereka kan bisa menghilangkan kebosananku dan dapat membuat aku senang. Lagi pula mereka juga tahu kalau aku Cuma mempermainkan mereka. Dasar mereka saja yang bodoh, sudah tahu aku ini sering mempermainkan cowok, tapi mereka masih mendekati aku. Jadi, bukan salah aku donk kalau memanfaatkan kesempatan.”
“ Iya juga sich kata-kata kamu, Din. Tapi, kalau kamu kena karmanya gimana?”
“ Ya, aku tahu kalau mungkin suatu saat aku akan kena karma atas semua yang telah aku lakukan sekarang ini. Tapi, tenang saja kamu, mudah-mudahan aku bisa menerima semua resiko atas perbuatan yang aku buat sekarang ini.”
“ Ya, sudahlah terserah kamu saja Din, aku cuma memberitahu kamu saja.”
“ Kamu tenang saja Res. Aku akan baik-baik saja kok selama aku tidak jatuh cinta pada pacar-pacar aku itu.”
“ Oke dech. Tapi, kalau kamu ada masalah jangan lupa kasih tahu aku ya… Mungkin aja aku bisa Bantu kamu.”
“ Oke dech… Makasih ya sudah mau mengerti aku.”
“ Sama-sama Din.”
Kemudian, setelah aku pikir-pikir. Aku merasa kalau apa yang dilakukan oleh Dina itu juga nggak ada yang salah. Itu semuakan dia lakukan karena dia hanya tinggal sendirian tanpa ada yang bisa menemani dirinya dalam kebosanan dan nggak ada orang yang bisa menghiburnya disaat dia sedih. Aku tahu kalau sebenarnya Dina itu orangnya sangat rapuh, sama seperti aku. Dia hanya berusaha menjadi anak yang kuat dan tidak kelihatan lemah didepan siapapun juga. Itu lah salah satu hal yang membuat aku bangga terhadap Dina. Dia mampu menghadapi semua masalah yang ada dan dia juga selalu membantu orang yang terkena masalah sehingga orang tersebut dapat kelihatan bahagia kembali. Dina juga membujuk aku untuk mencari pacar seperti dia.
“ Res, kenapa kamu nggak mau cari pacar? Kamu itu kan cantik, baik dan kaya juga, teman aku aja ada yang suka sama kamu. Daripada kamu sedih dirumah kayak gini.”
“ Nggak dech Din, kalau aku cari pacar terus adik aku siapa yang mau jagain?”
“ Ya, kamu ajak saja adik kamu itu selama kamu pacaran.”
” Tapi Din, kalau adik ku nggak mau gimana?”
” Ya, kamu ajak saja pacar kamu kerumah kamu. Ya sekalian kan adik kamu ada teman bermain, daripada main dengan kamu terus, dia kan pasti bosan juga dan pengen ada suasana yang lain.”
“ Tapi, kalau adik aku nggak bisa terima gimana?”
” Kamu bilang saja kalau cowok kamu itu teman kamu. Ya kalau misalnya pacar kamu buat adik kamu sedih ya kamu putusin aja dia. Kan lumayan Res, selain dapat kamu senang, dia juga bisa jadi teman main yang baik buat adik kamu itu.”
“ Baiklah, nanti usul kamu aku pertimbangkan.”
Aku pikirkan tawaran dari Dina agar aku mencari pacar. Dan menurut aku itu juga nggak salah. Seperti pepatah sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Ya lumayan juga lah kalau aku cari pacar, selain dapat menghilangkan kesedihan dan kebosanan aku dirumah, dia juga dapat menemani Dicky main. Walaupun sebenarnya hal itu nggak bisa aku benarkan dan nggak bisa jadi contoh yang baik bagi Dicky. Tapi, ini semua juga aku lakukan demi kebahagiaan Dicky juga. Jadi, supaya aku bisa membuat Dicky bahagia setiap teman cowok kerumah aku dan PDKT sama aku, aku selalu meminta pendapat kepada Dicky tentang cowok-cowok tersebut. Kalau cowok tersebut dapat membuat Dicky bahagia, maka jika dia menyatakn perasaannya kepada aku, aku akan terima dia sebagai pacar aku. Namun, kalau setelah dia pacaran dengan aku, dia tidak peduli dengan Dicky akan aku putusin dia. Dan orang-orang yang tidak dapat membuat Dicky bahagia, hanya akan aku jadikan sebagai teman aku saja.
“ Din, aku terima tawaran kamu untuk pacaran. Tapi, tolong ajari aku agar aku bisa seperti kamu, dapat mengambil keputusan yang tepat.”
“ Tenang saja Res, aku yakin pasti kamu bisa.”
“ Tapi, apakah kamu yakin aku bisa?”
“ Aku yakin kok.”
Hari-hari ku pun berubah semenjak saat itu. Sifat akupun berubah dengan semua cowok. Aku jadi anak yang sifatnya sangat sensitif sekali dan selalu berpikiran negatif dengan setiap cowok yang dekat kepadaku, karena aku takut jatuh cinta dengan mereka dan sakit hati dengan mereka. Aku selalu putusin pacar-pacar aku sebelum aku jatuh cinta dengan mereka. Dicky juga kelihatan bahagia dengan mantan-mantan aku. Walaupun, mereka semua pernah membuat adik sedih, tapi adik tidak pernah menganggap kalau mereka itu sebagai musuh. Aku tidak pernah mengajari adik harus dendam dengan orang yang telah melakukan salah sama dia. Aku selalu mengajari adik untuk selalu menerima orang apa adanya dan memaafkan setiap kesalahan orang yang pernah berbuat salah kepadanya dan mengajak orang agar selalu berbuat baik. Dan setiap cowok yang aku putusi, tidak pernah menganggap aku sebagai musuh mereka, karena mereka tahu kalau aku sangat mencintai adik aku dan akan melakukan apapun juga untuk membahagiakan Dicky.
Suatu hari, tiba-tiba Kak Rista pulang dari Amerika karena sedang libur semesteran.
“ Kak, kok kakak pulang nggak bilang-bilang dengan aku? Kan aku bisa jemput kakak di bandara dengan Dicky.”
“ Kakak sengaja tidak mau memberitahukan ini sama kalian, kakak kan mau memberikan Surprise sama kalian berdua. Ini kakak juga ada oleh-oleh buat kalian berdua.”
“ Makasih ya kak. Ngomong-ngomong kok kakak sudah pulang sekarang ini, bukannya kuliah kakak masih harus 2 tahun lagi?”
“ Kakak ini sekarang sedang liburan, jadi kakak pulang saja dik, daripada disana? Kakak kan sudah kangen dengan adik-adik kesayangan kakak ini. Memangnya kalian tidak kangen apa dengan kakak?”
“ Ya jelas kangen lah dengan kakak, kan sudah lama nggak ketemu dengan kakak lagi.”
“ Dik, kemana mama dan papa?”
“ Ya biasalah kak, mama dan papa dari dulu sampai sekarang nggak pernah berubah, tetap sibuk dengan urusan mereka masing-masing.”
“ Ya sudah lah dik, nggak perlu terlalu dipikirin mereka itu. Yang jelas selama kakak liburan disini, kakak bakalan buat adik senang. Oke?”
” Oke dech kak.”
Hari ini Kak Rista mengajak aku dan Dicky pergi jalan-jalan. Tiba-tiba waktu dijalan, karena bercanda-canda dengan kami dan tidak memperhatikan jalan, kakak hampir saja menabrak orang. Kebetulan orang yang hampir ditabrak itu adalah Kak Rendy, temanku. Sebagai tanda maaf dari aku dan juga kak Rista, jadi kami mengajak kak Rendy ikut jalan-jalan dengan kami.
“ Maaf kak, tadi aku lagi main-main dengan kak Rista, jadi nggak perhatikan jalan.”
“ Nggak apa-apa kok dik.”
“ Oh iya, ini kenalin kakak aku yang baru pulang dari Amerika. Dan kak kenalin juga teman aku Namanya kak Rendy.”
“ Rista.”
” Rendy. Oh ini ya kakak kamu yang sering kamu bicarakan itu.”
“ Iya kak, ini kakak aku yang paling aku sayangi.”
“ Oh iya, ngomong-ngomong kita ini mau kemana ya.”
“ Kita ke taman aja yuk, kayaknya pemandangan di taman bagus dech.”
“ Boleh juga itu.”
“ Loh, Res kok kamu nggak ajak pacar kamu sich?”
” Nggak Kak, aku sudah putus dengan pacar aku.”
” Kok gitu?”
“ Iya kak, mungkin karena nggak ada kecocokan.”
“ Berarti kakak punya kesempatan donk?”
“ Maksudnya kakak apaan?( sebenarnya aku tahu kalau kak Rendy menyimpan perasaan sama aku, tapi aku nggak bisa menjadikan dia sebagai pacar aku, karena aku tidak mau menyakiti perasaannya)”
” Nggak ada kok.( Resti, kok kamu tidak bisa menangkap sinyal yang ada sich, sebenarnya aku itu mencintai kamu).”
Pada saat waktu ditaman aku sengaja mengajak Dicky pergi main jauh-jauh supaya Kak Rista dapat mengenal lebih jauh tentang Kak Rendy, karena aku yakin kalau sebenarnya Kak Rista mempunyai perasaan kepada Kak Rendy.
Akhir-akhir ini aku sering sekali selalu merasa kepalaku pusing dan karena sakit ku ini terus-menerus. Akhirnya aku memutuskan untuk periksakan diri ke dokter.
“ Adik sakit apa?”
“ Begini dok, akhir-akhir ini kepala aku rasanya pusing?”
“ Sini biar dokter periksa dulu.”
“ Dok, sebenarnya aku ini sakit apa?”
“ Dik, adik harus menenangkan diri dahulu. Sebenarnya pusing adik ini bukan pusing biasa, tetapi adik ini kena kanker otak yang cukup serius.”
“ Nggak mungkin dok, nggak mungkin aku terkena penyakit kanker. Dokter pasti salah.”
“ Itu kenyataan yang harus adik terima. Adik harus tahu kalau setiap orang bisa terkena penyakit ini.”
“ Dok, kira-kira ada cara tidak, agar aku dapat menyembuhkan penyakit aku ini?”
” Asalkan adik mau berusaha, pasti selalu ada jalan untuk semuanya ini.”
“ Dok, apakah aku harus dirawat dirumah sakit?”
“ Sebenarnya lebih baik seperti itu, supaya kami bisa selalu mengontrol keadaan adik. Tapi, kalau adik tidak mau juga tidak apa-apa, yang jelas adik harus setiap saat control kerumah sakit.”
“ Baiklah dok, aku akan rawat jalan saja, karena aku tidak mungkin membiarkan adikku sendirian. Saya permisi dulu dok.”
“ Iy dik, dan ini resep yang harus adik tembus di apotik.”
” Terimakasih banyak dok.”
“ Sama-sama dik, jangan lupa selalu control ke rumah sakit.”
“ Baiklah dok.”
Semenjak saat itu aku pun menjadi seorang yang pemulung dan pura-pura kelihatan senang di depan semuanya. Aku tidak mau memberitahukan penyakit aku ini kepada siapapun, cukup aku yang tahu saja. Aku tidak mau melihat siapapun merasa khawatir dengan aku dan aku juga tidak mau dikasihani oleh orang karena penyakit aku ini.
“ Res, kok akhir-akhir ini kamu kelihatan tidak bersemangat?”
” Nggak kok, mungkin ini Cuma perasaan kamu saja.”
“ Mungkin saja ya. Ngomong-ngomong gimana hubungan kamu dengan pacar kamu itu?”
“ Aku sekarang ini tidak mau pacaran lagi. Aku merasa Dicky jadi kurang perhatian dari aku.”
“ Bukannya kamu sudah selalu memperhatikan Dicky.”
“ Aku juga nggak tahu. Mungkin lebih baik aku tidak pacaran saja. Aku juga ngerasa bersalah dengan semua yang telah aku lakukan selama ini.”
“ Ya sudah kalau itu mau nya kamu. Tapi, kamu baik-baik saja kan?”
“ Iya, aku baik-baik saja kok. Tidak perlu khawatirkan aku.”
“ Din, aku mau kamu janji satu hal sama aku.”
“ Janji apa?”
“ Janji ya, kamu tetap mau menyayangi dan bermain dengan Dicky.”
“ Tapi, kenapa aku harus janji seperti itu?”
“ Nggak apa-apa kok. Aku hanya ingin Dicky selalu bahagia.”
“ Baiklah, aku akan janji sama kamu.”
“ Terima kasih banyak Din, kamu memang teman terbaik ku.”
Aku juga merubah semua sikap aku dengan Dicky agar Dicky dapat menjadi anak yang mandiri bila seandainya aku sudah tidak ada nantinya. Aku juga jadi sering marah dengan mama dan papa agar mereka sadar dan dapat memberikan waktu sedikit buat anak-anaknya.
“ Ma, Pa, mungkin aku tidak seharusnya bilang seperti ini, tapi aku mohon ma, pa, tolong mama dan papa dapat memberikan waktu sedikit buat kami. Selama ini kami merasa mama dan papa sibuk sendiri dengan urusan kalian masing-masing.”
“ Kamu itu tahu tidak kalau ini semua mama dan papa lakukan juga buat kebaikkan kalian.”
“ Kebaikan apa? Apa dengan tidak memperhatikan kami itu adalah buat kebaikan kami.”
“ Mama dan papa ini sibuk mencari uang buat kebaikan kalian.”
“ Tapi, kenapa kalian tidak pernah memberikan waktu sedikit saja buat kami? Ma, pa, uang itu dapat dicari, tetapi dengan uang itu mama dan papa tidak dapat membuat kami bahagia, yang kami butuhkan sekarang ini hanya kasih sayang dan perhatian dari mama dan papa. Papa dan mama jangan pernah menyesal kalau suatu hari nanti, kami akan pergi meninggalkan mama dan papa.”
Aku tidak tahu apa dengan kata-kata aku ini akan membuat mama dan papa sadar akan apa yang dilakukannya.
Aku tahu mungkin hidup aku tidak akan lama lagi. Tapi, disaat-saat terakhir aku ini aku tidak mau pacaran lagi dan aku akan meminta maaf pada semua mantan-mantan aku yang telah aku sakiti selama ini. Dan aku juga mau berterima kasih sama Bi Ina, Pak Sukri karena telah memperhatikan aku dan Dicky seperi anak mereka sendiri serta Dista dan Dina yang telah menjadi temanku sampai sekarang ini yang selalu menemani dan menghiburku disaat aku sedih. Aku mau melihat mama dan papa dapat membagi waktu untuk keluarga. Aku tidak mau melihat adik kehilangan semangat jika aku meninggalkannya. Mungkin kalau mama dan papa tetap tidak dapat membagi waktu, aku dapat meminta Bantu kepada kak Rendy, karena aku tahu Kak Rendy sangat menyayangi Dicky, seperti aku menyayanginya dan aku juga mau kalau Kak Rendy dapat mencintai Kak Rasti seperti kak Rendy mencintai aku. Aku tahu kalau Kak Rasti memendam perasaan kepada Kak Rendy.
“ Kak Rendy, aku mau kakak janji sesuatu hal sama aku.”
“ Mank janji apa Dik?”
“ Aku mau kakak janji untuk selalu menyayangi Dicky dan menjadikan Kak Rasti sebagai pacar kakak.”
“ Kenapa kakak harus janji begitu dengan adik?”
” Ya, karena hanya kakak yang dapat membuat mereka bahagia, kak”
” Baiklah dik, kalau itu maunya kamu. Kakak janji akan menyayangi Dicky seperti adikku sendiri dan mencintai Rasti seperti aku mencintai adik.”
“ Makasih kak, karena kakak mau berjanji seperti itu.”
“ Ini semua kakak lakukan demi cinta kakak kepada adik.”
Akhirnya, mereka semua mengetahui jika aku terkena penyakit kanker karena aku pingsan pada saat sedang bersama-sama dan harapan untuk sembuh itu sangat kecil sekali karena penyakit kanker yang aku alami sudah masuk ke stadium akhir. Walaupun hidup aku hanya tinggal sebentar, namun aku sangat senang karena dapat melihat mereka bahagia. Dan pengorbanan aku aku lakukan untuk membahagiakan semuanya itu tidak sia-sia. Mama dan papa juga sudah bisa membagi waktunya kepada keluarga. Walaupun mama dan papa baru menyadari disaat-saat aku yang terakhir ini, tapi aku tetap bahagia. Walaupun aku tidak mungkin dapat berada di dekat mereka semua, tapi aku pun telah senang dapat melihat mereka bahagia. Yang penting aku bisa membuat mereka bahagia dan tidak patah semangat disaat kehilanga diriku ini.

fenny_smile mengatakan...

NAMA : FENNY
KELAS : X8
NOMOR : 15


Kasih Resty untuk Dicky


Aku adalah seorang anak yang dilahirkan dalam keluarga yang serba berkecukupan hidupnya. Aku mempunyai seorang adik laki-laki yang bernama Dicky. Dia bersekolah di SD Tunas Bangsa. Selain mempunyai adik laki-laki, aku juga mempunyai seorang kakak perempuan yang bernama Rista, namun aku dan adikku Dicky jarang sekali dapat berkumpul dengan Kak Rista karena Kak Rista kuliah di luar negeri, tepatnya di Negara Amerika. Namun begitu Kak Rista adalah seorang kakak yang sangat baik bagi kami semua. walaupun hidup kami serba berkecukupan, namun kami tidak pernah merasakan kasih sayang dari kedua orang tua kami. Mama dan papa selalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Mama selalu sibuk dengan yang namanya arisan dan shopping. Sedangkan papa sibuk dengan urusan kantornya. Dari kecil sampai sekarang ini kami selalu ditinggalkan dirumah bersama dengan Bi Ina, Pak Sukri dan Dista. Dista adalah anak dari Bi Ina dan Pak Sukri. Dia adalah seorang yang pintar dan rajin. Dista bersekolah di SMA Karang Taruna, sekolah tempat aku sekarang ini. Dia dapat satu sekolah dengan ku karena aku meminta kepada kedua orang tua ku untuk membayari biaya sekolah Dista atau aku tidak akan bersekolah.
Setiap hari sulit rasanya aku dan Dik Dicky dapat berkumpul dengan mama dan papa, karena pagi-pagi sekali sebelum kami bangun mama dan papa telah pergi dan mereka pulang sampai larut malam. Setiap hari aku selalu bangun pagi sekali untuk bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, setelah aku selesai bersiap-siap, aku selalu kekamar Dicky untuk membangunkannya agar ia tidak terlambat pergi ke sekolah dan membantunya menyiapkan keperluan sekolahnya dari pakaian sekolah sampai mempersiapkan buku-buku pelajarannya. Setelah semua persiapan Dicky selesai, kami sarapan bersama dan aku juga mempersiapkan bekal untuk Dik Dicky supaya dia tidak jajan makanan di luar, karena makanan itu belum tentu baik bagi dirinya dan dia juga dapat belajar untuk menabung.dan aku juga sering memberikan pesan kepada adik agar adik dapat menjadi anak yang baik, sopan, disiplin, pintar dan dapat menjadi anak yang sukses.
“Dik, jangan pernah nakal disekolah, jangan pernah berkelahi dengan teman-teman disekolah, selalu mematuhi apa yang dikatakan guru, dan belajar yang benar di sekolah agar dapat membuat kakak bangga punya adik seperti kamu.”
“Iy kak, aku akan selalu mengingat nasihat yang diberikan oleh kakak dan dapat membuat kakak bangga dengan adik.”
“ Ya sudah sekarang Dik Dicky pergi ke sekolah sana, kalau tidak nanti bisa telat dan jangan lupa nasihat kakak dan jangan lupa bekalnya dimakan.”
“ Makasih ya kak, sekarang adik pergi dulu. Bye-bye kakak.”
“ Bye-bye juga dik, hati-hati di jalan.”
Dicky pergi diantarkan oleh Pak Sukri, sedangkan aku pergi ke sekolah dengan membawa mobil sendiri bersama dengan Dista. sebelum berangkat kesekolah, aku dan Dista selalu berpamitan dengan Bi Ina.
“Bi, kami berangkat kesekolah dulu ya.”
“Aku juga Bu.”
“Ya, hati-hati di jalan Nak.”
Di sekolah aku sering sekali diejek oleh teman-teman sekolahku karena aku berteman dengan seorang anak pembantu dan seorang supir. Walaupun begitu, aku tidak pernah berhenti bertemanan dengan Dista dan aku juga tidak menghiraukan apapun kata teman-teman sekolahku itu. Akan tetapi Dista selalu menjauhi aku karena ejekan dari teman-teman tesebut. Aku selalu membujuk Dista agar tidak minder dan tidak memperdulikan apa yang dikatakan oleh teman-teman.
“Dis, kenapa kamu menjauhi ku?”
“Aku malu sama kamu Res!”
“Loh, kenapa harus malu berteman dengan aku?”
“Res,kamu kan seorang anak orang kaya, tidak sepantasnya kalau kamu berteman dengan aku. Aku kan hanya anak seorang pembantu. Seharusnya kamu berteman dengan yang sepantaran dengan kamu seperti mereka-mereka itu.”
“Aku tidak peduli apa kata mereka, biarkan saja apa yang di bilang oleh mereka. Aku tetap akan menjadi teman kamu. Buat apa juga kalau aku punya teman, tapi dia tidak dapat menjadi teman yang baik. Lebih baik aku berteman dengan kamu. Kamu tetap mau jadi teman aku kan?”
”Iy, aku mau tetap jadi teman kamu.”
“Nah, gitu donk. Ini baru namanya Dista yang aku kenal dari dulu.”
“ Iy Res.”
Hari-hari ku disekolah pun berubah pada saat Dina murid baru pindahan Yogyakarta mau bertemanan dengan aku dan Dista. Teman-teman di sekolah pun menjadi sangat baik sekali dengan aku dan Dista dan mereka juga tidak pernah mengejek kami lagi. Aku merasa bahagia sekali karena semenjak kedatangan Dina di sekolah ku dan menjadi teman kami, rasanya di sekolah tidak pernah kami dengar lagi ejekan dari teman-teman kepada kami. Hari-hari kami rasanya lebih menyenangkan dari hari-hari kami yang biasa saat sebelum kedatangan Dina kesekolah dan menjadi teman kami. Sekarang kami menjadi mendapatkan banyak teman. Bagi aku dan Dista, dina adalah seorang sesosok malaikat yang dapat merubah hidup kami menjadi terasa lebih indah dan berarti. Teman-teman sekarang suka berteman dengan kami mungkin karena Dina berteman dengan kami. Dina adalah seorang anak yang cantik dan juga baik hati, walaupun sifatnya tidak sesuai dengan penampilannya itu. Dina adalah seorang anak yang tomboy. Banyak sekali cowok-cowok di sekolah yang tertarik pada Dina. Mereka tidak peduli dengan sifat Dina yang tomboy, karena mereka yakin kalau sifat Dina itu dapat diubah. Mereka hanya melihat Dina dari kecantikannya, tanpa tahu sifat aslinya yang sebenarnya.
Setiap hari aku selalu mengajak Dina pergi kerumahku, karena aku merasa kasihan pada Dina karena jika pulang sekolah dia tidak pernah di jemput oleh papa nya dan walaupun dia pulang kerumah, pasti dia sendirian saja dirumah. Maklum saja Dina hanya anak satu-satunya dan dia juga sudah tidak mempunyai mama seperti anak-anak yang lainnya. Sebagai teman sudah seharusnya aku menghiburnya dari kesuntukan dan kebosanan dirumah. Selain dapat menghibur Dina, kami juga dapat mengerjakn tugas bersama-sama dan juga dapat membantu Dik Dicky mengerjakan tugas-tugasnya dan dapat bermain dengan Dicky. Dicky merasa bahagia bermain dengan Dina, karena Dina dapat menjadi seorang sosok ibu bagi Dicky yang tidak pernah Dicky dapatkan dari mama. Walupun Dina tidak tahu bagaimana sosok seorang ibu yang penuh kasih sayang, namun dia tetap berusaha untuk dapat membuat orang lain merasa senang, karena dengan melihat orang lain bahagia maka dia juga akan merasakan kebahagiaan yang didapat orang tersebut.
Aku merasa senang mendapatkan teman sebaik Dina. Hanya pertama kali ini lah ada orang yang dapat membuat Dicky selalu tersenyum setiap hari. Walaupun aku telah memberikan perhatian dan kasih sayang kepadanya namun dia tidak bisa melihat dia merasa sangat bahagia seperti sekarang setelah bertemu dengan Dicky. Aku akan selalu memenuhi semua kemauannya Dicky asalkan aku dapat melihat dirinya bahagia. Aku tidak pernah mau melihat Dicky merasa sedih, karena jika aku melihatnya bersedih, aku merasa kalau aku tidak pantas menjadi kakak yang baik baginya. Dicky sering sekali bertanya kepada ku mama dan papa yang tidak pernah ada dirumah di saat kami sedang membutuhkanya.
“ Kak, kemana mama dan papa?”
“ Mama dan papa pergi kerja, dik.”
“ Tapi,kenapa mereka tidak punya waktu buat temani kita,kak? Sedangkan teman-teman Dicky saja selalu berkumpul dengan mama dan papanya.”
“ Mama dan papa sibuk kerja, dik. Beda dengan teman-teman adik. Mama dan papa juga kan kerja cari uang juga demi kita, dik!”
“ Iy dik, mama dan papa nya Dicky cari uang kan buat dicky juga, kalau tidak pasti dicky nggak bisa sekolah dan tinggal dirumah yang mewah seperti sekarang ini.” Kata Dista
“ Ya sudahlah kalau begitu.”
“ Makasih ya Dis, kamu sudah mau membantu aku buat bilang dengan Dicky, kalau tidak aku tidak tahu lagi harus bilang apa dengan Dicky.”
“ Iy, sama-sama Res. Kita hidup ini kan untuk saling tolong-menolong.”
Mama dan papa sering sekali bertengkar di depan aku dan Dicky karena mempeributkan sesuatu hal. Hal ini semua membuat ku semakin membenci kedua orang tua ku. Apalagi karena hal ini juga adik menjadi sedih dan sakit. Namun kedua orang tua ku tidak peduli dengan adik yang sedang sakit. Aku sering tidak masuk sekolah karena mengurus adik yang sakit. Aku tidak mau meninggalkan adik yang sakit, walaupun sebenarnya aku bisa, tetapi kalau adik aku tinggalkan sendirian, itu sama saja aku dengan kedua orang tuaku yang tidak pernah peduli dengan anak-anaknya. Hanya adik harapan aku satu-satunya untuk tetap hidup dan tinggal dirumah ini. Walaupun aku sering tidak masuk sekolah dan ketinggalan banyak pelajaran, tetapi aku selalu dibantu oleh Dista dan Dina agar aku tetap dapat menjadi anak yang pandai dan dapat mengejar pelajaran yang ketinggalan.
Aku sering curhat kepada Dina tentang masalah keluargaku kepadanya.
“ Din, papa dan mama ku selalu sibuk dengan urusan mereka sendiri dan nggak pernah memperhatikan aku dan Dicky”
“ Ya kamu sabar saja dengan mereka, mereka juga melakukan itu semua juga buat kalian”
“ Tapi Din, apakah karena kerjaan mereka harus tidak memperhatikan kami? Dan mereka juga sering sekali bertengkar di depan kami?”
“ Kalian harus mengerti posisi mereka sebagai seorang orang tua mereka berusaha membahagiakan kalian walaupun mungkin cara yang mereka lakukan itu tidak begitu benar.”
“ Terus, apakah cara mereka bertengkar di depan kami adalah sesuatu hal yang benar?”
“ kamu harus sabar Res, namanya juga orang tua. Kan, tidak selamanya orang tua itu sifatnya bisa dicontoh oleh kita.”
“ Tapi, gimana dengan Dicky, dia kan masih kecil. Dia belum tahu apa-apa tentang kehidupan ini.”
“ Begini saja Res, kalau orang tua kamu bertengkar, kamu ajak saja Dicky bermain di kamar atau kamu ajak saja Dicky jalan-jalan. Jadi dia kan tidak akan merasa sedih dan dia juga lambat-raun bisa menerima apa yang terjadi. Yang penting sekarang adik mu belum tahu apa-apa jadi kamu sembunyikan saja, kalau nanti dia sudah besar, dia juga dapat menyadari sendiri.”
“ Baiklah usul kamu akan aku lakukan. Ini semua demi Dicky. Asalkan Dicky senang aku akan melakukan apapun juga. Terima kasih banyak Din, kamu memang dapat menjadi pendengar dan teman yang baik yang pernah aku kenal selain Dista.”
“ Sama-sama Res, kita kan sebagai seorang teman harus saling membantu.”
Akhir-akhir ini Dina sering sekali jalan dengan cowok yang berbeda-beda, karena merasa penasaran melihat Dina begitu. Akhirnya, aku bertanya kepada Dina.
“ Din, kok akhir-akhir ini kamu sering dengan cowok-cowok yang tidak jelas gitu? Memang mereka siapa kamu?”
“ Oh… mereka? Mereka itu pacar aku.”
“ Tapi kok kamu jalan dengan cowok yang berbeda-beda?”
“ Ya, kan kalau tidak ada kecocokan mau gimana lagi? Mereka nggak bisa buat aku senang.”
“ Maksud kamu apa Din?”
“ Gini ya Res, aku ini Cuma mempermainkan mereka saja, kalau aku sudah bosan dengan mereka, ya aku putusin saja mereka.”
“ Kamu jahat banget sich, Din. Kok kamu tega mempermainkan perasaan mereka?”
“ Bukan maksud aku gitu Res, kamu jangan salah sangka dulu. Tapi, itu semua aku lakukan karena aku bosan selalu sendirian. Jadi, daripada aku bosan lebih baik aku cari pacar saja. Mereka kan bisa menghilangkan kebosananku dan dapat membuat aku senang. Lagi pula mereka juga tahu kalau aku Cuma mempermainkan mereka. Dasar mereka saja yang bodoh, sudah tahu aku ini sering mempermainkan cowok, tapi mereka masih mendekati aku. Jadi, bukan salah aku donk kalau memanfaatkan kesempatan.”
“ Iya juga sich kata-kata kamu, Din. Tapi, kalau kamu kena karmanya gimana?”
“ Ya, aku tahu kalau mungkin suatu saat aku akan kena karma atas semua yang telah aku lakukan sekarang ini. Tapi, tenang saja kamu, mudah-mudahan aku bisa menerima semua resiko atas perbuatan yang aku buat sekarang ini.”
“ Ya, sudahlah terserah kamu saja Din, aku cuma memberitahu kamu saja.”
“ Kamu tenang saja Res. Aku akan baik-baik saja kok selama aku tidak jatuh cinta pada pacar-pacar aku itu.”
“ Oke dech. Tapi, kalau kamu ada masalah jangan lupa kasih tahu aku ya… Mungkin aja aku bisa Bantu kamu.”
“ Oke dech… Makasih ya sudah mau mengerti aku.”
“ Sama-sama Din.”
Kemudian, setelah aku pikir-pikir. Aku merasa kalau apa yang dilakukan oleh Dina itu juga nggak ada yang salah. Itu semuakan dia lakukan karena dia hanya tinggal sendirian tanpa ada yang bisa menemani dirinya dalam kebosanan dan nggak ada orang yang bisa menghiburnya disaat dia sedih. Aku tahu kalau sebenarnya Dina itu orangnya sangat rapuh, sama seperti aku. Dia hanya berusaha menjadi anak yang kuat dan tidak kelihatan lemah didepan siapapun juga. Itu lah salah satu hal yang membuat aku bangga terhadap Dina. Dia mampu menghadapi semua masalah yang ada dan dia juga selalu membantu orang yang terkena masalah sehingga orang tersebut dapat kelihatan bahagia kembali. Dina juga membujuk aku untuk mencari pacar seperti dia.
“ Res, kenapa kamu nggak mau cari pacar? Kamu itu kan cantik, baik dan kaya juga, teman aku aja ada yang suka sama kamu. Daripada kamu sedih dirumah kayak gini.”
“ Nggak dech Din, kalau aku cari pacar terus adik aku siapa yang mau jagain?”
“ Ya, kamu ajak saja adik kamu itu selama kamu pacaran.”
” Tapi Din, kalau adik ku nggak mau gimana?”
” Ya, kamu ajak saja pacar kamu kerumah kamu. Ya sekalian kan adik kamu ada teman bermain, daripada main dengan kamu terus, dia kan pasti bosan juga dan pengen ada suasana yang lain.”
“ Tapi, kalau adik aku nggak bisa terima gimana?”
” Kamu bilang saja kalau cowok kamu itu teman kamu. Ya kalau misalnya pacar kamu buat adik kamu sedih ya kamu putusin aja dia. Kan lumayan Res, selain dapat kamu senang, dia juga bisa jadi teman main yang baik buat adik kamu itu.”
“ Baiklah, nanti usul kamu aku pertimbangkan.”
Aku pikirkan tawaran dari Dina agar aku mencari pacar. Dan menurut aku itu juga nggak salah. Seperti pepatah sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Ya lumayan juga lah kalau aku cari pacar, selain dapat menghilangkan kesedihan dan kebosanan aku dirumah, dia juga dapat menemani Dicky main. Walaupun sebenarnya hal itu nggak bisa aku benarkan dan nggak bisa jadi contoh yang baik bagi Dicky. Tapi, ini semua juga aku lakukan demi kebahagiaan Dicky juga. Jadi, supaya aku bisa membuat Dicky bahagia setiap teman cowok kerumah aku dan PDKT sama aku, aku selalu meminta pendapat kepada Dicky tentang cowok-cowok tersebut. Kalau cowok tersebut dapat membuat Dicky bahagia, maka jika dia menyatakn perasaannya kepada aku, aku akan terima dia sebagai pacar aku. Namun, kalau setelah dia pacaran dengan aku, dia tidak peduli dengan Dicky akan aku putusin dia. Dan orang-orang yang tidak dapat membuat Dicky bahagia, hanya akan aku jadikan sebagai teman aku saja.
“ Din, aku terima tawaran kamu untuk pacaran. Tapi, tolong ajari aku agar aku bisa seperti kamu, dapat mengambil keputusan yang tepat.”
“ Tenang saja Res, aku yakin pasti kamu bisa.”
“ Tapi, apakah kamu yakin aku bisa?”
“ Aku yakin kok.”
Hari-hari ku pun berubah semenjak saat itu. Sifat akupun berubah dengan semua cowok. Aku jadi anak yang sifatnya sangat sensitif sekali dan selalu berpikiran negatif dengan setiap cowok yang dekat kepadaku, karena aku takut jatuh cinta dengan mereka dan sakit hati dengan mereka. Aku selalu putusin pacar-pacar aku sebelum aku jatuh cinta dengan mereka. Dicky juga kelihatan bahagia dengan mantan-mantan aku. Walaupun, mereka semua pernah membuat adik sedih, tapi adik tidak pernah menganggap kalau mereka itu sebagai musuh. Aku tidak pernah mengajari adik harus dendam dengan orang yang telah melakukan salah sama dia. Aku selalu mengajari adik untuk selalu menerima orang apa adanya dan memaafkan setiap kesalahan orang yang pernah berbuat salah kepadanya dan mengajak orang agar selalu berbuat baik. Dan setiap cowok yang aku putusi, tidak pernah menganggap aku sebagai musuh mereka, karena mereka tahu kalau aku sangat mencintai adik aku dan akan melakukan apapun juga untuk membahagiakan Dicky.
Suatu hari, tiba-tiba Kak Rista pulang dari Amerika karena sedang libur semesteran.
“ Kak, kok kakak pulang nggak bilang-bilang dengan aku? Kan aku bisa jemput kakak di bandara dengan Dicky.”
“ Kakak sengaja tidak mau memberitahukan ini sama kalian, kakak kan mau memberikan Surprise sama kalian berdua. Ini kakak juga ada oleh-oleh buat kalian berdua.”
“ Makasih ya kak. Ngomong-ngomong kok kakak sudah pulang sekarang ini, bukannya kuliah kakak masih harus 2 tahun lagi?”
“ Kakak ini sekarang sedang liburan, jadi kakak pulang saja dik, daripada disana? Kakak kan sudah kangen dengan adik-adik kesayangan kakak ini. Memangnya kalian tidak kangen apa dengan kakak?”
“ Ya jelas kangen lah dengan kakak, kan sudah lama nggak ketemu dengan kakak lagi.”
“ Dik, kemana mama dan papa?”
“ Ya biasalah kak, mama dan papa dari dulu sampai sekarang nggak pernah berubah, tetap sibuk dengan urusan mereka masing-masing.”
“ Ya sudah lah dik, nggak perlu terlalu dipikirin mereka itu. Yang jelas selama kakak liburan disini, kakak bakalan buat adik senang. Oke?”
” Oke dech kak.”
Hari ini Kak Rista mengajak aku dan Dicky pergi jalan-jalan. Tiba-tiba waktu dijalan, karena bercanda-canda dengan kami dan tidak memperhatikan jalan, kakak hampir saja menabrak orang. Kebetulan orang yang hampir ditabrak itu adalah Kak Rendy, temanku. Sebagai tanda maaf dari aku dan juga kak Rista, jadi kami mengajak kak Rendy ikut jalan-jalan dengan kami.
“ Maaf kak, tadi aku lagi main-main dengan kak Rista, jadi nggak perhatikan jalan.”
“ Nggak apa-apa kok dik.”
“ Oh iya, ini kenalin kakak aku yang baru pulang dari Amerika. Dan kak kenalin juga teman aku Namanya kak Rendy.”
“ Rista.”
” Rendy. Oh ini ya kakak kamu yang sering kamu bicarakan itu.”
“ Iya kak, ini kakak aku yang paling aku sayangi.”
“ Oh iya, ngomong-ngomong kita ini mau kemana ya.”
“ Kita ke taman aja yuk, kayaknya pemandangan di taman bagus dech.”
“ Boleh juga itu.”
“ Loh, Res kok kamu nggak ajak pacar kamu sich?”
” Nggak Kak, aku sudah putus dengan pacar aku.”
” Kok gitu?”
“ Iya kak, mungkin karena nggak ada kecocokan.”
“ Berarti kakak punya kesempatan donk?”
“ Maksudnya kakak apaan?( sebenarnya aku tahu kalau kak Rendy menyimpan perasaan sama aku, tapi aku nggak bisa menjadikan dia sebagai pacar aku, karena aku tidak mau menyakiti perasaannya)”
” Nggak ada kok.( Resti, kok kamu tidak bisa menangkap sinyal yang ada sich, sebenarnya aku itu mencintai kamu).”
Pada saat waktu ditaman aku sengaja mengajak Dicky pergi main jauh-jauh supaya Kak Rista dapat mengenal lebih jauh tentang Kak Rendy, karena aku yakin kalau sebenarnya Kak Rista mempunyai perasaan kepada Kak Rendy.
Akhir-akhir ini aku sering sekali selalu merasa kepalaku pusing dan karena sakit ku ini terus-menerus. Akhirnya aku memutuskan untuk periksakan diri ke dokter.
“ Adik sakit apa?”
“ Begini dok, akhir-akhir ini kepala aku rasanya pusing?”
“ Sini biar dokter periksa dulu.”
“ Dok, sebenarnya aku ini sakit apa?”
“ Dik, adik harus menenangkan diri dahulu. Sebenarnya pusing adik ini bukan pusing biasa, tetapi adik ini kena kanker otak yang cukup serius.”
“ Nggak mungkin dok, nggak mungkin aku terkena penyakit kanker. Dokter pasti salah.”
“ Itu kenyataan yang harus adik terima. Adik harus tahu kalau setiap orang bisa terkena penyakit ini.”
“ Dok, kira-kira ada cara tidak, agar aku dapat menyembuhkan penyakit aku ini?”
” Asalkan adik mau berusaha, pasti selalu ada jalan untuk semuanya ini.”
“ Dok, apakah aku harus dirawat dirumah sakit?”
“ Sebenarnya lebih baik seperti itu, supaya kami bisa selalu mengontrol keadaan adik. Tapi, kalau adik tidak mau juga tidak apa-apa, yang jelas adik harus setiap saat control kerumah sakit.”
“ Baiklah dok, aku akan rawat jalan saja, karena aku tidak mungkin membiarkan adikku sendirian. Saya permisi dulu dok.”
“ Iy dik, dan ini resep yang harus adik tembus di apotik.”
” Terimakasih banyak dok.”
“ Sama-sama dik, jangan lupa selalu control ke rumah sakit.”
“ Baiklah dok.”
Semenjak saat itu aku pun menjadi seorang yang pemulung dan pura-pura kelihatan senang di depan semuanya. Aku tidak mau memberitahukan penyakit aku ini kepada siapapun, cukup aku yang tahu saja. Aku tidak mau melihat siapapun merasa khawatir dengan aku dan aku juga tidak mau dikasihani oleh orang karena penyakit aku ini.
“ Res, kok akhir-akhir ini kamu kelihatan tidak bersemangat?”
” Nggak kok, mungkin ini Cuma perasaan kamu saja.”
“ Mungkin saja ya. Ngomong-ngomong gimana hubungan kamu dengan pacar kamu itu?”
“ Aku sekarang ini tidak mau pacaran lagi. Aku merasa Dicky jadi kurang perhatian dari aku.”
“ Bukannya kamu sudah selalu memperhatikan Dicky.”
“ Aku juga nggak tahu. Mungkin lebih baik aku tidak pacaran saja. Aku juga ngerasa bersalah dengan semua yang telah aku lakukan selama ini.”
“ Ya sudah kalau itu mau nya kamu. Tapi, kamu baik-baik saja kan?”
“ Iya, aku baik-baik saja kok. Tidak perlu khawatirkan aku.”
“ Din, aku mau kamu janji satu hal sama aku.”
“ Janji apa?”
“ Janji ya, kamu tetap mau menyayangi dan bermain dengan Dicky.”
“ Tapi, kenapa aku harus janji seperti itu?”
“ Nggak apa-apa kok. Aku hanya ingin Dicky selalu bahagia.”
“ Baiklah, aku akan janji sama kamu.”
“ Terima kasih banyak Din, kamu memang teman terbaik ku.”
Aku juga merubah semua sikap aku dengan Dicky agar Dicky dapat menjadi anak yang mandiri bila seandainya aku sudah tidak ada nantinya. Aku juga jadi sering marah dengan mama dan papa agar mereka sadar dan dapat memberikan waktu sedikit buat anak-anaknya.
“ Ma, Pa, mungkin aku tidak seharusnya bilang seperti ini, tapi aku mohon ma, pa, tolong mama dan papa dapat memberikan waktu sedikit buat kami. Selama ini kami merasa mama dan papa sibuk sendiri dengan urusan kalian masing-masing.”
“ Kamu itu tahu tidak kalau ini semua mama dan papa lakukan juga buat kebaikkan kalian.”
“ Kebaikan apa? Apa dengan tidak memperhatikan kami itu adalah buat kebaikan kami.”
“ Mama dan papa ini sibuk mencari uang buat kebaikan kalian.”
“ Tapi, kenapa kalian tidak pernah memberikan waktu sedikit saja buat kami? Ma, pa, uang itu dapat dicari, tetapi dengan uang itu mama dan papa tidak dapat membuat kami bahagia, yang kami butuhkan sekarang ini hanya kasih sayang dan perhatian dari mama dan papa. Papa dan mama jangan pernah menyesal kalau suatu hari nanti, kami akan pergi meninggalkan mama dan papa.”
Aku tidak tahu apa dengan kata-kata aku ini akan membuat mama dan papa sadar akan apa yang dilakukannya.
Aku tahu mungkin hidup aku tidak akan lama lagi. Tapi, disaat-saat terakhir aku ini aku tidak mau pacaran lagi dan aku akan meminta maaf pada semua mantan-mantan aku yang telah aku sakiti selama ini. Dan aku juga mau berterima kasih sama Bi Ina, Pak Sukri karena telah memperhatikan aku dan Dicky seperi anak mereka sendiri serta Dista dan Dina yang telah menjadi temanku sampai sekarang ini yang selalu menemani dan menghiburku disaat aku sedih. Aku mau melihat mama dan papa dapat membagi waktu untuk keluarga. Aku tidak mau melihat adik kehilangan semangat jika aku meninggalkannya. Mungkin kalau mama dan papa tetap tidak dapat membagi waktu, aku dapat meminta Bantu kepada kak Rendy, karena aku tahu Kak Rendy sangat menyayangi Dicky, seperti aku menyayanginya dan aku juga mau kalau Kak Rendy dapat mencintai Kak Rasti seperti kak Rendy mencintai aku. Aku tahu kalau Kak Rasti memendam perasaan kepada Kak Rendy.
“ Kak Rendy, aku mau kakak janji sesuatu hal sama aku.”
“ Mank janji apa Dik?”
“ Aku mau kakak janji untuk selalu menyayangi Dicky dan menjadikan Kak Rasti sebagai pacar kakak.”
“ Kenapa kakak harus janji begitu dengan adik?”
” Ya, karena hanya kakak yang dapat membuat mereka bahagia, kak”
” Baiklah dik, kalau itu maunya kamu. Kakak janji akan menyayangi Dicky seperti adikku sendiri dan mencintai Rasti seperti aku mencintai adik.”
“ Makasih kak, karena kakak mau berjanji seperti itu.”
“ Ini semua kakak lakukan demi cinta kakak kepada adik.”
Akhirnya, mereka semua mengetahui jika aku terkena penyakit kanker karena aku pingsan pada saat sedang bersama-sama dan harapan untuk sembuh itu sangat kecil sekali karena penyakit kanker yang aku alami sudah masuk ke stadium akhir. Walaupun hidup aku hanya tinggal sebentar, namun aku sangat senang karena dapat melihat mereka bahagia. Dan pengorbanan aku aku lakukan untuk membahagiakan semuanya itu tidak sia-sia. Mama dan papa juga sudah bisa membagi waktunya kepada keluarga. Walaupun mama dan papa baru menyadari disaat-saat aku yang terakhir ini, tapi aku tetap bahagia. Walaupun aku tidak mungkin dapat berada di dekat mereka semua, tapi aku pun telah senang dapat melihat mereka bahagia. Yang penting aku bisa membuat mereka bahagia dan tidak patah semangat disaat kehilanga diriku ini.

eric_hario mengatakan...

Topik : Religi dan Cinta
Karya : Erick Hario / 14

Kasih Karunia Yesus untuk liza


Ini adalah kisah tentang diriku, dalam kisah ini aku ingin berbagi cerita tentang kehidupan ku bersama DIA. DIA yang begitu mengenal diriku dan mengerti akan semua kebutuhanku. Kisah ini akan kumulai sekitar 2 tahun yang lalu dimana ketika itu masalah yang menghadang jalanku begitu besar dan begitu terasa berat. Tak ada seorang manusia pun dapat menolong hidupku ketika itu.
Pagi ini adalah pagi yang cerah untuk melakukan aktivitas bagi setiap orang termasuk diriku,pagi ini aku akan kembali kepada rutinitas perkuliahanku. Aku adalah orang yang sangat menyukai kegiatan keorganisasian. Aku termasuk orang yang dikenal oleh setiap orang di perguruan tinggi swasta tempat ku berkuliah. Oh ya aku lupa menceritakan bahwa aku adalah seorang cewek berusia 23 tahun. Sebut saja namaku Eliza.
Seperti para cewek pada umumnya aku pun merasakan yang namanya jatuh cinta. Aku mulai menyukai salah seorang dari teman seorganisasi denganku. Untuk ukuran cewek dia lumayan manis,dengan tinggi kira-kira175cm,pokoknya secara fisik dia benar-benar idaman setiap cewek seusiaku. Sebut saja namanya Adi. Tapi dalam hal ini aku mengalami kendala,karena sebenarnya aku telah memiliki seseorang disampingku,aku sudah punya pacar.
Aku hanya bisa mengagumi dirinya. Pada hari ini kami berkumpul dan membicarakan segala hal tentang keorganisasian yang akan kami kembangkan. Begitu tegas caranya untuk mengeluarkan pendapat,dia benar-benar seorang pemimpin sejati karisma yang dia buat membuat hatiku berdebar-debar. Ketika aku sedang asyik memperhatikan nya tiba-tiba ada suara yang begitu berat menegurku,aku tahu itu suara siapa,aku begitu mengenal suara itu,itu suaranya. Sambil memukul bahuku ia berkata “kok melamun sih,denger nggak aku lagi ngomong apa?” aku hanya dapat membalas nya dengan sedikit senyuman dari bibirku.
Aku tak ingin banyak berharap pada dirinya karena aku yakin dia tidak akan pernah menyukaiku. Aku ini bukan tipe wanita idamannya. Rapat hari ini telah selesai dantetap belum ada keputusan yang mantap untuk organisasi kami ini.pusing banget pokoknya kalau udah yang namanya rapat pasti malah tambah ribet,biasalah anak muda.
Siang itu aku bingung harus pulang naik apa dan mau kemana,karena jujur aku males banget untuk pulang kerumah karena orang tua ku terlalu sibuk dengan pekerjaannya masing. Kadang aja aku dan adikku hanya pulang ke toko orang tuaku dan membantu mereka berjualan. Aku dilahirkan dalam keluarga ethnis cina,yang sangat giat dalam mencariu uang. Biasanya aku pulang kerumah pacarku tapi hari ini aku males banget karena hubungan ku dan dia udah tidak kondusif lagi. Ia selalu menghalangi kegiatan keorganisasianku, padahal aku benar-benar menyukai kegiatan itu.
Tiba-tiba aku dikejutkan lagi oleh sebuah suara dan tepukan pada bahuku,oh Tuhan Adi sudah ada disampingku,ia mengajakku untuk jalan-jalan bersama teman-temanku yang lain. Dan yang paling membuatku bahagia dia mengajakku naik motor dengan nya,ya ampun aku dibonceng Adi. Benar-benar hari yang menyenangkan seharian jalan-jalan bersama orang yang kukagumi.
Jam sekarang telah menunjukan pukul 8 malam,waktu nya aku pulang dan beristirahat. Walaupun dari luar aku keliatan baik-baik saja tapi sebenarnya ada sesuatu yang berbeda didalam tubuhku, tapi biarlah hanya aku,orang Tuaku dan Yesusku yang tahu. Adi meledekku dan berkata “duh anak mami,jam 8 malam udah harus pulang,pasti sampe kerumah cuci kaki,cuci tangan,gosok gigi habis itu bobok kan?” tanpa terasa air mataku mengalir membasahi pipiku. Adi merasa tidak enak akhirnya ia pun meminta maaf dan bertanya dengan suara yang begitu lembut ; apakah kata-kataku ada yang salah sehingga begitu menyakiti hatimu?” aku mengesah air mataku dan tersenyum,aku menjawab dia “ah nggak papa kok.”
Akhirnya sampai juga neh dirumah,ibuku sudah menunggu didepan pintu dengan muka yang begitu cemas. Ia langsung memegang tangan ku dan menyuruhku untuk langsung masuk kerumah. Adi bingung dan cemas melihat tingkah mamaku. Akhirnya ia pulang dari rumahku dengan muka yang penuh dengan Tanda Tanya……
Pukul 10 malam tiba-tiba hp ku berbunyi, aku penasaran banget kok jam segini masih ada yang mengirimkan sms kepadaku,ah nggak mungkin kalau pacarku,karena ini adalah waktu nya untuk tidur. Biasalah pacarku adalah anak kesayangan dalam keluarganya. Dengan penasaran aku membuka sms itu ternyata itu sms dari adi. Isi sms itu cuma: aku udah nyampe rumah neh.. lg pain neh? Oh ya tadi ada apa sih,aku bener-bener penasaran neh ntar aku malah mati penasaran…. Hehehehhe…Aku menjawab dia: nggak kok nggak ada apa-apa,namanya juga anak mami jadi disuruh cepet-cepet masuk terus cuci tangan,cuci kaki dan gosok gigi terus bobok. Hehehe.. hp ku berbunyi lagi aku pikir ini adalah balesan dari adi, ternyata ini dari pacarku, tapi ini adalah kabar baik bagi hidupku ternyata pacarku memutuskan untuk menyudahi hubungan kami karena ia sudah tidak tahan dengan semua kegiatan keorganisasian ku,menurutnya aku sudah tidak ada lagi waktu untuk bermanja-manja lagi dengannya. Aku bahagia mendengarnya karena salah satu beban hidupku telah terselesaikan. Ah… malam ini aku dapat tidur deh dengan mimpi yang indah.
Keesokan harinya ketika dikampus aku diajak temen-temenku untuk rapat membicarakan tentang event yang akan kami buat sebentar lagi. Sebelum melakukan rapat tiba-tiba ada yang memanggil ku dari jauh,aku menoleh ternyata adi. Dia bertanya kabarku. Aku heran kok dia bertanya seperti itu. Tanpa disadari dia menggandeng tanganku dan ia berkata aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu dariku. Aku tersenyum dan berjanji akan menceritakan semuanya kepadanya
Sehabis rapat adi memanggilku dan mengajakku untuk pulang bareng. Dia menagih janjiku untuk bercerita semuanya. Aku menyanggupinya,aku pulang dengannya. Akhirnya kami berhenti disalah satu restoran kesukaan kami. Dia memaksaku untuk segera bercerita dengannya, akhirnya aku bercerita bahwa sebenarnya aku mengidap sakit parah, aku mengidap sakit kanker payudara stadium 1. seolah tak percaya dengan ceritaku,adi pun menanyakan lagi dengan tegas,aku pun seperti biasa hanya membalas dengan senyuman.
Dia mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan bagaimana hubungan ku dengan pacarku,jawabku enteng saja ku menjawab aku sudah putus neh. Hehe. Sapa yang memutuskankan,lanjutnya. Dia, jawabku. Bagus deh yang penting jangan sampai kamu yang duluan memutuskan dia karena aku nggak mau adikku menyakiti hati orang. Ok deh,jawabku.
Jadi hari ini kita harus sampai kerrumah jamberapa? Yah seperti biasanya jam8 malam,soalnya jam itu adalah jam untuk minum obat. Kok kamu nggak pernag cerita sih kalau kamu terkena sakit separah itu, apalagi kamu itu adalah orang yang aktif dan aku nggak pernah ngeliat kamu kesakitan atau kecapaian? Emang harus dipertontonkan kepada setiap orang kalau aku ini adalah orang yang sakit dan lemah, malu tau ma orang lain,sahutku. Toh sekarang aku bahagia kok dengan hidupku, karena aku yakin dan percaya bahwa Yesus mencintai dan selalu menemani hari-hariku. Aku tidak akan sendiran kok,sebab ketika aku sedang berdoa aku benar-benar merasakan bahwa kuasa darahnya yang kudus mengalir didalam hidupku.
Dia tercengang dengan semua jawabanku. Ah, sepertinya waktu telah menunjukan waktu untuk pulang. Ketika aku sampai dirumah aku senyum-senyum sendiri. Ayahku bingung dan mengejekku,ia bertanya kenapa lagi jatuh cinta yak ok senyum-senyum sendiri sih? Aku Cuma menjawabnya dengan satu kata,GITU DEH! Malam itu aku berdoa kepada Tuhan,aku Cuma berkata Tuhan jika Engkau mengijinkan aku untuk mendapat teman untuk menemani hari-hari terakhirku biarlah ia menjadi orang nya,karena aku begitu mencintai dan mengaggumi dia,makasih ya Tuhan atas berkat Mu sehingga Engkau mempertemukan aku dengan nya.
Malam ini ketenggangan terjadi didalam ruamhku,tiba-tiba nafasku sesak, seluruh badanku membiru dan aku menggigil. Yang terbayang dibenakku hanya adi,aku mencoba meraih handphone ku aku memencet nomornya. Ketika ia mengangkat teleponku aku hanya menangis dan menjerit kesakitan. Aku tahu disana pun dia sangat panic dengan keadaanku. Aku berkata kepadanya makasih ya mas kalau kamu sering memperhatikan dan sudah mau berteman denganku selama ini.sekarang aku mau dibawa ke ICU karena aku udah tidak tahan lagi,badanku benar-benar sakit, rasanya ini sudah waktunya aku untuk pergi.
Disana dia hanya menangis dan berusaha menenangkan aku. Ia meyakinkan aku bahwa Yesus ada dan akan menyembuhkan aku. Ia juga berjanji akan selalu menemaniku dalam kondisi apapun. Aku percaya semua itu dikatakan nya dengan setulus hati dan tanpa kebohongan.
Sesampainya dirumah sakit aku hanya dapat pasrah dan berdoa. Aku benar-benar bersyukur kepada Tuhan karena hari ini aku dapat mendengar pernyataan dari mulut orang yang benar-benar kukagumi setidaknya ketika aku nanti aku menghadap Tuhan aku tahu bahwa ternyata aku tidak cinta bertepuk sebelah tangan. Aku bahagia bercampur cemas. Tapi aku yakin Yesusku tetap mendampingi hidupku. Aku akan selalu hidup bersamaNya. Aku bersyukur punya Allah seperti Yesus yang selalu mengerti setiap persoalan yang aku hadapi.
Ruang ICU sudah menungguku, tangisan ketakutan dari keluargaku tambah membuatku cemas dan takut. Aku mencoba melipat tanganku,tapi oaring tuaku selalu menghalangiku. Aku dapat merasaklan betapa dinginnya kamar itu dan aku juga dapat merasakan betapa sedihnya dikamar itu aku hanya dapat berpikir bahwa aku akan segera meninggalkan dunia ini. Secara manusia aku dalam ketakutan dan kecemasan.
Semakin lama semakin menghilang suara tangisan dari keluargaku dan aku merasa bahwa sekarang aku sedang sendiri. Alat pemicu jantung,carteter dan alat-alat yang lain yang mendukung ku untuk hidupku yang menemaniku. Sekarang yang terdengar jelas ditelingaku hanyalah suara pendeteksi denyut jantung. Tanpa kusadari airmataku mengalir. Aku menjerit dalam hati kepada Yesus.
T5iba-tiba ketika aku menjerit aku melihat cahaya yang begitu terang yang menyilaukan mata. Cahaya itu begitu hangat dan jiwaku begitu tenang. Keesokan paginya dokter dating untuk memeriksa keadaanku, ia memintaku untuk di roentgen. Alat pemicu jantung telah dicopot dari tubuhku. Dokter pun keheranan karena ia tidak menemukan penyakit apapun didalam tubuhku. Dia menyalamiku selamat kamu telah sembuh.
Aku benar-benar terkejut terlebih kedua orang tuaku. Mulai dari saat itu aku percaya hidupku adalah milik Nya ketika aku pasrah dan berserah aku pasti akan diselamatkannya. Aku menangis dan memohon ampun atas semua dosaku,aku benar-benar malu karena Allaghku tak pernah memperhitungkan dosa dan kesalahanku tapi Ia selalu mengampuni dan mengabulkan seluruh doaku. Selain aku sembuh sekarang aku juga sudah dapat pengganti pacarku yang lama,bahagianya hidupku. TERIMA KASIH YA YESUS KARENA ENGKAU ADALAH ALLAH YANG BEGITU BAIK.

Margaretha Liza mengatakan...

Tema :Cinta Monyet Remaja
Karya:Margaretha Liza Chang
Kelas:x8/27

Janji yang Menyakitkan


“Jangan lupain aku ya, Cel..aku sayang banget ma kamu..Aku takut banget kehilangan kamu..Aku gak bisa pisah ma kamu..”, ucap Vino lirih menahan tangis sambil memeluk Celine, pacarnya yang akan melanjutkan sekolahnya ke Australia.
“Aku gak bakal lupain kamu kok, Vin..Hiks..Aku juga sayang banget ma kamu..kamu jangan ngomong kayak gitu. Hiks.. Aku jadi sulit untuk ninggalin kamu. Aku sebenarnya juga gak bisa buat ninggalin kamu. Tapi mama ma papa aku maksa banget aku sekolah di sana Vin..Lagian aku pasti bakal balik ke sini kok kalo udah selesai..”, Celine menangis di pelukan Vino.
“Celine.. aku janji apapun yang akan terjadi di antara kita nanti, aku gak bakalan biarin kita pisah beneran. Walupun kita pacaran jarak jauh, aku bakal tetap sayang ma kamu, dan rasa sayang aku ke kamu gak kan pernah hilang. Kamu cewek yang berarti buat aku, aku janji bakal setia ma kamu. Pegang janji aku Cel!!!”, ucap Vino dengan begitu yakin. Hal ini membuat Celine menjadi semakin terharu bercampur sedih. Ia merasa senang mendengar janji yang diucapkan Vino. Ia percaya bahwa Vino bakal nepatqin janji itu.
“Thanks ya Vin, aku sayang banget ma kamu.”

***
“Celine..Celine..! Kamu udah siap belum? Teman-teman kamu udah pada nunggu di bawah tuh.”, panggil mamanya dari luar kamar.
“Iya, ma.. Udah koq.. Bentar lagi Celine ke bawah.”, jawabnya.
“Ya sudah, cepet ya sayang. Kasihan teman-teman kamu udah pada nunggu.”
“Ok deh ma..”
Celina pun lalu turun ke bawah menemui taman-temannya. Hari ini Celine mengadakan pesta perpisahan dengan teman-temannya di rumahnya. Rumahnya yang besar membuat suasana pesta menjadi mewah. Besok Celine pun akan berangkat ke Australia, ia akan melanjutkan kuliah di sana.
“Hai teman-teman semuanya. Thanks ya kalian semua udah pada mau datang ke pesta perpisahanku. Selamat menikmati hidangan pesta ya”, ucap Celine sambil tersenyum manis setelah menyampaikan kata-kata perpisahan kepada teman-temannya.
Lalu Celine pun menenemui sahabat-sahabat dekatnya, Stevi, Sonia, Luna, Chika, Olivia dan Shella.
“Hello, guys.!Asyik gak pestanya?”, tanya Celine tersenyum kepada mereka.
“Asyik banget, Cel..Tapi aku sedih inget kamu besok bakal pergi”, jawab Cika yang matanya telah berkaca-kaca.
“Iya,Cel. Kita-kita bakal kehilangan banget sahabat yang kocak, baek dan pengertian kayak kamu.”, tambah Sonia.
“Cel, kami pasti bakal kangen banget ma kamu. Jangan lupain kami semua ya..Hiks”, ucap Stevi sambil menangis. Stevi emang teman Celine yang paling perasa, dia gampang banget buat nangis.
“Teman-teman aku gak bakal bisa lupain kalian semua..Kamu semua berarti banget buat aku, kalian slalu ada di saat aku butuh kalian semua..”, ucap Celine menahan tangis. Dia gak mau acara pestanya malam ini dihiasi dengan tangis. Gak ada di jadwal tuh..
“Eh, btw Vino mana nie?? Kok gak kelihatan daritadi… Ini kan acara perpisahan kamu,Cel. Seharusnya dia datang dong.”, tanya Cika.
“Iya, ya. aku telpon deh.”, jawab Celine sambil mengeluarkan handphonenya.
Setelah beberapa saat celine menelpon ternyata HP Vino gak aktif. Perasaan Celine pun menjadi sedih. Padahal Vino udah janji untuk datang ke pestanya. Acara pesta pun telah usai, teman-temannya sudah pulang semua. Jam pun telah menunjukkan pukul sepuluh, tetapi Vino belum juga datang. Kekecewaan hati Celine bertambah, ia sangat sedih.

KRING….KRING…
Bel rumahnya pun berbunyi. Kemudian dari lantai bawah Bik Inah memanggil Celine. “Non.. Non Celine ada tamu nyari non. Den Vino,non.”.
Celine pun langsung keluar dari kamarnya dan menemui Vino.
“Vino.”,panggil celine.
Vino pun langsung memeluk Celine,”Cel, maafin aku ya. Aku telat datang ke pesta perpisahan kamu. Aku tadi ketiduran. Aku nyesel banget,Cel.”
Celine tersenyum haru,”Vin, gak papa kok. Aku ngerti, mungkin kamu kecapekan. Aku gak marah ma kamu kok.”
“Thanks banget ya,Cel. Aku sayang banget ma kamu. Beruntung banget aku punya cewek seperti kamu”, ucap Vino yang masih memeluk Celine.
“Sama-sama Vin.”,Celine pun menangis bahagia bercampur sedih di pelukan Vino. Ia sadar bahwa tak lama lagi ia akan berpisah dengan kekasih hatinya itu. Karena besok ia harus sudah berangkat ke Australia.


***
Keesokan paginya Celine pun berangkat menuju bandara bersama kedua orang tuanya. Celine merupakan anak bungsu dari dua bersaudara di keluarganya. Tidak heran orangtuanya sangat menyayangi dan memanjakannya. Ia akan menyusul kakak laki-lakinya yang juga bersekolah di Australia.
Teman-temannya juga ikut mengantarnya ke bandara. Vino pun juga ikut mengantar celine sang pacar yang sangat ia sayangi.
“Cel,jangan lupain kita-kita ya,hiks..”,ucap Stevi sambil menangis.
“Iya,Cel. Sering-sering kasih kabar ya ma kita-kita”,ucap Sonia menahan tangis.
Lalu mereka bertujuh pun berpelukan sambil menangis. “Kalian tenang aja, sampai kapanpun kalian akan slalu ada di hati aku”,jawab Celine menangis.
Setelah itu celine berpelukan dengan ke dua orang tuanya. Suasana menjadi sedih. Vino langsung memeluk Celine. Dan itu merupakan pelukan terakhir darinya.
“Cel,jaga diri baik-baik ya. Jangan kecewain aku. Belajar yang bener ya di sana. Dan ingat selalu janji aku. Hiks.. Aku akan slalu nunggu kamu,hiks..”
“Iya, Vin. Aku bakal slalu ingat janji kamu dan gak akan ngecewain kamu.”
Akhirnya Celine pun naik ke pesawat dan menuju ke Australia. Di sana ia akan tinggal di rumah Paman Robin,yaitu adik dari papanya bersama Michael ,kakak laki-lakinya yang sudah menginjak tahun ke tiga kuliah di Australia.
Sesampai di bandara Australia, ia dijemput oleh Paman Robin ,Michael, dan Claudia sepupunya anak paman Robin yang sebaya dengannya. Mereka langsung menyambut Celine. Michael dan Celine pun berpelukan melepas rindu mereka yang sudah setahun ini tidak bertemu. Mereka bertemu tahun lalu saat Michael pulang ke Indonesia saat libur musim panas.
Mereka pun menuju ke rumah Paman Robin. Sesampai di sana Celine pun merebahkan dirinya di tempat tidur karena letih dalam perjalanan. Lalu ia langsung mengambil handphone dan menelpon Vino.
“Tuut…Tut..Tut..Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Silahkan tinggalkan pesan…”
Tidak ada jawaban dari Vino, dicoba berulang – ulang tetap saja mailbox. Celine pun jadi bete. Tapi ia berpikir pasti Vino lagi sibuk, dilihatnya jam dinding berbentuk hati di dinding kamar barunya. Masih menunjukkan pukul 9.00, artinya di Indonesia masih pukul 6.00 sore. “Hm.. Masih jam 6sore di sana, biasanya kan Vino lagi nyantai jam segini. Lagian ni juga hari Rabu kan? Bukan jadwal Vino latihan basket. Kira – kira dia kenapa ya? Kok ditelponin mailbox mulu?”, tanya Celine dalam hati.
“Hei,Cel.. Lagi mikirin apa sih? Cowoknya ya? Hehe..”, tiba – tiba Claudia mengagetkan Celine yang sedang mikirin Vino.
“Oh..eh.. Claudi.. Ngagetin aja kamu”, Celine tersentak dari lamunannya.
“Yah.. Abis daritadi aku liatin kamu ngelamun mulu. Lihat tuh pakaian ma barang – barang kamu aja masih berantakan gitu.”
“Hue… Aku masih capek nie, aku kangen ma mama papa dan teman – teman di Jakarta.”,
“Yee… Belum aja ada sehari kamu di sini, tapi dah kangen gitu. Tapi wajarlah namanya juga anak bontot. Ya gak?Haha…”
“Hu.. Gitu amat kamu.”, ngambek Celine.
“Jangan ngambek dong sepupuku sayang. He.. ya udah nie juga dah malem. Bobo gih, Besok kamu kan mesti bangun pagi buat liat kampus kamu yang baru. Ok.”
“Ok… Nite juga sepupuku sayang. Hue..” Claudia pun keluar dari kamar Celine, lalu Celine mengetik sms untuk Vino karena sampai saat ini Vino belm juga menghubunginya.



Syg, knp Hp qm gk bs dihubungin?
Dah drtdi Q nelvon Qm tp mailbox mulu..
Q kn cm pgn kstw qm klo q dah nyampe di Ausie.
Q syg qm...I miss u..Nite…

Beberapa kali Celine mengirim sms, tetapi tetap saja pending karena handphone Vino nggak aktif. Lalu Celine pun memutuskan untuk tidur.

***

“Vin, ampe kapan kita gini terus? Kamu musti milih aku atau Celine. Aku gak bisa kalo kamu gini terus.”,tanya Shella kepada Vino sambil memegang erat tangan Vino.
“Shel, kamu musti ngertiin aku. Aku nie lagi bingung. Aku dah janji ma Celine kemarin buat gak bakal tinggalin dia. Aku juga sayang ma dia, Shel. Aku gak mungkin tiggalin dia, aku gak tega.”,Vino pun berdiri lalu memegang kepalanya sambil mengacak rambutnya.
“Jadi kamu lebih milih dia daripada aku?! Kamu mau ninggalin aku?! Kamu tega Vin,kamu yang buat aku jatuh cinta ma kamu. Kamu juga yang buat aku berkhianat ma sahabat aku sendiri, tapi akhirnya kamu sia – siain aku kayak gini?!”, Shella emosi dan mendorong tubuh Vino.
“Shella… Kamu tenang dulu, aku juga cinta dan sayang ma kamu. Aku juga gak bakalan tinggalin kamu”,Vino pun memeluk Shella untuk menenangkannya.
“Kamu bohong! Kamu gak bisa mencintai dua cewek sekaligus. Kamu harus milih, Vin!”, Shella pun melepaskan pelukan Vino.
“Shel, kita jalanin aja kayak gini dulu ya. Biar waktu yang berbicara. Aku gak bisa ngasih keputusan sekarang. Kamu sabar ya, aku mohon.”,mohon Vino sambil mencoba meraih tangan Shella. Tapi Shella melepaskannya lagi,”Sabar?! Sampai kapan Vino?! Sampai akhirnya Celine balik, dan kamu milih dia?!! Terus kamu tinggalin aku! Gitu?! Kamu jahat, Vin!”, Shella pun berlari dan meninggalkan Vino sendiri di café. Vino pun berusaha mengejar. “Shella! Shella! Tunggu, kamu belum dengerin penjelasan aku!”, tetapi Shella tetap nggak peduli, lalu pulang dengan naik taksi. Orang – orang pun pada ngeliatin Vino. Vino pun langsung ke parkiran lalu mengambil mobilnya, pulang dengan ngebut karena pusing mikirin dua cewek yang ia pacarin sekaligus.
Sesampai di rumah Vino pun mengaktifkan handphonenya, lalu terdapat 10message dari Celine. “Ya ampun celine maafin aku ya, aku gak tau kalo kamu bakal sms aku.”,ucapnya dalam hati. Lalu Vino pun mencoba buat nelvon Celine. Berkali – kali ia telvon tetapi nggak ada jawaban. Ya jelas aja nggak ada jawaban, Celine aja udah di alam mimpi daritadi. Vino pun mengirim sms ke Celine.

Celine syg, maafin Vino ya
Hr ini Hp_q ketinggalan di rmh,
Td q prg nemenin m2 prg ke acr kluarga
Ni br plg. Pst qm dh tdr ya?
Sorry y 1x lg. Ywdh, nice dream syg.
Nite..

***
2 tahun kemudian
Dua tahun pun berlalu, Celine pun pulang ke Indonesia bersama Michael kakak kesayangannya . tahun kemarin Celine nggak pulang ke Indonesia karena kedua ortunya yang pergi ke Australi. Celine pun udah nggak sabar buat ketemu Vino dan teman – temannya. Celine pun berubah, ia menjadi bertambah cantik dan gaya dandanannya pun terlihat manis. Ia menjadi tambah dewasa, dan gaya childish yang ia miliki pun udah gak kelihatan lagi.
Di bandara Celine melihat cowok seperti Vino sedang menggandeng seorang cewek. Tapi wajah ceweknya nggak jelas karena memakai kacamata hitam. Celine pun berkali – kali mengucek – ngucek matanya. Ia ingin mastiin itu beneran Vino atau bukan. Sedang asyik –asyiknya ingin mencari tau, Michael pun mengagetkannya,” Woi, ngapain kamu kayak orang gila gitu ngeliatin orang? Nyari siapa sie??”
“Duh.. tu kan gara – gara kamu nie, hilang de..”,Celine pun jadi BT.
“Yah ela, apanya yang hilang? Kita nie mau pulang, kamu mau aku tinggal?”, Michael pun mengambil koper – koper lalu memasukkan ke bagasi mobil
“Tunggu dulu kak, tadi tu aku ngeliat Vino lagi jalan sambil gandeng cewek. Aku cuma mau mastiin itu tu beneran Vino ato bukan.”,jawab Celine sewot sambil masuk ke mobil.
“Adikku sayang, kamu tu cuma lagi kangen aja. Makanya di pikiran kamu tu cuma ada Vino.. Vino.. dan Vino… Kamu inget gak waktu di Ausie? Supir taksi aja kamu bilang Vino.”,Michael pun ngomel panjang lebar ke adik kesayangannya itu.
Emang iya sih, waktu di Australia Celine pernah nyangkain supir taksi yang mangkal depan kampusnya tu Vino. Ampe nyuruh kakaknya ngejar tu supir pake mobil. Pas ketemu, eh malah om – om bule yang udah tua. Jelas aja Michael jengkel ma Celine sekaligus malu. Alasan Celine sih dari jauh mirip. Dia cuma nyengir – nyengir aja tau salah orang. Emang gila dikit si Celine.
“Tapi kak, nie kan di Indonesia. Bisa aja itu Vino.”, Celine tetap bersikeras ma pendapatnya
“Jadi kamu curiga Vino selingkuh nie? Dia kan dah janji bakal setia ma kamu.” yakin Michael.
“Iya juga sie. Ya udah ngebut pak. Aku mau cepet nyampe rumah, aku mau telvon Vino terus ketemuan. Hehe..”, Celine pun semangat lagi.
“Baik, Non.”, jawab Pak Udin lalu menjalankan perintah. Walaupun beliau mengiyakan, tapi beliau tetep aja gak bisa ngebut daridulu. Hal itu yang kadang buat Celine bete karena Celine sering telat gara – gara Pak din yang menyetir mobil dengan kecapatan lambat. Udah 10 tahun Pak Udin bekerja jadi supir di keluarga Celine. Walaupun bgitu, Pak Udin udah jadi supir kepercayaan Papanya Celine, karena bekerja dengan hati – hati dan disiplin.
Sepanjang perjalanan Celine masih kepikiran dengan cowok yang disangkanya Vino di bandara tadi. Ia yakin banget kalau ia tidak salah lihat kalau itu benar – benar Vino. Tapi siapa cewek yang digandeng Vino? Hal ini sangat mengganggu pikiran Celine. Sampai – sampai kakaknya daritadi bertanya padanya tidak ia gubris.
“Hellow Celine!!! Masih ada di situ gak??”, Michael emosi daritadi ia bertanya m alah dicuekin.
“Oh… eh.. tadi kakak nanya apa?”, Celine pun tersadar dari lamunannya.
“Gak.. Gak jadi. Udah nyampe juga nie.”
“Ha? Cepet amat. Sejak kapan rumah kita deket dari bandara?”, Tanya Celine bingung.
“Sejak kamu ngelamun terus di sepanjang perjalanan!”, jawab kakaknya sambil turun dari mobil.
Celine pun cepat – cepat turun dari mobil dan berlari menemui mama dan papanya yang sudah daritadi menunggu di depan rumah.
“Mama! Papa! Celine kangen banget ma kalian”, teriak Celine sambil memeluk kedua orang tuanya yang sangat ia sayang.
“Mama sama Papa juga kangen banget sama Celine.”. ujar papanya sambil mengusap – usap kepala anak bontotnya itu.
“Jadi gak kangen nie sama Michael?”, kata Michael sambil membantu Pak Udin menurunkan koper – koper dari bagasi.
“Ngapain kangen ma kamu?”, jawab Celine sambil mencibir kakanya.
“Idih… Nyambung aja kayak kabel nie tukang ngelamun.”, balas Michael sambil bersiap – siap menjitak kepala adiknya.
Celine pun belari masuk ke dalam rumah sebelum Michael mengejarnya. Di kamar, Celine langsung mengambil handphonenya dari tas dan menelpon Vino.
Tuut… tut..tut…..
“Halo sayang”, terdengar suara Vino dari seberang sana.
“Hei, honey.. Celine dah pulang nie.. ketemuan yuk.. Kangen..”, jawab Celine manja.
“Kapan kamu pulang, sayang? Duh, aku lagi nemenin mama belanja di supermarket nie sayang.”
“Aduh.. Padahal kan aku pengen banget ketemu kamu udah kangen nie.”
“Hm.. Duh gimana ya? Mama masih lama lagi belanjanya. Abis ni mau nganterinn mama arisan dulu. Gimana kalau ntar malam aja sayang, kita sekalian dinner. Aku jemput kamu jam 7 malam ya.”
“Hehe.. Sejak kapan kamu jadi supir mama kamu yang setia sayang? Iya deh, nanti malam ya sayang. Jangan lupa. Eh sayang, tadi aku kayak ngeliat kamu di bandara lagi jalan gandengan tangan ma cewek. Itu pasti bukan kamu kan? Kayaknya aku salah liat deh.”
Vino terkejut Celine menanyakan itu, dia tidak menyangka Celine melihatnya di bandara berdua dengan Shela pulang dari Bali. Tapi untungnya Celine tidak yakin dengan apa yang dia lihat.
“Apa?? Kamu lihat aku di bandara? Jelas – jelas kamu tahu kan sekarang dan daritadi aku nemenin mama belanja di supermarket sayang. Masa kamu curiga? Kamu nggak percaya sama aku? Kamu masih ingat kan janji aku?”, Vino mencoba meyakinkan Celine. Ia berharap Celine tidak akan pernah mengetahui hubungannya dengan Shella.
“Hm… Iya.. Iya.. Celine percaya kok. Tenang aja. Dan kayaknya emang aku salah lihat tadi, honey. Kak Michael juga bilang, palingan Celine tu lagi kangen aja ma Vino. Hehe..”, jawab Celine sambil tersenyum lega. Yang jelas senyumannya itu tidak bisa dilihat Vino.
“Michael pulang ya sayang?”, Vino memang seangkatan dengan Michael. Sehingga ia tidak perlu memanggil kakak pada Michael.
“Iya, sayang. Dia pulang bareng aku.” jawab Celine.
“Vino!!!! Vino, cepetan dikit dong. Bete nie daritadi nungguin kamu.” ,tiba –tiba terdengar suara cewek dari tempat Vino. Ternyata itu suara Shella dari mobil yang udah gak betah nungguin Vino pun panik lalu memberi kode pada Shella untuk diam.
“Suara siapa tu, sayang? Kok bukan kayak suara mama kamu?”, Tanya Celine curiga.
“Hm.. Tadi itu e… suara… kakak sepupu aku sayang. Dia udah nggak sabar lagi pengen dianterin pulang.”, jawab Vino gugup.
“Ooh.. Ya udah kamu anterin aja kakak sepupu kamu pulang. Kan kasihan daritadi dia nungguin kamu. Tapi, jangan lupa nanti malam ya, sayang. See you.. Bye… Muach”, Celine pun langsung mengakhiri telponnya dengan Vino,
“Ok, deh sayang. Aku nggak bakal lupa kok nanti malam. Bye.. Muach.”, Vino pun lega Celine tidak curiga. Ia langsung masuk mobil dan mengantar Shella pulang.
Celine sedikit curiga dengan Vino karena suara cewek tadi. Ia sepertinya kenal dengan suara cewek itu. Tapi ia tetap percaya dengan Vino dan selalu ingat dengan janji Vino kepadanya.
***
“Ma,Pa,Celine pergi dulu ya, mau dinner sama Vino nie. Tu, Vino dah jemput di depan.”Celine berpamitan dengan mama papanya.
Penampilannya malam ini sangat cantik. Dengan balutan minidress berwarna pink lengkap dengan high heels putih yang terpasang indah di kakinya. Dipadukan dengan pita kecil berwrna pink di rambutnya. Sangat anggun. Hingga Michael kakaknya, kagum melihat adiknya den komentar,
“Cantik amat kamu, abis –abisan banget dandannya.”
“Gak juga kali kak,biasa aja tuh.emang cantik dari sononya.. Hehe..”, jawab Celine sembil menuju mobil Vino.
“Om, tante.. Kami pergi dulu ya.”. pamit Vino kepada orang tua Celine.
“Ya, hati – hati. Titip Celine ya.”, ujar papanya sambil menyunggingkan senyum.
“Pasti om.”
“Eh, jagain adik aku, ya. Jangan kamu apa –apain!”, kata Michael pada Vino.
“Tenang, Bro. Aman adik kamu ma aku.”, Vino pun langsung menyalakan mesin mobilnya dan melaju pergi.
Sampai di Restaurant tempat mereka biasa datangi sewaktu dulu, mereka langsung memesan makanan favorit mereka berdua, yaitu Spagheti lada hitam. Mereka sangat menikmati malam itu. Mereka saling melepas rindu dan mengingat – ingat kenangan mereka berdua.
Vino sengat mengagmi kecantikan dan keanggunan Celine malam ini. Dia merasa Celine menjadi bertambah dewasa dan bertambah cantik. Berkali – kali ia memuji Celine. Timbul penyesalan di hatinya, karena talah membohongi dan menduai Celine selama ini. Tapi nasi telah menjadi bubur, dan suatu hari nanti Celine pasti akan mengetahui hubungannya dengan Shella. Persaan takut kehilangan Celine pun semakin menghantuinya.
Celine merasa ada yang aneh dengan Vino. Vino menjadi lebih sering panik dan sering melamun. Berbeda dengan Vino yang dulu, yang selalu ceria dan bercanda dengan Celine.
Ketika mereka sedang asyik makan dan Vino melamun. Tiba –tiba Shella menangis - nangis dan mendatangi mereka.
“Vino! Kamu harus tanggung jawab. Kamu nggak boleh ninggalin aku. Kamu harus milih aku!”
“Shella! Apa – apaan sih?”, Tanya Celine bingung.
“Cel, kamu harus tahu. Selama ini Vino ngeduain kamu dengan aku. Itu udah berlangsung selama dua tahun dan sebelum kamu pergi ke Australia. Kami udah terlibat cinta yang mestinya nggak boleh ada. Maafin aku Celine. Aku udah khianatin kamu sebagai sahabat kamu. Tapi aku terpaksa harus ngerebut Vino dari kamu!”, lalu Shella menangis dan terduduk di lantai.
“A.. Apa kamu bilang?! Kenapa kalian tega sama aku?! Apa salah aku sama kalian??”, Celine pun menangis dan benar –benar tidak menyangka apa yang baru saja ia dengar.
“Shella! Kenapa kamu mau rebut Vino dari aku? Apa salah aku? Selama ini aku udah anggap kamu sebagai sahabat baikku. Kenapa ini yang kamu bales??! Kamu… kamu..”, Celine pun terus menangis dan tidak bisa melanjutkan kata –katanya lagi.
“Karena.. karena … Aku hamil karena Vino, Cel. Di rahim aku ini sekarang adalah darah daging Vino! Aku butuh dia..”, Shella pun menangis juga. Seisi restaurant melihat mereka.
Vino hanya bisa diam dan tertunduk. Ia tidak bisa berkata apa –apa lagi. Hal yang sangat ia takutkan pun akhirnya datang.
“Vino! Kenapa kamu cuma bisa diem?! Kamu puas sekarang nyakitin aku? Mana janji kamu sama aku?!! Kamu bilang kamu bakal setia! Kamu bilang kamu gakbakal nyakitin aku! Itu semua bull shit!!! Aku benci kamu. Jangan perlihatkan wajah kalian berdua di depan aku lagi! Aku muak!”, PLAK! Lalu Celine pun menampar Vino dan berlari. Vino megejarnya, tetapi Celine pun masuk ke dalam taksi. Dari belakang Shella menyusul dan memeluk Vino.
“Kamu Cuma milik aku, sekarang”
“Kamu gila, Shel!”, bentak Vino dan melepaskan pelukan Shella.
“Gila kenapa?! Kamu harus tanggung jawab atas bayi yang aku kandung sekarang. Ini anak kamu, Vino!”, Shella pun membentak Vino balik.
“AARGH..!!”, Vino berteriak dan meninggalkan Shella.
“Vino! Tunggu!”, Shella pun menyusul.
***
Sesampai di rumah Celine pun curhat dan terus menangis di rangkulan kakaknya. Vino terus berusaha menelpon Celine, tetapi Celine terus merejectnya dan menon-aktifkan ponselnya.
“Kak, Vino jahat.. Hiks.. Janji dia palsu. Janji dia cuma bisa nyakitin Celine.”
“Udah, kamu jangan terus – terusan nangis karena cowok brengsek itu.. kakak janji bakal kasih dia pelajaran!”, Michael emosi dan terus menghibur adiknya.
“Gak perlu kak, biarin aja dia dapat balesannya. Cuma Celine masih gak nyangka aja kenapa mereka tega sama Celine. Padahal Celine udah baik ke mereka.”
“Gak ada yang gak mungkin di dunia ini, siapapun bisa nyakitin kita. Kamu harus kuat dan gak perlu ingat – ingat cowok itu lagi.”
“Thanks kak. Kak, Celine balik ke Ausie aja ya besok. Celine gak mau lihat Vino ma Shella lagi. Celine pengen mulai hidup Celine yang baru walaupun sulit.”, ucap Celine sambil menghapus air matanya.
“Kalau kamu maunya gitu. Baiklah, besok kita ke Ausie. Tapi jangan sedih lagi ya. Senyum , dong. Jelek tau muka kamu cemberut gitu.”
Celine pun langsung menyunggingkan senyumannya yang menurutnya paling manis.
“Nah, gitu dong.. Sekarang, kamu tidur gih, udah malam.”
“Ya deh kak. Thanks lagi ya. Aku sayang kakak.”, Celine pun memeluk kakaknya.
“I love you too my sister. Selamat tidur.”, Michael pun keluar dari kamar adiknya dan menuju kamarnya.

***

Celine pun kembali ke Ausie bersama Michael dan kedua orang tuanya. Di sana Celine memulain hidupnya yang baru tanpa Vino. Celine pun tak pernah percaya lagi dengan janji – janji cowok.

Christian Dinata mengatakan...

Usaha Yang Sia – Sia
Karya : Christian Dinata

Pagi hari, aku pergi ke sekolah. Hari itu adalah hari pertamaku duduk di bangku SMA. Aku sangat senang karena aku punya banyak teman baru. Ketika pelajaran pertama dimulai, aku dan teman – temanku masih malu – malu. Maklumlah namanya juga belum kenal. Dalam waktu seminggu, kami sudah saling mengenal. Ternyata teman – temanku tak seburuk yang kukira. Waktu akku pertama elihat teman – teman sekelas, dalam hatiku berkata “Wah, kelas ini kayaknya kelas yang nggak terlalu baik.” Tetapi semua perkataan hatiku salah. Kelas kami adalah kelas yang penuh dengan canda dan tawa. Di kelas ini ada 2 orang yang menjadi biang keladi yang setiap hari membuat aku dan teman – teman tetawa terbahak – bahak. Ia adalah Anton. Yudas adalah orang nomor 1 di kelas kami karena ia pandai melawak. Jika di hari tertentu lawakkannya tidak membuat aku dan teman – teman tertawa, pasti Anton yang menjadi penggantinya. Yudas berbadan kurus dan ia tak pernah marah. Di kelas ia selalu senyum dan tertawa. Saking seringnya senyum, ia pernah diejek wali kelas kami dengan sebutan orang gila. Begitu juga Anton, Anton memiliki wajah dan bibir yang lucu. Teman – teman aku pernah memanggilnya dengan sebutan “Vacuum cleaner.” Sebutan itu ada karena jika Anton makan, ia sangat cepat sekali menghabiskan makanannya dengan bibir yang besar seperti vacuum cleaner. Anton tidak sekurus Yudas. Badannya lebih berisi daripada Yudas. Anton juga memakai kacamata. Yang membuat Anton terlihat lucu adalah gaya bicaranya. Ia memiliki intoasi yang sangat lucu.
Selain 2 biang keladi itu, kelas kami juga dikenal sebagai kelas yang kompak dalam semua hal. Selain belajar kelas kami kompak dalam membuat PR, tertawa, rebut di kelas, ulangan bahkan kelas kami pernah membohongi guru. Aku tertawa dalam hati ketika mereka membohogi seorang guru. Berapa kali mereka membohongi guru itu. Ketika ada pelajaran yang kosong, kelas kami pasti rebut akibat Yudas yang sering membuat hal yang aneh – aneh. Jika ad teman kami yang yang membawa buku teka – teki, maka Yudas yang memberikan teka – teki itu dengan kelucuannya. Ketika ia membaca jawaban dari teka – teki itu, spontan teman – teman sekelas pun langsung tertawa. Kelas pun menjadi rebut hingga menggangu kelas – kelas yang lain. Suatu ketika seorang pak guru yang sedang mengajar di kelas sebelah dating ke kelas kami yang sedang rebut. Ia berdiri di depan pintu dan berkata, “Ii kelas bejat, sapi kalian semua” kata pak guru itu dengan nada datar. Aku dan teman – temanpun menahan tawa karena knada dater itu membuat perkataan guru itu menjadi lucu. Salah satu teman kami tak dapat menahan tawanya. Pak guru itu berkata, “hei kamu yag senyum – senyum, maju ke depan.” Ia oun maju ke depan kelas. “Kamu pushup 25 kali” perintah pak guru itu. Setelah itu, guru itu pun pergi. Kami pun baru bisa tertawa dengan bebas. Hal yang sama pun terulang lagi. Ketika kelas kami rebut lagi, guru itu pun masuk lagi. “Kalian pernah ditrajang nggak?” katanya dengan nada datar lagi. Temanku yang waktu itu disuruh oushup pun senyum lagi. Lalu pak itu berkata “hei kamu, jangan pura – pura bingung. Kalau pagi saya masih sanggu nerajang 8 – 10 orang” kata pak itu dengan nada datar. Kami pun menahan tawa. Hatiku geli sekali mendengar ucapannya tadi.
Setelah beberapa bulan kami blajar bersama, kami pun mulai sehati. Kami selalu berbagi apa yang kami punya. Kadang – kadang temanku suka bercerita tentang cinta. Gossip yang aneh – aneh pun sering terdengar di kelas kami. Teman – temanku suka menjodohkan orang dengan seenaknya saja.
Suatu ketika aku dan Anton sedang menunggu jadwal remidi akuntansi. Karena jadwalnya masih lama, Anton dan aku pun duduk – duduk sambil bercerita. Anton pun bercerita tentang cewek yang ada di kelas kami. Anton mengatakan ada beberapa cewek yang menurutnya cantik. Kemudian cerita kami pun berlanjut.
Wali kelas kami memberi denah tempat duduk yang baru. Anton pun duduk dengan c ewek. Cewek itu bernama Rika. Anton pun mulai genit. Ia suka gangguin Rika. Saking seringnya digangguin Anton, Rika pun kadang – kadang suka berteriak.
“Ihh, Anton suka pegang – pegang,”spontan saja aku dan teman – temanku tertawa. Mulai dari kejadian itu, kami suka gosipin Anton dan Rika. Anton pun mulai sering gangguin Rika. Ada – ada saja yang dilakukan oleh Anton untuk mencari perhatian Rika. Yudas pun memberi sebuah julukan untuk Anton . omom “serong” itulah julukan yang diberikan Yudas untuk Anton. Julukan itu diberikan karena Yudas manila Anton itu genit. Karena Anton dijuluki seperti itu, maka Anton pun member julukan untuk Rika. Anton menyebutnya tante – tante “girang”. Rika pun marah karena dijuluki Anton dengan julukan seperti itu. Anton pun terus ganggu Rika.
Suatu ketika Anton bercerita “ Rika tuh belh juga” kata Anton. Aku pun tertawa mendengarnya. Itu pertanda bahwa Anton suka dengan Rika. Gossip pun mulai ada lagi jika pelajaran kosong atau waktu istirahat pasti ad tulisan di papan tulis yang menyatakan bawha Anton suka dengan Rika. Tulisan itu biasanya ada tiap hari pada waktu istirahat. Selain itu, jika pelajaran kosong, Yudas suka membuat pesawat – pesawatan dari kertas untuk diterbangkan. Teman – temanku tertawa melihat hal yang dilakukan Yudas.
Sementara itu Anton masih saja mencari perhatiannya Rika. Ia masih sering gangguin Rika. Kami member tahuRika tentang itu “ Rik, Anton itu suka dengan kamu” kata teman – temanku pada Rika. Rika pun spontan menolaknya. Kami pun tertawa lagi mendengar hal itu.anton pun mulai mengejar – ngejar Rika. Tapi tetap saja Rika tidak mempedulikannyan. Anton pun berusaha keras. Berbagai cara dia lakukan. Anton juga mengikuti kursus belajar bahasa Inggris yang 1 tempat sama Rika. Anton pun senang jika ia 1 kelompok dengan Rika jika mendapat tugas kelompok.
Suatu ketika, kami mendapat kabar bahwa Rika suka dengan seorang teman kami. Ia adalah Rian. Mereka selalu bersama. Tuhan berkehendak lain.
Suatu malam, kami mendapat berita yang sangat mengejutkan. “ Mari kita berdoa untuk Rian yang telah dipanggil Tuhan” itulah pesan singkat yang aku terima dari teman – temanku. Aku dan teman – temanku sedih atas kepergian Rian. Diketahui Rian mengalami kecelakaan lalu lintas pada sore harinya. Kecelakaan itulah yang membuat Rian meninggal. Keesokan harinya kelas kami berduka. Kelas menjadi hening. Terlihat Rika mengisi kepergian Rian. Rika sangat terpukul atas kepergiannya Rian.
Semnjak kepergian Rian Rika selalu sedih. Walaupun Rika sedih, Anton tetap saja menggangu Rika. Tapi kesedihan Rika tidak berlangsung lama. Aku dan teman – temanku terus menghiburnya. Rika pun sudah mulai bisa menerima kenyataan. Riksa sudah mulai tersenyum lagi. Aku dan teman – temanku sangat senang melihat Rika kembali seperti semula.
Kami mulai melanjutkan kagiatan belajar seperti biasa meski tanpa Rian. Aku dan teman – temanku yakin kalau Rian sudah bahagia d alam sana. Rianakan selalu ada dalam hati kami. Anton pun mulai melanjutkan tingkahnya yang konyol itu. Ia masih suka gangguin Rika. Aku dan teman – temanku hanya bisa tertawa melihat tingkahnya Anton. Tiada hari kelas kami tanpa tawa dan canda. Kelas kami selalu ceria.
Yudas tak henti – hentinya membuat aku dan teman – temanku tertawa. Ia selalu berbuat hal yang aneh. Jika pelajaran kosong, ia sering membuat gambaar karikatur di papan tulis. Yudas sangat pandai menggambar. Gambar yang ia buat di papan tulis sering membuat hati aku dan teman – temanku geli. Waktu itu ia pernah menggambar wajah wajah gubernur terpilih d kota kami.
Ganmar tersebut dilihat oleh guru elektronika kami. Yang menggambar gambar tersebut d suruh maju ke depan kelas. Ternyata yang menggambar itu bukan Yudas saja. 3 orang temanku yang lain juga terlibat dalam gambar itu. Guru itu menyuruh mereka menjelaskanapa yang mereka gambar. Penjelasan dari mereka membuat aku dan teman – temanku tertawa. Setelah itu mereka diberi hukuman.
Anton pun masih berusaha mendekati Rika. Tiada hari tanpa merayu dengan genit. Anton pun berkeinginan mengungkapkan rasa cintanya kepada Rika. Anton mulai berpikir bagaimana caranya mengungkapkan rasa cintanya kepada Rika. Akhirnya Anton pun memberanikan diri untuk menyatakancintanya. Suatu hari Anton mengungkapkan rasa cintanya kepada Rika. “ Rik, aku suka sama kamu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?” kata Anton kepada Rika. “ Aduh, gimana yah?” rika pun bimbang. “ Lebih baik kita berteman aja ya Ton” pinta Rika. Anton pun memenuhi permintaan Rika karena Anton sadar kalu cinta tidak dapat dipaksakan. Akhirnya apa yang dilakukan Anton selama ini sia – sia. Anton pun sekarang berteman baik dengan Rika.

Mandeep Kaur Parmar mengatakan...

NAMA : MANDEEP KAUR
X.8
26
CINTA MONYET REMAJA






CINTA ATAU PRESTASI

Pagi ini, di kelas………..saatnya pembagian nilai hasil ulangan kemarin. “ Duh, gue deg – degan gimana ya nilai gue?” Casey sudah cemas. Satu per satu murid mengambil kertas yang diberikan oleh Bu Jasmine sang guru matematika. Tapi nama Casey tak kunjung di panggil, cemas pun sangat dirasakan Casey. Hanya tertinggal satu kertas di tangan Bu Jasmine, raut wajah Bu Jasmine seakan ingin marah. “ Mungkin itu kertas punya gue, Cuma gue yang belum dapat” Kata Casey. “ Casey Jessica Smith” Ibu Jasmine memnggil, dengan langkah gugup Casey maju ke meja guru. “ Iya Bu”. “ Ini hasil ulangan kamu kemarin, benar – benar…………” belum selesai ibu bicara. “ Kenapa Bu, apa nilai saya jelek, sehingga nama saya ibu panggil terakhir?” Kata Casey. “ Nilai kamu bagus, sempurna, makanya ibu memanggil nama kamu terakhir..” Jelas Bu Jasmine. “ Oh…………gitu ya, bu.. Makasih Bu.” Casey senang. “ Iya ini kertas kamu, pertahankan terus nilai kamu.” Ibu memberikan kertas ke Casey. “ Ya, Bu ….” Perasan Casey lega, tidak sia – sia belajar hinnga larut malam. “ Waduh, bakal jadi juara kelas nih……….Casey lo tu pinter amat” Puji Abbey teman sebangku Casey. “ Ah……lo biasa aja lagi, gue jadi malu nih.” Kata Casey sambil tersenyum.

STIRAHAT : Casey dan Abbey pergi ke kantin cari makan, mengisi perut yang lagi keroncongan. Mereka makan semangkuk mie ayam dan es jeruk minumannya. “ Aduh……….lega nih, perut udah diisin makanan yuk , pulang.” Ajak Casey. Asyik ngobrol, Casey bertabrakan dengan seorang cowok. “ Aduh………..Hey………….kalau jalan liat – liat dong, pake ma…ta.” Casey terjatuh, setetlah ia melihat muka tu cowok. Casey terdiam dalam hati berkata. “ Wah…………cakep banget nih cowok.” Lamunan Casey buyar. “ Maaf, maaf gue ngak sengaja.” Kata cowok itu. “ he.. iya”.Casey terpesona. Cowok itu berlalu begitu saja tanpamemberi tau siapa namanya. Tiba di kelas bel berbunyi, pelajaran pun mulai kembali, nilai hasil ulangan di bagikan kembali. “ baik anak – anak, sekarang masing – masing sudah mendapat kertas ulangan beserta nilainya, nilai kalian lumayan baik, hanya ada satu orang yang nilainya lebih baik . “Casey”. Kata ibu Laura guru Ekonomi. “ ye… ye….” Sorak teman Casey di kelas. Casey jadi bangga pada dirinya sendiri, tapi itu tak membuat dia sombong.
Pulang sekolah Casey sangat senang, mengingat sudah dua pelajaran nilainya bagus – bagus, siang bu”Casey sambil membuka sepatunya. “Siang… kayaknya , hari ini anak ibu senang banget, ada apa ya???” kata ibu. “ oh…ini bu, ulangan Casey nilainya bagus… ngak sia – sia Casey belajar hingga larut malam.” Cerita Casey. “wah…bagus dong, ya udah sekarang kamu ganti baju lalu makan siang,” ajak ibu . “ siap bu, makan siang lalu istirahat”. Dari luar ada suara motor berhenti, tapi Casey tak pedulikan. “ mungkin itu motornya tetangga sebelah, hari ini kan ngak ada yang janji sama aku mau datemg ke rumah”. Kata Casey. “ TOK…..TOK….TOK… selamat siamg “ suara terdengar lagi. “ Ibu yang sedang asik menjahit diruang tamu, lekas membukakan pintu. “ siang…”. “ permisi Bu, saya teman Casey, Casey nya ada Bu??” tanyanya. “ oh.. ya … masuk nak, serbentar tante panggilkan dulu anaknya, duduk nak !” Ibu casey mempersilahkan. “ Casey…….. tu ada teman kamu!!!!”. “ siapa Bu?, cewek atau cowok ?” Tanya Casey. “ cowok cepet sana temuin” suru Ibu. Casey pun segera keruang tamu . “ siapa ya,..” casey bingung. “ hai… Casey…” sapanya. “oh…. Baim … gue kira siapa…” kata Casey, “ ada apa ya…” Tanya Casey.”em… mau mainaja kesini, kamu lagi ngapain tadi???”. “ lagi ngerjain PR” jawab Casey. “ Casey, ntar sore kamu ada acara ngak?? Klo ngak ada kita kerluar yuk…, ya kita jalan – jalan aja.” Ajak Baim. “ em… ada sih, gue ikut BIMBEL nih bentar lagi mau pergi, klo elo mau ajakin gue jalan, lo iukt gue aja trus baru kita jalan – jalan, mau ngak??” usul Casey. “ wah… ide bagus tuh, gue juga ingian tau belajar apaan lo disana”. “ ya udah, langsunga aja lo siap – siap.” Kata Baim. “ Ya, tunggu ya lo minum dulu aja. “ Kata Casey. Tak lama kemudian, Casey pun siap. Setelah berpamitan Casey dan Baim berangkat ke BIMBEL. Materi BIMBEL hari ini hanya matematika, cuma 1 jam belajar, seharusnya masih ada Bahasa Inggris karena ada guru yang tidak datang. Semua yang ikut BIMBEL pulang. “ wah… emang lo lagi hoki im, nggak usah nungguin aku lama di BIMBEL kita sekarang ke mana nih?” Tanya Casey. “ya…….kemana ya, bingung nih?” kata baim. “ ya …..lo tadi mau aja gue jalan, em……….gue usul nih kita ke…..” Casey berbisik ke Baim. “ ok………Lets go……” berangkatlah mereka dengan motor berwarna merah ke tempat yang dimaksud. Tiba di sana……….” Wah ramenya di danau ini……..., hey…… liat banyak orang berpacaran di sana…….” Ujar Casey “ ya…… orang – orang juga nganggep kita pacaran.” Kata Baim “ih……………….kamu gr banget sih jadi orang, mungkin juga nggak semua orang di sini pacaran.” Balas Casey. “ Eh…………kita kok jadi berdebat gini sih, Cas lo mau makan jagung bakar nggak. Ntar ya gue beliin.” Kata Baim “ ah…….nggak usah deh……lo aja yang makan . Gigi gue lagi sakit” Casey nolak. “ ya…. Lo truz mau apa , lo minum aja Ya?”. “ Ya… deh, nih gue bawa donat dari rumah ibu yang buat ,cobain deh.” Casey ngeluarin donat dari dalam tas nya. “ em….em….em….” Baim menikmati donat rasa coklat. “ eh….eh…. lo em….em… terus enak nggak?”. “ em…. Ya enak kok.” Jawab Baim dengan mulut penuh berisi donat. “ Cas, tiap lo ke BIMBEL apa lo selalu bawa bekal kayak gini???” Tanya Baim. “ ya ngak lah…, kayak anak TK aja, ini kebetulan aja ibu buat donat ya gue bawa, mua dicicipi sama teman – teman di BIMBEL, tapi kerena belajarnya sebentar jadi kita berdua yang makan, betul ngak???”. Jelas Casey. Baim hanya mengangguk.
Dibawah pohon sejenis kelapa dan duduk di bangku yang telah disiapkanCasey dan Baim cerita. “ Cas, … ginana sih cara lo pacaran??ceritain dong ke gue!”. Tanya Baim yang memandangi air danau yang tenang . “ ha… pacaran, ya… biasa aja, klo belajar ya belajar, klo pacaran ya pacaran. Klo lo gimana, kenapa lo sampe putus sama MIRA?”.
“ MIRA, emang gue yang putusin , karena dia selingkuh,sama teman gue sendiri , ih… rasanya gue benci banget sama Mira dan JOE .” cerita Baim. “ oh… gitu, berartisekarang lo jombllo dong” casey tertawa. “ lo… gimana, jomblo juga kan , trus lo putusan sama cowok lo kenapa??” Tanya Baim. “ sa…ma … dia juga selingkuh”.
Sore hari mereka pulang, baim mengantar Casey sampe rumah. Malem harinya….. Ayah…inni hasil ulangan casey kemarin”. Casey menunjukan kertas ulangannya. “ wah…. Bagus, pertahankan nilai kamu jangan sampe menurun, banyak – banyak belajar ya….” Nasehat Ayah. “ iya…. Jangan pacaran dulu, bisa – bis ngak naik kelas” kata KIKO kakak Casey. “ hei….. Bu, emangnya Casey ngak boleh pacaran? Masa, ngak boleh pacaran bu….!!” Casey merengek. “ itya Casey…. Pacaran bisa buat kamu males belajar, betul kata kakakmu, bisa ngak niak kelas kamu klo pacaran terus”. Kata Ibu sambil menikmati secangkir the hangat. “ Casey…, kamu mau klo kamu ngak jadi juara kelas lagi, trus nilai – nilai kamu menurun”.kata Ayah sambil baca Koran. “ Ayah… Ibu…, Casey ngak ngerasa terganggu belajarnya karena pacaran biasa aja, malahan Casey tambah semangat.”. jelas casey. “ buktinya?” Tanya KIKO. “Buktinya dulu Casey pacaran dan Casey tetap jadi juara kelas”.jawab Casey. “ A……..PA…..???” kata Ayah, Ibu, Kiko serempak. “ jadi kamu udah pacaran ????, wi……. Hebat nih adik aku,” puji Kiko. Casey hanya mengangguk dan tersenyum puas. “ iya bu… Ibu ngak percayakan klo Casey pacaran , selama Casey pacaran casey tetap belajar serius, bahkan semester kemarin Casey tetap jadi juara kelas”. Jawab Casey.
Ya udah,… ini sudah jamnya kamu belajar , ayo sana”. Suruh ibu. “ siap bu…” Casey menuju kamarnya. “ Casey…Casey, ternyata menurutnya pacaran itu membuat dia tambah semangat belajar,” kata Ibu bangga.
Pagi yang cerah, burung berkicau sang surya memancarkan sinarnya, membangunkan semua makhluk hidup untuk beraktivitas. Segera Casey siap – siap berngkat sekolah, dari luar pagar halaman rumah,” Tin….Tin……Tin……” ternyata Baim datang menjemput. “ Wah………….ada ojek nih yang nyamperin adek, keren lagi” ledek Kiko. “ ih……….kakak ngeledekin melulu, itu temen Casey” jawab Casey bete. “Teman apa teman……?”. “ ah……Bodo” Casey dan Baim pergi berangkat sekolah.
Tiba di sekolah, Baim parker motor, Casey duluan masuk kelas, ada beberapa orang cowok berdiri di depan ruang OSIS, salah satu cowok itu tersenyum melihat Casey, “ hai Casey……..” sapa nya. “ hai…kok kakak tau nama saya ……”Tanya Casey. “ ya dong…..nama kamu Casey Jessica Smith ya kan. Kenalin nama aku Aditya Crouch kelas 3.4” kata Aditya ngenalin dirinya. “ he…ya kak Adit. Oh…..yang nabrak aku ?he….he…..nggak sengaja mau buru – buru sih, maaf ya.” “ ya udah…..aku masuk kelas dulu ya…..”Casey buru – buru. “eh…..ntar, kekantin bareng ya…..”tawar Adit. “ok….” Jawab Casey sambil melebar senyum. “ Adit…. Lo bisa kenal ama dia” Tanya James. “dia…..itu cewek inceran gue dari dulu, kayaknya hati gue udah terpincut sama dia” jawab Adit. “wah….lo, belum tau siapa dia, Adit “. “ lo itu mikir – mikir dulu klo suka sama cewek,” kata Sandy. “ emangnya kenapa , siapa dia??”. “ dioa itu cewek berprestasi dimana aja, apa dia sepadan sama lo yang tulalit gini!” jelas Sandy. “ koq, lo tau banyak tentang dia?” Tanya Adit. “ dia itu tetangga gue dan kakaknya itu teman gue,” jelas Sandy.
Dikelas “ Abbey tadi gue kenalan sama cowok yang kemarin nabrak gue, lo ingit kan?” Tanya Casey. “ oh…. Kakak yamng itu, yang lo terpesona ngeliat wajahnya ya…”. “ iya betul namanya Adit, ntar istirahat dia ngajakin gue kekantin”. “ dan lo pasti mau, lo kan cinta sama dia!” ledek Abbey. “ cinta apa-an”. “ cinta pada pandangan pertama”.
Istirahat pun tiba, ternyata kak Adit serius bener – bener ajakin casey kekantin. Sembari makan mereka juga ngobrol – ngobrol.
Pulang sekolah, Baim nungguin Casey diparkiran. “ Casey…… sini!!” teriak Baim. “e…. Baim kenapa?”. “ pake nanya, ayo pulang, lo mau nginep disini???”. “ ih….ya ngak lah…”. “ Casey ntar kita mampir ketempat biasa ya, “ ajak Baim. “ ngapain??”. “ gue mau curhat!”. “ OK! Deh…”. Tiba di warung bakso pinggir jalan. “ Gini Cas, gue lagi PDKT sama cewek, rencananya besok gue mau nembak dia, tapi gue gugup nih”. Cerita Baim. “wah…. Asik nih ngak jomblo lagi dong. Em,… ngak ada kata gugup, keburu dia diambil orang, langsung aja ya… lo pasti tau dong apa yang mesti lopersiapin untuk nembak dia” nasehat Casey.
Setiap pulang sekolah, Casey selalu melintasi toko Roti di depan lorongnya, setiap hari dia melihat cowok pelayan toko itu,ALEXANDER namanya, dulu satu sekolah sama Casey tapi beda kelas dan ngak perna akrab. Tapi Casey kenal karena adiknya juga satu sekolah di SMP& SMA. “ ngak tau kanapa, apa memang Cuma perasaan gue aja, koq dia sering senyum dan neguri gue, he…. Lucu, tapi gue ngak GR lo!!”. Casey ngomang sendiri sambil nerusin tulisan kumpulan cerpen – cerpennya. Ternyata Alex lebih tau banyak mengenai Casey, adiknyalah yang bercerita. “ emang kenapa kak, koq kakak mau tau banyak tentang Casey,?” Tanya Diana adiknya Alex. “ ya…. Mau tau aja . Jawab Alex. “ klo mau tau tentang Casey, kenalan aja langsung. Adek sih setuju aja” saran Diana. “ hei, Casey Alex itu anak gaul, dia selalu ngikutin perkembangan zaman, misalnya; dulu dia ngikutin gayanya PASHA yang melorot sepannya, trus rambutnya yang mohak, keren deh!.” Kata IRINE yang nyerocos terus cerita tentang Alek “ tapi … koq, sekarang rambutnya agak botak ya?, ngak gaya!”. Si Casey hanya menopang dagu sambil mendenrarkan lagu milik Republik yang sangat Melow, lagu ini bagi Casey menenangkan hatinya yang sedang kesal sama kakaknya karena rebutan remot TV, dia pun lari kerumah Irine yang tak juh dari rumahnya, dikamar Irine mereka curhat.
Pagi ini, Baim ngak jemputin Casey. Tiba disekolah , “ hei… woi…Casey…” teriak Baim. “ oh… Baim,” “ sorry ya tadi gue ngak jemputin lo,” kata Baim. “ iya , pasti lo tadi jemputin cewek yang lagi mau lo PDKT ,” tebak Casey. “ koq, lo tau?”. “ tau dong… tadi gue dianter sama kak Kiko, dan kita ngeliat lo sama cewek itu di jalan.” Jawab Casey.
Pulang sekolah …., panas matahari menyengat kulit gue laper. “ gue mau mampir ke toko roti ah…….” roti isi coklat dan es jeruk dilahap Casey. Sedari tadi, Casey celingak- celinguk seperti ada yang dicari. “ koq dia ngak keliatan ya….” Cech, temen Alex yang penasaran melihat Casey.lalu nyamperin, “ Casey…” sapa Cech. “ eh… kak Cech .” jawab Casey terkejut. “kamu gelisa banget ada yang dicari?” Tanya Cech. “ ngak ada kak”. “ kamu pasti nyariin Alek!” Casey tersendat mendenagar nama Alek. “ oops…. Pelan – pelan dong makanannya , kakak ngak minta koq…” ledek Cech.
Nah…. Tu dia, Alex …… sini.’ Teriak Cech. “ lo temenin si pujaan hati lo jangan sampe dia tersendat” saran Cech. Cech meninggalkan mereka berdua di bangku paling ujung . “ hei, Casey da lama ya??” sapa Alex. “ iya lumayan lama, sambil dengerin cerita kak Cech yang ngak karuan . “ lucu ya dia ‘ jawab Casey. “ ya ..Cech emang gitu orangnya . “ eh… baru muncul, lo dari mana?” “ gue abis nganterin pesanan Roti .” Alex terus memandangi Casey. “ banayk???” Tanya Casey. ‘ wu… banget”.
Satu jam di toko Roti, belum puas rasanya Casey ngobrol – ngobrol sama Alex yang kata Cech lagi naksir Casey ya si Alex. “lain kali kesini lagi ya, ntar gue liatin cara buat roti, ok …..!” Kata alex. “ ok…… gue pulang ya.” Casey meninggalkan toko Roti dengan membawa sekotak Roti rasa susu untuk ibu tersayang. Malam harinya, Ibu Casey ketagihan makan roti yang di bawa Casey. “Cas, beli lagi Rotinya dong enak banget, nih uangnya cepat ya jangan mampir – mampir, langsung pulang” suruh Ibu. Casey pun pergi ke toko roti dengan ditemani Irine. Di toko Roti pembelinya rame,” “ wah, bakal lama nih antri” Casey bete. “nah …. Tu ada Alex , gue panggilin dia ya biar cepet dapet Rotinya.” Saran Irine. Alex lekas menuju Casey. “ Alex gue mau beli Rotinya, masih ada ngak?” Tanya casey. “wah… kayaknya habis tuh…” Alex sedikit berbohong. “wah… ibu bisa marah nih, ngak dapet rotinya”. “ngak dong masih ada dua kotak, nih! Alex memberikan Rotinya.” Cas,ngak duduk dulu kita ngobrol – ngobrol, bentar aja, “ ajak Alex.” Tapi gue langsung disuruh pulang sama ibu,” jawab casey. “ eh,, Casey bawa Alex aja bawa pulang” usul Irine. “ tapi dirumah gue rame, ada temen – temen kak Kiko, ntar gue diledekin sama mereka, gue kan malu” jawab Casey.
Ya… gara –gara Irine, Alex pun ikut pulang main di rumah Irine sebelumnya Casey memberikan Roti dan minta izin sama Ibu. “ lin sepi banget kemana Ibu Bapak” Tanya Casey. “ udah tidur, adek – adek juga.mereka kecapean, baru pulang dari rumah nenek”jelas Irine.Alex bingung mau ngomong apa, jadi dia diam aja “ Alex , Casey ngomong dong!, ntar ketiduran loh!!!” ledek Irine. Irin ngerti dia ngak mau ganggu mereka lagi PDKT, dia lebih memilih membaca sambil dengerin musik duduk diteras. Alex dan Casey pun ngobrol lebih leluasa ngobrol tanpa malu – malu.
Sekitar 1 jam 1/2, Alex pulang , udah malem . “gimana PDKT nya sukses?” bisik Irine pada Alex. Alex jawab dengan sambil tersenyum sambil mengacungkan jempol. “ siiip…” kata Irine pelan. Casey juga pulang udah ngantuk.
Dikantin sekolah, baim terlihat sama pacarnya,APRIL. Casey yang melihat mereka mendekat, “ hai… Baim, hai april “ sapa Casey.” Hai..” jawab mereka. “ waduh dua-an gue ganggu ya…?” kata casey. “ ngak koq, “ kata april, “pril kenalin ini Casey sahabat gue.”Baim ngenalin. “ hai gue April .” jawab April. “ya…. Gue sudah tau lo dari Baim, kapan jadian?”Tanya Casey. “Kemarin” Casey memberi selamat dan ninggalin mereka berdua.
Casey di kantin berdua ama Abbey, asyik – asyik nguyah bakso. Aditya datang ama gank nya yang berjumlah 5 orang itu. “wui….ada kak Adit, kesini dia.” Casey bingung. “hai….Casey makan nih….”sapa Adit. “ Ya kak…..”jawab Casey. Sekarang Casey dah nggak tertarik lagi ama Adit tapi Cuma separuh sukanya ama Adit, sisanya buat banyak orang. Ya…..inilah saat – saat yang di tunggu – tunggu oleh Casey, pulang sekolah mampir di toko roti. “hari ni sabtu, toko roti pasti buka, gue mau nagih janji Alex, mau liatin cara buat roti.” Casey bersemangat. Di toko roti sepi belum ada pelanggan yang datang, tampak dari kejauhan kak Cech dan kak Alan duduk – duduk sambil mendengarkan musik.”hai…Casey mau cari Alex ya, Alexnya ada di dapur nyusul aja.” Ujar kak Cech. “ hallo Alex…….gue mau nagih janji lo , ingetkan janji apa?”. “ya….pastinya dong gue tepation janji gue.” Ujar Alex . Sudah ada semua bahannya, eh… Cas, tolong ambilin tepung terigunya dong di meja sana. Satu kantong tepung berat 1 kg dibawa Casey, dilantai kerami ada pecahan telur, “ Casey……..awas ada………” belum habis perkataan Alex, Casey pun jatuh. “a……duh, Dion……ih kok lo gak ngomong kalo ada pecahan telur.” Tadi gue mau ngomong tapi nggak sempat lagi”. Balas Alex. “Ya Udah , kita mulai pembuatan rotinya.” Ujar Casey. Kue ala Casey sudah jadi, “bawa pulang ya , cicipin ke ibu lo. Gimana rasanya ?” Kata Alex . Casey pulang, Casey pulang, Wah – wah ……….kenapa roknya putih – putih, kamu ngangkutin tepung di pasar ya”Tanya ibu. “ih……ibu, Casey abis belajar buat roti di toko roti depan lorong itu, nih………hasilnya cicipin Bu. Pasti enak.” Kata Casey
Malam minggu, “ Casey, rapi banget, em…………….wangi, mau kemana? Gak belajar?” Tanya ibu. “ Casey mau ke rumah Irine kumpul bareng – bareng, Ok bu bye – bye” Casey pamit. Setiba di rumah Irine “Casey lo temenin gue jaga rumah ya, nanti bakal ada tamu – tamu bukan yang lain mereka temen – temen kita”. Ujar Irine. Tak lama kemudian yang ditunggu datang juga, “Irine “ teriak temen – temen. “ Gila, rame banget mau arisan ya?” kata Casey lugu.Seaseorang mencolek tangan Casey “ah….Irine lo pacaran aja di dalam ama tamu lo, jangan ganggu aku.” Tangan Casey pun terus di colek dan pada akhirnya di cubit “ eh………..” Casey sambil melihat kearah Irine. “ha…..kok ada kakALex, ngapain kak Alex disini dan kok bisa tau aku ada di sini?” Tanya Casey
‘Ya……gue tadi diajak Maggi . “oh……………”, “ Lex, lo nggak ngapelin pacar lo? Tanya Casey. “ngapelin?.....gue belum punya pacar dan lo juga kenapa nggak ama cowok lo? Tanya balik Alex. “gue…….jomblo, nggak punya pacar.”
Malam pun kian larut, semua temen – temen Irine pulang. “sudah jam 10 nih, balik yuk, ntar nyokap ngomel.”kata Alex. “ehm…..tadi sepi – sepi di luar serius banget ngobrolnya, lo suka ya ama dia.” Ejek Irine.
Pulang ke rumah, Casey langsung tidur tak lupa ia ceritakan semua yang baru terjadi kepada dairy kesayangan nya. Semua rasa perasaan dalam hati, ditumpahkan ke dalam dairy nya melalui tinta berwarna ungu.” Ku ingin ini terulang lagi…………….perlahan – lahan mata casey tertutup dan langsung masuk ke dalam dunia mimpi.”Pagi ………jam berderingnyaring membangunkan Casey dan dengan lekas roh Casey masuk kembalike dunia nyata. Mingggu pagi, Casey membereskan dan membersihkan rumah dan kak Kiko menonton film kesayangan nya “AVATAR”. Jam 8 pagi Casey ikut ibunya ke pasar, berbelanja membeli kebutuhan sehari – hari.
Malem harinya, Casey belajar untuk bekal ulangan besok. “ hai Cas, gue datang bareng Alex”Sambut ALin. “ha….. ya udah masuk – masuk.” Balas Casey. Sudah asyik – asyik ngobrol “cas, gue pulang dulu ya, nih ada roti buat nyokap lo”. Pamit Alex. “eh…. pake acara bawa roti segala, ya udah hati – hati ya….” Balas Casey
Pagi ni……..saatnya sarapan “ Bu, ada roti dari Alex untuk ibu” . “ Oh… jadi ada Alex semaleman di sini” “ ya… bu”
Ujian kenaikan kelas udah didepan mata, Casey bekerja keras untuk mendapatkan ilmu pengajaran dari buku – buku yang dipelajari dan penjelasan dari guru – guru. Casey pun, seminggu ini gak mampir lagi ke toko roti, tapi Alex ngerti”ya…………..harap maklum namanya juga anak sekolahan”. Ujar Alex kepada Cech
Ujian telah tiba,ya…………….seperti biasanya enjoy,gak ada istilah tegang, diakhir ujian disempatkan mampir ke toko roti sepulang sekolah. “hai,……Alex, sorry ya udah lama nggak ke sini “. “ ya nggak pa – pa, gue ngerti. Gimana ujiannya……lancar,sukses????tanya Dion
“sippppppppp semuanya beres tinngal tunggu bagi rapor” balas Casey
Casey pun tampak berubah, dia malas belajar dan sering main ke rumah Irine.
Ayah dan Ibu pun cemas memikirkan Casey.
"Cowok yang disekolah itu bernama kak Adit udah tamat Casey nggak pernah lagi ketemu ama dia, Baim dan April sedang nikmati indahnya pacaran, duh dunia serasa milik berdua” cerita Kak Kiko kepada ayah dan ibu.
Kak Cech yang nggak pernah serius orangnya membuka rahasia Alex kepada Casey , meyakinkan bahwa Alex sangat mencintai Casey."Lo nggak percaya???????” Tanya aja ama temen – temen yang lain, mereka tau semuanya, waktu itu Alex curhat ama kita – kita dia udah gak sanggup lagi terus menahan rasa yang dipendamnya selama ini” Jelas Kak Cech. “ah…….aku nggak percaya ama ni semua yang gue tau dia nggak kayak gitu” Ujar Casey
“gue ini temennya dari kecil, gue tau apa semua yang di rasain dan gue juga tau lo suka juga ama dia, tapi kalian nggak mau ngomong “ Ucap kak Cech

Seperti biasa setiap malem Casey bermain ke rumah Irine, “hei………..Casey tuh di dalam ada Alex nungguin lo.”sambut Irine di depan pintu.
“ha…….ada dia” Kaget Casey
“hai……gue nungguin loe nih dari sore tadi, gue mau ngomong………….” Belum selesai Alex bicara, “ ehm….. gue ambil mminum dulu….ya” Ujar Irine sambil pergi ke dalam dapur.
“gue mau nanya ke lo, semenjak kita kenal lebih dekat apa kamu ngerasain sesuatu……?”Tanya Alex
“ha…….ya tapi…….”belum selesai Casey bicara. “ ok………….sekarang gue mau ngomong isi hati gue ke lo tolong didengerin, semenjak kita kenal lebih dekat gue ngerasain sesuatu yang beda, gue jatuh cinta ama lo. Lo mau nggak jadi pacar gue. Gue bakal jaga lo bener – bener.” Jelas Alex
“Tapi…….sebenarnya gue masih nyimpen rasa gue ama Baim dan mungkin itu tak kan terganti, memang nggak keliatan kalu aku masih cinta ama Baim tapi inilah kenyataan. Lo orangnya baik, lo juga pasti akan jaga gue betul – betul , lo akan lebih care dari Baim tapi maaf hati gue belum terbuka untuk lo, lo pasti bisa dapetin perempuan lebih baik dari gue, Maafin aku ya Alex. Dan sekarang aku pulang dulu, besok juga ada pengambilan rapor, Bye” Jelas Casey
Casey merasa sangat tegang, pertama kalinya ia merasa tegang di saat pengambilan rapor. Nama Casey akhirnya di panggil. “Selamat Casey kamu rangking 1 “ ujar bu Twety wali kelas Casey.
Saat di depan gerbang sekolah Casey bertemu Baim, “ Baim gue mau ngomong ama lo, sebenernya gue masih nyimpen rasa buat lo , lo mau nggak balikan lagi ama gue. Walaupun gue tau lo udah punya pacar.” Terang Casey
“ maaf ya, gue sayang banget ama cewek gue, gue nggak pengen ninggalin dia dan mungkin kita akan selalu bersama. Gue hargai perasaan lo, tapi mau gimana lagi gue sayang banget ama April.” Jelas Baim . “oh…..nggak pa – pa , gue ngerti dan selamat liburan ya”. Pamit Casey
Saat siang hari, Irine datang ke rumah Casey “ lo, nembak BAim lagi????””gue nggak nyangka kalo lo bisa sekejam ini, lo ninggalin Alex Cuma untuk BAim”.“Baim udah punya cewek, lo harus inget satu hal , jangan pernah ninggalin orang yang sayang ama lo, karena mereka akan selalu ada di samping lo.” Jelas Irine
“gue nyesel, kemarin nolak Alex mungkin dari seluruh cowok yang suka ama ague dan yang gue suka Cuma Alex yang bisa ngertiin gue banget!” Ucap Casey sambil berlari menuju Toko ROti
“Alex…………” panggil Casey. “ gue mau ngomong ke lo apakah lo mau jadi cowok gue yang selalu menjaga gue dengan cinta lo yang tulus?” Tanya Casey. “ Wow………gue mau tapi bagaimana dengan Baim?”Tanya Alex
“dia sekarang nggak ada lagi di antara kita dan sekarang kita bersama, tidak ada lagi orang ketiga” Jelas Casey

“THE END”

.enn. mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
.enn. mengatakan...

Topik : Cinta monyet remaja
Nama : Helen Indradjaja
Kelas : X.8
Absent :18

Persaingan Cinta


“ Eh, untuk acara penyambutan Gubernur ke beberapa sekolahan termasuk sekolah kita, kamu pentas juga, Clift? Tanya Reno, sahabat baik Clifta.
Clifta adalah cewek cantik dengan rambut panjang dan sangat terkenal di Sekolah Budi Luhur. Bukan hanya karena kecantikannya saja, dia dikenal, tapi juga karena dia dikenal jago memainkkan alat musik. Banyak alat musik yang ia kuasai. Nggak heran kalau ada pertunjukan atau acara-acara di Sekolahnya, Clifta sering diminta untuk tampil.
Kepala Clifta mengangguk-angguk.” Iya nih. Aku diminta memainkan lagu dengan biola.”
“Wahh.. Asyiikk dongg..”
“Tapi kan nggak semua orang liat, No.”
“Ehm. Maksudnya?”
“Karena aku mainnya dalam rangka penyambutan Gubernur, jadikan yang boleh lihat aku mainkan jadinya terbatas.”
“Ya kan nggak pa-pa, Clift? Siapa tahu entar Gubernur merekomendasikan kamu kalu nantinya ada acara resmi lainnya. Kan kamu bisa jadi terkenal, Clift” Reno memberi semangat.
“Ah, kalau Dave enggak liat sih, aku enggak pengen tampil. Percuma aja rasanya…”
“Lahh, kok gitu..”
“Clift, jangan lupa berlatih dengan baik ya. Biar ntar Gubernur terkesan dengan sekolah kita,” suara Pak Deni, guru musik yang selama ini membimbing Clifta bermain musik terdengar dari arah belakang dua anak itu.
Serentak keduanya menoleh ke belakang.
“Baik, Pak. Saya akan berusaha berlatih dengan giat. Saya akan menampilkan penampilan terbaik saya nanti.”
“Bagus. Itu baru murid Bapak.” Pak Deni menepuk-nepuk pundak Clifta dan memberi semangat kepada anak didiknya itu.
Selepas Pak Deni pergi dari hadapan mereka, Reno menatap Clifta dengan pandangan yang aneh. Sebelum Pak Deni datang, katanya Clifta merasa percuma dengan penampilannya kali ini. Tapi, baru saja telinganya mendengar bahwa Clifta akan memberikan yang terbaik. Jadi, sebenarnya yang mana yang benar?
Tapi Reno malas menanyakan pada Clifta. Pasti dia punya sederet alasan lain yang bisa jadi bikin bingung.
***
Pembagian hasil ulangan Matematika membuat kelas menajadi ribut. Lonceng istirahat nyaris saja tidak terdengar oleh para murid. Mereka masih terpana dengan hasil nilai Matematika mereka yang dibagikan langsung oleh guru mereka.
“Gila yaa. Aku uda segitunya belajar, Cuma dapet enam puluh dua? Edan!” Brio menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya.
“Kalau kamu berapa, Clift?” tanya Reno yang juga mendapat tidak lebih dari rata-rata temannya yang lain.
Clifta senyum-senyum. Lalu dengan gerak cepat ia membalikkan kertas ualngan yang tadi sedang dia baca itu. Di pojok atas, besar-besar tertulis angka delapanpuluh lima. Sebuah angka yang rasanya hanya Clifta yang punya.
“Wah. Keren kamu bisa dapet segitu,” komentar Brio spontan.
“Kalau gitu caranya, kamu bisa masuk tiga besar lagi pelajar teladan sekolah kita dong…” celetuk Ema dari tempat duduknya.
“Kok tiga besar? Harus yang pertama dong…” Clifta meralat perkataan Ema tadi.
“Loh, kan kamu sekarang bersaing juga sama si Dave, bule Perancis itu. Belum tahu apa kalau hampir semua nilai dia bejejer nggak berkurang dari delapan lima?”
“hah! Sumpe Lu!?”
“Bener. Tanya aja deh sama anak-anak sekelasnya. Atau ke guru-guru sekalian. Si Bule satu itu, selain ganteng emang tokcer juga otaknya, nyaingi kamu dan Tonton yang tiap semester bersaing jadi yang terbaik di Sekolah ini sekaligus pelajar teladan,” jelas Ema lagi panjang lebar.
Clifta nggak komentar lagi. Dia mencerna benar semua informasi yang dibilang Ema barusan. Wajahnya sedikit berubah begitu mengetahui pasti bahwa kali ini dia mempunyai saingan yang sebenarnya adalah kecengannya juga.
Sedari kecil, Clifta memang sangat manja. Maklum, dia kan anak tunggal dari sebuah keluarga yang cukup berada. Meski orantuanya tidak membesarkan Clifta dalam sebuah keadaan yang serba mewah, tapi apapun yang diminta Clifta nyaris semua dibelikan.
Untungnya, walau Clifta yang merengek minta banyak hal yang diinginkan, prestasi di sekolah serta kemampuannya bermain musik, membuat bangga orangtuanya. Rasanya semua pengeluaran demi mewujudkan keinginan Clifta, terbayar sudah. Prestasi belajar Clifta di sekolah amat membanggakan. Ranking pertama di kelas pasti ia bawakan untuk mama papanya. Belum lagi kalau ada pemilihan pelajar teladan, saingannya tidak banyak dan seringkali dia adalah yang pertama.
Tonton, saingannya selama di SMA ini baru sekali menjadi yang terbaik pertama. Sisanya, selalu saja nama Clifta yang paling atas tercantum.
Tapi, sekarang ada nama Dave yang membayang-bayangi posisi Clifta. Selain Tonton juga pastinya. Hal ini membuat Clifta kian gelisah. Apalagi kalau dihubungkan dengan niatnya untuk mendapatkan cinta Dave. Selama ini, meski belum genap setahun hadir di sekolahnya, penggemar Bule satu itu nggak keitung deh, ngantri. Makanya Clifta jadi semakin tertantang untuk mendapatkan Dave.
Tapi, kalau dia juga harus mengalahkan Dave di soal pelajaran, Clifta khawatir posisinya itu akan terancam karena sejujurnya Clifta juga punya kelemahan di beberapa pelajaran terutama pelajaran social.
Hhh… Clifta jadi sedih.
***
Clifta tidak bisa berkomentar apa-apa. Telinganya saja yang mendengarkan laporan dari Reno pagi ini. “ Aku dikasih tahu Bu Lidya, guru kimia kita, ternyata Si Bule satu itu dapet sembilanpuluh untuk ulangan Matematikanya!” Reno semangat sekali memberi kabar. “ Gilanya lagi, untuk pelajaran sejarah, dia dapat seratus!!”
Clifta memandang Reno yang berujar keras selepas memberi kabar tentang nilai sejarah Dave itu.
Sialan, umpat Clifta sendiri.
Pelajaran Sejarah kan paling dia benci. Pelajaran satu itu kan benar-benar hanya apalan doing. Pastinya akan terasa lebih sulit bagi Clifta walaupun nilai tujuh puluh tetap nilai minimal yang bisa ia dapat. Tapi, kalau kini ada yang bisa dapat niali seratus, well…, Clifta merasa posisinya kian terpojok saja.
“Nggak sia-sia kamu ngecengin Dave itu deh, Clift… sudah ganteng, bule, baik, pinter…”
“Dan, ngancem posisi pelajar teladan aku,” potong Clifta cepat sembari menahan emosi yang tertahan.
“Yeee… jangan gitu dong. Ini kan persaingan sehat. Masa segitu aja kamu keok? Bukannya kamu selalu optimis?”
Reno memandang Clifta serius. Dia menangkap kemarahan yang tak tertahankan dalam diri sobat baiknya itu. Jarang-jarang nih Clifta sampai semarah ini. “Nggak baek gitu ah, Clift. Toh, dianya juga selama ini nggak terlihat bermasalah dengan kamu.”
Clifta tidak berkomentar lagi. Dia memilih menahan marah dengan melipat tangan sambil memandang ke luar. Kalau dia bisa mengeluarkan amarh ini saat juga…
***
Amarah tertahan Clifta yang sempat memenuhi paginya belum sepenuhnya kelar, ketika sesaat ia membuka pintu ruang musik untuk berlatih biola demi pementasan di depan Gubernur nanti, matanya menemukan seseorang yang tengah memainkan sebuah alat musik bersama Pak Deni.
“Hai, Clifta… masuklah. Jangan bengong di depan pintu gitu dong. Kami sudah lama menunggu loh…” sambut Pak Deni.
Dengan lemas, Clifta masuk ke dalam ruangan. Dia jadi nggak mood lagi untuk berlatih rasanya.
“Ada orang lain untuk berlatih musik hari ini, Pak?” tanya Clifta menyindir.
“Eh, iya-iya … Nggak sengaja bapak baru tahu kalo Dave ini bisa main flute. Bagus banget lho permainannya. Jadi, bapak pikir baik kalau kalian berdua memainkan musik Untuk penyambutan Gubernur nanti.”
“Kenapa nggak sekalian bikin band aja, Pak.” Kali ini suara Clifta terdengar kasar. Nampaknya ia sudah tidak bisa menahan emosi terdalamnya.
“Lha iya… Baru saja Bapak rundingkan dengan Dave tentang hal itu. Dia sangat setuju dengan usul itu. Kamu juga pasti mau… Hei… Clifta, Clifta…!”
Tanpa menunggu Pak Deni menyelesaikan kalimatnya, Clifta memilih keluar dan berlari menjauh. Tangis tertahan tidak ingin ia tunjukkan di hadapan dua laki-laki tersebut.
***

Kelam malam menutupi bumi. Berjuta bintang yang bertaburan, tidaklah membuat malam ini tergeser dari gelapnya. Justru bintang-bintang itu kian menegaskan bahwa pergantian dari terang ke gelap memang telah ada aturan dan pengaturnya. Tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Angin yang membelai-belai semesta hanya bisa menjadi teman bagi serangga yang ganti terjaga di waktu sekarang. Angin pula yang bisa menjadi nina bobo mahkluk hidup untuk beristirahat setelah sehari mengejar cita dan asanya.
Di sebuah rumah yang nyaman, penuh kekeluargaan dan terpenuhi semua kebutuhan, terlihat seorang ibu tengah menasehati sang anak yang menangis tersedu karena suatu sebab.
“Clifta… dalam hidup persaingan itu tetap ada. Nggak mungkin kita hindari,” demikian ujar sang ibu dengan kelembutannya.
“Clifta nggak terima kalau selama ini Clifta nggak punya saingan justru sekarang malah anak baru itu jadi saingan Clifta,” jelas Clifta tersedu-sedu.
“Tapi, anak baru itu kan memang punya kemampuan untuk itu, nggak asal bersaing.” Mama Clifta masih berusaha menerangkan dengan kasih sayangnya. “Kalau seandainya dia tidak punya kemampuan yang pantas, kamu boleh tidak terima. Tapi kan dia mampu dan bisa. Karena itu, mestinya kamu makin terpacu untuk menjadi lebih baik dari sekarang.”
“Dia kan belum lancar berbahasa Indonesia, Ma. Apakah itu masih bisa dibilang dia punya kemampuan yang pantas?”
Mama Clifta menggeleng-gelengkan kepala. Senyum kecil tersirat di wajahnya. Ia tahu, anak tercintanya itu sedang dilanda emosi semata.
“Clifta… Manusia nggak ada yang sempurna, sayang… Dave belum lancar berbahasa Indonesia kan karena dia lahir dan lama disana meski papanya orang Indonesia asli. Justru itu tugas teman-temannya supaya Dave makin lancar berbahasa Indonesia.”
“Trus, kalo dia sudah lancar dia bisa lancar juga bersaing dengan Clifta?” Clifta sedikit memanas.
“Ya bukan gitu maksud Mama, sayang…” Mama Clifta berusaha tidak membawa suasana. “Ingat nggak waktu kamu kecil selalu minta apa saja dan Mama penuhi? Sebenarnya mama sedikit kuatir dengan kondisi itu. Mama pikir, kalau semua permintaanmu dikabulkan mentang-mentang kamu anak tunggal, nanti ketika suatu saat keinginanmu tak terpenuhi, kamu pasti tidak terima. Padahal setelah besar begini, kamu tidak lagi hidup sendiri, Clifta. Kamu menghadapi banyak hal dan banyak orang. Kamu nggak bisa harus selalu mendapatkan apa yang kamu mau sebab orang lain pun juga punya keinginan sama.
Hidup itu seperti roda, Clif. Kadang dia ada di atas, kadang memutar ke bawah. Ketika kamu ada di atas, pasti akan banyak sanjungan mendatangimu. Tapi, kalau kamu ada di bawah, bisa jadi kesedihan seperti sekarang kamu alami. Makanya, kamu harus belajar bijak mengatasi emosi kamu sendiri. Kamu akan menjadi dewasa, Clifta…”
Nasehat mamanya kali ini mengena di benak Clifta. Benar juga, selama ini Clifta memang terlalu enak, sudah anak tunggal dan dimanja segala keinginan, secara kepintaran dia pun hampir tidak ada saingan. Lalu, kalau sekarang ia merasa disaingi, mestinya Clifta menerima itu sebagai proses pembelajaran hidup selanjutnya.
“Jangan terlalu terbawa perasaan, sayang… Percayalah, kamu akan tetap menjadi yang terbaik bahkan dengan persaingan ini sekali pun.” Mama Clifta memberi senyum dukungan bagi anak tercintanya. Ia menarik kepala Clifta supaya bisa tenggelam di dalam pelukannya. Clifta pun tiada ragu-ragu menuruti kemauan mama tercintanya itu.
***

Hari ini Gubernur jadi dating ke sekolahan Clifta. Setelah melihat segala fasilitas yang tersedia, sambil beristirahat, beliau disuguhi lagu-lagu dari kelompok ekstrakulikuler musik yang dibimbing Pak Deni. Tiga buah lagu disiapkan oleh kelompok ini.
Sambutan meriah diberikan oleh yang hadir termasuk Gubernur terutama ketika Clifta dan Dave diberi kesempatan lebih untuk menunjukkan kebisaannya. Mereka bermain duet dengan sangat indah. Tepuk tangan berkepanjangan diberikan untuk mereka seusai mereka bermain. Clifta jadi tersanjung sekaligus terharu karenanya. Apalagi selepas itu, Gubernur memberi undangan khusus kepada mereka untuk bermain musik dalam rangka sebuah acara penting. Kegembiraan tentu saja menyeruak di antara para pemain. Terutama Clifta. Ia jadi tersenyum bangga karenanya.
Setelah gubernur pulang dan semua acara sudah selesai, kembali Clifta dikejutkan oleh ajakan Dave yang tiba-tiba menghampirinya.
“Clifta… , maukah kamu dinner with me tonight?” Tanya Dave dengan bahasa Indonesia campur baur dan terbata-bata.
“Dinner dengan kamu?” Tanya balik Clifta sedikit terkejut.
Kepala si Bule itu anggut-anggut.
Clifta memandang Dave tidak percaya. “Sungguh?”
“Sure.” Dave memastikan.”Sekalian teach me bahasa Indonesia yang baik. Saya masih don’t understand beberapa kata, especially kata gaul.”
“Hahaha…” Clifta tidak tahan menahan tawa begitu Dave berusaha menyelesaikan kalimatnya yang amburadul itu. Yang diketawai hanya cengar cengir saja. Bingung kali.
“Oke deh, boleh saja. Tapi, dengan satu syarat…”
“Syarat apa?”
“Ajari saya bermain flute.”
Gantian Dave yang tersenyum panjang. “Kalau itu, I will give you a private lesson. Just for you.”
Clifta ingin tertawa lagi, tapi kali ini dia berusaha menahan saja. Sebab, dengan jawaban Dave barusan seperti menyiratkan sesuatu. Dan, Clifta harap sesuatu itu adalah kebahagiaan yang lama ia inginkan.Semoga.
***

sHinta mengatakan...

Kelas/Absen : x.8 / 38
Topik : Cinta Monyet Remaja
Judul : Cerita CintaKu



Aku punya teman sepermainan dari kecil yang juga tetangga seberang rumah, namanya Kodok. Hehehe. Bukan kok, itu hanya panggilan akrab saja buat dia. Soalnya dia duluan yang memanggilku Cacing, jadi aku juga membalasnya dengan panggilan Kodok.



"Ciiing, lu tuh kelelep yak di bak? Lama banget, tauk !" Mulai deh tuh si Kodok teriak-teriak, kenceng banget suaranya, dari jalanan sampai nyasar gitu ke kamar. idih !

Byuuur . . .

"Heh, anak muda ! Punya jam tidak ? Kalau mau bangunin saya, nanti jam delapanan !"
Hahaha. Sukurin ! Kena marah Pak Tua, tetangga yang tinggal sendirian di sebelah. Orangnya sih keras tapi sebenarnya baik kok.

"Kai, gak enak atuh teriak-teriak gitu di jalanan. Sini masuk aja, sekalian cicipin nasi goreng buatan Tante." Sok baek banget deh si Mami. Huh . . .
"Iya, Tante." Tidak tahu malu. Aku buru-buru sisiran, sedikit berbedak, dan memakai pewangi.

Buk...Buk...Buk...

Di bawah, Mami udah melotot.

"Anak perempuan itu gak bole lari-lari nurunin tangga."
"Emank, Tante. Dia bukan anak cewek kali. Hihihi." Tidak sopan !
"Kai bisa aja. Nih dicicipin dulu sarapannya."
"Nyam...Nyam...Nyam...Gue udah sesai ! Buruan pergi !" Kataku sambil narik tangan si Kodok.
"Eeeh, tar dulu. Belom makan gue."
"Kiamat aja ! Miii, pergi."
"Pergi, Tante."
"Kya, kamu ini keterlaluan. Kai, nanti pulangnya mampir."
"Yo'i, Tante."
"Dih !"


"Gue bingung, anak tetangga macem lo lah dibaekin !" Aku menggerutu. Mami memang memperhatikan Kai dari dulu.
"Sirik, lu! Hahaha. "
"Gak penting banget sirik ama elo !"


"Kaiii !" Huh, tanpa aku noleh, juga aku sudah tahu kalau pemilik suara cempreng itu adalah Karin, cewek keduanya Kai bulan ini. See? Benar-benar gila. Aku tidak habis pikir deh bagaimana mungkin cowok serampangan macam dia, ada banyak cewek yang rela ngantri. Sulit dipercaya ! Tapi ya memang setidaknya Karin paling mendingan diantara mantan Kodok yang lain. Baik, ramah, polos, memang asli cantik, walau rada centil dan kelewat tulalit.

"Kai, aku gandeng ya?" Tanya Karin. Ada-ada saja kan tuh.
"Jangan, nanti banyak yang sirik. Hehehe." Bayangin saja, masak dia ngomong gitu sambil lihat aku?
"Apa lo liat-liat?"
"Gak ada. Hehehe. "
"Uaeee... Kya! Sorry, Karin gak liat tadi. Pagi ya, Kya !" Karin sapa aku dengan senyum lebar yang tentu saja sudah telat banget.
"Wajar gak keliatan. Kya kan penampakan, Honey. Hahaha."
"Gak boleh gitu, sayang."
"Gak lucu !" Kataku ketus.
"Eh? Kami duluan ya, Kya. Soalnya ada yang mau Karin bisikkin ke Yayang Kai neh. Hihihi." Tuh anak lari deh sambil narik Kai . Heran aku, masih saja sempat-sempatnya Kai noleh ke aku. Aku pura-pura tidak lihat saja.


Di siang hari,
Buset, aku tidak tahu kalau besok sudah hari Valentine ! Wow, pasti gara-gara kelamaan sama si Kodok neh, jadi aku sampai kayak gini. Lupa hari ulang tahunku sendiri dan bahkan sampai lupa sama si Valentine. Kira-kira marah tidak ya si Valentine ini smapai aku lupain ? Oh, Goth ! Kapan aku ditransferin cowok yang sempurna? Hehehe. Uang kali yang ditransfer. Yaaah, sendiri lagi deh tahun ini. Kai mah selalu ada pasangan terus. Heran aku. Mungkin dia benar kalau aku memang sirik sama dia. Tapi sedikit saja.

"Miii, Kya minta uang donk."
"Buat apa, Sayang?"
"Buat beli coklat, besok kan Valentine. Kya mau bagi-bagi coklat."
"Pergi sama Kai? Mami telponin dia ya?" Kata Mami yang udah mau telpon ke seberang.
"Gak usah, Mi. Aku bisa pergi sendiri. Makasih. Bye Mami." Kata aku sambil pergi.


Di malam hari,
Drrrt...

1 message received

From : Kodok Setan
Gue mampir, yak
Mau minta coklat

Apaaa?! Jeh, tau dari Mami nih pasti ! Enak saja !

"Miii, Mami kasih tau anak seberang itu ya kalo Kya beli coklat?"
"Kya, sini donk turun. Jangan teriak-teriak. Malu, ada Kai."

Kaiii?!
Sial !

"Ngapain lo disini?"
"Hehehe. Emang gak bole yah?" Cengengesan banget, tauk!
"Jelaslah cicipin coklat kamu. Tuh Kai udah ngabisin coklat yang di dalemnya ada jelly itu. Masih mau Kai?" Mami nawarin gitu coklat aku seenak jidat.
"Huaaa ! Balikin coklat gue, Jelek ! Muntahin ! Mami jangan sok baek deh sama dia ! Capek-capek beli malah dikaseh makan ke setan !"
"Kya, gak sopan ! Kai, jangan diambil hati omongannya si Kya, ya?"
"Hehehe. Iya, Tante."
"Rugiii ! PULANG SONO !" Asli, aku kesel banget sama dia !
"Tante, Kai pulang dulu. Kya, aku pulang, dan makasih buat coklatnya. Hihihi. " Pengen aku lempar sendal tuh dia bentar lagi !

sHinta mengatakan...

Keesokan harinya di kelas,

"Woooi ! Cewek-cewek ! Bagi coklat donk ! Hahaha..."
"Hahaha."
"Neh, norak!"
"Gue punya mana?"
"Tuh makan!"

Tuuuing~

"Aooo! Sialan! Tuh coklat lo pada." Kata aku sambil lemparin coklat. Lumayan juga kena timpuk coklat.
"Duuuh, tambah cakep deh, lu, Kya."
"Gue doain moga ada yang nembak Kya hari ini. Amin !" Konyol banget. Mana mungkin ada yang nembak aku, secara aku kan memang tidak lagi dekat sama siapa-siapa.
"Kya, moga enteng jodoh." Segitu tidak lakunyakah aku?
"Ae ! Pulangin coklat gue. Ngejek semua neh ya ceritanya!"
"Ssst, Bu Mletus mau masuk tuh bentar lagi !"

Ngieeet...

"Pagi kelas."
"Pagi, Buuu."
"Sekarang keluarkan buku cetak dan pekerjaan rumah kalian yang kemarin."
"Baik, Buuu."
"Hihihi..."
"Ssst..."
Ibu nih asli deh, tidak ada basa-basinya sedikit tentang Valentine. Kayak tidak pernah muda saja.


Jam pelajaran terakhir,

"Kya! Karin lupa ngomong. Tuh di laci Kya ada surat. Gak jelas juga sapa yang tadi nitip."
"Weeew !"
"Swiiit...Swiiit..."
"Doa gue terkabul."
"Woeee ! Ada yang nembak Kya pakek surat-suratan segala noh !"
"Hahaha..."
"Heh? Bukannya dikasih puisi, yak?"
"Kya laku juga neh ceritanya!"
"Diem deh ! Surat biasa aja kali!" Aku teriak saking malunya.
"Karin, makasih. Kurang gede kamu teriak tadi." Geblek, ah ! Bikin malu aja nih anak.
"Sama-sama Kya."
Jeh, tidak sadar dia.

Kelas jadi ribut banget. Aku lihat isinya. Aku tunggu pulang sekolah di depan kelas.Wow, aneh ! Aku juga tidak minat kabur, kok. Aku penasaran siapa yang kirim surat ini. Mungkin saja kan dia itu pangeran aku? Hihihi...

"Kya, kalau kamu masih cengar-cengir seperti itu, kamu dipersilahkan keluar. Saya tidak keberatan. Jangan mentang-mentang ditembak langsung jadi gila donk. Apa anak-anak?"
"Jangaaan gilaaa dooonk !"

Parahnyaaa kelaskuuu.

sHinta mengatakan...

Teeet...
Jam pulang sekolah.

"Lho? Ngapain lo?" Ngapain itu anak sableng ada di depan pintu kelas aku? Tidak benar.
"Nungguin lu."
"Tolong deh, biasanya juga lo selalu ninggalin gue." Aku masih tidak bisa percaya kalau misalnya memang benar dia yang nulis surat itu. Habisnya dia ngapain coba disitu?
"Gue kan udah bilang tadi di surat." Tumben dia tidak cengengesan, serius sekali.
"Beneran lo tuh? Jangan bercanda deh." Kataku masih tidak percaya.
"Beneran. Emangnya gue keliatan lagi maen-maen?"
"Lo bikin gue ngeri. Ada apaan seh?"
"Ikut gue, ada yang mau gue bilang."
"Sakit, bego !" Aku ditarik,
"Pelecehan banget !"
"Biarin!"
"Mau kemana neh kita? Lho? Ini kan belakang sekolah?" Aku mau diapain sih nih? Aku jadi takut. Langsung saja aku nangis meraung-raung.
"Tolol ! Kayak mau diapain aja ! Cengeng ternyata !"
"Hiiiks..."
"Diem dolo. Neh, tisu." Katanya sambil nyodorin tisu. Kaget saja, aku baru tau kalau dia bisa juga membawa tisu. Aku ambil, daripada nanti ingusku kemana-mana.
"Makasih."
"Neh, minum. Jelek banget seh, lu, nangis-nangis gitu? Malu-maluin !"
"Gue kan takut. Ngomong-ngomong napa seh lo gak sms aja? Gue kan malu pakek surat gitu"
"Sengaja !"
"Maksud..."
"Sengaja bikin malu lo aja maksud gue. Hahaha. "
"Gak aneh ! Resek banget ! Apa sih maksud semua ini?" Tuntut aku.
"Gue suka sama elo. Gue sayang sama elo. Dan mungkin juga kalo gue udah bener-bener lagi jatuh cinta sama elo."
"Haaah?"
"Apa yang haaah? Norak !"
"Lo gak waras?" Tanya aku.
"9 dari 10 dokter kejiwaan pasti setuju kalo gue emang gak waras. Nasib."
"Dari kapan? Kok bisa?" Heran saja, secara dia itu selalu gonta-ganti pacar dan selalu ngejahatin aku.
"Dari dulu."
"Tapi kenapa lo selalu jailin gue?"
"Seru aje. Hahaha." Balik lagi deh tuh cengengesannya.
"Lo putusin Karin ya? Apa kata dia kalo tau lo ngomong kayak gini ke gue?" Jahat banget nih si Kai.
"Partner yang sempurna buat nutupin perasaan asli gue ke elu dan ngebantuin gue sukses bikin lu malu. Hahaha..." Ngakak dia besar-besar.
"Great !"
"Hahaha..."
"Tapi lo harus tau kalo gue gak cinta sama elo."
"Lu cuma belom sadar aja."
"Yeee ! Pokoknya gue gak bisa nerima cinta lo. Kita tetep temenan aja dulu." Mungkin.
"Emang gue nembak lu? Gue bilang suka, sayang, cinta, emang. Tapi gue kan gak minta lu jadi cewek gue." Duuuh, aku salah tangkap maksudnya.
"Yeee ! Tauk, ah !" Sahutku ketus, aku malu.
"Tuh seh gak perna pacaran."
"Diem lo!"
"Pulang, nyok! Numpang makan siang di rumah lu."
"Dasar gak tau malu!"
"Emank. Tapi yang pasti gue bakalan selalu nunggu elu." Pasti pipiku sudah merah sekali, panas rasanya.

sHinta mengatakan...

Kelanjutannya? Mmmm, pada mau tahu saja nih. Hehehe... Yang pasti Kai memang nungguin aku. Ternyata dia tidak seburuk yang selama nih aku pikir ataupun aku kira. Kai sangat baik dan juga perhatian walaupun masih serampangan dan cerewet sekali. Aku benar-benar sayang padanya.

Malam Minggu,

"Kyaaa !!! Buruan donk, pelemya udah mau mulai nih !"
"Yang sabar donk, Kai sayang !"

Buk...Buk...Buk...

sHinta mengatakan...

Pak Kasdi,
terimalah cerpen saya walau telat.
Terima kasih.

Unknown mengatakan...

Topik : Cinta Monyet Remaja
Karya : Janet Jessica / 20
Cinta Pada Pandangan Pertama

Hari ini seperti biasanya adalah hari yang membosankan. Hari senin, seperti anak – anak sekolah biasanya pergi sekolah, belajar, belajar, dan belajar, membuat aku menjadi bosan untuk berada di sekolah. Aku pikir rasanya sia – sia saja aku bersekolah, karena hanya membuang – buang waktu saja, toh aku juga sudah kaya, apa saja yang aku inginkan sapat ku tukarkan dengan uang. Tak terasa hari telah menunjukkan pukul 06.20.
“Non, makanannya sudah siap!”
“Iya bi, tunggu sebentar.”
Setelah merasa penampilanku telah sempurna aku segera turun untuk sarapan pagi bersama kedua orang tuaku.
“pagi ma, pagi pa”, kataku
“Pagi sayang.”
“Ada selai apa saja ma?”
“Nih ada selai cokelat, strawberry, kacang, srikaya, dan nanas. Kamu mau selai apa sayang?”
“Selai coklat saja ma.”
Mama mengoleskan selai cokelat ke rotiku, dan memberikannya kepadaku
“Ini sayang.”
“Terima kasih ma.”
“Oh ya sayang, nanti siang kamu pulang jam berapa?”
“Kayaknya jam 3, soalnya nanti siang kan aku ada les. Jadi, pulang sekolah aku langsung menuju tempat les.”
“Oh, ya sudah. Jangan lupa jaga diri dan jangan lupa makan ya sayang.”
“Beres ma! Kalau begitu aku berangkat dulu ya ma.”
“Iya, hati – hati ya sayang.”
Setelah berpamitan, aku langsung pergi menuju ke sekolah. Di jalan aku merasa malas sekali untuk bersekolah. Maklumlah, hari ini ada pelajaran matematika, fisika, kimia dan akuntansi, pelajaran – pelajaran yang sungguh aku benci. Setelah beberapa lama kemudian aku tiba di sekolah dengan disambut oleh satpam yang menyapaku dengan ramahnya.
“Pagi, non.”
“Pagi, pak.”
Maklumlah kalau satpam disini menyapaku dengan begitu ramahnya, soalnya aku adalah salah satu donatur terkaya disini, jadi satpam itu begitu hormat kepadaku. Di dalam perjalanan menuju ke kelas, aku berjalan seperti model melewati beberapa laki – laki yang sibuk menyoraki aku.
“Cewek, suiitt....suitt..”
Maklum saja, laki – laki banyak yang menggodaku karena selain aku ini orang kaya, aku juga adalah salah satu orang cantik di sekolah ini.
Setibanya di kelas.....
“Hai teman – teman.”
“Hai”, kata Vina salah satu teman baikku.
“Kalian lagi bgerjain apa?”
“Masak kamu tidak tahu? Hari ini ada PR Matematika, bisa kena hukum kamu kalau tidak membuatnya”,kata Dina.
“Oh iya!! Mati aku kalau sampai tidak buat, bisa kena hukum aku sama Pak Adi.”
“Makanya, buruan kamu buat!!”
Lalu aku seger amencari buku latihanku, dan ternyata...........
“Ya ampun, aku lupa bawa buku PR Matematikal, kira – kira bisa nggak ya kalau aku salin PR ini di buku latihan lain?”
“Kenapa kamu tidak beli saja?”
“Oh ya. Aku lupa.”
Sebelum aku beranjak dari tempat dudukku, bunyi bel telah berbunyi.
“Yah, gimana nih?”
“Kamu berharap saja Pak Adi tidak masuk.”
“Tapi, tadi aku lihat Pak Adi masuk kok.”
“Kamu doain saja ada suatu keajaiban yang membuat Pak Adi jadi tidak marah – marah dengan kamu.”
Setelah kami selesai mengobrol, guru killer itu pun memasukk kelas sambil membawa....
“Selamat pagi anak – anak.”
“Selamat pagi pak!.”
“Pagi ini Bapak membawakan teman baru untuk kalian. Silahkan perkenalkan dirimu.”
“Terima kasih Pak. Perkenalkan nama saya Andika Stewart. Teman – teman bisa memanggil saya Andika. Sebelum saya pindah sekolah ini, saya berasal dari Amerika, karena ayah saya pindah ke sini, jadi saya juga ikut pindah ke Indonesia. Senang berkenalan dengan kalian semua.”
“Andika boleh nanya nggakk? Kamu sudah punya pacar belum?”, kata si centil itu.
“Untuk saat ini belum.”
“Kalau gitu mau jadi pacar aku nggak??”
“Huuuuuu....!!” Sorak murid seluruh kelas.
Ya ampun nih cewek centil sekali sih, tapi ada untungnya juga dia centil. Jadi aku bisa melihat senyuman si tampan anak baru ini.
“Sudah, sudah, sudah. Kalau begitu Andika, kamu duduk.... Hei anak – anak kenapa teman sebangku kalian pada di usir semua?”
“Biar Andika duduk disini Pak.” Kata semua cewek di kelasku, kecuali aku dan teman – temanku.
“Aduh kalian ini ada – ada saja. Sekarang, ayo kembali ke tempat duduk kalian masing – masing.
Nah, sekarang Andika kamu duduk di sebelah Wawan ya. Di bangku nomor dua itu!”
“Makasih pak.”
Ya ampun dia...dia senyum ke aku. Aduh mimpi apa aku semalam, sampai ketemu cowok cakep kayak Andika.
“Baiklah anak – anak, ayo kita lanjutkan pelajarannya.”
Aduh, mati aku! Aku kan tidak buat PR gimana nih?
“Sekarang ayo kumpulkan semua PR kalian!”
Aduh gimana nih?
“Din gimana nih?”
“Ya udah kamu buat seadanya saja di buku lain nih cepetan.”
Setelah Bapak Adi menghitung bukunya
“Sepertinya ada yang tidak kumpul dua orang!”
Dina beranjak dari tempat duduknya untuk menyerahkan bukunya.
“Maaf”
Di depan kelas...
“Larasatiiii, cepat kamu maju ke depan!”
Aku maju ke depan dengan gemetaran dan terutama malu dengan si anak baru itu.
“Maaf Pak, buku saya ketinggalan tapi saya sudah membuat loh Pak PR bapak.”
“Tidak usah banyak alasan kamu, sekarang kamu keliling lapangan 4 kali!”
“Sekarang Pak?”
“Tidak, tahun depan!”
Untunglah bapaknya bilang tahun depan, jadi aku langsung berjalan menuju tempat dudukku.
“Eh..eh, mau kemana kamu?”
“Mau balik ke tempat duduk pak.”
“Kamu itu lagi dihukum.”
“Kata Bapak hukumannya dijalani tahun depan.”
“Ya, sekarang lah Larasati.”
Sentak saja semua orang menertawai aku karena kebodohan diriku sendiri, terutama anak baru itu juga, menertawai aku. Malu sekali rasanya!!
Aku mulai keluar kelas dan berlari melaksanakan hukuman dari Bapak gendut itu. Setelah 4 kali aku memutari lapangan, ternyata bel istirahat berbunyi, aku pun langsung bergegas duduk di bangku itu, dan tiba – tiba
“Nih”, kata si anak baru itu
Ya Tuhan mimpi apa aku semalan sampai – sampai ada Pangeran tampan yang melepaskan aku dari hukuman ini.
“Hei”
“Oh, terima kasih.”
“Namaku Andika”, ia mengulurkan tangannya
“Larasati, panggil saja Laras”, aku membalas uluran tangannya
“Kenapa kamu bisa tidak membuat PR?”
Aduh kenapa si anak baru ini pakai nanyain itu segala? Aku mau jawab apa yah??
“Oh ya. Sebenarnya buku aku ketinggalan, bukannya aku nggak buat PR.”
“Kenapa bisa ketinggalan?”
“Tadi aku buru – buru. Jadi ketinggalan deh. Oh ya, ngomong – ngomong kenapa kamu pindah kesini?”
“Papaku pindah ke sini, jadi aku juga pindah.”
“Kenapa papa kamu pindah?”
“Dia pindah tugas ke sini.”
“Oh, mama kamu?”
“Mama aku udah meninggal.”
“Ups,maaf.”
“Nggak apa – apa.”
“Mama kamu meninggal karena sakit?”
“Bukan, karena kecelakaan. Sebenarnya aku dan mamaku hampir meninggal sewaktu kecelakaan pada waktu aku masih kecil, semestinya aku juga meninggal. Tapi, kenapa Tuhan hanya mengambil nyawa mamaku saja?”
“Sssttt... Kamu tidak boleh seperti itu. Seharusnya kamu bersyukur kepada Tuhan, kamu masih bisa menikmati indahnya hidup, kalau kamu seperti ini, kamu bisa membuat ibumu sedih di surga sana. Seharusnya dengan kamu hidup, kamu bisa melakukan sesuatu hal yang bisa membuat mamamu bangga disana.
“Terima kasih ya, kata – katamu sungguh bijak”, dia memegang tanganku.
“Terima kasih”, kataku dengan seulas senyum.
“Oh ya, katanya nanti ada acara prom ya?”
“Iya”
“Mau datang bersamaku?”
Tanpa menghiraukan apa pun tidak menolakknya lagi.
Bel istirahat pun berbunyi, menandakan bahwa waktu istirah telah habis. Kami pun kembali ke kelas. Hari ini adalah malam prom. Pokoknya aku harus mempersiapkannya dengan sebagus mungkin. Ehm, aku memakai gaun warna hitam, aksesoris ku pilih yang terbaik. Pokoknya semuanya harus yang terbaik, apalagi malam ini aku berjalan dengan Pangeran tampan.
Setelah lama aku berdandan..
“Sayang, itu ada teman kamu nunggu di bawah.”
“Iya ma, bilang tunggu sebentar lagi.”
Setelah selesai berdandan, aku turun, dan...... rasa takjub menghinggap di wajah mama, papa, dan terutama Andika.
“Udah siap?”, kataku
“Sudah, sudah..”
Lalu aku berjalan berdampingan dengannya, layaknya sepasang kekasih. Setelah samapi di pesta Prom, semua mata tertuju pada kami, karena kami adalah pasangan serasi di antara pasangan – pasangan lainnya.
“Hai”, kata temanku Vina
“Hai”
“kalian serasi sekali.”
“Terima kasih”
Entah sengaja atau tidak, Lora si gadis itu menumpahkan minumannya di gaunku.
“Ups, sorry.”
“Kamu sengaja ya?”
“Aku kan sudah minta maaf.”
“Tapi kamu sengaja kan?”
“Kalau iya kenapa?”
Setelah ia berbicara seperti itu, aku bertengkar dengannya, dan mengacaukan pesta prom itu, sampai pada akhirnya “Stooopppppppp!!!”
Aku kaget ketika melihat Andika dengan muka marahnya memandang ke arahku dan Lora.
“Aku tidak menyangka ternyata kamu seperti ini.”
“Andika andika!!”
Aku berlari mengejarnya dan berhasil menghentikan langkahnya.
“Padahal apa kamu tahu kalau aku melakukan semua ini karena apa? Aku ingin tampil sempurna karena apa? Karena aku cinta sama kamu!!
Lalu setelah beberapa menit, ia membalikkan badannya dan mengucapkan hal yang sama kepadaku.

- Firthon - mengatakan...

Tema : Cinta money remaja
Nama : Firthon michael
Seorang wanita terlibat Cimon
Aku merasa cantik sekali. Yaa, bilang saja aku narsis atau apapun. Yang jelas, tak dapat kupungkiri bahwa aku memang memesona, meski tanpa polesan bedak dan blush on. Ataupun bingkai penuh sebuah eye liner, mascara, dan teman-temannya. Aku merasa cantik. Tahukah kalian, mengapa? Karena pagi ini aku bahagia. Aku penuh cinta. Itu saja cukup untuk membuatku merasa cantik.
Untuk merayakan ulang tahunku, ia mengajakku ke Lembang. Sekedar mentraktirku makan jagung bakar dan sate kelinci, katanya. Bukankah itu menyenangkan, heh? Meski sekedar menikmati makanan sederhana, tetapi dengan seseorang yang amat berarti untukmu. Mungkin kau akan menganggapku sedang terbutakan oleh cinta, sehingga tahi bisa terasa seperti cokelat. Bah! Tentu saja aku tak seperti itu. Jagung bakar kan bukan tahi…
Ia menjemputku dengan vespa birunya. Vespa yang dimodifikasinya di berbagai sisi, sehingga terlihat unik. Vespa yang begitu dicintainya, yang katanya dimilikinya sejak ia masih kuliah di semester empat, empat tahun yang lalu, hasil dari kerja magangnya di berbagai tempat. Vespa yang konon membuatnya selalu merasa hidup dan bergairah setiap membuka mata di pagi hari. Ooh, andai saja ia tahu bahwa seberharga itulah ia untukku. Seperti ia mencintai vespanya yang tak bernyawa itu.
“Dingin ya?” pertanyaan bodohku memecah keheningan. Tentu saja bodoh. Dari dulu juga perjalanan menuju Lembang memang dingin. Yaa, habis aku tak tahu lagi harus bicara apa. Dari tadi ia hanya diam, dan berkonsentrasi penuh pada jalan di depannya.
“Hmmh…” Cuma itu yang keluar dari mulutnya. Padahal yang ada di kepalaku (selain kalimat ‘dingin ya’) tadi itu adalah, bisa nggak sih ia menyuruhku memeluknya dari belakang, untuk mengusir rasa dingin ini?? Tapi, alih-alih menyuruh memeluk, memerhatikanku saja tidak. Oh Tuhan, mengapa tak kau hadirkan saja aku ke dunia ini sebagai motor vespa miliknya??
“Jalannya nanjak banget ya? Aku nggak bakalan merosot, nih?”
“Nggak laaah…”
“Yaa, kalaupun aku merosot dari vespa ini, sebelum pergi tadi ibuku sudah melihat wajahmu. Dan suara cerewetnya akan mencecarmu begitu tahu puteri sulungnya membawa serta luka di tubuhnya setelah kau ajak pergi.” Jawabku sambil pura-pura tak menatapnya. Ia melihat ke arahku melalui spion vespanya. Aku tahu itu. Aku dapat merasakannya, meski hanya melihatnya dengan ekor mata saja.
Ia tersenyum. Hanya tersenyum. Tapi sungguh, hatiku bergemeletar melihatnya! Bagaimana cara mengungkapkannya yaa? Pernahkah kau merasakan cinta monyet? Cinta yang bisa membuatmu tersenyum malu-malu saat melihat namanya di daftar absen kelas, atau membuatmu merasa dekat hanya dengan melihat pagar rumahnya? Nah, mungkin seperti itulah rasanya. Ketika sesuatu yang amat sederhana menyentuh perasaan. Sesuatu yang amat sederhana, yang bisa jadi sangat mahal karena diberikan oleh seseorang yang selalu kau puja.
Ia menghentikan motornya.
“Kenapa? Habis bensin?”
Ia membuka jaketnya.
“Nih, pakai. Nanti kalau kau masuk angin, bertambahlah dosaku di mata ibumu.” Katanya, tulus. Tanpa mata yang mengedik nakal, tanpa nada suara yang menyindir. Tanpa tendensi apa-apa. Ia hanya tersenyum. Senyum yang lagi-lagi meluluh-lantakkan seluruh persendian.
“Cuma untuk ini kau berhenti?”
“Ayo naik lagi.”
Aku sedikit kecewa. Kupikir akan ada aksi-aksi selanjutnya. Apapun itu. Yang penting darinya, tak akan kutolak.
Perlahan vespa birunya berjalan lagi, menuju Lembang. Menuju dingin yang menusuk. Aku tak dapat menahannya lebih lama. kulingkarkan tanganku di pinggangnya. Ia terlihat salah tingkah. Beberapa kali memandangku dari spionnya. Tapi, ia tak menolaknya. Atau melepaskan pelukanku. Maka aku pun mengeratkan pelukan itu. Sambil menyandarkan kepalaku di punggungnya. Aku menikmatinya…Sambil berharap ia pun menikmatinya.
Ada tetesan air menyentuh hidungku dengan lembut. Makin lama makin banyak. Oh tidak! Hujan menyapu seluruh khayalanku. Padahal kami bahkan belum sampai di Lembang. Kenapa sih aku tak boleh menimati indahnya perasaan ini? Sebuah perasaan nyaman dan terlindungi. Perasaan ingin memiliki dan dimiliki. Perasaan…ah aku bahkan tak boleh meski hanya mengkhayal.
Jadi, baiklah…Aku ikuti saja saat ia berhenti di sebuah pos ronda.
“Perjalanan kita terpaksa tertunda. Daripada nanti kau sakit.” Ujarnya, masih disertai dengan senyum. Aku sudah tak mampu tersenyum. Hari ini aku tak suka hujan. Ia telah merenggut khayalku.
Area perkebunan yang luas terhampar di depan kami. Memberikan bau harum kesejukan.
“Aku jadi ingat abang-abangku.” Ucapnya selewat. Jika saja aku tak berkonsentrasi padanya, pastilah gumamannya itu hanya akan pergi bersama angin yang kebetulan berhembus. Atau, memang ia hanya berniat mengenang, dan bukan memberi suatu informasi untukku? Apapun alasannya, kalimatnya mau tak mau sudah terlanjur terdengar.
“Ada apa dengan abang-abangmu? Ummh…memangnya kau punya berapa abang?”
“Dua. Eh, sebetulnya tiga. Tapi, yang dua itu saja yang akrab denganku, karena perbedaan usia kami yang hanya terpaut dua tahun.” Ucapannya terhenti sejenak. Ia membetulkan duduknya di bangku bambu pos ronda.
“Dulu, kami tinggal di kampung. Kalau hujan seperti ini kami masih suka berlarian di sawah dekat rumah.”
“Ngapain?”
“Banyak. Kadang sekedar menikmati hujan. Kadang juga kami diiizinkan untuk mengambil ikan-ikan kecil di tambak. Enak sekali. Pasti kau belum pernah makan ikan-ikan kecil yang kau jaring sendiri dari tambak.” Tebaknya. Dan ia memang betul. Untuk apa aku berlari-lari di sawah dan menjaring ikan kecil di tambak? Jika aku bisa mendapatkan versi sudah matang-mengepulnya di meja makan… Tapi baiklah, kuikuti saja kalimat-kalimatnya.
“Di dekat rumahku juga ada sungai kecil. Dulu, airnya masih jernih. Aku dan kedua abang kembarku itu suka menjadikannya sebagai tempat piknik yang menyenangkan sepulang sekolah. Jika cuaca sedang terik, kami main nyemplung saja ke dalamnya, dan membiarkan baju seragam kami di atas bebatuan. Dan haaa…haaa… pernah sekali bajuku tertiup angin. Lalu, ia menyangkut di dahan pohon. Tak terlalu tinggi memang, jadi bisa kugapai tanpa harus memanjatnya. Tapi, dasar ceroboh. Aku malah membuatnya terkoyak. Setibanya di rumah, aku takut ibuku akan marah-marah. Maka aku diam saja dan berlaku sebagai anak termanis di dunia. Aku tak bilang apa-apa. Kugantung baju seragamku seperti biasa pada paku di balik pintu kamar.” Kalimat-kalimat panjang itu mengalir dari mulutnya, tanpa bisa kucegah. Aku menyukainya. Jarang sekali ia bisa bercerita sepanjang ini padaku.
“Lalu, selama apa kau bisa menyembunyikan koyaknya dari ibumu?”
“Tak lama.” matanya kembali menerawang. “Perempuan perkasa itu menemukannya di malam hari, saat ia sudah menyelesaikan pesanan-pesanan jahitan tetangga.”
Aku melirik ke arahnya.
“Beliau perkasa karena…Menurutku karena tak pernah mengeluh meski harus bekerja keras membantu ayahku menghidupi keluarga besar kami. Ibu berjualan dengan sepedanya keliling kampung pada pagi sampai siang hari. Lalu beliau akan menyiapkan makan siang untuk anak-anaknya yang baru pulang sekolah. Setelah mengerjakan pekerjaan rumah lainnya, barulah disentuhnya kain-kain pesanan yang menumpuk di atas mesin jahit tuanya.”
Tepat, ia seolah bisa menjawab pertanyaan akan sosok perempuan perkasa yang ingin kutanyakan padanya.
“Rasanya aku kangen ibuku. Hey! Asyik ya, kalau bisa bertemu ibu setiap hari?”
Aku diam.
“Luna…??” ia mengibaskan telapak tangannya di depan wajahku. Membuatku tersadar dari lamunan singkat.
“Ummh…hyaa…begitu lah rasanya. Kadang menyenangkan, kadang menjemukan.”
“Jemu? Ah masa? Bukannya saat-saat bersama ibu merupakan saat terindah dalam hidup seorang anak? Saat-saat ia bisa kembali menjadi anak-anak, setua apapun usianya. Karena bisa bermanja-manja, berbagi kebahagiaan…”
“Ibuku cerewet sekali. Jadi, kadang aku bosan mendengar segala nasehatnya. Seringkali ibuku tak dapat membedakan apakah aku ini empat tahun, atau dua puluh tahun lebih tua dari itu.” Ucapku, agak terburu-buru.
“Oooh…wajarlah. Semua ibu memang begitu. Tujuannya hanya satu, tak ingin anaknya salah langkah. Apalagi jika puterinya begitu cantik sepertimu.”
Aku tersenyum manis. Kali ini aku berharap, senyumku bisa membuatnya terbang ke langit ketujuh, seperti yang ia lakukan berulangkali terhadapku.
Sedetik kemudian, saat ia tak lagi memerhatikan senyumku, manisnya berubah menjadi pahit. Getir. Ah yaa, andai saja ibuku memang cerewet. Andai saja ibuku memang mencerewetiku seperti pada anak-anak umur empat tahun setiap harinya. Aku rela, sungguh! Akan kuturuti semua kecerewetannya.
Tapi sayang, ibuku tak seperti itu. Yang kukatakan di hadapannya tadi hanya dusta. Jangankan cerewet, beberapa kalimat pendek setiap malam saja sudah bagus jika sempat terucap dari mulutnya sebelum ia tidur.
Kalimat pendek. Ya, hanya kalimat pendek! Itulah mengapa aku tak suka pada orang yang jarang berbicara. Aku mengasumsikannya sama dengan ibuku. Ibuku yang sudah terlalu letih mendesah. Ibuku yang sudah tak sanggup lagi mengeluarkan suara dari mulutnya, karena terlalu banyak merayu, merenda kata-kata birahi berbalut cinta. Berlapis niatnya untuk tetap dapat menghidupi anak-anaknya.
Singkat kata, aku merasa bahwa mereka yang tak berbicara banyak padaku, pastilah tak punya cukup sayang untukku.
“Hujan sudah reda. Yuk kita teruskan. Pemandangan di atas sana lebih bagus, kok. Udaranya juga pasti lebih sejuk.”
Hmmm…ia pasti berpikir bahwa aku sedang menikmati pemandangan pesawahan ini. Tak buruk. Daripada ia tahu isi kepalaku yang sesungguhnya.
Kami berhenti di sebuah rumah makan sederhana.
“Mau makan apa? Aku mau sate kelinci.”
“Aku…burung dara goreng saja.”
Ia memesankan kedua menu tersebut pada seorang perempuan separuh baya yang sebelum kedatangan kami terlihat sedang mengobrol dengan perempuan lainnya yang sepertinya berusia sama.
Kami berjalan menuju salah satu saung kecil di rumah makan itu.
“Bagaimana kuliahmu?” tanyanya sambil menyeruput susu murni rasa cokelat dalam gelas besar.
“Yaa, mudah-mudahan bulan depan aku bisa mengajukan sidang, sebelum deadline-nya habis.”
“Bagus. Jadi kau bisa cepat lulus dan… ambil S-2 atau bekerja?”
“Tidak tahu.”
“Kok begitu?”
“Keduanya tak menarik minatku.”
“Lantas?”
“Mungkin aku akan terus menulis. Siapa tahu ada penerbit yang tertarik membukukan puisi-puisiku.”
“Ummh…ide bagus. Coba saja ajukan.”
“Nanti ditolak?”
“Kau tak akan pernah tahu sampai kau mencobanya.”
Aku tersenyum simpul mendengar kalimat bijak itu. Jika saja bukan ia yang mengucapkannya, aku mungkin akan langsung bilang, ‘huh, ngomong memang gampang!’ tapi yang mengucapkannya ia, seseorang yang kukagumi karena kemampuannya bertahan dari berbagai kesulitan hidup. Mulai dengan mengamen untuk membayar biaya kuliahnya, hingga kerja serabutan di berbagai instansi yang membutuhkan tenaga kerja part time mahasiswa berotak cerdas-namun membayar gajinya setengah dari karyawan full time.
“Aku suka deh lihat senyummu kalau cuma setengah begitu.”
“Hah? Masa sih? Apa bagusnya?”
“Nggak bagus, tapi unik. Jarang-jarang ada perempuan yang suka tersenyum separuh begitu. Kebanyakan dari mereka yang pernah kulihat, lebih sering tersenyum penuh. Kau mengingatkanku pada Monalisa.”
Gombal. Tapi aku suka.
Benakku kembali dipenuhi dengan khayalan. Andai saja di sini ia mengucapkannya. Mengucapkan sebuah kalimat yang didambakan oleh banyak perempuan seusiaku. Okelah, mungkin terlalu berlebihan jika aku mengharapkan ia mengucapkan ‘maukah kau menikah denganku?’. Tapi, sekedar kalimat, ‘jadilah kekasihku…’ rasanya ingin aku dengar dari mulutnya. Ditemani dengan burung dara goreng, susu strawberry, dan cuaca yang berkabut begini. Rasanya semua akan sempurna jika ia tiba-tiba menggenggam tanganku, menciumnya, dan mengucapkan itu. Oh Tuhan, aku akan langsung mengangguk secepat aku bisa. Agar ia tahu aku sungguh-sungguh menginginkannya.
Ia menatapku.
Aku salah tingkah.
Ia memegang telapak tanganku.
Oh oh…jantung, tolong jangan pamit sekarang. Biarkan aku menikmati sensasi ini, dan menunggu kelanjutannya.
“Luna…” ia semakin kuat menggenggam tanganku, dan menyentuh punggung tanganku dengan tangan kirinya. Jantungku semakin bertingkah. Menggelepar. Ayo ucapkan…Ayo…Atau, haruskah kupejamkan mata agar ia tak merasa gugup?? Baiklah. Akupun memejamkan mata perlahan.
“Selamat ulang tahun yang ke-duapuluh-empat ya Luna! Semoga cepat lulus kuliahmu, amin!”
Harapan…khayalan…dan keinginanku hancur menjadi kepingan-kepingan, yang tak ingin kuambil. Biar saja mereka terserak di lantai saung ini.

Kovan Chandra mengatakan...

Nama : Kovan.Chandra
Kelas : X8/22
Tema : Kegoblokan Moral Remaja

Penyesalan Seorang Anak

Budi adalah seorang anak dari golongan keluarga yang memiliki kekayaan yang lebih. Hidupnya sangat berkecukupan dan semua kebutuhan yang diinginkan nya dapat erpenuhi dengan sangat mudah.
Sekarang Budi berumur enam belas tahun,ia duduk di bangku SMA kelas dua di salah satu sekolah swasta yang terkenal dan megah. Saat duduk di kelas satu,prestasi Budi di bilang cukup baik dan memuaskan. Namun lama-kelamaan prestasi Budi menurun dan pergalan Budi pun semakin ke arah yang tidak baik,apalagi sejak Budi memiliki teman yang bernama Tono. Tono adalah anak yang pemalas dan suka ugal-ugalan. Tono inilah yang selalu menghasut Budi agar mau ikut dengan nya. Mereka sering bolos sekolah,mabuk-mabukan,merokok,ngebut-ngebutan di jalan raya,dan selalu pulang malam. Orang tua Budi tidak mengetahui semua hal ini,karena mereka sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing sehingga perbuatan Budi ini semain menjadi-jadi saja dan sulit untuk di kontrol.
Suatu pagi Tono menelepon Budi dengan tujuan ingin mengajak Budi untuk bolos sekolah. “Hai Budi,kita bolos sekolah yuk hari ini,aku lagi bosan sekolah nih,bagaimana Bud?Kamu mau kan?”,tanya Tono dengan nada merayu. “Aduh,bagaimana yah,kemarin kan kita sudah bolos,apalagi bulan ini kita sudah bolos sekolah selama dua minggu lebih nanti kalau di tanya oleh wali kelasku bagaimana dong?”,jawab Budi kebingungan karena sebenarnya ia juga malas sekolah tapi ia juga takut nanti kalau orang tua nya tahu bahwa ia sering bolos sekolah. “Ayo lah Bud,bilang saja kalau kamu sedang tidak enak badan jadi tidak dapat masuk sekolah,lagian kamu kan tidak suka sekali sama mata pelajaran hari ini,kan lebih baik kita nongkrong di mall atau kita tanding balapan kan lebih asik dan menyenangkan.”,kata si Tono yang mencoba terus menghasut Budi. Budi bingung memikirkan antara sekolah atau tidak sekolah,kalau sekolah ia sangat tidak suka dengan mata pelajaran hari ini kalau bolos sekolah nanti bisa ketahuan sama orang tua nya. Beberapa menit Budi memikirkan,sambil Tono terus mencoba menghasut Budi agar mau ikut bolos sekolah dengannya. Karena Budi bingung dan terus dihasut oleh Tono akhirnya Budi menyetujui ingin ikut bolos sekolah ber sama teman nya si Tono. Mereka pun meninggalkan sekolah dengan menaiki mobil si Budi.
Pagi itu mereka menghabiskan waktu hanya untuk bermain, merokok,bersenang-senang,dan jalan-jalan mengelilingi mall. Tiba-tiba di mall mereka bertemu dengan tetangga Budi namanya Ibu Tyas. Ibu Tyas terlihat baru saja selesai berbelanja kebutuhan sehari-hari nya di supermaket. Budi sangat ketakutan melihat Bu Tyas ada di mall tersebut,ia mencoba terus menghindar dari Ibu Tyas,namun Ibu Tyas sangat mengenali Budi,karena Budi dan Ibu Tyas sudah bertetanggga selama lima belas tahun,keluarga mereka pun sudah sangat akrab dan kompak. Kemudian Ibu Tyas berjalan kearah Budi dan Tono. “Budi,ini kamu kan?”,tanya Ibu Tyas kepada Budi. “Eh,iya bu,ibu sendiri sedang apa disini?Sedang belanja ya bu?”,tanya si Budi hanya untuk sekedar basa basi karena ia sangat gugup dangelisah saat itu. “Loh,harusnya ibu yang bertanya sama kamu,kamu sedang apa disini?Memangnya amu tidak bersekolah hari ini?Kalau ibu sedang berbelanja kebutuhan disini.”,tanya Ibu Tyas. “Ya,Budi sekolah hari ini,tetapi hari ini pulang cepat karena guru akun mengadakan rapat untuk membahas Ujian Akhir Nasional.”,jawab Budi berbohong. “Oh,begitu yah,tapi kok hanya kamu berdua yang kelihatan,anak-anak yang lain pada kemana,biasanya kan kalau sekolah pulang cepat anak-anak pada berkunjung ke mall untuk jalan-jalan.”,tanya Ibu Tyas curiga. “Mereka mungkin sedang ada kerjaan bu atau mereka sedang bosan untuk pergi ke mall,bu,Budi permisi dulu yah,Budi mau ke kamar mandi,mau buang air.”,kata Budi mencoba untuk mengelak pembicaraan dari Ibu Tyas. “Iya Bud tapi kamu jangan terlalu lama berada di mall,kamu kan harus belajar dan mengerjakan PR.”,kata Ibu Tyas. “Ibu tenang saja,Budi pasti segera pulang dan mengerjakan PR Budi,Budi permisi dulu ya bu.”,kata si Budi sambil mengajak Tono kearah yang lain untuk menjauhi Ibu Tyas.
Budi nampak sangat ketakutan dan gelisah,ia takut apabila Ibu Tyas memberi tahu orang tua nya kalau ia dan aku tadi pagi bertemu di mall. “Aduh,bagaimana nih Ton,tadi itu tetangga aku namanya Ibu Tyas,aku takut kalau ia menceritakan semua nya kepada orang tuaku kalau aku tidak bersekolah hari ini tetapi malah asik berjalan-jalan di mall,pokoknya kamu harus bertanggung jawab Ton,karena kamu yang mengajakku ke mall dan bolos sekolah hari ini!”,kata Budi sangat tegang dan ketakutan.
“ Kamu itu tenang saja Bud,orant tua kamu tidak bakal marahin kamu,karena kamu tidak pergi sendiri,kan ditemanin sama aku,jadi orang tuamu pasti percaya dengan apa yang kukatakan kalau kita itu tidak bolos sekolah hari ini.”,kata Tono dengan santai untuk membuat Budi percaya kepadannya. “Apa kamu yakin Ton dengan ucapan mu?Aku takut banget nih,bisa mampus aku kalau orang tuaku tahu kalau aku sering bolos sekolah dan ugal-ugalan,bisa-bisa aku tidak boleh keluar rumah lagi dan aku tidak akan dapat uang jajan ku lagi,aduh bisa gawat sekali nih.”,kata Budi masih sedikit ketakutan. “Au yakin kok Bud,kamu tenang saja dan terima beres saja,siapa yang tidak percaya bila aku yang bicara,hahaha,kita makan yuk Bud,aku lapar sekali nih,kamu yang traktir aku yah hari ini.”,kata Tono kepada Budi. “Iya-iya,asal kamu dapat membuat dan meyakinkan kedua orang tua ku kalau aku tidak bolos sekolah tadi pagi.”,kata Budi kembali mengingatkan Tono. “Beres deh Bud,kamu tenang saja jangan kuatir,orang tua mu pasti akan percaya kepada ku.”,kata si Tono dengan percaya diri yang tinggi.
Mereka berdua pun meninggalkan mall dan pergi untuk mencari makan,setelah mereka selesai makan mereka pun berencana untuk ke rumah Tono,sebelum itu mereka mampir ke sebuah warung kecil untuk membeli bir dan rokok. Beberapa menit kemudian mereka pun sudah sampai di rumah Tono.
“ Tono,kamu enak yah tinggal sendirian,tidak ada yang menganggu dan mengatur,pokoknya bebas deh.”,kata si Budi. “Kamu lebih enak lagi,semua yang kamu perlukan dan yang kamu inginkan dapat terpenuhi.”,kata si Tono.
Mereka terus merokok dan minum bir hingga larut malam,tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Budi pun meminta izin untuk pulang ke rumah. “Ton,aku pulang dullu yah,aku sudah ngantuk banget nih,kepala ku terasa berat sekali.”,kata Budi. “Apa kamu bisa menyetir mobil sendirian?Kamu kan sedang mabuk berat Bud.”,kata si Tono. “Tenang saja,aku pasti bisa kok,aku kan juara balap,hahaha.”,kata Budi yang sudah sangat mabuk karena kebanyakan minum bir. “Ya sudah kamu hati-hati saja di jalan.”,kata Tono.
Budi pun pulang ke rumah dengan mengendarai mobilnya,jarak rumah nya lumayan jauh,ia memelukan waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai di rumah nya. Kepala nya sangat pusing,ia sulit melihat karena mata nya berkunang-kunang,tiba-tiba di persimpangan jalan ia menumbur trotoar sehingga kepalanya langsung terbentur stir mobil.
Waktu itu jalanan sudah sangat sepi sekali,sudah hampir tidak ad orang lagi yang berlalu lalang di jalan. Tetapi untung saja ada seorang kake yang sedang berjalan kaki melintasi jalan tersebut dan kakek itu segera menolongnya dan membawa nya ke rumah sakit. Kakek itu perihatin melihat kondisi anak itu,masih muda tetapi sudah melakukan perbuatan yang tidak baik dan semena-mena.
Budi segera di tangani oleh dokter untung saja lukanya tidak terlalu parah dan segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan sehingga ia bisa diselamatkan. Kakek tersebut mencoba mencari identitas dari anak itu,tetapi kakek itu tidak dapat menemukan apa-apa untuk menghubungi keluarga nya. Dan ia hanya bisa menunggu kedatangan keluarga dan sambil mengawasi anak tersebut.
Beberapa saat kemudian Budi pun telah siuman.Namun kepalanya masih sangat pusing karena terbentur saat kecelakaan tadi,ia dapat melihat bayangan si kakek. Namun sepertinya ia tidak pernah bertemu atau kenal pada kakek ini sebelumnya. Ia tampak keheranan melihat kakek itu.
“Kamu siapa kek?”,tanya si Budi kepada kakek. “Saya adalah orang yang sudah menolong kamu,tadi kamu mengalami kecelakaan di jalan raya.”,jawab si kakek kepada Budi.
“ Oh,jadi kakek yang telah menolong ku,terima kasih banyak ya kek,kakek telah menyelamatkan nyawaku.”,jawab si Budi sambil tersenyum.
“ Kamu kenapa nak,pulang kerumah malam sekali sambil mabuk-mabukan lagi ,orang tua mu pasti sedih kalau mengetahui tingkah laku kamu seperti ini.”,kata si kakek kepada Budi. Budi hanya dapat diam dan tidak bisa menjawab pertanyaan kakek.
“ Kenapa kamu diam? Aku tahu kenapa kamu berbuat seperti ini,kamu itu masih muda nak,umurmu masih panjang,jangan lah merusak masa depan mu sendiri,apalagi orang tuamu sangat berkecukupan,dan bisa memenuhi semua kebutuhan yang kamu inginkan,sedangkan kakek masih harus mencari uang hingga larut malam hanya demi untuk menyekolahkan cucu kakek,kakek menginginkan dia agar bisa menjadi anak yang berguna nanti nya.”,kata si kakek.
Budi pun mulai berpikir,apa yang sudah ia lakukan selama ini,ia hanya bisa bersenang-senang,membuat orang tua sedih, menghambur-hamburkan uang hanya untuk mabuk-mabukan dan merokok dan apa hasil yang aku peroleh dari semua perbuatan yang ia telah lakukan itu?kata nya dalam hati.
Ia begitu menyesal,sanga-sangat menyesal terhadap semua perbuatan yang ia lakukan selama ini, ia berharap penyesalan ini terlambat, dan ia dapat memulai kehidupan yang baru,Budi pun meneteskan air mata nya, ia menangis menyesali semua perbuatan nya
Lalu kakek bertanya kepada Budi,”Kenapa kamu nak?Sudahlah jangan terlalu lama menyesali perbuatanmu,umurmu masih panjang dan muda nak,mulai besok bukalah lembaran baru dalam hidupmu lakukanlah sesuatu yang berguna dan bermanfaat,serta jangan lah lupa beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena itu dapat membantu merubah kepribadianmu.”,kata si kakek menasehati Budi. “Terma kasih kek,kakek telah membuat ku sadar akan segala perbuatanku. Aku berjanji akan menjadi anak yang patuh dan berguna nantinya.”,kata Budi.
Beberapa jam kemudian setelah orang tua Budi mengetahui kejadian ini,mereka segera bergegas menuju ke rumah sakit untuk menemui anak mereka dan beberapa saat kemudian mereka pun sampai dan langsung menuju ke kamar Budi. “Budi,kenapa bisa begini nak?Apa kamu baik-baik saja?”,kata kedua orang tua mereka khawatir. “Ya bu,Budi baik-baik saja,kakek ini lah yang telah menolong Budi,Budi sangat berhutang budi kepadannya.”,kata Budi kepada kedua orang tua nya. “Terma kasih pak,anda telah menolong anak kami,pak ini ada sedikit uang untuk bapak,mohon diterima ya pak.”,kata orang tua Budi. “Tidak usah bu,saya ikhlas menolong Budi.”,kata kakek itu rendah hati.
Kemudian Budi berbisik kepada kedua orang tua mereka,Budi mengatakan agar mereka mau mempekerjakan si kakek sebagai tukang kebun dirumah mereka. Lalu orang tua Budi mencoba berbicara kepada si kakek untuk berkerja sebagai tukang kebun di rumah mereka. “Kakek,kalau kakek tidak mau menerima uang ini bagaimana kalau kakek bekerja saja di rumah kami,kebetulan kami sedang memerlukan seorang tukang kebun,ap kakek setuju dengan penawaran kami?”,kata Ibu Budi. “Baiklah kalau begitu,saya bersedia untuk bekerja di rumah bapa dan ibu.”,jawab kakek gembira karena sekarang ia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan gajinya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari nya dan untuk menyekolahkan cucu nya. “Mulai besok bapak sudah boleh bekerja di rumah kami.”,kata ibu Budi. “Terima kasih pak bu.”,jawab kakek gembira.
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit akhirnya kini Budi sudah diperbolehkan pulang ke rumah dan ia sudah bisa melakukan aktivitas-aktivitasnya kembali seperti dulu. Senin pagi itu Budi kembali ke sekolah,ia bertemu dengan teman-teman nya lagi termasuk Tono. Pagi itu Tono membicarakan sesuatu kepada Budi bahwa ia akan mengadakan pesta di rumah nya dan ia bermaksud untuk mengundang Budi ke pesta nya nanti pukul dua belas malam. “Bud nanti malam kamu datang yah ke pesta ku,di jamin seru deh,aku sudah mempersiapkan banyak bir untuk kita minum bersama.”,kata Tono. “Maaf Ton tetapi aku tidak bisa,aku sudah berjanji untuk tidak mau lagi melakukan perbuatan yang tidak baik seperti itu,lebih baik kamu juga berhenti,karena itu hanya dapat merusak masa depanmu saja.”,kata Budi mencoba untuk menasehati Tono. “Kamu kok jadi begini sih Bud,jadi seperti ustad saja,sok alim.”,kata Tono. “ Ya sudah kalau kamu tidak mau endengarkan kata-kata ku,kamu pasti akan menyesal nanti nya,dan lebih baik sekarang daripada nanti sudah terlambat apabila kamu ingin memperbaiki dirimu.”,kata Budi mencoba menyadarkan Tono. “Ah kamu diam saja,jangan coba-coba untuk menasehati aku,kalau kamu tidak mau datang ya sudah!”,jawab si Tono dengan nada yang kasar. Setalah itupun Tono langsung pergi meninggalkan Budi.
Sejak saat itu mereka sudah tidak terlalu dekat lagi. Sekarang Budi sangat patuh,ia tidak pernah lagi pulang malam dan tidak pernah lagi mabuk-mabukan,dan prestasinya di sekolah pun mulai meningkat lagi.Ia sangat berterima kasih kepada kakek yang telah menasehati nya,ia tidak tahu bagaimana jadinya kalau ia tidak bertemu dan diberi nasehat oleh kakek,ia yakin ia sekarang pasti masih berbuat ugal-ugalan seperti dulu.
Sekarang Budi sudah sangat berubah dari anak yang nakal menjadi anak yang rajin dan patuh, orang tua nya pun sangat bahagia melihat anak mereka berubah menjadi anak yang baik seperti saat ini. Budi percaya apabila seseorang mau benar-benar berubah,maka ia pasti dapat merubah hidup nya menjadi lebih baik daripada sebelum nya.

SELESAI

Kovan Chandra mengatakan...

pak kasdi di terima ye cerpen aku,maaf kumpul nya telat tapi jangan marah yo pak.

Trima kasih ^^

Mario mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Mario mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Mario mengatakan...

Topik : Cinta Monyet Remaja
Karya : Mario Tanjung / 28



Malam Kelulusan Yang Membingungkan

“HORE!! AKU LULUS!!!”

Akhirnya perjuangan aku selama 1 bulan gak sia-sia. AKU BISA LULUS. Walaupun, aku hanya bisa lulus dengan peringkat ke-20. Gak masalah lah... Yang penting aku bisa lulus dan kuliah di universitas favorit aku dijakarta, Universitas Lavenders. tapi. disisi lain, mama pasti sedih banget, soalnya aku harus berangkat keluar kota untuk mencari ilmu. dan aku janji bakal buat mama bahagia dan bangga kepada aku.

Biasanya... coret-coretan baju menjadi tradisi tahunan bagi semua siswa yang udah lulus disemua sekolah termasuk sekolah aku. tapi, bagi aku itu semua gak ada manfaatnya. Lebih baik baju aku ku sumbangkan untuk orang yang lebih membutuhkan. Bener gak??
Sekarang, aku mau telepon mama dulu ah.. mau kabarin kalau aku udah lulus dari SMA, terus beli baju party soalnya aku mau pergi keacara kelulusan aku entar malam..

” Hallo??”, sapa aku
” Iya sayang.. ada apa telepon mama??”, tanya mama
” Mama... aku udah lulus ma dari SMA!”, seru aku
“ Wah.. selamat ya! Anak mama emang pinter dan mama juga udah yakin 100% kalo kamu pasti lulus!”, jawab mama bahagia
“Tapi... aku hanya bisa meraih peringkat 20..!”, sedih aku
” tak masalah nak... kamu selalu nomor 1 dihati mama!”, saut mama seolah hendak menyemangati aku.
“ terima kasih ma!”, bales aku
“ Ok! Bye sayang! Mama lagi kerja nih.. entar mama bisa dimarahin atasan pula gara-gara menerima telepon sewaktu jam kerja. Sampai ketemu dirumah ya! Bisik mama pelan.
“ OK! Ma! Sampai jumpa !”, jawab aku sambil mati-in telepon.


Jujur, aku sangat bersyukur karena tuhan udah berikan mama terbaik dihidup aku.. Walaupun.. aku gak pernah merasakan kehangatan kedua orang tua secara utuh. Sebagai info, mama udah cerai dengan papa waktu aku berumur 14 tahun. Hal itu sangat membuat aku terpukul sebagai seorang anak.. aku menjadi anak yang pemurung, dan penyendiri. Tapi, aku bersyukur.. mama selalu menguatkan aku diwaktu itu. Sedangkan papa?? Dia gak pernah lagi ada dihidup aku setelah perceraian itu. Mungkin.. dia udah hidup bahagia dengan istri dan anaknya yang baru atau entahlah. Yang pasti, aku udah mengubur semua kenangan itu dalam-dalam..

Sekarang, aku mau beli baju formal dulu ah.. aku harus tampil keren di party terakhir di SMA....



Malam Hari

Sekarang, aku udah sampai di hotel Klasik.. aku yakin banget bisa jadi king party malam ini. Secara.. aku udah tampil dan dandan abis untuk party ini.

“ HEI.. Riki!!”,....

Eh. Kayaknya ada yang panggil aku deh.. Tapi... siapa ya?? ( sambil melihat kesekeliling ).. Wajar.. aku gak tau siapa yang manggil, karena yang datang malam ini sekitar 400 orang.. jadi kebayang kan?? Betapa ramainya pesta malam ini..

”Riki!!”, teriak seseorang tepat dibelakangku sambil menepuk pundakku
“ Oh.. jadi kamu... Nana yang teriak nama aku??”, saut aku.
“ Sori..sori...! kamu kesini dengan siapa?”, tanya Nana
” sendirian! Kalo kamu??”, bales Riki
” sama aja! Aku juga sendirian kok! Soalnya jomblo sih”, balesnya sambil tersipu malu.

Oh iya.. kalian semua belum tau Nana kan??


Ok deh! aku jelasin... Nana adalah mantan aku.. Tapi.. aku udah lupa yang keberapa. Kalo gak salah sih.. Nana mantan ke-3 atau yang keempat.. aku juga sudah lupa.. karena itu udah lama banget. 1 tahun yang lalu lah...

“ Eeeh.. mau dansa??”, tanya Riki malu..
“ Gimana ya?? Entar ada yang marah nggak?”, bales Nana sambil tersipu malu
“ Marah?? Siapa?? aku gak ada pacar kok..!”, jawab Riki dengan malu-malu.
“ Bohong! aku tau kok kalo kamu ada pacar? Iya kan?”, bales Nana yang masih belum percaya
“ aku gak ada pacar! kamu percaya kan??”, jawabku dengan sebuah pertanyaan
“ Hahaha... aku bercanda tau.. aku mau kok dansa dengan kamu! tapi.. aku ada satu pertanyaan. kamu kok bisa putus dengan Ratna. soalnya.. Ratnakan cewek paling popular disekolah. Jangan-jangan kamu selingkuh ya?? Perlakuan yang sama ketika aku masih jadi pacar kamu.. Iya kan??”, sindir Nana
“ Ya ampun! kamu masih inget?? Itu kan udah lama banget!”, bales Riki
“ Masih inget lah. Gak bakal aku lupain semuanya! Bener kan kamu selingkuhin Ratna??”, tanya Nana
” aku diputusin.. katanya dia bosen dengan aku.. aku minta maaf deh kalo kamu masih sakit hati karena aku sempat selingkuhin kamu!”, maaf aku dengan kedua telapak tangan menyatu, tepat didepan jantung.
“ aku udah maafin kok! Katanya mau dansa??”, bales Nana
” Thank’s ya!”, seru Riki sambil memegang tangan Nana..

Akhirnya aku pun berdansa dengan Nana.. Tapi, aku kok deg-degan ketika memegang tangan Nana dan saat berdansa, jantungku berdetak 100 kali lebih kencang dari biasanya.. Apa aku masih cinta dengan Nana??

“ Riki.. kamu kok diem sih?”, tanya Nana
“ Nggak... aku Cuma lagi mikirin kamu!”, jawab ku merayu
“ Mikirin aku??”, bales Nana bingung
“ Iya.. aku lagi berpikir, betapa bodohnya aku pernah selingkuhin seorang bidadari dengan cewek lain!”, basa-basiku
“ bohong.. kamu emang gak pernah berubah ya?? Masih sama seperti yang dulu..”, sambung Nana sambil mencubit tanganku
” Aaw.. sakit tau.. Enak aja cubitin tangan orang!”, bales Riki yang masih berdansa dengan Nana
“ Itu balesan untuk orang yang pernah dua-in aku.. Impas kan??”, canda Nana

aku seneng banget bisa dekat lagi dengan Nana.. aku merasa, Nana masih menjadi pacarku.. dan aku juga bertambah yakin kalau aku emang masih sayang dengan Nana..

“ Nana...!”, ucapku
“ Iya..!”, bales Nana singkat
“ Apa aku masih ada dihati kamu??”, tanyaku penasaran
“ Emang kenapa?? Gak penting kan??”, bales Nana seolah nggak mau menjawab.
“ Gak apa-apa sih. aku Cuma mau tau aja.. Soalnya, kamu masih ada dihati aku!”, jawabku dengan nada pelan
“ Maksud kamu??”, tanya Nana penasaran
“ aku masih sayang dengan kamu.. kamu mau kan jadi pacar aku lagi??”, tanya ku langsung...

Ketika aku menyatakan perasaanku.. Nana langsung melepaskan tanganku dan berlari keluar dari party.. dengan spontan, aku mengejar Nana..
Diluar.. aku melihat Nana duduk termenung disebuah bangku taman dekat tempat parkir dengan tangan menutupi raut mukanya... aku tau.. kalau saat ini Nana sedang menangis. Tapi, aku nggak tau apa yang ditangisi Nana.. aku pun mencoba untuk menghampiri Nana..

“ Nana.. maafin aku!”, maaf aku

Nana tetap menangis dan tetap nggak mau melepaskan tangannya dari paras cantiknya.. aku pun memberanikan diri untuk duduk disebelahnya.. dan aku mencoba untuk membelai rambut panjangnya.. dan secara spontan, Nana menangis dipelukan ku...
Jujur, aku bingung banget dengan keadaan ini. aku bingung.. apa yang ditangisi Nana?? aku pun berkata...

“ Na.. kalau kamu emang puas ketika menangis. Menangislah.. dan jika kamu emang udah puas dan ingin bercerita, ceritalah.. aku siap dengerin semua keluh kesah kamu!”

15 menit telah berlalu tapi tangan aku masih betah merangkul Nana.. aku selalu berharap.. rangkulanku bisa membuat Nana tenang....

“ Riki..”, isak Nana pelan sambil melepaskan rangkulanku
“ kamu sudah mau cerita??”, bisik Riki
“ Jujur, aku masih sayang banget dengan kamu.. Sejak kita putus.. belum ada cowok lain yang bisa menggantikan kamu! Hari ini.. aku juga seneng banget ketika kamu ajak dansa. aku merasa kalo kita masih jadian. Tapi, aku gak bisa jadi pacar kamu lagi!”, bales Nana
” Emang kenapa kamu gak bisa?? kamu masih sayang dengan aku kan?? Kamu takut sakit hati lagi untuk yang kedua kalinya? aku janji bakal berubah! aku janji.. dan bagi ku, perkataan kamu belum menjawab kesedihan kamu!”, tanyaku balik ke Nana
“ Sori.. aku gak bisa menjawabnya!”, bales Nana singkat tanpa menjawab pertanyaanku
“ Ok! Kalo kamu gak bisa menjawab..! aku harap itu yang terbaik buat kamu..”, sautku sambil meninggalkan Nana seorang diri

------

“ Riki teriak Nana seolah hendak memberhentikan langkah kakiku untuk bergerak
“ Ada apa??”, tanyaku tanpa berbalik kearah Nana
“ aku sayang kamu.. aku mencintai kamu... aku akan merindukan kamu.. dan kamu akan selalu ada dihatiku dan kamu yang terakhir bagiku..!”, jawab Nana hendak membingungkan aku dengan segala perkataanya
“ Jujur.. aku gak mengerti maksud perkataan kamu... tapi terimakasih.. aku hanya ingin bilang satu hal.. seseorang yang munafik adalah orang yang pernah membohongi diri dan hatinya sendiri..! dan muncul sebuah pertanyaan.. apa kamu orang yang munafik?? kamu bilang sayang aku, dan cinta aku.. tapi mengapa kamu tolak aku??”, tanya Riki yang semakin bingung dengan semua perkataan Nana
“ Mungkin, bagi kamu aku munafik... tapi kamu akan tau jawaban dari semua perkataanku. aku nggak mau membuat kamu sakit hati.. Sorry!”, jawab Nana yang lagi-lagi nggak menjawab pertanyaanku..
“ Ya udah… aku mau pulang!”, balas Riki sambil melambaikan tangannya keatas.
“ Kamu mau pulang?? kamu gak mau tau, siapa King Party tahun ini?”, tanya Nana yang masih agak terisak
“ Buat apa?? Itu gak penting!”, jawab aku sambil menuju mobil
“ Bagi aku… KAMU KING PARTY MALAM INI!”, teriak Nana

Tanpaku sadari.. air mata mulai menetes dari mataku ketika Nana meneriakkan kata terakhirnya malam itu.. aku mencoba bertahan untuk menahannya jatuh.. tapi itu semua terlambat.. air mata sudah menetes pelan.. jujur.. aku bingung banget dengan semua perkataan Nana.. gak ada yang bisa menjawab semua pertanyaan aku…

-The End-

johan hans mengatakan...

SECUIL HARAPAN


Cerita ini terinspirasi dari kegiatan perjalanan menggunakan kereta api Jakarta (Senen) - Jogja (Tugu)..


Libur Natal yang singkat & jadwal remendial memaksa saya untuk segera kembali ke Jogja lebih awal, padahal dari rencana awal saya baru akan kembali setelah menikmati malam Tahun Baru bersama keluarga dan teman" di Jakarta.


Tetapi topik cerita bukan membahas tentang kereta api atau pun jadwal remendial yang menyebalkan.


Sore itu, terlihat seorang nenek yang sudah renta duduk bersandar pada salah satu tiang penyangga stasiun.


Bajunya kumal dan lusuh. Dia hanya diam, di depannya tidak ada kaleng atau wadah apapun untuk menaruh uang.


Bisa diartikan, dia tidak sedang meminta – minta. Walau begitu, ada saja orang yang menjejalkan uang ke tangan sang nenek, lalu nenek itu mengucapkan terima kasih.


Entah keinginan dari mana, saya menghampiri nenek tersebut. Sembari menunggu kereta, pikir saya. Saya berjongkok di sebelah nenek tersebut. Si nenek menyadari kehadiran saya dan berkata, : "Pulang kerja, Mas ?" sambil tersenyum.


Sekarang saya bisa lebih memperhatikan wajahnya. Tidak ada lagi rambut hitam di kepalanya, wajahnya penuh kerutan disana sini, matanya abu – abu seperti orang yang sudah tua lainnya.


Tetapi senyumnya hangat dan terlihat tulus. Saya mengangguk mengiyakan pertanyaan nenek tersebut. Lalu saya bertanya, "Nenek tinggal di sekitar sini ?".


Lagi – lagi nenek itu tersenyum dan menunjuk sebuah tempat di pinggiran kereta.


"Saya bukan tinggal tetapi tidur dan hidup disana"


Hati saya miris mendengar jawaban tersebut. Tempat itu bukan gubuk, apalagi sebuah rumah, melainkan hanya sebidang tempat yang disulap menjadi tempat tinggal oleh nenek tersebut.


Beralaskan koran, sebuah buntelan yang saya perkirakan isinya beberapa helai baju, sebuah piring dan sebuah gelas air mineral kosong. Lalu saya mulai bertanya hal lainnya : “Saya. Maaf Nek, Anaknya ada berapa ?”


Si Nenek : “Empat. 2 laki – laki, 2 perempuan”.


Saya : “Lalu dimana mereka ?” (Saya tahu lancang berkata seperti ini tetapi saya penasaran)


Si Nenek : “(Menggeleng) Saya tidak tahu. Saya dengar satu anak laki – laki saya masuk penjara dan saya tidak tahu kemana yang 3 lainnya”.


Saya : “Udah berapa lama Nenek nggak ketemu mereka ?”


Si Nenek : “(Menggeleng lagi) Lupa. Yang pasti sudah lama banget”.


Saya terdiam. Mencoba memikirkan sesuatu tetapi jelas saya tidak tahu apa yang saya pikirkan. Saya hanya… SEDIH !


Bagaimana bisa anak – anaknya membuang seorang ibu yang sudah melahirkan mereka dengan susah payah ke dunia ini? Terlebih lagi, lihat keadaan Nenek ini.


Saat saya asik berenang dalam pikiran saya, Nenek itu berkata, : "Saya tidak mau mengemis seperti ini tetapi saya butuh uang untuk makan"


"Biasanya Nenek makan apa ?" Dia pun menjawab, : "Lontong isi dan air putih, ya syukur – syukur kalau ada uang lebih, Nenek bisa beli nasi pakai tempe"


Saya meneguk ludah dengan susah payah, memposisikan diri saya di posisi Nenek itu ? Entahlah, pasti serasa kiamat. Nenek itu menambahkan, : "Kalau ada uang lebih, saya ingin membelikan baju lebaran untuk anak cucu saya"


Dia masih bisa memikirkan anak – anaknya yang telah meninggalkannya ? Tepat di seberang peron saya, ada sebuah keluarga. Ayahnya buta, ibunya menggendong anak yang paling kecil dan dua anak laki – lakinya duduk di peron tanpa alas apapun. Mereka terlihat bahagia, meski (maaf) miskin.lanjutan...........

hans-asian-agri.blogspot.com

johan hans mengatakan...

http://hans-asian-agri.blogspot.com/2011/11/kado-untuk-samuel.html